"Aku sudah membawa berkas-berkas yang harus kau tanda tangani." Arnold menyodorkan setumpuk kertas yang dibungkus dalam map saat Kezia sedang memakaikan baju pada tubuh Narendra. Bayi itu bangun sangat sore, sehingga ketika papanya pulang dari kantor, ia baru selesai mandi.
"Sebentar, ya, Tuan," balas Kezia sopan.
Arnold menunggu di sofa. Dari kejauhan, dia memperhatikan setiap gerakan Kezia ketika sedang merawat putranya. Gadis itu terlihat cekatan sekali seolah sebelumnya sudah pernah memiliki anak. Arnold mencoba maklum. Berdasarkan pengakuan Kezia, dia sudah pernah beberapa kali menjadi ibu pengasuh dari bayi yang berbeda. Setelah Narendra siap, Kezia segera menggendongnya untuk menghampiri Arnold yang masih duduk di sofa. "Bisa saya lihat dulu berkas-berkasnya?"Arnold mengangguk. Dia mengangkat tubuh dari kursi, kemudian menunjuk map yang digeletakkan di atas meja. "Biar aku yang mengajak Narendra. Sepertinya akan sulit kalau kau harus tanda tKezia merasa sangat takut. Sejak masuk ke dalam mobil sampai tiba di pertengahan jalan pulang, Arnold belum mengucapkan apa pun. Pria itu terus melanggengkan diamnya seolah telah lupa cara berkata-kata. Saat berjalan menuju tempat parkir tadi, dia juga tidak mempersilakan lengannya untuk digandeng Kezia. Mereka berjalan sendiri-sendiri dan sampai detik ini belum ada yang berhasil merobek keheningan.Hingga mobil tiba di pekarangan rumah, Arnold tetap diam. Berkali-kali Kezia mencuri lirik ke arah pria itu, tapi ia tak mendapatkan apa pun selain wajah tuannya yang beku."Apa Tuan sangat marah pada saya?" Akhirnya gadis itu memberanikan diri untuk membuka suara sebelum melepas sabuk pengaman dari tubuhnya.Arnold langsung menghadiahi lirikan setajam ujung pedang, kemudian menjawab, "Seharusnya kamu bisa memikirkannya sendiri tanpa perlu bertanya.""Maaf, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja tadi," ujar Kezia sambil menunduk dalam-dalam seolah ge
Arnold mengarahkan wajah Kezia ke dadanya seperti hendak meminta gadis itu untuk memperhatikan pesonanya lebih lama. Kezia tetap menahan napas dengan air mata yang masih mengalir. Walaupun rasanya sangat takut, tapi ia tidak bisa berbohong pada getaran yang bermekaran di hatinya ketika menjelajahi bulu-bulu halus di dada tuannya."Kau pasti tahu kalau aku pria normal yang bisa melakukan lebih banyak hal daripada ini," ujar Arnold seraya menarik tangannya dari kepala Kezia. Muka pria itu masih merah menyala, perpaduan antara marah dan nafsu yang sekuat tenaga mencoba ia tahan."Maafkan saya, Tuan. Maafkan saya." Menggunakan sisa tenaganya, Kezia masih berusaha menolong dirinya sendiri agar tak diperlakukan lebih jauh. Sebenarnya ia juga gadis normal yang tak akan menutup mata dari sentuhan pria dewasa, tapi Kezia bukan wanita murahan yang akan menyerahkan dirinya begitu saja. Ia selalu ingat tujuan akhir yang sudah direncanakan matang-matang bersama Eva.
Siang itu, tanpa kabar atau izin apa pun sebelumnya, tiba-tiba Eva sudah berdiri di depan pintu rumah Arnold. Kezia sangat terkejut melihatnya. Dia buru-buru menarik Eva untuk menepi ke teras rumah. Kadang-kadang Arnold akan pulang di jam ini."Mama ngapain ke sini?" tanya gadis itu setengah berbisik. Dia tidak sedang menggendong Narendra karena bayi asuhannya itu baru ditidurkan di kamarnya."Ya, Mama pengin ketemu kamu, dong," seru Eva dengan wajah berbinar. "Anak Mama sudah jadi Nyonya Arnold sekarang, ya meskipun cuma pura-pura.""Husstt!" Kezia meletakkan telunjuk di depan bibir. "Seharusnya Mama nggak perlu datang ke sini. Kita bisa bahas segala sesuatunya lewat telepon, atau kalau Mama mau, Kezia yang bakal pulang untuk menemui Mama."Eva mengerutkan kening seperti orang kaget. "Lho, kenapa Mama nggak boleh ke sini? Memangnya ini rumahmu sampai kamu berani melarang? Atau jangan-jangan kamu sudah melupakan Mama." Dia jadi sangat tersinggung se
