Zion duduk di ruangannya dengan raut wajahnya yang terlihat muram.Ingatannya itu kembali tertuju pada pertemuannya tadi dengan Aland.Selain itu, apa yang Aland katakan juga berhasil membuat pikirannya tidak nyaman.Dia tahu, hubungannya dan Aland sudah sejak lama renggang. Sejak hari itu, dimana dia telah membuat putranya Zayden terluka bahkan hampir merenggang nyawa.Dan hari ini adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama, hatinya sedikit berdesir tadi. Karena sekarang Aland sudah dewasa, dan fisiknya amat sangat mirip dengan ayahnya Kiel.Air mata Zion tiba-tiba menetes, karena dia teringat kembali akan sahabatnya. Selain itu, kesalahan dan juga janji yang sudah dia ingkari.Sekarang, sepertinya hubungannya sudah tidak bisa lagi diperbaiki dengan Aland. Karena dia bisa melihat dengan jelas seberapa besar kebencian Aland padanya.“Kenapa dia kemari? Bukankah seharusnya dia ada di Amerika?” gumamnya.Zion menghela nafasnya, ada begitu banyak hal yang mengganggu piki
Zayden terus menatap Aara dengan tangannya yang terkepal. ‘Wanita ini ... aku tidak pernah menduga ini sebelumnya,’ batinnya.“Tuan, bagaimana krannya bisa patah?” tanya Aara. Dia kemudian mengerutkan alisnya, karena Zayden hanya terdiam dan tak kunjung menjawabnya.“Tuan,” ujarnya lagi.Deg!Zayden terperanjat, dia tersadar dan langsung mengalihkan pandangannya.“Kenapa kau ada di sini?” tanyanya kemudian.“Ya?”“Bukankah sudah kubilang, aku tidak mau melihatmu. Lalu kenapa kau datang ke sini tanpa aku panggil?”“I-itu ....” Aara terlihat gelagapan. Karena sebenarnya, dia tidak sadar mengikuti Lucas kemari. “Itu, saya ....”“Pergi sana!” usir Zayden.Aara pun tidak menjawab, dia tidak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi. Dan dia juga tidak bisa bertanya, karena Zayden tidak akan menjawabnya. Karena itu, saat ini dia hanya bisa mengikuti perintahnya.Aara berbalik, lalu berjalan keluar kamar.Zayden terus melihat kepergian Aara dengan tatapan tajamnya. Namun, mulutnya h
Alya tampak tengah dalam perjalanan menuju mansion putranya-Zayden. Bibirnya itu menunjukkan senyum semringah, karena dia memang datang ke sana untuk mengajak menantu kesayangannya itu jalan-jalan besok.Dia berharap, Aara akan setuju. Dan yang lebih penting, Zayden akan mengizinkannya. Karena ini adalah pertama kalinya mereka akan pergi bersama sebagai keluarga, hal itu membuatnya sangat antusias.Ketika sampai di kediaman Zayden, Alya langsung turun dari dalam mobilnya. Dia lalu masuk, dengan senyum yang sama sekali tidak dia hilangkan.Namun, tiba-tiba langkahnya itu terhenti. Kala dia melihat Zayden dan Aara yang tengah berbicara berdua di dekat tangga.“Pembohong! Kau terus berbohong demi menyelamatkan dirimu sendiri. Kau pikir aku akan percaya, kau pikir aku tidak punya bukti. Kau wanita kotor, yang merebut papaku. Kau menyakiti mamaku demi hidupmu sendiri! Kau wanita tidak tahu malu, yang bahkan tidak mengakui kesalahannya!”Alya membelalak, ketika mendengar apa yang Zayde
Waktu menunjukkan pukul 22.10. malam. Sekretaris Sam tampak datang ke mansion Zayden dengan terburu-buru.“Sekretaris Sam,” sala Lucas.“Apa tuan ada? Tadi aku lupa memberikan dokumen ini?” tanyanya.“Sepertinya tuan masih ada di dalam ruangannya.”“Kebetulan sekali kalau begitu,” ucapnya. Dia lalu bergegas pergi dari sana, menuju ruang kerja Zayden.Sam berjalan dengan langkah begitu lebar seraya membawa map berwarna biru yang berisi dokumen penting itu.Tok tok!“Tuan, ini saya,” ucapnya ketika sudah berada di depan ruang kerja Zayden.Namun nihil, tidak ada sahutan dari dalam.“Lucas bilang, beliau masih ada di ruang kerjanya. Tapi kenapa tidak ada jawaban?” gumamnya.Tok tok!Sam mencoba mengetuk pintu itu lagi, namun tetap tidak ada jawaban.“Apa beliau sedang sangat sibuk?” gumamnya lagi. “Tuan, saya akan masuk,” izinnya.Tanpa ragu, Sam pun memegang handle pintu lalu membukanya.Di sana, dia melihat Zayden yang duduk di kursi kebesarannya. Dengan kepala yang dia t
