Raika memandangi ponselnya dengan mata menyipit seperti menyelidiki sesuatu di sana. Bukan tanpa alasan Raika melakukan hal tersebut. Ini karena semalam dirinya mendapat pesan tak terduga dari seseorang.
Karena terlalu asyik menonton drama Korea, Raika tidak mengecek ponselnya sama sekali. Dan saat dirinya akan tidur barulah gadis itu mengecek ponselnya. Betapa terkejutnya Raika ketika mendapat pesan dari Aidan alias Zayn Malik kw yang sering ia sematkan pada Aidan.
Raika tidak langsung membuka pesannya. Layar notifikasilah yang menunjukkan pesan Aidan. Raika meneguk ludahnya gugup.
Ada apa Pak Aidan ngirim chat malem-malem? Pake nanya aku udah tidur atau belum segala? Pikir gadis itu bingung.
Setelah berhasil meredakan gugup dan bingungnya, barulah ia membalas pesan yang hampir setengah jam tidak ia balas.
Namun, hingga pagi ini pesannya tidak mendapat balasan. Bahkan tidak ada tanda jika pesannya sudah dibaca. Membuatnya semakin
Raika menghembuskan napas gusar. Seharian ini ia tidak berkonsentrasi bekerja. Entah bagaimana, Raika beberapa kali melakukan kesalahan saat menginput angka dari kuitansi ke komputer. Hitungannya sering tidakbalancedan menyebabkan dirinya pusing sendiri karena tidak fokus. Dalam perjalanan pulang pun Raika tidak berkonsentrasi. Beberapa kali pengendara lain mengklakson dirinya. Untung saja Raika cepat tersadar, jika tidak sudahwassalam. Merasa lelah, Raika duduk di sofa sembari memejamkan mata setelah sampai di rumah. Hanya beberapa detik, karena selanjutnya perempuan itu mengambil ponselnya dan- Raika sedikit terperanjat karena ada telepon masuk. Bagaimana ini bisa terjadi? “Assalamu’alaikum,” kata Raika. “Walaikumsalam. Weh, cepet banget angkat teleponnya,” balas Khalif setengah mengejek. Raika terkekeh. “Soalnya aku juga ada niat mau nelepon kamu. Eh, ternyata kamu udah nelepon duluan. Ad
Setelah mengobrol ke sana kemari, Khalif diajak untuk makan malam bersama. Tentu saja Khalif tidak menolaknya. Obrolan mereka di meja makan pun terdengar dan membuat suasana di ruang makan menjadi hangat."Sini duduk, Lif." Raika menarik Khalif untuk duduk bersamanya di sofa ruang tamu. Mereka sudah selesai makan malam.Orang tua Raika sudah masuk ke kamar, begitu pun Rama yang keliatannya sangat lelah dan membutuhkan tidur. Sementara kedua kakaknya yang lain masih berada di luar rumah."Kamu nggak sabaran banget, keliatan dari pas makan tadi kamu gelisah gitu," seloroh Khalif menatap bingung sahabatnya."Jangan kenceng-kenceng ngomongnya." Raika menempelkan telunjuknya di bibir."Emang ada apa, sih? Di WA kamu bilang jangan kasih tahu kakak-kakak kamu."Raika mendesah dengan wajah kusutnya. Mencoba mengumpulkan tenaga untuk bercerita pada Khalif. Matanya menatap serius pada Khalif. Tidak biasanya sahabatnya ini terlihat serius.
Raika meringis kala menatap pantulan bayang dirinya di cermin. Bawah matanya terlihat agak menghitam akibat kurang tidur. Salahkan Aidan, karena lelaki itu sudah berhasil membuatnya sulit tidur.Setiap ucapan Aidan kembali terngiang di kepalanya kala Raika akan memejamkan mata. Belum lagi obrolannya dengan Khalif dan rencana Raika untuk menjawab ajakan kencan Aidan. Berbagai rekayasa berseliweran di pikiran Raika. Ia benar-benar tidak tahu manakah keputusan yang harus ia ambil.“Tutupin aja, deh.” Raika mengambil concelar di meja rias dan mengoleskannya sedikit di bawah mata.Setelah selesai Raika turun untuk sarapan. Suasana di ruang makan sedikit sepi saat ini. Rama sudah pergi subuh untuk mengantarkan rumput sintetis keluar kota. Rasya masih menjalankan shift malamnya dan belum pulang. Hanya ada Raihan di sana dengan kaos hitam polos juga celana pendeknya.“Kamu dandan, Dek?” tanya Shinta menyadari ada yang berbeda dari
