Aidan menatap Raika yang sedang asyik dengan makanannya. Lelaki itu tersenyum melihat pemandangan di depannya. Semakin mengenal gadis ini membuat Aidan semakin merasa jika Raika memang perempuan yang selama ini ia cari. Perempuan itu terkadang masih malu-malu menatapnya, namun dari beberapa hal Aidan sudah bisa menilai seperti apa Raika.
Perempuan yang duduk di depannya ini ternyata teman yang asyik untuk diajak ngobrol. Raika memiliki wawasan yang cukup luas. Aidan seperti tidak pernah kehabisan topik pembicaraan bersama Raika. Dan siapa sangka, ternyata Raika juga pandai membuat lelucon. Dari yang tidak disangka Aidan sampai ke hal yang receh sekalipun.
Karena hubungan mereka masih disembunyikan dari ketiga kakaknya, atas permintaan Raika. Keduanya tidak pernah bertemu pada akhir pekan. Hanya pada jam-jam makan siang seperti ini keduanya bisa leluasa mengobrol.
“Hari ini Aa nggak dinas luar?” tanya gadis itu setelah menyelesaikan makannya.
Panggilan
Inilah yang ditakutkan oleh Raika. Untuk sesaat tubuh Raika membeku, apakah ini akhir hubungannya dengan Aidan? Raika menolehkan kepalanya ke kanan, begitu pun dengan Aidan. "E..eh ibu," sahut Raika menyeringai gugup dan setengah takut. Shinta mendekati anaknya. Matanya menyipit kala mengetahui jika anaknya tidak pulang dengan motornya, melainkan dengan seorang lelaki. "Kok Adek pulangnya nggak pake motor?" tanya Shinta saat jarak mereka sudah dekat. Raika mendeham pelan sebelum menjawab pertanyaan ibunya. Jujur saja, ia gugup karena sang ibu bertemu langsung dengan Aidan. Atau haruskah ia bersyukur karena yang bertemu adalah ibunya? Dan bukan salah satu dari ketiga kakaknya? "Motor aku mogok, Bu, nggak mau nyala. Tadi dibawa ke bengkel dan jadinya aku dianter,” tutur Raika pada Shinta. "Oh, gitu. Aduhjang, jadi ngerepotinatuhanak ibunya." Shinta kini beralih pada Aidan yang tersenyum d
Motor Raika sudah selesai diperbaiki. Dan seperti ucapan Raihan kemarin, lelaki itu mengantar adiknya sekaligus membayar perbaikan motor sang adik. Padahal Raika bisa membayarnya, tetapi lelaki bertubuh kekar itu memaksa untuk membayarnya. “Udah sana, Kak Rai pulang. Aku bisa bawa motor sendiri, kok,” ujar Raika ketika Raihan ingin membawa motor adiknya ke halaman parkir PDP. “Udah dibayarin sekarang malah ngusir.” “Ih, yang maksa bayarin kan Kak Rai sendiri,” kilahnya membela diri. Raihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena sang adik benar. “Ya udah, Kakak pulang. Kamu pulangnya hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa kabarin,” ucap Raihan seraya menaiki motor besarnya. “Iya, Kak Rai juga hati-hati di jalan.” Gadis itu menghampiri kakak keduanya dan menyalami punggung tangan kakaknya. Raika mengusap dadanya lega ketika motor Raihan sudah pergi. Raika tidak ingin Raihan mengantar ke kantor, karena kemungkinan untuk bertemu den
“Jadi, alasan kakak-kakak kamu nggak ngizinin kamu naksir temennya itu apa?” Raika kembali menerawang mengingat ucapan Rasya yang tidak akan ia lupakan. Gadis itu menatap Aidan dan berkata, “Kata Kak Rasya itu terlalu beresiko. Katanya misal aku jadian sama salah satu temen kakak, terus aku putus atau aku sakit hati sama mereka. Otomatis kakak-kakak bakal marah atau berantem demi aku. Dan itu bisa jadi ngerusak hubungan pertemanan yang ada. Jadi, lebih baik cari yang nggak ada hubungannya dengan mereka. Karena ketika ada sesuatu terjadi sama aku, resiko bertemu lagi bakal nggak ada. Coba A, masuk di akal nggak?” Aidan hanya menganggukan kepala mencoba mencerna ucapan Raika. Sepertinya kakak-kakak Raika memang mencoba memperkecil kemungkinan adiknya patah hati. Sampai hal sekecil itu pun mereka pikirkan. Yang Aidan ingin tahu, apa yang menyebabkan ketiga kakaknya sangat protektif pada Raika? Setidaknya ada pemicu untuk hal itu, bukan? Tidak hanya sebagai tanda sayang
