"Gua bilang turun!" teriaknya pada Bunga.
"Tapi..." ucapan Pak Dimas terjeda.
"Enggak apa, Pak. Bunga turun di sini saja ya," jawab Bunga.
Bunga pun turun dari dalam mobil, membuat Aldo tersenyum miring.
Bunga hanya enggan sopir mendapat masalah dengan Aldo, dan ia memilih untuk berjalan sepanjang 1 km sampai akhirnya tiba di sekolah yang dimaksud.
Pak Dimas sudah memberitahu Bunga bahwa Bunga hanya perlu berjalan lurus saja, nanti di sebelah kiri jalan akan ada bangunan sekolah yang sangat besar, dan di sanalah tempat yang akan dituju oleh Bunga.
"Ini belum seberapa, gadis kampung. Ini baru permulaan!" Aldo Wijaya membatin. Seringai licik terbit di wajah tampannya.
Bunga terus berlari agar tidak sampai terlambat di sekolah, keringat sudah mulai membasahi tubuhnya, tapi beruntung dia membawa parfum di dalam tasnya, jadi nanti akan dimanfaatkan untuk mencegah bau badan.
"Dia benar-benar mengerjaiku! Fiuuuuh. Apa mungkin aku kuat menjadi pengasuhnya," gumam Bunga. Nafasnya tersengal. Beruntung sejak SMP Bunga terbiasa jalan kaki hingga 2 km untuk tiba di sekolahnya.
Namun, bedanya adalah, hari ini waktunya hanya 10 menit untuk bisa tiba di sekolah tepat waktu. Jalanan yang satu arah dan padat juga menyulitkan sopir untuk kembali menjemput.
"Tuan muda apaan, ngerjai pengasuhnya seperti ini!" Bunga masih ngedumel dan terus berjalan agar segera tiba di sekolah.
Hari ini adalah hari pertama sekolah. Di dalam sekolah yang sangat megah itu, kini semuanya sudah berkumpul di lapangan untuk menerima renungan pagi dari salah satu guru yang dilakukan secara bergantian setiap pagi sebelum memulai jam pelajaran pertama.
Mereka juga melakukan doa bersama di halaman sekolah tersebut. Aldo sangat bahagia ketika bel sekolah berbunyi dan Bunga belum juga tiba di sekolah itu.
"Hari ini cukup segini sebagai pelajaran buatnya. Tapi besok gue akan kembali mengerjainya lebih dari ini," gumam Aldo di dalam hati.
Pria tersebut semakin sumringah bahagia ketika pintu pagar sekolahnya sudah mulai ditutup oleh satpam sekolahnya. Dan jika sudah seperti ini, tidak akan ada guru atau murid yang datang terlambat yang diizinkan masuk ke dalam area sekolah.
Dan pada saat yang bersamaan, Bunga tiba di depan sekolahnya, membuat semua mata terfokus padanya, termasuk para guru yang terlihat mulai berbisik-bisik.
Aldo yakin Bunga akan mendapat hukumannya, karena tidak ada siswa baru yang datang terlambat pagi ini. Justru para siswa baru itu harus datang 15 menit sebelum bel sekolah berbunyi.
"Pak, tolong buka pagarnya, maafkan saya terlambat, saya janji besok tidak akan mengulangi lagi," pinta Bunga penuh permohonan.
"Tidak bisa. Kamu tetap berdiri di sana sampai kegiatan selesai. Nanti akan ada perlakuan spesial buat kamu," ucapnya.
"Pak, saya mohon pak, izinkan saya masuk. Saya janji besok saya tidak akan terlambat lagi, pak," ucapnya lagi.
"Mampus lu kan! Makanya jangan sok-sokan mau jadi pengasuh," gumam Aldo, hingga membuat Vicky menoleh pada sahabatnya.
"Lu kenal dengan dia?" tanya Vicky penuh penasaran.
Aldo pun menggeleng dan salah tingkah. Untunglah, suara dari salah satu guru mengalihkan perhatian mereka.
