Alya tampak tengah dalam perjalanan menuju mansion putranya-Zayden. Bibirnya itu menunjukkan senyum semringah, karena dia memang datang ke sana untuk mengajak menantu kesayangannya itu jalan-jalan besok.Dia berharap, Aara akan setuju. Dan yang lebih penting, Zayden akan mengizinkannya. Karena ini adalah pertama kalinya mereka akan pergi bersama sebagai keluarga, hal itu membuatnya sangat antusias.Ketika sampai di kediaman Zayden, Alya langsung turun dari dalam mobilnya. Dia lalu masuk, dengan senyum yang sama sekali tidak dia hilangkan.Namun, tiba-tiba langkahnya itu terhenti. Kala dia melihat Zayden dan Aara yang tengah berbicara berdua di dekat tangga.“Pembohong! Kau terus berbohong demi menyelamatkan dirimu sendiri. Kau pikir aku akan percaya, kau pikir aku tidak punya bukti. Kau wanita kotor, yang merebut papaku. Kau menyakiti mamaku demi hidupmu sendiri! Kau wanita tidak tahu malu, yang bahkan tidak mengakui kesalahannya!”Alya membelalak, ketika mendengar apa yang Zayde
Waktu menunjukkan pukul 22.10. malam. Sekretaris Sam tampak datang ke mansion Zayden dengan terburu-buru.“Sekretaris Sam,” sala Lucas.“Apa tuan ada? Tadi aku lupa memberikan dokumen ini?” tanyanya.“Sepertinya tuan masih ada di dalam ruangannya.”“Kebetulan sekali kalau begitu,” ucapnya. Dia lalu bergegas pergi dari sana, menuju ruang kerja Zayden.Sam berjalan dengan langkah begitu lebar seraya membawa map berwarna biru yang berisi dokumen penting itu.Tok tok!“Tuan, ini saya,” ucapnya ketika sudah berada di depan ruang kerja Zayden.Namun nihil, tidak ada sahutan dari dalam.“Lucas bilang, beliau masih ada di ruang kerjanya. Tapi kenapa tidak ada jawaban?” gumamnya.Tok tok!Sam mencoba mengetuk pintu itu lagi, namun tetap tidak ada jawaban.“Apa beliau sedang sangat sibuk?” gumamnya lagi. “Tuan, saya akan masuk,” izinnya.Tanpa ragu, Sam pun memegang handle pintu lalu membukanya.Di sana, dia melihat Zayden yang duduk di kursi kebesarannya. Dengan kepala yang dia t
Alya dan Aara masih saling berhadapan saat ini. Tampak tatapan Alya yang tidak sengaja tertuju pada leher Aara.Matanya menyipit, ketika dia melihat dengan jelas sebuah tanda merah di sana.Ekspresi dinginnya itu kembali dia tunjukkan, tampak jelas bahwa dia tidak menyukai apa yang tadi dia lihat.“Ikut denganku!” ajaknya pada Aara.“Ya?”“Apa kau tidak dengar, atau aku harus mengatakannya dua kali?”Aara begitu merinding, ketika mendengar suara dingin Alya yang begitu jelas.“Ti-tidak, maafkan saya. Saya akan ikut dengan Anda,” jawabnya.Tanpa mengatakan apa pun lagi, Alya pun berbalik dan melangkahkan pergi dari sana dengan diikuti Aara di belakangnya.Aara tampak terus melihat kepada Alya, dia terus bertanya-tanya kemana sebenarnya Alya akan membawanya.‘Entah kenapa perasaanku tidak enak, mengingat bagaimana kemarin beliau marah. Tidak mungkin mama akan mengajakku bersenang-senang, kan?’ batinnya.Di teras depan, Alya masuk lebih dulu ke dalam mobil. Lalu disusul oleh A
Aara membawa ibunya ke rumah sakit dengan terburu-buru. Tampak saat ini dia tengah mengikuti dokter Felix dan dua perawat yang membawa ibunya ke ruang gawat darurat.Aara terus menangis, perasaannya begitu takut jika ibunya akan kenapa-kenapa.“Maaf Mbak, tolong tunggu di luar,” ucap salah satu perawat di sana ketika mereka sudah sampai di ruang UGD.Aara pun mundur, kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dengan air mata yang mengalir deras, Aara berharap jika ibunya akan baik-baik saja.15 menit berlalu. Pintu ruang UGD tampak kembali terbuka. Aara menoleh, dan melihat dokter Felix yang keluar dari sana.Tanpa membuang waktu, dia pun bergegas menghampirinya.“Ba-bagaimana ibu saya, dokter?” tanyanya dengan suara gemetar.Ekspresi dokter Felix tampak tidak baik, dan hal itu membuat Aara semakin merasa takut.“Ibumu belum lama ini melakukan operasi, dia belum sembuh benar. Karena itu, jantungnya kembali melemah. Aara, bukankah harusnya kau tahu itu?”Aara menund
