Tiga hari berlalu sejak Raika resmi menjadi kekasih Aidan. Sehari setelah menjadi sepasang kekasih, Aidan memberi Raika kalung berliontin permata kecil. Raika sempat menolak, karena menurut gadis itu Aidan terlalu berlebihan. Namun, bagi Aidan ini adalah bentuk rasa bahagianya.
“Malah awalnya aku mau ngasih kamu cincin, Bae,” ujar lelaki itu membuat Raika membulatkan matanya. Lelaki itu terkekeh dalam hati karena berhasil menjahili pacarnya. “Tapi aku tahu itu bakal bikin kakak-kakak kamu curiga. Jadi, kalung adalah pilihan yang aman.”
Raika segera bernapas lega karena Aidan tidak melakukan tindakan konyol itu. Bisa-bisa semua menjadi runyam sebelum Raika memiliki rencana pada ketiga kakaknya. Setidaknya, saat ini Raika ingin menikmati momen bahagianya bersama Aidan.
“Makasih, ya A, untuk kalungnya.” Raika berucap seraya menatap kalung indah yang melingkari lehernya.
Gadis itu masih tidak percaya jika Aidan meresmikan hubungan mereka. Bahkan
Terdengar tawa renyah dari seberang sana. Raika sebenarnya kesal, tapi entah kenapa tawa itu malah menular padanya."Aa, ih! Malah ketawa. Aku di sini ketar-ketir takut ketahuan," pekik Raika dengan suara pelan menahan tawa. Namun, masih bisa didengar oleh Aidan."Abisnyaaku belumngasihsalamudah disambaraja.Manaaku dipanggil Bu Dina lagi," balas Aidan disela-sela tawanya yang mereda.Raika menghirup udara dengan rakus karena gugup. Barusan itu seperti menghindar dari bom yang siap meledak. Bisa-bisanya Aidan meneleponnya di saat dirinya sedang bersama keluarganya. Ya, Aidan memang tidak tahu, tetapi jika Aidan mengirim pesan padanya kemungkinan Raika bisa menghindar. Ia yakin, saat ini ketiga kakaknya sedang curiga padanya.“Aku takut ketahuan A, apalagi Kak Rama kepo banget pengen tahu siapa yang nelepon,” tutur Raika merasakan detak jantungnya sudah normal.“
“Padahal besok malam minggu, tapi kita nggak bisa malam mingguan,” keluh Raika dengan wajah masam.Tawa pelan terdengar dari balik telepon milik Raika. Gadis itu sedang bertelepon dengan Aidan. Dan untuk keamanannya, Raika selalu mengunci pintu kamarnya ketika bertelepon dengan Aidan. “Kita kan tiap hari ketemu, Bae. Nggak harus malam minggu.”“Tapi nuansanya beda aja gitu, A, kalau malam minggu,” tukas Raika setengah merajuk.Aidan mengerti maksud Raika. Namun, karena hubungan mereka masih backstreet dari ketiga kakak Raika, mereka harus berhati-hati.“Ya udah, besok aku datang ke rumah kamu kalau gitu,” ujar Aidan tenang setengah menantang.“Ih! Jangan dong, A!” Raika seketika panik. “Aku belum siap sama amukan kakak-kakak. Aduuhh, cari mati itu namanya.”Aidan kembali tertawa. Sepertinya jika menyangkut ketiga kakaknya Raika selalu
Khalif datang beberapa menit setelah Kiran menghabiskan minumnya. Raika tidak bertanya lagi perihal Kiran yang sempat termangu itu. Sepertinya sahabatnya itu terkejut karena pipinya dicubit oleh Raihan. Raika harus menasehati kakak keduanya itu supaya jangan berbuat keterlaluan pada sahabatnya.Perjalanan pertama mereka adalah menuju Pasar Baru Trade Center. Di sana mereka akan membeli peralatan sholat, bed cover, kain, handuk, serta beberapa pasang underwear. Meski idak banyak yang dibeli, tetapi mereka harus pintar memilih barang serta menawar harganya."Calon emak-emak ngeri nih, si Raika," bisik Khalif pada Kiran. Gadis itu menganggukan kepalanya setuju. Saat ini ketiganya sedang membeli seperangkat alat sholat."Nih Lif, tinggal bayar ke si Udanya." Raika menyerahkan kantong berisi seperangkat alat sholat pada Khalif. "Dua ratus delapan lima."Khalif dan Kiran membulatkan matanya. Pasalnya saat mereka bertanya, seperangkat alat shol