"Apa anak itu bernama Bunga Agustina?" salah satu guru yang memegang mikrofon bertanya, mengalihkan pandangan semua orang ke arah guru tersebut.
Mereka belum paham apa yang dimaksud oleh pak guru itu.
"Iya, Pak! Saya Bunga Agustina," jawab Bunga karena merasa namanya memang benar Bunga Agustina.
Tentu saja guru itu mengenali Bunga, karena beberapa waktu yang lalu Bunga meraih juara 1 Olimpiade tingkat nasional dan berhasil mengangkat nama baik sekolah SMP-nya. Padahal sekolah tempat Bunga menuntut ilmu adalah sekolah pinggiran di kota Jakarta, yang fasilitas di dalamnya tidak seperti sekolah ini.
Para guru sudah mendapatkan informasi bahwa Bunga Agustina akan bersekolah di tempat mereka mengajar, dan biaya pendaftarannya sudah dilunasi oleh salah satu orang tua siswa, yang juga merupakan kelas 3 di sekolah yang sama dengan Bunga.
"Izinkan dia masuk, kami sejak tadi mencarinya," ucap guru itu lagi.
"Baik, Pak," jawab satpam.
"Ayo masuk! Jangan sampai besok diulang lagi ya," kata satpam memberi peringatan pada Bunga.
"Terima kasih ya, Pak," jawab Bunga.
Andai saja mereka semua tahu apa penyebab Bunga terlambat datang ke sekolah, mungkin mereka akan kasihan dengan Bunga. Akan tetapi, tak akan pernah ada yang tahu penyebab dirinya berjalan 1 km hanya dalam waktu 10 menit saja.
Dan sepertinya Aldo memang sengaja melakukan itu. Aldo pun tak menyangka bahwa Bunga tiba di sekolah bertepatan dengan suara bel sekolah berbunyi, meski pada akhirnya gadis itu terlambat beberapa detik dari pagar yang sudah ditutup oleh satpam.
Bunga pun berjalan mendekat ke arah tiang bendera, karena di sana para guru sedang berbaris.
"Tolong antarkan dia ke ruangan Bapak Kepala Sekolah, dia yang akan menggantikan Rachel dalam cerdas cermat besok," ucap wakil kepala sekolah bidang kesiswaan kepada salah satu rekan kerjanya yang lain.
"Baik, Pak," jawabnya.
Bunga pun langsung diajak ke ruang Kepala Sekolah, hingga membuat Aldo mengepalkan tangannya. Sehebat apa sih anak itu? pikir Aldo.
Setelah melalui proses diskusi, akhirnya pihak sekolah memutuskan bahwa Bunga yang akan menjadi pengganti Rachel, untuk bertanding di babak final. Rachel mengalami kecelakaan dan tidak bisa mengikuti lomba cerdas cermat yang sudah berlangsung selama beberapa hari.
Tentu saja ini merupakan penghargaan yang luar biasa bagi Bunga, terlebih dirinya baru pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini, namun sudah langsung mendapatkan tugas yang luar biasa dari pihak sekolah.
Bunga tidak akan mengecewakan nama baik sekolah barunya dan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Dia harus bisa membuktikan bahwa dia bisa menggantikan Rachel.
Rachel merupakan salah satu siswa kelas 3 di SMA yang satu kelas dengan Aldo. Kebetulan Rachel sedang mengalami kecelakaan dan belum sadarkan diri.
"Permisi, Pak. Ini Bunga Agustina, siswi yang pernah menjuarai Olimpiade tingkat Nasional beberapa minggu lalu," ucapnya.
"Wah, akhirnya kamu datang juga, Nak. Kami sejak tadi menunggumu," ucap kepala sekolah itu.
"Tolong panggilkan Naya dan Alma," tambahnya lagi.
"Baik, Pak. Saya pamit dulu," kata Bunga, pamit untuk segera memanggil Naya dan Alma.
