~35 tahun lalu~Keadaan ekonomi Tiongkok yang masih baru memasuki era reformasi pertama membuat pebisnis dalam negeri seperti Tuan Besar Li harus bersaing dengan perusahaan asing. Hasilnya, mau tidak mau dia dan putranya, Jiang, harus terus memutar otak demi keberlangsungan bisnis keluarga mereka.Itulah alasan mengapa beliau sangat keras kepada Jiang. Jika bisnis keluarga mereka jatuh seperti yang lain, maka hancur sudah nasib keluarganya. Hanya Jiang satu-satunya putra yang bisa Tuan Besar Li andalkan. Jiang sebagai kakak tertua sangat sadar akan harapan sang papa. Dia juga merasa memiliki tanggung jawab untuk itu. Namun, setiap pilihan selalu memiliki risiko. Jiang yang masih sangat muda itupun pada akhirnya harus merelakan kehidupan masa mudanya. Jiang tumbuh menjadi pribadi yang hanya mengikuti jalan yang sudah digariskan oleh sang papa. Bahkan, untuk masalah percintaannya saja, papanya yang mengurusnya. Jiang dinikahkan dengan Mei Rui yang merupakan putri dari sahabat Tuan Be
Saat ini Jiang tengah berdiri menatap foto serta guci abu mendiang istri keduanya. Setelah mendengar bahwa hari ini paviliun difungsikan lagi oleh Natasha, Jiang penasaran dan ingin melihat apa-apa saja yang mungkin berubah dari paviliun. Namun, setelah dilihat, ternyata sama sekali tidak ada yang berubah. Semua masih sama seperti dulu.“Oh, saya kira siapa!” Suara seorang perempuan menyadarkan Jiang dari wisata masa lalunya. Jiang segera menyeka air mata yang tanpa ia sadari sudah membasahi pipinya.Jiang menoleh ke arah pintu—“Natasha? Apa yang kamu lakukan di sini malam-malam?”Natasha menjawab, “Saya sedang berada di lantai tiga dan tidak sengaja melihat cahaya lampu dari paviliun. Karena penasaran siapa yang berkunjung, akhirnya saya ke sini.” Natasha pun balas bertanya, “Papa sendiri, apa yang Papa lakukan di sini?”“Jika kamu lupa, saya merupakan kepala keluarga dan pemilik rumah ini, jadi hak saya untuk melihat rumah saya sendiri,” jawab Jiang, “selain itu saya juga mau lihat
Kepergiannya ke Singapura kali ini dimanfaatkan oleh Lucas untuk bertemu dengan orang yang akan memimpin perusahaannya di Indonesia. Orang itu ialah Daniel Natama, putra dari pemilik perusahaan Aritama. Lucas menghampiri Daniel dan menjabat tangannya. “Tuan Daniel?”“Panggil Daniel saja, Tuan Lucas!”—Daniel menyambut tangan Lucas. “Kalau begitu panggil aku Lucas juga!” pinta Lucas kemudian. “Kalau itu, seperti akan kurang sopan jika didengar orang lain, Tuan.” “Baiklah, kalau begitu panggil aku Tuan saat di luar bersama orang lain, tapi cukup panggil Lucas saat hanya ada kita berdua dan orang-orangku!” Daniel tidak lagi protes. “Baik, Tuan, jika itu yang Anda inginkan.” “Bagus! silakan duduk, Daniel!” Kini keduanya duduk di sofa salah satu kamar hotel yang cukup luas itu. Tanpa berbasa-basi, mereka segera membahas keperluan mereka bertemu saat itu. Kai memberikan map berisikan perjanjian yang akan mengikat mereka selama dua tahun ke depan. Daniel membaca semua isi perjanjianny
Lucas yang baru saja tiba di rumah itupun langsung menuju aula keluarga. “Kenapa semua orang berkumpul di sini?” tanyanya saat sampai.Suara berat laki-laki tiga puluhan itupun membuyarkan suasana hening di ruangan tersebut. Semua orang terkesiap, mereka terkejut sekaligus takut. Aura gelap segera mendominasi ruangan dan menekan mereka.“Oh, Lucas, untunglah kamu sudah pulang!” ucap Mayleen yang langsung berdiri menyambut.Berbeda dari tantenya, saat ini Natasha justru berdiam diri ditempat duduknya. Dia sama sekali tidak bergeming melihat suaminya datang. Dia tidak peduli, pikirannya kini sedang tidak bersama dengan raganya.“Apa yang terjadi, Tante? kenapa semua orang berkumpul di sini?”Mayleen menjelaskan, “Ini perintah dari mamamu, nenekmu masuk rumah sakit karena keracunan, jadi dia mengumpulkan kami, sepertinya dia ingin menginvestigasi kita semua.”Lin jengah mendengar madunya terus mengatakan bahwa mama mertua mereka keracunan. Namun, dia lelah untuk mengingatkannya lagi, bah