Dua minggu berikutnya, semua berjalan dengan normal. Rebecca tak terlihat lagi seperti telah ditelan bumi. Namun, Arnold tahu dengan pasti kalau perempuan itu bisa muncul kapan pun dalam waktu yang tak urut."Hari ini aku akan mengajakmu ke mall," ujar Arnold sebelum ia berangkat ke kantor. Tubuhnya telah terbungkus setelan jas formal yang membuat ia terlihat sangat tampan.Kezia sedang membantu Puri menyapu lantai ruang tamu saat itu. Narendra belum bangun dari pejamnya."Untuk apa Tuan mengajak saya ke mall?" tanya gadis itu tak mengerti. Ia mengangkat matanya sejenak dari sapu."Ya, untuk mengajakmu shopping, lah. Masa aku mau menyuruhmu jadi tukang parkir di mall?"Seorang gadis cantik mengenakan dress berbahan mewah terlihat sangat aneh ketika menyapu, tapi Kezia bukan buta pada cara memegang gagang sapu. Dia memandang Arnold dengan tatapan bertanya."Mengapa kau selalu butuh banyak waktuku untuk menjelaskan?" Arnold mengedikkan
Mereka berangkat hanya berdua, tidak membawa siapa pun termasuk sopir. Arnold mengemudikan mobilnya sendiri hingga tibalah mereka di sebuah mall paling besar di kota ini.Ketika keduanya baru turun dari mobil, Arnold melambaikan tangan pada Kezia sebagai kode agar gadis itu mendekat. Arnold mengangsurkan tangan ke depan tubuh Kezia, kemudian memberi tatapan menggoda. "Ayo gandeng lenganku."Kezia mengangguk, kemudian melingkarkan tangannya pada lengan Arnold. Setiap hatinya merasa berdebar, ia selalu ingat pesan Eva agar jangan jatuh cinta. Tugasnya membuat Arnold yang jatuh cinta, sementara dia tidak boleh.Sepanjang menyusuri lorong-lorong mall, keduanya seperti sepasang kekasih sungguhan yang sedang berkencan untuk merayakan cinta. Arnold pun berkali-kali mendapati hatinya berdebar, apalagi setiap lengannya tidak sengaja mengenai dada Kezia yang begitu kenyal dan menggoda. Kadang-kadang ia membayangkan bagaimana nikmatnya meletakkan tangan di sana
Sesampainya di kamar, Kezia langsung mengunci pintu dari dalam. Ia tidak mau ada Arnold yang tiba-tiba masuk tanpa permisi dan mengacaukan malamnya dengan dalih hendak memberi hukuman karena Kezia telah dianggap meragukan kekayaannya.Gadis itu meletakkan kantong-kantong belanjaan di atas lantai begitu saja. Kezia belum berminat untuk membukanya satu-satu. Biar besok saja. Hal yang sangat ingin dilakukan Kezia detik ini adalah melihat hasil foto yang tadi sore diberikan Arnold.Album seukuran kardus air mineral itu diletakkan di ranjang tidurnya. Kezia langsung menyambar album itu sebelum sempat berganti pakaian. Baru tiba di halaman pertama, jantungnya sudah berdegup kencang. Pose foto yang begitu intim berpadu dengan hasil tangan editor, sehingga foto tersebut terlihat begitu indah dan menakjubkan.Tiba-tiba Kezia langsung kepikiran Eva. Gadis itu mengambil handphone untuk memotret ulang foto-foto tersebut, kemudian dikirimkan ke WhatsApp Eva. Sebab ma
Ketika berpapasan dengan Arnold pagi ini, Kezia sama sekali tak berani memandang ke arahnya. Ia pura-pura tergesa pergi ke taman sebab harus mencari sinar matahari untuk Narendra yang kebetulan sudah bangun. Pagi ini, gadis itu sengaja menggunakan dress paling longgar dan tertutup di antara yang lain. Ia tidak mau membangkitkan kembali gairah tuannya yang tadi malam belum habis.Sementara itu, Arnold juga berjalan melewati Kezia seperti orang tak peduli. Setelah mendengar suara tangisan Narendra semalam, ia mengumpat habis-habisan, kemudian langsung pergi ke kamarnya sendiri. Tombak yang sudah mengacung dipaksa kembali melemas. Ternyata bukan tadi malam waktunya untuk bisa menguasai Kezia.Setelah sarapan, Arnold memutuskan langsung berangkat kerja tanpa sedikit pun menyapa Narendra seperti biasanya. Ada semacam dendam dalam hatinya sebab bayi itu telah menyelamatkan keperawanan ibu pengasuhnya tadi malam ketika nafsu Arnold sudah berada di batas akhir.
"Uangnya sudah aku transfer ke rekeningmu." Arnold mendatangi Kezia di kamar Narendra ketika hendak berangkat ke kantor.Kezia memberi tatapan sopan, kemudian mengangguk pelan. Dia tidak banyak bertanya dan menebak kalau yang dimaksud Arnold adalah uang gajinya. Sepanjang hari kemarin, mereka tak bertukar kata sama sekali, hanya tidak sengaja berpapasan sebelum Arnold berangkat kerja. Siang sampai malamnya pun Kezia terus menghindar. Gadis itu merasa sangat takut ketika mengingat gairah Arnold yang belum tuntas malam itu."Kenapa hanya mengangguk? Tidakkah ada kalimat balasan yang sopan untukku?"Kezia serba salah sekarang. Ia tidak tahu kalau rencana yang telah ia atur bersama Eva akan sangat sulit dalam perjalanannya. Sebelumnya ia berpikir Arnold bukan orang yang susah, tapi ternyata pria itu bukan hanya susah, melainkan juga menakutkan sampai membuat seluruh bagian tubuhnya ikut bergetar."Ya, terima kasih, Tuan," jawab Kezia setelah berpi