Share

4. Lamaran Seorang Gadis

Arnold tak memberi kesempatan bagi hatinya untuk mengenal kata gagal move on. Dia seorang pengusaha besar yang telah sukses dalam berbagai project. Jadi, tidak ada kata gagal dalam kamus hidupnya, termasuk gagal untuk melupakan. 

Pagi ini, sebelum berangkat ke kantor, Arnold menyempatkan sarapan bersama Baby Narendra. Semakin hari, putranya itu semakin lucu dan menggemaskan. Dua pipinya menggelembung seperti balon. Untung saja hidung bayi tersebut mancung seperti papanya, jadi tidak tenggelam walau sebesar apa pun pipinya.

"Bi, tolong jaga Baby Narendra sebaik-baiknya, ya. Kasihan dia sudah tidak punya ibu," pinta Arnold pada pembantu yang kala itu sedang menyuapi Narendra dengan semangkuk bubur bayi rasa kacang hijau. Arnold sendiri sudah menandaskan potongan roti di atas piringnya, termasuk segelas susu yang telah disiapkan pembantu untuknya.

Bibi mengangguk takzim. "Baik, Tuan."

Menit berikutnya, Arnold mengangkat tubuh dari kursi makan, kemudian mengayunkan kaki untuk mencipta jarak dari ruang tersebut. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. Ia harus bergegas agar tak kehilangan gelar sebagai bos disiplin yang selama ini selalu menjadi kunci keteraturan di kantornya. Semua karyawan yang dipekerjakannya jadi rajin dan tak pernah terlambat karena contoh yang ia berikan.

Namun, niat untuk segera berangkat malah terusik oleh suara ketukan yang didaratkan di wajah pintu secara bertalu-talu. Hari masih pagi. Arnold sedikit geram pada tamu yang tak sabaran seperti itu.

"Sebentar!" serunya yang masih sibuk mencari sepatu kerjanya. Saat Rebecca masih menjadi istrinya dulu, perempuan itu jarang sekali menyiapkan segala keperluannya saat hendak berangkat kerja. Jadi, kini setelah statusnya resmi menjadi duda, Arnold sudah terbiasa. 

Setelah kaus kaki dan sepatu sempurna membungkus kakinya, Arnold segera melangkah ke ruang depan untuk membukakan. Seseorang di luar sana masih gencar menyerang pintu dengan ketukan seolah sangat takut pemilik rumah tidak sudi untuk mempersilakan.

Setelah pintu resmi terbuka, yang pertama kali Arnold lihat adalah seorang gadis cantik dengan kulit putih dan senyum menawan. Tinggi gadis itu hanya sebatas pundak Arnold, tapi tubuhnya yang kecil malah membuatnya terlihat makin memesona. Rambut hitamnya digerai sepunggung, kemudian dikaitkan jepitan mutiara di atas telinga. Ketika melihat wajah Arnold yang kebingungan, gadis itu melebarkan senyuman hingga terpampanglah gigi kelincinya yang lucu.

"Maaf, Anda mencari siapa?" tanya Arnold sebelum senyum gadis itu semakin angkuh menyihirnya. 

Dengan penuh mantap, gadis itu menjawab, "Saya mencari Tuan Arnold."

Detik berikutnya, Arnold segera mengukir kerut di keningnya. Dia coba mengingat-ingat apakah sebelumnya sudah pernah berjumpa dengan gadis itu. Namun, ia pikir ini adalah perjumpaan pertama kalinya. Bentuk wajah dan garis senyum gadis itu sama sekali asing dalam penglihatannya.

Mengerti kejanggalan yang tengah beranak-pinak dalam kepala pria di hadapannya, gadis itu segera mengangsurkan tangan kanan ke depan. "Perkenalkan, saya Kezia."

Arnold hanya menatap uluran tangan itu lama sekali. Matanya seperti tengah mengeja urat-urat berwarna hijau yang menonjol dalam tangan putih gadis itu. Jari-jari panjangnya menyerupai bentuk tiang listrik. Deret garis horizontal tampak beraturan dalam buku-buku jarinya.

"Oh, maaf." Kezia menarik kembali uluran tangannya yang tak mendapat sambutan. "Tidakkah Anda sudi mempersilakan saya masuk untuk menyampaikan maksud kedatangan saya?" tanyanya dengan nada hati-hati. Alisnya diangkat beberapa senti. Ada sekarung harap yang terpancar dalam sorot matanya. 

Arnold melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Boleh," jawabnya singkat. Kali ini ia menatap penuh selidik. "Tapi mohon langsung sampaikan tujuan Anda tanpa banyak basa-basi. Saya harus segera berangkat ke kantor."

Kezia mengangguk paham. "Siap, Tuan Arnold."

Setelah dipersilakan masuk, Kezia segera mengambil posisi duduk di atas sofa ruang tamu. Sofa tersebut berukuran besar dan berbentuk mewah dengan warna kuning kecokelatan yang menyerupai emas. Ada bulu-bulu halus di setiap sudutnya. Bantal ditata menyandar pada lengan sofa. Arnold duduk pada sofa yang berseberangan dengan milik Kezia. 