Aidan terdiam mendengar ucapan Raika yang sedikit tidak masuk akal baginya. Apakah ini cara perempuan itu menolaknya secara halus, atau- “Kamu bercanda, kan?” tanya Aidan sedikit memaksakan senyumnya. Namun, raut wajah Raika tidak berubah. Perempuan itu hanya menggelengkan kepalanya dua kali. Raika tahu, ucapannya barusan tidak bisa dipercaya oleh Aidan. Lelaki itu bahkan mungkin merasa takut setelah mendengar bagaimana sikap ketiga kakaknya. Tapi, Raika memang harus memberitahu lelaki ini sebelum semuanya terlanjur jauh. Apalagi ketika nanti perasaannya semakin dalam pada Aidan. Belum lagi status lelaki di depannya ini. Kepercayaan diri Raika bisa terjun jika mengingatnya. “Saya..nggak bermaksud bikin rumit. Tapi, kenyataannya emang seperti itu. Dan kalau emang Pak Aidan serius dengan ucapannya kemarin, berarti Pak Aidan harus siap menghadapi kakak-kakak saya.” Aidan masih mencerna ucapan Raika. Lelaki itu tentu serius dengan ucapanny
Raika bersenandung pelan sambil memotong sayur untuk pelengkap mie rebusnya. Suasana hati Raika sedang baik dua hari ini. Apalagi jika bukan karena hubungannya dengan Aidan yang sudah berubah. Meski belum berstatus pacaran, Raika dan Aidan berkomitmen untuk menjalankan semua ini dengan serius.“Ada yang lagi seneng, nih,” kata Shinta melihat anak bungsunya bernyanyi di dapur.“Eh, Ibu.” Raika menyeringai malu sembari memasukkan sayur ke dalam panci berisi air mendidih.“Punya pacar, ya? Mukanya beda banget,” tebak Shinta asal.“Eh, kok Ibu tahu?!” tanya Raika terkejut.“EH? Bener, Dek?” Shinta ikut terkejut.“Eh?”“Eh?”Raika melirik kesana kemari khawatir. Takut ketiga kakaknya mendengar percakapannya dengan Shinta. Saat ini ketiga kakaknya sedang berkumpul di ruang tamu. Dengan langkah tanpa suara Raika menarik sa
Aidan menatap Raika yang sedang asyik dengan makanannya. Lelaki itu tersenyum melihat pemandangan di depannya. Semakin mengenal gadis ini membuat Aidan semakin merasa jika Raika memang perempuan yang selama ini ia cari. Perempuan itu terkadang masih malu-malu menatapnya, namun dari beberapa hal Aidan sudah bisa menilai seperti apa Raika. Perempuan yang duduk di depannya ini ternyata teman yang asyik untuk diajak ngobrol. Raika memiliki wawasan yang cukup luas. Aidan seperti tidak pernah kehabisan topik pembicaraan bersama Raika. Dan siapa sangka, ternyata Raika juga pandai membuat lelucon. Dari yang tidak disangka Aidan sampai ke hal yang receh sekalipun. Karena hubungan mereka masih disembunyikan dari ketiga kakaknya, atas permintaan Raika. Keduanya tidak pernah bertemu pada akhir pekan. Hanya pada jam-jam makan siang seperti ini keduanya bisa leluasa mengobrol. “Hari ini Aa nggak dinas luar?” tanya gadis itu setelah menyelesaikan makannya. Panggilan
Inilah yang ditakutkan oleh Raika. Untuk sesaat tubuh Raika membeku, apakah ini akhir hubungannya dengan Aidan? Raika menolehkan kepalanya ke kanan, begitu pun dengan Aidan. "E..eh ibu," sahut Raika menyeringai gugup dan setengah takut. Shinta mendekati anaknya. Matanya menyipit kala mengetahui jika anaknya tidak pulang dengan motornya, melainkan dengan seorang lelaki. "Kok Adek pulangnya nggak pake motor?" tanya Shinta saat jarak mereka sudah dekat. Raika mendeham pelan sebelum menjawab pertanyaan ibunya. Jujur saja, ia gugup karena sang ibu bertemu langsung dengan Aidan. Atau haruskah ia bersyukur karena yang bertemu adalah ibunya? Dan bukan salah satu dari ketiga kakaknya? "Motor aku mogok, Bu, nggak mau nyala. Tadi dibawa ke bengkel dan jadinya aku dianter,” tutur Raika pada Shinta. "Oh, gitu. Aduhjang, jadi ngerepotinatuhanak ibunya." Shinta kini beralih pada Aidan yang tersenyum d
Motor Raika sudah selesai diperbaiki. Dan seperti ucapan Raihan kemarin, lelaki itu mengantar adiknya sekaligus membayar perbaikan motor sang adik. Padahal Raika bisa membayarnya, tetapi lelaki bertubuh kekar itu memaksa untuk membayarnya. “Udah sana, Kak Rai pulang. Aku bisa bawa motor sendiri, kok,” ujar Raika ketika Raihan ingin membawa motor adiknya ke halaman parkir PDP. “Udah dibayarin sekarang malah ngusir.” “Ih, yang maksa bayarin kan Kak Rai sendiri,” kilahnya membela diri. Raihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena sang adik benar. “Ya udah, Kakak pulang. Kamu pulangnya hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa kabarin,” ucap Raihan seraya menaiki motor besarnya. “Iya, Kak Rai juga hati-hati di jalan.” Gadis itu menghampiri kakak keduanya dan menyalami punggung tangan kakaknya. Raika mengusap dadanya lega ketika motor Raihan sudah pergi. Raika tidak ingin Raihan mengantar ke kantor, karena kemungkinan untuk bertemu den