"Uangnya sudah aku transfer ke rekeningmu." Arnold mendatangi Kezia di kamar Narendra ketika hendak berangkat ke kantor.
Kezia memberi tatapan sopan, kemudian mengangguk pelan. Dia tidak banyak bertanya dan menebak kalau yang dimaksud Arnold adalah uang gajinya. Sepanjang hari kemarin, mereka tak bertukar kata sama sekali, hanya tidak sengaja berpapasan sebelum Arnold berangkat kerja. Siang sampai malamnya pun Kezia terus menghindar. Gadis itu merasa sangat takut ketika mengingat gairah Arnold yang belum tuntas malam itu.
"Kenapa hanya mengangguk? Tidakkah ada kalimat balasan yang sopan untukku?"Kezia serba salah sekarang. Ia tidak tahu kalau rencana yang telah ia atur bersama Eva akan sangat sulit dalam perjalanannya. Sebelumnya ia berpikir Arnold bukan orang yang susah, tapi ternyata pria itu bukan hanya susah, melainkan juga menakutkan sampai membuat seluruh bagian tubuhnya ikut bergetar. "Ya, terima kasih, Tuan," jawab Kezia setelah berpiSetelah memastikan Narendra benar-benar sudah tertidur, Kezia segera meraih handphone-nya untuk memberi kabar pada Eva. Ini akan jadi malam paling bersejarah baginya. Meskipun kepalanya terus digerayangi oleh bayangan rasa sakit, tapi Kezia berusaha untuk tetap bersikap tenang."Bagus, Sayang. Laksanakanlah malam ini, dan kita akan memperoleh keuntungan yang sangat banyak di kemudian hari," balas Eva dalam pesan pemberitahuan yang dikirimkan Kezia.Menit berikutnya, Kezia keluar dari kamar Narendra dengan handphone yang dibenamkannya ke saku baju. Ia sudah mengaktifkan mode rekaman untuk menyimpan setiap menit yang akan terjadi."Rupanya kau sudah selesai berurusan dengan bayi itu, Sayangku." Arnold yang semula duduk di atas kursi tak jauh dari jendela, segera bangkit demi mendapati kemunculan Kezia. Matanya tetap tertutup oleh kabut nafsu yang jumlahnya banyak sekali.Arnold berjalan menghampiri Kezia, kemudian langsung melingkarkan tan
Kezia tidak menyangka kalau dia langsung mendapat serangan di detik pertama matanya terbuka. Hari masih pagi, tapi lagi-lagi ia digarap ketika sakit bekas semalam belum sepenuhnya hilang.Arnold bermain kasar sekali seperti singa kelaparan. Berkali-kali ia mengukir seringai nakal sebagai pertanda kemenangannya karena sudah berhasil menguasai tubuh Kezia."Lebih nikmat mana yang tadi malam atau yang sekarang?" tanya Arnold ketika dua tubuh mereka masih berada dalam penyatuan.Kezia tak menjawab apa-apa selain gelengan kepala. Ternyata dalam keadaan tidak mabuk, Arnold jauh lebih kasar dibandingkan tadi malam. Gadis itu sudah bersusah payah menahan air matanya, tapi ia terus merasa tak nyaman hingga seluruh tubuhnya bagai membengkak."Air matamu justru semakin menantangku, Kezia," ucap duda tiga puluh tahun itu seraya menumbuk lubang surga Kezia dengan lebih dalam. Lidahnya menjilati air mata yang menetes di sepanjang pelipis gadis itu. Ar
Mereka sudah berada di rumah sakit sekarang. Sepanjang Narendra diperiksa oleh dokter, Kezia tak bisa sedikit pun menanggalkan wajah cemas. Tentu saja hal tersebut membuat Arnold salah fokus. Pria itu jadi merasa beruntung karena memiliki ibu pengasuh yang sangat perhatian pada anaknya."Bagaimana keadaan Narendra, Dokter?" Kezia yang pertama kali bertanya setelah dokter perempuan berambut sebahu menyimpan kembali alat periksanya. Gadis itu mengambil Narendra dari ranjang periksa, kemudian menggendongnya dengan begitu romantis."Bayi Ibu cuma demam biasa. Alasan utamanya karena dia habis mengalami dahaga. Apa Ibu usai meninggalkannya dalam waktu yang lama?"Kezia menatap ke arah Arnold yang detik ini juga tengah melempar mata padanya. Gadis itu seperti hendak meminta bantuan untuk dibuatkan jawaban."Ya, Dokter. Kemarin saya habis mengajak istri saya bepergian sebentar, dan bayi kami dirawat oleh asisten rumah." Arnold yang menjawab setelah me
