Mungkin ini bisa dikatakan sebagai hari terburuk bagi Kezia. Pengalaman pertama mengasuh bayi sungguh melelahkan. Siang tadi, ia harus melewati beberapa drama sebelum akhirnya Baby Narendra bisa benar-benar tidur dengan lelap sampai sore.
Ketika matahari telah terbenam, Narendra sudah tidak rewel seperti tadi pagi. Bayi itu diajak Kezia duduk di sofa, kemudian mereka bermain robot-robotan berdua. Mood bayi sudah seperti mood perempuan yang sedang berada pada masa pra menstruasi syndrome— berubah-ubah tak tentu arah.
Kezia tidak tahu kalau sejak beberapa menit yang lalu, ada seseorang yang sedang mengawasinya dari celah pintu yang terbuka sedikit. Arnold mengukir senyum senang. Ia berpikir kalau kinerja Kezia benar-benar bisa diandalkan.Setelah berdiri di situ tak kurang dari lima menit, Arnold mengetuk pintu dengan pelan. Dia sudah berjanji tidak akan main asal-asalan membuka pintu atau Baby Narendra akan terkejut. Arnold sudah cukup kasihan melihSore harinya, Arnold pulang dari kantor agak tergesa. Ia ingat punya janji dengan Kezia. Ketika ia tiba di rumahnya, gadis bertubuh mungil itu sedang menggendong Narendra di taman."Hai, jadi atau tidak?" sapanya ketika menyusul mereka ke taman. Narendra yang digendong menghadap ke depan, langsung memberi senyum lucu kepada Arnold.Kezia mengerutkan kening seperti orang bingung. "Jadi apanya, Tuan?"Arnold mengembuskan napas kasar, kemudian meraih bayinya dari gendongan Kezia. "Baru tadi pagi saja kau sudah lupa. Lalu bagaimana aku bisa yakin anakku akan baik-baik saja jika ibu pengasuhnya pelupa sepertimu?"Untuk beberapa saat, Kezia hanya menatap heran. Hingga akhirnya, senja yang menggantung di langit barat menghujaninya dengan sekepal ingatan. "Oh, iya. Tuan mengajak saya pulang ke rumah saya, kan?" serunya dengan wajah berbinar setelah ingat."Bukan mengajak," ralat Arnold dengan wajah tak suka. Dia menggerak-gerakkan tubuhnya agar b
Mereka tiba lagi di rumah tiga lantai saat langit sudah gelap. Bintang-bintang dan rembulan sudah mengambil posisi untuk melaksanakan tugasnya di langit malam."Terima kasih karena Tuan Arnold sudah begitu perhatian sampai bersedia mengantarkan saya pulang dan ngobrol langsung dengan mama saya," ujar Kezia sebelum turun dari mobil. Dia sedang berjuang melepas sabuk pengaman yang melilit tubuhnya di sepanjang perjalanan tadi."Jangan lebih dulu berbesar kepala," sahut Arnold. Wajah dinginnya kembali lagi. Padahal sepanjang ngobrol dengan Eva tadi, dia terlihat asyik dan ramah. "Tadi sudah kujelaskan apa alasanku mengantarkanmu."Kezia mengangguk paham. "Apa pun alasannya, tapi Tuan Arnold adalah majikan yang begitu baik.""Ya, terima kasih atas pujianmu itu."Setelah mengucapkan kalimatnya dengan wajah datar, Arnold mendahului Kezia untuk turun dari mobil. Setelan pakaian kerja masih menempel di tubuhnya tanpa sempat diganti sejak pagi. Sore tadi, dia
Dua minggu berlalu tanpa terasa. Ternyata jadi ibu pengasuh tak seburuk yang dipikirkan Kezia ketika ia baru mengurus Narendra selama satu hari. Mood bayi itu memang berubah-ubah seperti bunglon, tapi di sinilah letak keseruan yang sesungguhnya. Dari Narendra, Kezia mengantongi beberapa ilmu kesabaran yang kemudian bisa digunakannya untuk menghadapi papa Narendra."Kau terlihat sudah pantas memiliki bayi," ucap Arnold pada suatu siang yang panas. Matahari bersinar beringas seolah hendak memanggang isi bumi dengan ganas.Kezia hanya melirik Arnold dari sudut mata. Dia sulit mengerti mengapa tuannya itu ada di rumah pada siang-siang tertentu, untuk kemudian kembali lagi ke kantor sampai senja tiba. Kezia menebak, mungkin siang memang jam istirahat, sehingga pria itu kadang memilih pulang untuk bertemu anaknya, atau mungkin ibu pengasuhnya."Mengapa kau tidak membalas perkataanku?" Arnold mendekat ke arah Kezia yang waktu itu sedang mengajak Narendra main-m