Bunga pun akhirnya dipertemukan dengan dua temannya yang lain. Meski dua orang itu terlihat tidak senang karena mereka yakin Bunga tidak akan mampu menggantikan posisi Rachel, pihak sekolah tetap memutuskan bahwa Bunga yang akan menggantikan Rachel.
"Awas saja ya, lu sampai membuat kami kalah!" seru Naya penuh ancaman.
"Anak baru saja lu belagu!" Alma menimpali."Saya akan melakukan yang terbaik, Naya," sahut Bunga."Jangan panggil gue dengan sebutan Kak, lu pikir gue tua apa!" sentak Naya. "Panggil gue, Naya!" imbuhnya."Baik, Naya," jawab Bunga.Setelah bertemu dan berbincang dengan kepala sekolah, akhirnya Bunga, Naya, dan Alma diajak ke perpustakaan untuk mempersiapkan segala sesuatu demi meraih juara nasional cerdas cermat tingkat SMA."Kenapa sih harus anak ingusan ini yang dipakai, Pak?" Alma tampak kesal atas keputusan pihak sekolah. Ia saat ini melakukan protes pada guru pembimbingnya."Jangan menyepelekan Bunga, dia itu juara nasional Olimpiade se-SMP," pujinya atas prestasi yang Bunga raih."Awas saja lu ya, anak ingusan, gue akan buat perhitungan kalau sampai lu nggak bisa bikin kami jadi juara!" ancam Naya di dalam hati."Tapi ini lomba cerdas cermat tingkat SMA, Pak. Dia bahkan belum menerima pelajaran apapun di sekolah ini. Apa pihak sekolah ingin membuat kami kalah di final nanti!" g
"Kepanasan deh lu, Bunga!" gumam Aldo.Aldo pun mulai mengoles tempat tidur Bunga dengan balsem, lalu juga tempat duduk di meja belajar Bunga. Sungguh, ia akan sangat bahagia jika Bunga terkena jebakannya ini."'Selamat berpanas ria, gadis bodoh!" serunya, lalu kembali keluar dari kamar Bunga menuju ke kamar pribadinya.Aldo harus istirahat yang cukup, karena dua hari lagi dia akan mengadakan balap liar bersama teman-temannya, dan taruhannya tak main-main.Tiga puluh menit berikutnya, Bunga pun tiba di kediaman sang majikan. Ternyata, benar tebakan Bunga, sang majikan sedang berada di dapur."Bunga! Kenapa kamu berkeringatan?" tanya sang nyonya."Tadi Bunga pulang jalan kaki, Nyonya. Soalnya teman-teman Bunga semuanya jalan kaki," ucapnya bohong."Jangan bohong kamu! Ini pasti ulah Aldo kan?" tanya sang nyonya."Tidak, Nyonya. Saya memang ingin jalan kaki pulang dengan teman-teman baru saya," Bunga masih kekeh dengan jawabannya sendiri, tapi sang majikan tidak akan mempercayainya."Ka
"Apaaa Pak? Menjadi pengasuh anak SMA? Apa Bapak tidak salah mencarikan Bunga pekerjaan?" tanya Bunga kaget."Tuan muda itu sangat sulit diatur oleh kedua orang tuanya, Nak. Beliau ingin di sekolah Tuan muda ada yang memantau. Bapak yakin kamu bisa, sayang. Demi cita-citamu, setidaknya sampai kamu lulus SMA," pinta Pak Iwan."Tapi Pak-" Bunga tampak akan protes."Sayang, kamu mau bikin almarhum Ibu bangga sama kamu, kan, Nak?" tanya Pak Iwan. Bunga tampak berpikir keras atas tawaran dari atasan Bapaknya itu. "Kalau belum dicoba, kamu tak akan tahu bisa melakukannya atau tidak, sayang. Bapak minta maaf, kamu yang masih belia harus ada di posisi seberat ini," imbuh Pak Iwan lagi."Baiklah Pak, demi Bapak dan Ibu, demi cita-citaku, Bunga mau mencobanya Pak," ucap sang anak, membuat Pak Iwan tersenyum bangga.Satu minggu berikutnya.Di sebuah rumah kecil yang ada di pinggir kota, kini seorang anak yang beranjak remaja sedang bersiap untuk bekerja menjadi pengasuh di kediaman keluarga Wija
"Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam, sampai harus menjadi pengasuh pria berandalan itu!" batin Bunga kesal."Bi, apa ada yang boleh saya bantu?" tanya Bunga pada pelayan di rumah itu.Pelayan itu pun tersenyum menatap ke arah Bunga, hatinya terenyuh ketika mengetahui bahwa Bunga sejak kecil sudah tidak bisa merasakan kasih sayang ibunya, sebab sang Ibu meninggal saat melahirkannya, dan Bunga sempat menyalahkan dirinya sendiri karena takdir kelam dalam hidupnya tersebut."Tidak usah, Non. Biar Bibi saja, dan Non Bunga bersiap dulu karena sebentar lagi jam makan malam tiba," ucap sang pelayan."Bunga makan malam nanti saja, Bi. Oh iya, biasanya di mana pelayan di sini makan?" tanyanya polos.Pelayan itu pun menatap ke arah Bunga sambil tersenyum, "Di rumah ini, Non Bunga akan diperlakukan sama seperti pemilik rumah, karena tugas Non Bunga adalah untuk membantu Tuan Muda menyelesaikan semua urusan Tuan Muda," ucap sang pelayan. "Bunga juga harus membiasakan diri untuk melakukan apapun yang
"Kepanasan deh lu, Bunga!" gumam Aldo.Aldo pun mulai mengoles tempat tidur Bunga dengan balsem, lalu juga tempat duduk di meja belajar Bunga. Sungguh, ia akan sangat bahagia jika Bunga terkena jebakannya ini."'Selamat berpanas ria, gadis bodoh!" serunya, lalu kembali keluar dari kamar Bunga menuju ke kamar pribadinya.Aldo harus istirahat yang cukup, karena dua hari lagi dia akan mengadakan balap liar bersama teman-temannya, dan taruhannya tak main-main.Tiga puluh menit berikutnya, Bunga pun tiba di kediaman sang majikan. Ternyata, benar tebakan Bunga, sang majikan sedang berada di dapur."Bunga! Kenapa kamu berkeringatan?" tanya sang nyonya."Tadi Bunga pulang jalan kaki, Nyonya. Soalnya teman-teman Bunga semuanya jalan kaki," ucapnya bohong."Jangan bohong kamu! Ini pasti ulah Aldo kan?" tanya sang nyonya."Tidak, Nyonya. Saya memang ingin jalan kaki pulang dengan teman-teman baru saya," Bunga masih kekeh dengan jawabannya sendiri, tapi sang majikan tidak akan mempercayainya."Ka
"Anak baru saja lu belagu!" Alma menimpali."Saya akan melakukan yang terbaik, Naya," sahut Bunga."Jangan panggil gue dengan sebutan Kak, lu pikir gue tua apa!" sentak Naya. "Panggil gue, Naya!" imbuhnya."Baik, Naya," jawab Bunga.Setelah bertemu dan berbincang dengan kepala sekolah, akhirnya Bunga, Naya, dan Alma diajak ke perpustakaan untuk mempersiapkan segala sesuatu demi meraih juara nasional cerdas cermat tingkat SMA."Kenapa sih harus anak ingusan ini yang dipakai, Pak?" Alma tampak kesal atas keputusan pihak sekolah. Ia saat ini melakukan protes pada guru pembimbingnya."Jangan menyepelekan Bunga, dia itu juara nasional Olimpiade se-SMP," pujinya atas prestasi yang Bunga raih."Awas saja lu ya, anak ingusan, gue akan buat perhitungan kalau sampai lu nggak bisa bikin kami jadi juara!" ancam Naya di dalam hati."Tapi ini lomba cerdas cermat tingkat SMA, Pak. Dia bahkan belum menerima pelajaran apapun di sekolah ini. Apa pihak sekolah ingin membuat kami kalah di final nanti!" g