~Di hari sebelumnya~Mei Rui tidak bisa tinggal diam begitu saja saat Natasha mengambil alih salah satu tugasnya sebagai nyonya rumah. Dia mencari cara untuk bisa mengembalikan kuasa yang sudah jatuh ke tangan Natasha itu agar kembali padanya.Pada akhirnya, sebuah cara licik pun terlintas di pikiran Mei Rui. Dia memanfaatkan kelemahan Nenek An yang memiliki alergi pada salah satu zat obat.Mei Rui mencampurkan zat obat pemicu alergi itu dengan makanan Nenek An dan meletakkan sisa zatnya di tempat Natasha. Dia berharap dengan begitu Natasha akan mendapat masalah setelahnya.Setelah selesai melakukan itu semua, Mei Rui pun memerintahkan Bibi Liu untuk menghapus semua rekaman CCTV. Namun, sayangnya Mei Rui tidak tahu jika masih ada satu kamera yang merekam tindakannya tersebut.Sebelumnya, di saat Lucas dan Kai memeriksa kamera CCTV di kediaman Li, Lucas teringat pada kamera pengintai di kamar dan ruang kerjanya. Jika target dari kejadian Nenek An tersebut benar Natasha, mungkin dia aka
Lucas jelas terlihat sangat kikuk ketika harus berjalan di tepian danau bersama dengan Natasha. Sejujurnya, dia tidak pernah merasakan jalan-jalan seperti itu.Lucas merasa aneh. Terlebih lagi, saat ini semua orang memperhatikannya.Lucas bertanya-tanya dalam batin, “Kenapa mata semua orang melihatku seperti itu?”—dia merasa tidak nyaman—“Natasha, kamu tidak ingin kita pergi saja dari sini?” tanyanya kemudian.Natasha hanya menoleh sedikit tanpa menghentikan langkahnya. “Kenapa? aku suka berada di sini, tidakkah ini bagus? aku sudah lama ingin ke sini.”Rentetan jawaban Natasha itupun membuat Lucas terdiam. Sementara Natasha, dia masih tidak sadar jika sudah mengabaikan sosok yang merasa tidak nyamana itu.Barulah setelah beberapa saat akhirnya Natasha menyadari sesuatu. “Eh,”—Natasha menoleh ke arah Lucas yang hanya berjarak satu langkah di belakangnya—“apa kamu tidak nyaman berada di sini?”Tanpa ragu Lucas menjawab, “Kamu tidak lihat semua orang memperhatikan kita?”Natasha mengara
“Mama!”Zihan berlari menghampiri Ana begitu melihat mamanya itu keluar dari dapur. Ana langsung merentangkan kedua tangannya untuk menyambut sang putra dan membiarkannya berada dalam pelukannya.“Mama kok sudah ada di rumah? Zihan senang Mama di rumah!”“Syukurlah kalau Zihan senang, mama memang sengaja kasih kejutan ke Zihan agar Zihan senang,” kata Ana, “tapi sayang, kok kamu sama papa baru pulang? habis dari mana?”“Zihan ikut Papa ke rumah sakit, Ma, jenguk nenek buyut.”“Sayang, kamu kok ikut ke rumah sakit, sih!” protes Ana.“Kenapa, Ma? kan, jenguk nenek buyut,” ucap Zihan polos.Ana tahu jika bukan putranya yang harus ia ajak bicara mengenai hal itu. Sehingga, Ana pun mengajak Zihan ke kamar untuk mandi.“Ya sudah, kalau begitu Zihan mandi dulu, supaya tidak ada kuman rumah sakit yang menempel di badan Zihan!""Mandi sama Mama?” tanya Zihan.Ana menjawab, "Iya, mandi sama mama."Zihan bersorak kegirangan—“Yeay, mandi sama mama!”Ana bangkit berdiri dan menggandeng putranya te
Lucas tengah memeriksa dokumen di ruang kerja kantornya saat ponselnya bergetar dan menunjukkan nomor telepon rumah yang dikenalinya. Itu ialah nomor telepon rumah adik sepupunya, Ana. Lucas sedikit heran melihatnya karena memang sang adik dan suaminya jarang menggunakan telepon rumah. Jika Ana dan Changyi mau menghubunginya, mereka akan lebih memilih menggunakan ponsel masing-masing.Kenyataan tersebut membuat Lucas menjadi sedikit khawatir. Dia berpikir bahwa mungkin ada masalah di rumah adik sepupunya.Lucas mengangkat telepon tersebut—“Halo!”Sapaan Lucas dibalas oleh suara tangisan seorang anak kecil. “Om ... hiks ...hiks ....”Lucas mengerutkan keningnya—“Zihan?” tebaknya.“Om Lucas,”—anak berusia lima tahun itupun susah payah menjelaskan—“mama ....”“Kenapa mamamu?”—Lucas sedikit tidak sabar.“Ma—ma, Pa—pa ... hiks ... bertengkar.”Lucas yang sejak tadi sampai menahan napas untuk mendengarkan penjelasan Zihan, kini mulai menghela napas. Dia lantas bangkit dari kursinya—“Zihan