Kezia tak punya pilihan selain menurut. Arnold meminta agar gadis itu duduk di ranjang bersamanya. Dengan agak ragu, Kezia duduk dalam jarak lebih dari satu meter. Namun, tiba-tiba saja Arnold meraih tubuh babysitter itu dengan tangan kekarnya."Jangan duduk terlalu jauh. Kau bisa membuang tenagaku jika menyuruhku mengulang-ulang apa yang sudah kuucapkan gara-gara tidak mendengar." Begitulah ucap pengusaha sukses tiga puluh tahun itu. Air mukanya tenang seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia memberi tatapan meyakinkan untuk Kezia.Gadis itu mengangguk sekilas. Sekarang jarak di antara mereka hanya tersisa beberapa senti saja."Sesuai yang sudah kukatakan tadi siang, ini adalah hari terakhirmu menjalani tes awal bekerja selama dua minggu tanpa digaji." Arnold memulai percakapan. Ia tersenyum samar saat mendapati jemari di pangkuan gadis itu gemetar."Ya, Tuan," jawab Kezia sambil menunduk. Ingin sekali berlari ke arah pintu dan membu
Ketika Arnold sudah berangkat ke kantor, Kezia bergegas pergi ke kamar mandi. Ia ingin menelepon Eva untuk memberi kabar tentang gaji yang dijanjikan Arnold. Baby Narendra masih terkunci dalam tidurnya. Mungkin beberapa menit lagi bayi itu akan bangun."Iya, Sayang. Bagaimana perkembangannya di sana?" Suara Eva langsung menyerang dari seberang. Dari nada suaranya, Kezia menebak kalau mamanya baru bangun tidur."Perkembangannya sangat baik, Ma," jawab Kezia.Eva berdeham pelan untuk menggoda. "Udah lama banget kamu nggak pulang. Sepertinya kerasan di sana."Kezia tahu kalau Eva rindu. Ia pun demikian, menyimpan rasa ingin bertemu yang sangat banyak pada mamanya. Mereka terakhir bertemu sepuluh hari yang lalu, saat Arnold mengantarkan Kezia langsung untuk pulang ke rumah. "Maaf, ya, Ma. Akhir-akhir ini aku fokus ngurus Baby Narendra buat meyakinkan Arnold kalau aku benar-benar pantas jadi ibu pengasuhnya.""Iya, Sayang. Mama ngerti, kok. Kamu bek
Andai wajah gadis itu lebih buruk darinya, pasti Rebecca tidak akan sepanik ini. Ia sangat khawatir kalau Arnold benar-benar telah membuang semua cinta untuknya, sehingga ia sama sekali tak memiliki kesempatan untuk mencecap sedikit harta milik pria itu.Tanpa izin kepada siapa pun, Rebecca meraih Narendra begitu saja dari ranjangnya. Bayi itu sempat menggeliat tak nyaman, kemudian menangis keras sebab merasa tidurnya diganggu."Anda mau bawa anakku ke mana?" Kezia berusaha meraih bayi itu, tapi Rebecca dengan cepat menepis tangannya."Hati-hati kalau bicara. Ini anakku, anak yang kukandung dan kulahirkan. Jadi jangan pernah mengakuinya sebagai anakmu!""Dia anak Arnold, dan saya istri sah Arnold. Jadi, Narendra juga anakku sekarang." Kezia berusaha membentak agar Rebecca gentar dan mengembalikan Narendra ke ranjangnya. Namun, mantan istri Arnold itu tetap keras kepala untuk mempertahankan Narendra dalam gendongannya meskipun tahu kalau bayi i
Arnold menyunggingkan senyum tipis, kemudian mendudukkan dirinya di sofa. "Rebecca sudah telanjur tahu kalau kamu istriku. Mau tidak mau, kamu harus menyamar jadi istriku untuk seterusnya."Kezia membelalakkan mata saat mendengar itu. Tubuhnya berpaling dari ranjang Narendra menuju sofa tempat Arnold menaruh diri. "Mengapa harus begitu? Nyonya Rebecca belum tentu akan kembali lagi ke sini.""Hussst!" Arnold meletakkan telunjuknya di depan bibir. "Aku pernah menjadi suami Rebecca selama hampir dua tahun, jadi aku tahu banyak tentangnya, termasuk sikap nekatnya. Bisa saja dia menyuruh orang untuk menyelidiki statusmu yang sebenarnya. Aku tidak mau tertangkap basah olehnya mengaku sebagai suami babysitter. Nanti aku malu seperti dia saat kutangkap basah sedang ditelanjangi oleh lelaki lain."Kezia menelan ludahnya sendiri. Ngeri juga saat mendengar penuturan Arnold."Aku bisa saja menaikkan gajimu tanpa harus menunggu tiga bulan."Bersamaan dengan itu,
Keesokan sore sepulang dari kantor, Arnold menghampiri Kezia ke kamarnya. Gadis itu sedang bersantai mumpung Narendra baru tidur. Berdasarkan cerita salah satu asisten rumah, hari ini Narendra sangat rewel sampai Kezia tak sempat duduk sebab harus terus menggendong."Kez...." Arnold mengetuk pintu kamar gadis itu yang tertutup.Kezia yang sedang rebahan terpaksa membereskan tubuh dari kasur. Ia tahu itu suara Arnold. Ada sedikit rasa kesal di hatinya sebab pria itu seperti tak memberi kesempatan untuknya beristirahat."Ada apa, Tuan?" Kezia langsung mengajukan pertanyaan begitu pintu kamar dibukanya. Ia kaget melihat Arnold membawa banyak sekali kantong pakaian."Ini buat kamu," ucap Arnold sembari menyodorkan kantong-kantong itu pada Kezia.Dengan sedikit ragu, Kezia meraihnya dari tangan Arnold. Dia melirik sekilas pada beberapa isi kantong. Walau belum membukanya, tapi ia tahu kalau isinya adalah pakaian-pakaian bagus.