Tadi siang, Arnold tak menunggu Kezia sampai memberikan jawaban. Pria itu pergi begitu saja dan menghilang, sehingga meninggalkan kelegaan di hati gadis yang diberi pertanyaan.Namun, sore ini drama degup jantung kembali dimulai. Kala itu senja sedang sangat merekah di ujung barat. Mobil Arnold berhenti di pekarangan, diintip oleh Kezia dari jendela kamar Narendra di lantai dua. Gadis itu begitu gugup sampai akhirnya memutuskan untuk mengunci pintu kamar. Lubang di antara kedua kakinya masih sangat perih, sehingga membuatnya berpikir ulang sebanyak dua kali setiap ingin kencing ke kamar mandi. Dan sekarang, Arnold malah membuat ide gila dengan hendak menyakiti dadanya juga. Kezia jadi bertanya-tanya, apakah jadi perempuan memang ditakdirkan semenderita ini?Benar dugaan Kezia, pria itu datang dan mengetuk pintu kamar. Arnold mencoba membuka sendiri pintunya dari luar, tapi tentu saja hasilnya nihil karena Kezia telah menguncinya. Sekarang gadis itu ketir-keti
Sepuluh hari setelah itu, semua berjalan dengan sangat baik. Arnold tak lagi mempermasalahkan tentang kerugian di perusahaannya. Ia melanjutkan pekerjaan dengan rajin dan disiplin seperti biasanya. Pedomannya cuma satu, dengan usaha dan kerja keras, pasti seluruh kerugian yang menimpanya akan diganti dengan yang lebih banyak."Saya sudah usut penyebab utama kerugian perusahaan ini, Pak." Tiba-tiba Andrew masuk ke ruangan Arnold. Pria itu terlampau bersemangat sampai tak ingat untuk mengetuk pintu."Ya, saya juga sudah tahu kalau penyebab utamanya adalah kedengkian perusahaan lain yang memproduksi produk serupa dengan milik kita.""Bukan itu, Pak." Andrew duduk di depan meja kerja Arnold. Tatapannya intens seolah tak ada masalah yang lebih serius dari ini.Fokus Arnold yang semula terpusat pada layar laptop, kini harus pecah. Dia menatap Andrew sambil menyipitkan mata. "Maksud kamu apa?"Kemudian Andrew membuka handphone-nya untuk menunjuk
"Alangkah baiknya aku membuatkan minuman dulu untuk dua Tuan yang hari ini berkunjung ke rumahku," ujar Rebecca seraya melempar pandangan secara bergantian pada Arnold dan Andrew.Patmi duduk di kursi yang berlainan dengan milik dua tamunya. Sejak tadi, wajahnya sama sekali tak ramah. Sepanjang Rebecca masuk ke dalam, ia tak memiliki topik yang bisa dikuliti di atas meja, sehingga hanya keheningan yang ada.Selang beberapa saat, Rebecca kembali dengan empat gelas di atas nampan. Tentunya gelas tersebut telah ditandai sejak dari dalam. Akan sangat konyol kalau tiba-tiba ia atau Patmi salah meminum gelas yang telah dicampuri serbuk memabukkan."Silakan diminum dulu, Tuan-Tuanku," pinta Rebecca setelah gelas untuk Arnold dan Andrew diletakkan di depan orangnya masing-masing.Andrew yang pertama kali mengangguk, kemudian ia mulai meminum. Rebecca ikut menenggak minumannya sendiri untuk meyakinkan dua pria di depannya. Menit berikutnya, Arnol
Kezia sedang bermain dengan Narendra di kamar bayi itu ketika mendengar suara teriakan dari pekarangan rumah yang menyebut namanya. Dahinya mengernyit heran. Dia menyibak gorden jendela untuk mengintip siapa yang tengah ribut dengan satpam di depan pintu gerbang.Ternyata adalah Rebecca. Kezia bingung hendak berbuat apa sekarang. Kalau dia keluar, dia sangat khawatir perempuan itu akan melukainya. Tapi kalau diam saja, dia juga khawatir barangkali Rebecca hendak menyampaikan sesuatu yang penting.Akhirnya Kezia meminta tolong pada Puri yang kebetulan melintas di depan kamar agar menjaga Narendra dulu."Pokoknya jangan sampai kamu ikut keluar membawa bayi ini. Aku tak mau menanggung risiko kalau Narendra kenapa-napa karena ulah Rebecca," pesan Kezia sebelum pergi."Apa kau serius hendak menemui Nyonya Rebecca?""Sepertinya iya.""Kau tak takut dia akan melukaimu? Setahunya dia, kau adalah istri sah Tuan Arnold sekarang. Foto per
Arnold membawa Baby Narendra sampai malam, dan baru mengembalikannya pada Kezia setelah bayi itu terpejam."Aku tak menyangka kalau masih bisa menidurkan bayi ini dengan tanganku sendiri. Kukira dia cuma butuh kamu," ucap Arnold seraya meletakkan Narendra di ranjangnya dengan sangat hati-hati. Kezia membuntut di belakang dengan sigap, barangkali tuannya butuh bantuannya kapan pun.Setelah memastikan Narendra telah tidur nyenyak, Arnold langsung meraih tangan Kezia, kemudian mengajaknya keluar dari sana. Tentu saja kali ini Kezia tidak bisa berpikir normal. Ia sedikit takut kalau Arnold akan mengajaknya main di ranjang lagi. Jujur saja, bengkak waktu itu masih mendatangkan trauma tersendiri dalam dirinya. Ia selalu takut setiap mengingat milik Arnold yang menurutnya sangat besar."Maaf, Tuan hendak membawa saya ke mana?" Kezia bertanya hati-hati ketika Arnold menarik tangannya menuruni tangga."Aku ingin mengajakmu bicara di taman."