Tiga hari berlalu sejak Raika resmi menjadi kekasih Aidan. Sehari setelah menjadi sepasang kekasih, Aidan memberi Raika kalung berliontin permata kecil. Raika sempat menolak, karena menurut gadis itu Aidan terlalu berlebihan. Namun, bagi Aidan ini adalah bentuk rasa bahagianya. “Malah awalnya aku mau ngasih kamu cincin, Bae,” ujar lelaki itu membuat Raika membulatkan matanya. Lelaki itu terkekeh dalam hati karena berhasil menjahili pacarnya. “Tapi aku tahu itu bakal bikin kakak-kakak kamu curiga. Jadi, kalung adalah pilihan yang aman.” Raika segera bernapas lega karena Aidan tidak melakukan tindakan konyol itu. Bisa-bisa semua menjadi runyam sebelum Raika memiliki rencana pada ketiga kakaknya. Setidaknya, saat ini Raika ingin menikmati momen bahagianya bersama Aidan. “Makasih, ya A, untuk kalungnya.” Raika berucap seraya menatap kalung indah yang melingkari lehernya. Gadis itu masih tidak percaya jika Aidan meresmikan hubungan mereka. Bahkan
Terdengar tawa renyah dari seberang sana. Raika sebenarnya kesal, tapi entah kenapa tawa itu malah menular padanya."Aa, ih! Malah ketawa. Aku di sini ketar-ketir takut ketahuan," pekik Raika dengan suara pelan menahan tawa. Namun, masih bisa didengar oleh Aidan."Abisnyaaku belumngasihsalamudah disambaraja.Manaaku dipanggil Bu Dina lagi," balas Aidan disela-sela tawanya yang mereda.Raika menghirup udara dengan rakus karena gugup. Barusan itu seperti menghindar dari bom yang siap meledak. Bisa-bisanya Aidan meneleponnya di saat dirinya sedang bersama keluarganya. Ya, Aidan memang tidak tahu, tetapi jika Aidan mengirim pesan padanya kemungkinan Raika bisa menghindar. Ia yakin, saat ini ketiga kakaknya sedang curiga padanya.“Aku takut ketahuan A, apalagi Kak Rama kepo banget pengen tahu siapa yang nelepon,” tutur Raika merasakan detak jantungnya sudah normal.“
“Padahal besok malam minggu, tapi kita nggak bisa malam mingguan,” keluh Raika dengan wajah masam.Tawa pelan terdengar dari balik telepon milik Raika. Gadis itu sedang bertelepon dengan Aidan. Dan untuk keamanannya, Raika selalu mengunci pintu kamarnya ketika bertelepon dengan Aidan. “Kita kan tiap hari ketemu, Bae. Nggak harus malam minggu.”“Tapi nuansanya beda aja gitu, A, kalau malam minggu,” tukas Raika setengah merajuk.Aidan mengerti maksud Raika. Namun, karena hubungan mereka masih backstreet dari ketiga kakak Raika, mereka harus berhati-hati.“Ya udah, besok aku datang ke rumah kamu kalau gitu,” ujar Aidan tenang setengah menantang.“Ih! Jangan dong, A!” Raika seketika panik. “Aku belum siap sama amukan kakak-kakak. Aduuhh, cari mati itu namanya.”Aidan kembali tertawa. Sepertinya jika menyangkut ketiga kakaknya Raika selalu
Khalif datang beberapa menit setelah Kiran menghabiskan minumnya. Raika tidak bertanya lagi perihal Kiran yang sempat termangu itu. Sepertinya sahabatnya itu terkejut karena pipinya dicubit oleh Raihan. Raika harus menasehati kakak keduanya itu supaya jangan berbuat keterlaluan pada sahabatnya.Perjalanan pertama mereka adalah menuju Pasar Baru Trade Center. Di sana mereka akan membeli peralatan sholat, bed cover, kain, handuk, serta beberapa pasang underwear. Meski idak banyak yang dibeli, tetapi mereka harus pintar memilih barang serta menawar harganya."Calon emak-emak ngeri nih, si Raika," bisik Khalif pada Kiran. Gadis itu menganggukan kepalanya setuju. Saat ini ketiganya sedang membeli seperangkat alat sholat."Nih Lif, tinggal bayar ke si Udanya." Raika menyerahkan kantong berisi seperangkat alat sholat pada Khalif. "Dua ratus delapan lima."Khalif dan Kiran membulatkan matanya. Pasalnya saat mereka bertanya, seperangkat alat shol
"Duh Ka, Lif, maaf, ya, lama soalnya antri di-" Kiran menghentikan ucapannya. Ada suasana aneh ketika gadis itu kembali dari toilet.Ada seseorang yang duduk di kursi mereka dan menoleh ke arahnya dengan pandangan datar dan dingin. Kiran bertanya-tanya dalam hati seraya menatap tiga orang di kursi bergantian. Raika yang menyadari Kiran sudah datang segera berdiri dan menyodorkan kantong berisi es batu."Kamu udah beres, Ki? Nih, tolong kompres luka Khalif, ya." Kiran yang masih bingung hanya menganggukkan kepala pelan dan duduk di samping Khalif. Sementara Raika berpindah ke samping lelaki yang berwajah arab.Raika menghela napasnya dan menoleh pada Aidan yang betah menatap tajam pada Khalif. Beruntungnya, Aidan masih mau duduk bersama dan bersedia mendengarkan penjelasan gadis itu.“Jadi, sekarang kamu bisa jelasin sesuatu ke aku? Kenapa kamu bohong sama aku?” tanya Aidan sedikit dingin. Membuat Raika cukup takut menghadapi sikap Aidan.Sementara itu, Khalif kini