Aara tampak duduk di depan makam ibunya yang baru saja di kuburkan. Air matanya tidak mau berhenti menetes, dia terus mengenang waktu yang sudah dia habiskan bersama dengan ibunya. Dia sangat menyayangi ibunya, dia tidak pernah berharap jika ibunya akan pergi secepat ini. Padahal dia sudah berusaha keras untuk menyembuhkan penyakit ibunya. Tapi, takdir berkata lain. Lengkap sudah, Zayden benar-benar telah merebut semuanya darinya. Dimulai dari kebebasan, ayahnya. San sekarang ibunya. Kini, dia hanya seorang diri. Tidak ada lagi tempat bersandar untuknya. Aara memegang batu nisan ibunya itu, dia menatap nama ibunya yang tertulis jelas di sana. “Maafkan Aara Bu, Aara selalu menyusahkan ibu, Aara selalu membuat ibu khawatir. Bahkan sampai akhir hayat ibu sekali pun. Maafkan Aara bu hiks.” Aara terlonjak, ketika dia merasakan tangan seseorang yang menyentuh bahunya. “Aara,” ucap orang itu yang tak lain adalah dokter Felix. Aara terdiam, dengan matanya yang masih fokus menatap makam
Seperti yang Aland katakan, Aara pun kembali pulang ke mansion Zayden. Dia tampak berdiri di teras depan, menatap mansion yang begitu mewah di depannya itu. Tapi begitu gelap dan sangat menakutkan. Karena bangunan ini adalah saksi kelam penderitaannya atas apa yang sudah Zayden lakukan padanya.Sebenarnya Aara tidak mau kembali lagi kemari, tapi dia harus mengikuti apa yang Aland katakan. Karena mungkin saja ini salah satu dari rencananya.Dan jika dia pergi begitu saja pun, Zayden pasti akan langsung bertindak dan tak akan butuh waktu lama. Dia pasti akan langsung menemukannya.Aara menyeka air matanya, kakinya itu kemudian melangkah masuk.Dia mengedarkan pandangannya, suasana mansion tampak begitu sepi. Seperti tidak ada orang satu pun, bahkan satu pelayan sekali pun.Tanpa Aara sadari, dari arah ruang tamu terlihat Zayden yang langsung berdiri saat dia menyadari kepulangan Aara.Tanpa membuang waktu, dia pun lantas berjalan menghampirinya.“Aara,” panggilnya.Seketika Aara
“Tuan, nyonya Aara sudah tidak ada di dalam mansion maupun di taman belakang,” ucap Edward yang menghubungi Aland untuk memberitahu keadaan yang telah terjadi.“Apa? Kau tidak salah melaporkan, kan? Apa kau sudah mengeceknya dengan baik? Kau yakin wanita itu sudah pergi dan bukannya tertangkap Lucas?”“Benar Tuan, saya sudah memastikannya. Bahwa nyonya Aara memang benar-benar sudah pergi. Saya juga menemukan ponselnya di depan gerbang taman belakang mansion tuan Zayden. Jadi, kemungkinan nyonya Aara memang ingin pergi sendiri. Dan tidak mau diketahui keberadaannya oleh siapa pun Tuan,” jelas Edward.Aland menunjukkan senyum nanarnya, ekspresi wajahnya menunjukkan rasa tidak terima. “Apa dia sedang memanfaatkanku? Dia menipuku dan pergi sendiri? Aku, Aland Beldiq Wilson. Aku tidak bisa menerimanya,” ucapnya. “Cari wanita itu hingga dia ditemukan, kau harus menemukannya!” serunya kemudian.“Baik Tuan.” Panggilan pun terputus. Edward kembali masuk ke dalam mobilnya dan berusaha untuk
2 hari berlalu, namun Zayden maupun Aland masih tidak bisa menemukan keberadaan Aara. Aara seperti hilang bak ditelan bumi, karena walaupun mereka sudah mencari hingga ke pelosok kota Jakarta, dia tetap tidak ditemukan. Dan tidak ada satu pun orang yang melihat keberadaannya. Karena hal itu, suasana hati Zayden terus memburuk. Dia terus melampiaskan amarahnya pada seluruh pegawainya. Entah itu di rumah mau pun di kantor, yang dia lakukan hanyalah marah-marah tidak jelas. Seperti saat ini, di hadapannya sudah ada seorang pegawai perempuan yang sedang bergetar ketakutan setelah menyerahkan laporan hasil rapatnya. “Apa kau pikir ini di sebut dengan laporan! Lihat ini, bahkan anak kecil pun bisa menyusun lebih baik dari ini! Pergi dari perusahaanku, karena aku tidak membutuhkan pegawai bodoh sepertimu!” bentaknya. “To-tolong jangan pecat saya, pak Zayden,” pintanya dengan tubuhnya yang sudah bergetar hebat. “Kau sedang meminta belas kasihanku? Tapi sayangnya, aku tidak memberikan belas
Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat
Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari
Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se
Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa
Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah
“Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak
Zayden baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tampak dia yang hanya memakai jubah mandinya, dengan handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.Zayden melirik Aara yang saat ini kembali duduk di sofa, dia menatapnya kesal. Karena merasa jika Aara sama sekali tidak peduli padanya.Hal itu semakin membuatnya ragu, jika mereka memang benar-benar suami istri.‘Aku tahu hubungan kami mungkin buruk, tapi sebagai suami istri. Harusnya dia kan punya rasa penasaran. Tapi, dia justru hanya diam saja seakan tidak peduli. Apa dia benar-benar tidak marah?’ batinnya.“Hei!” panggilnya yang sontak membuat Aara menoleh.“I-iya Tuan?” jawab Aara.Zayden lalu melempar handuk kecil itu pada Aara, sedangkan dia duduk di samping Aara.“Keringkan rambutku!” serunya.Aara yang memang sudah mengerti pun lantas berdiri dan berjalan ke belakang Zayden.Dengan telatennya, dia lalu mengeringkan rambut basah Zayden. Dia melakukannya selembut mungkin, agar Zayden merasa nyaman.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 19.15. malam. Zayden yang awalnya hendak pulang itu akhirnya ter-urung kala dia melihat papanya yang datang ke ruangannya.“Zay,” ucapnya.Zayden pun keluar dari meja kerjanya dan berjalan ke arah sofa. “Duduklah Pa,” ujarnya.Dengan senang hati, Zion pun menghampiri dan duduk di sana. Begitu pun dengan Zayden, kini posisi mereka saling berhadapan satu sama lain dan hanya terhalang oleh meja yang ada di depan mereka.“Apa yang mau Papa bicarakan?” tanyanya to the point.“Kau ingat, Aland yang sudah menyerangmu saat di rumah sakit?” tanya balik Zion.Mendengar itu, Zayden pun mengangguk. “Kenapa? Bukankah sekarang dia sudah di penjara?”Kali ini, giliran Zion yang mengangguk. Namun, ekspresi wajahnya itu masih terlihat janggal. Tampak jelas, sesuatu yang saat ini sangat ingin dia katakan.“Benar, Aland sudah mendapatkan hukumannya sekarang. Tapi meskipun begitu, perasaan papa masih tetap tidak merasa tenang.”Alis Zayden mengerut, dia mas
Zayden yang awalnya marah pun ikut terdiam saat melihat siapa pelayan itu.“Kau ....” pekiknya.Dia seketika berdiri, lalu menatap lekat pelayan wanita di depannya itu yang kini juga terus menatapnya.Di sana, Aara yang sebenarnya juga terkejut juga ikut berdiri. Dia memandang dengan bingung Zayden juga pelayan itu yang saling menatap satu sama lain.Seketika, Aara pun terdiam. Kini, tatapannya itu hanya fokus pada Zayden. Ekspresi wajahnya berubah, dan kenapa tiba-tiba bertanya ini memanas.Kenapa hatinya berdebar keras, hingga terasa begitu sakit. Perasaan khawatir apa ini.“Naura,” ujar Zayden.“Ternyata benar, itu kau Zay.” Bruk! Tiba-tiba Naura memeluk Zayden, dan berhasil membuat Aara terkejut begitu pun dengan Zayden.Dia mematung, tanpa membalas pelukan Naura padanya.“Hiks, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu lagi.” Naura semakin mengeratkan pelukannya, dia bahkan seperti tidak peduli bahwa ada banyak orang yang saat ini melihatnya.Clakkk! Di sisi lain, air