Alya dan Aara masih saling berhadapan saat ini. Tampak tatapan Alya yang tidak sengaja tertuju pada leher Aara.Matanya menyipit, ketika dia melihat dengan jelas sebuah tanda merah di sana.Ekspresi dinginnya itu kembali dia tunjukkan, tampak jelas bahwa dia tidak menyukai apa yang tadi dia lihat.“Ikut denganku!” ajaknya pada Aara.“Ya?”“Apa kau tidak dengar, atau aku harus mengatakannya dua kali?”Aara begitu merinding, ketika mendengar suara dingin Alya yang begitu jelas.“Ti-tidak, maafkan saya. Saya akan ikut dengan Anda,” jawabnya.Tanpa mengatakan apa pun lagi, Alya pun berbalik dan melangkahkan pergi dari sana dengan diikuti Aara di belakangnya.Aara tampak terus melihat kepada Alya, dia terus bertanya-tanya kemana sebenarnya Alya akan membawanya.‘Entah kenapa perasaanku tidak enak, mengingat bagaimana kemarin beliau marah. Tidak mungkin mama akan mengajakku bersenang-senang, kan?’ batinnya.Di teras depan, Alya masuk lebih dulu ke dalam mobil. Lalu disusul oleh A
Aara membawa ibunya ke rumah sakit dengan terburu-buru. Tampak saat ini dia tengah mengikuti dokter Felix dan dua perawat yang membawa ibunya ke ruang gawat darurat.Aara terus menangis, perasaannya begitu takut jika ibunya akan kenapa-kenapa.“Maaf Mbak, tolong tunggu di luar,” ucap salah satu perawat di sana ketika mereka sudah sampai di ruang UGD.Aara pun mundur, kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dengan air mata yang mengalir deras, Aara berharap jika ibunya akan baik-baik saja.15 menit berlalu. Pintu ruang UGD tampak kembali terbuka. Aara menoleh, dan melihat dokter Felix yang keluar dari sana.Tanpa membuang waktu, dia pun bergegas menghampirinya.“Ba-bagaimana ibu saya, dokter?” tanyanya dengan suara gemetar.Ekspresi dokter Felix tampak tidak baik, dan hal itu membuat Aara semakin merasa takut.“Ibumu belum lama ini melakukan operasi, dia belum sembuh benar. Karena itu, jantungnya kembali melemah. Aara, bukankah harusnya kau tahu itu?”Aara menund
Aara tampak duduk di depan makam ibunya yang baru saja di kuburkan. Air matanya tidak mau berhenti menetes, dia terus mengenang waktu yang sudah dia habiskan bersama dengan ibunya. Dia sangat menyayangi ibunya, dia tidak pernah berharap jika ibunya akan pergi secepat ini. Padahal dia sudah berusaha keras untuk menyembuhkan penyakit ibunya. Tapi, takdir berkata lain. Lengkap sudah, Zayden benar-benar telah merebut semuanya darinya. Dimulai dari kebebasan, ayahnya. San sekarang ibunya. Kini, dia hanya seorang diri. Tidak ada lagi tempat bersandar untuknya. Aara memegang batu nisan ibunya itu, dia menatap nama ibunya yang tertulis jelas di sana. “Maafkan Aara Bu, Aara selalu menyusahkan ibu, Aara selalu membuat ibu khawatir. Bahkan sampai akhir hayat ibu sekali pun. Maafkan Aara bu hiks.” Aara terlonjak, ketika dia merasakan tangan seseorang yang menyentuh bahunya. “Aara,” ucap orang itu yang tak lain adalah dokter Felix. Aara terdiam, dengan matanya yang masih fokus menatap makam
Seperti yang Aland katakan, Aara pun kembali pulang ke mansion Zayden. Dia tampak berdiri di teras depan, menatap mansion yang begitu mewah di depannya itu. Tapi begitu gelap dan sangat menakutkan. Karena bangunan ini adalah saksi kelam penderitaannya atas apa yang sudah Zayden lakukan padanya.Sebenarnya Aara tidak mau kembali lagi kemari, tapi dia harus mengikuti apa yang Aland katakan. Karena mungkin saja ini salah satu dari rencananya.Dan jika dia pergi begitu saja pun, Zayden pasti akan langsung bertindak dan tak akan butuh waktu lama. Dia pasti akan langsung menemukannya.Aara menyeka air matanya, kakinya itu kemudian melangkah masuk.Dia mengedarkan pandangannya, suasana mansion tampak begitu sepi. Seperti tidak ada orang satu pun, bahkan satu pelayan sekali pun.Tanpa Aara sadari, dari arah ruang tamu terlihat Zayden yang langsung berdiri saat dia menyadari kepulangan Aara.Tanpa membuang waktu, dia pun lantas berjalan menghampirinya.“Aara,” panggilnya.Seketika Aara