"Gua bilang turun!" teriaknya pada Bunga."Tapi..." ucapan Pak Dimas terjeda."Enggak apa, Pak. Bunga turun di sini saja ya," jawab Bunga.Bunga pun turun dari dalam mobil, membuat Aldo tersenyum miring.Bunga hanya enggan sopir mendapat masalah dengan Aldo, dan ia memilih untuk berjalan sepanjang 1 km sampai akhirnya tiba di sekolah yang dimaksud.Pak Dimas sudah memberitahu Bunga bahwa Bunga hanya perlu berjalan lurus saja, nanti di sebelah kiri jalan akan ada bangunan sekolah yang sangat besar, dan di sanalah tempat yang akan dituju oleh Bunga."Ini belum seberapa, gadis kampung. Ini baru permulaan!" Aldo Wijaya membatin. Seringai licik terbit di wajah tampannya.Bunga terus berlari agar tidak sampai terlambat di sekolah, keringat sudah mulai membasahi tubuhnya, tapi beruntung dia membawa parfum di dalam tasnya, jadi nanti akan dimanfaatkan untuk mencegah bau badan."Dia benar-benar mengerjaiku! Fiuuuuh. Apa mungkin aku kuat menjadi pengasuhnya," gumam Bunga. Nafasnya tersengal. Be
"Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam, sampai harus menjadi pengasuh pria berandalan itu!" batin Bunga kesal."Bi, apa ada yang boleh saya bantu?" tanya Bunga pada pelayan di rumah itu.Pelayan itu pun tersenyum menatap ke arah Bunga, hatinya terenyuh ketika mengetahui bahwa Bunga sejak kecil sudah tidak bisa merasakan kasih sayang ibunya, sebab sang Ibu meninggal saat melahirkannya, dan Bunga sempat menyalahkan dirinya sendiri karena takdir kelam dalam hidupnya tersebut."Tidak usah, Non. Biar Bibi saja, dan Non Bunga bersiap dulu karena sebentar lagi jam makan malam tiba," ucap sang pelayan."Bunga makan malam nanti saja, Bi. Oh iya, biasanya di mana pelayan di sini makan?" tanyanya polos.Pelayan itu pun menatap ke arah Bunga sambil tersenyum, "Di rumah ini, Non Bunga akan diperlakukan sama seperti pemilik rumah, karena tugas Non Bunga adalah untuk membantu Tuan Muda menyelesaikan semua urusan Tuan Muda," ucap sang pelayan. "Bunga juga harus membiasakan diri untuk melakukan apapun yang
"Apaaa Pak? Menjadi pengasuh anak SMA? Apa Bapak tidak salah mencarikan Bunga pekerjaan?" tanya Bunga kaget."Tuan muda itu sangat sulit diatur oleh kedua orang tuanya, Nak. Beliau ingin di sekolah Tuan muda ada yang memantau. Bapak yakin kamu bisa, sayang. Demi cita-citamu, setidaknya sampai kamu lulus SMA," pinta Pak Iwan."Tapi Pak-" Bunga tampak akan protes."Sayang, kamu mau bikin almarhum Ibu bangga sama kamu, kan, Nak?" tanya Pak Iwan. Bunga tampak berpikir keras atas tawaran dari atasan Bapaknya itu. "Kalau belum dicoba, kamu tak akan tahu bisa melakukannya atau tidak, sayang. Bapak minta maaf, kamu yang masih belia harus ada di posisi seberat ini," imbuh Pak Iwan lagi."Baiklah Pak, demi Bapak dan Ibu, demi cita-citaku, Bunga mau mencobanya Pak," ucap sang anak, membuat Pak Iwan tersenyum bangga.Satu minggu berikutnya.Di sebuah rumah kecil yang ada di pinggir kota, kini seorang anak yang beranjak remaja sedang bersiap untuk bekerja menjadi pengasuh di kediaman keluarga Wija