"Mohon segera jelaskan maksud kedatangan Anda. Jangan membuang waktu saya terlalu lama jika itu tidak penting." Arnold berucap dengan nada sedikit judes. Sejak tadi, dia mendapati sesuatu yang aneh pada Kezia, membuat ia tak bisa berhenti curiga.

"Tenang, Tuan. Tenang dulu," balas Kezia tanpa menanggalkan senyum manisnya. Entah mengapa, sikap Arnold yang judes justru membuatnya makin bersemangat. Pria tersebut terlihat lebih cool dan gagah di tengah keketusannya. Setelah membenarkan posisi duduk, Kezia segera berucap, "Saya mendengar kalau Anda membutuhkan babysitter untuk anak Anda yang masih bayi. Itulah tujuan utama saya datang ke sini. Saya ingin melamar jadi babysitter untuk anak Anda."

Arnold mengerutkan keningnya. Ia menjelajahi penampilan Kezia dari ujung rambut hingga ujung kaki menggunakan mata tajamnya. Memang benar, di rumah ini belum ada babysitter yang khusus merawat Baby Narendra. Namun, apakah gadis seperti Kezia bisa dipercaya? Tentu gadis itu belum punya pengalaman banyak dalam mengasuh anak.

"Tuan Arnold ragu sama saya?" tebak Kezia setelah mengeja perubahan ekspresi pada wajah pria di depannya. "Walaupun saya masih muda, tapi saya sudah punya banyak pengalaman dalam mengasuh anak. Sebelum ini, saya sudah pernah menjadi babysitter dari bayi-bayi milik orang lain."

"Benarkah?" tanya Arnold masih tak percaya. Tatap matanya seperti mengejek.

Kezia mengangguk mantap. Dia segera mengeluarkan beberapa lembar foto yang sudah disiapkan dari rumah. Dalam foto-foto tersebut, terlihat kebersamaan Kezia dengan anak-anak kecil yang semuanya berbeda. Ada yang masih seusia Narendra, sudah bisa berjalan, ada juga yang sudah masuk taman kanak-kanak. Dengan cekatan, gadis tersebut menata beberapa foto di atas meja agar dilihat oleh Arnold. Tentu saja semua foto itu hanya rekayasa. Kezia dan mamanya telah merancang banyak hal agar rencana mereka bisa berjalan sempurna.

"Ini bukti kalau saya sudah beberapa kali jadi babysitter." Suara Kezia mengandung ketegasan agar pria di hadapannya bisa lekas menaruh keyakinan. "Saya sudah pernah merawat anak dengan berbagai usia."

Keheningan menjalar beberapa saat di ruang tamu. Arnold memandang satu-satu pada foto yang telah ditata Kezia di atas meja. Dari raut wajahnya, sepertinya Arnold sama sekali tak tertarik untuk melihat foto itu lebih dekat. Tak ada tanda-tanda kalau pria tersebut akan mengambil satu atau dua foto dari atas meja.

"Bagaimana, Tuan Arnold?" tanya Kezia dengan senyum percaya diri.

Arnold mengangkat mata hingga tatapannya kembali bertabrakan dengan milik Kezia. Ia diam beberapa menit lagi sebelum akhirnya membuat keputusan. "Saya tidak mungkin mengangkat orang secara sembarangan untuk menjadi pengasuh bayi saya. Anda harus melewati rangkaian tes agar saya bisa melihat bagaimana cara kerja Anda," ucapnya tegas. Ia kembali melirik jam tangan. Astaga! Sudah hampir setengah delapan. "Mohon maaf, sekarang saya sangat buru-buru. Anda bisa pulang dan kembali lagi ketika saya sedang ada waktu longgar."

Sebelum Kezia sempat membalas ucapannya, Arnold sudah mengangkat tubuh dari sofa. Tangannya diarahkan menuju pintu sebagai kode kalau ia menyuruh Kezia agar segera pulang.

"Lalu kapan saya bisa kembali lagi ke sini?" Kezia terpaksa mengemasi tubuh dari sofa. Tatapannya pada Arnold mulai berubah jengkel.

"Kalau saya sedang tidak sibuk."

"Bagaimana caranya saya bisa mengetahui Anda sibuk atau tidak?" Kezia semakin geram sebab kini Arnold telah mendorong tubuhnya menuju pintu. Ini adalah pengusiran.

Ketika mereka berdua telah menjejakkan kaki di teras rumah, Arnold segera mengunci pintu dari luar. "Maaf, Nona Kezia. Saya sendiri tidak bisa memberikan kejelasan tentang kapan waktu sibuk atau longgar bagi saya. Semoga kita bisa bertemu di lain kesempatan," ucap pria itu sebelum akhirnya melangkahkan kaki menuju mobil yang telah menunggu di pekarangan rumah. Sopir pribadinya sudah siap sedia untuk menunaikan tugas hari ini. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status