"Duh Ka, Lif, maaf, ya, lama soalnya antri di-" Kiran menghentikan ucapannya. Ada suasana aneh ketika gadis itu kembali dari toilet.Ada seseorang yang duduk di kursi mereka dan menoleh ke arahnya dengan pandangan datar dan dingin. Kiran bertanya-tanya dalam hati seraya menatap tiga orang di kursi bergantian. Raika yang menyadari Kiran sudah datang segera berdiri dan menyodorkan kantong berisi es batu."Kamu udah beres, Ki? Nih, tolong kompres luka Khalif, ya." Kiran yang masih bingung hanya menganggukkan kepala pelan dan duduk di samping Khalif. Sementara Raika berpindah ke samping lelaki yang berwajah arab.Raika menghela napasnya dan menoleh pada Aidan yang betah menatap tajam pada Khalif. Beruntungnya, Aidan masih mau duduk bersama dan bersedia mendengarkan penjelasan gadis itu.“Jadi, sekarang kamu bisa jelasin sesuatu ke aku? Kenapa kamu bohong sama aku?” tanya Aidan sedikit dingin. Membuat Raika cukup takut menghadapi sikap Aidan.Sementara itu, Khalif kini
"Jadi, Khalif itu temen maen PS Kak Rama, A. Dan karena Khalif sering ke rumah jadi aja kita kenal. Kebetulan juga kita satu sekolah, jadi dari situ kita deket," ungkap Raika. Keempatnya sedang menelusuri mall lagi setelah makan siang. Aidan memaksa membayar sebagai bentuk permintaan maaf. Meski ditolak mentah-mentah oleh Khalif, tetapi Aidan tetap bersikukuh. Dan sebelum Khalif membuka dompet untuk membayar, Aidan sudah mengeluarkan kartu debitnya untuk membayar. “Kalian sahabatan lama gitu nggak ada rasa suka yang muncul? Kalau aku lihat kalian itu akrab banget.”
Aidan mengendarai motor matic besarnya keluar dari kawasan Suniaraja. Lelaki itu melakukan kunjungan rutinnya ke customer. Perjalanannya cukup melelahkan karena pada jam-jam ini banyak yang baru pulang bekerja. Dan perjalanan menuju apartemennya masih cukup jauh.Baru saja membelokan motornya ke daerah Kebon Kawung, matanya melihat motor di depannya terserempet pengendara motor lainnya. Hingga motor matic tersebut oleng dan terjatuh tepat di depannya.Aidan segera menghentikan motornya dan turun untuk menolong si korban. Sementara si pelaku pergi begitu saja. Beberapa orang pun ikut menghampiri untuk membantu. Tak lupa Aidan mengunci motor, serta melepas helmnya.Beberapa orang memaki pelaku karena tidak bertanggung jawab, apalagi sampai membuat seseorang jatuh. Motor si korban diangkat dan disimpan di pinggir jalan."Akangnya nggak apa-apa?" tanya seorang bapak, sepertinya ia supir angkot yang sedang ngetem."Nggak apa-apa, Pak..Aww.." te
Raika baru saja duduk di sofa saat ponselnya bergetar berbunyi tanda telepon masuk. Mengambil ponselnya yang ada di atas meja Raika melihat layar ponselnya. Ada telepon dari kekasihnya, tak biasanya Aidan menelepon di sore hari."Assalamu'alaikumBae, udah di rumah?"itulah pertanyaan Aidan pertama kali."Walaikumsalam. Udah, A,” jawab Raika di tengah keheranannya karena telepon Aidan. "Kenapa A?" tanya gadis itu akhirnya.Aidan pun menceritakan peristiwa yang baru terjadi padanya setengah jam yang lalu. Raika dibuat terkejut bukan main. Apalagi mengetahui Rama yang mengalami kecelakaan membuat Raika khawatir.“Tenang, Bae. Udah ada Kak Rasya dan Kak Raihan tadi untuk bantu Kak Rama,” ucap Aidan menenangkan kekasihnya.“Makasih, ya, A, udah nolongin Kak Rama. Tapi, aku jadi curiga, ada apa mereka kumpul-kumpul gitu, ya?” Raika mengutarakan kecurigaannya pada Aidan.
Keesokan harinya Raika berangkat bekerja seperti biasa. Gadis itu tidak mencurigai apa pun dari ketiga kakaknya. Bahkan saat sarapan sikap Rama tetap manja seperti biasa. Namun, bertambahlebaykarena ia sedang sakit. Membuat orang tua dan kakak mereka hanya menggelengkan kepala. Sementara Raika hanya pasrah apalagi kakaknya saat ini sedang sakit.Rasya sengaja bertukar shift dengan rekannya. Berbeda dengan Raihan yang terlihat santai karena Gymnya masih bisa diurus oleh karyawannya. Rama tentu saja izin tidak masuk karena kondisinya yang belum memungkinkan untuk bekerja. Demi rencana ini, ketiganya berkumpul ketika Raika sudah berangkat bekerja.Ditemani oleh Raihan, Rama berjalan sedikit pincang ke kamar adiknya. Beruntungnya, sang adik tidak mengunci kamarnya. Dengan perlahan Rama menghampiri meja belajar lama adiknya dan mengambil kamera kecil yang sengaja ia simpan sembunyi-sembunyi di balik tempat pensil adiknya. Dengan seringai kemenangan, Ram