“Selamat malam, Tuan Bagaskara,” sapa Danendra.“Malam,” sahut Bagaskara yang berdiri tegak dengan tangan di dalam saku celana. “Dia mabuk?” tanya Bagaskara. Netranya menelisik keadaan Maharatu yang memejamkan mata dengan kepala yang menempel di pundak Danendra.“Iya, Tuan, Nona mabuk berat. Maaf saya terpaksa menggendong Non Ratu karena dia sama sekali tidak mau bangun,” jelas Danendra agar Bagaskara tidak salah paham. Danendra tidak mau Maharatu babak belur lagi karena Bagaskara yang cemburu buta.Di luar prediksi ternyata Bagaskara tidak marah pada Danendra, dia bahkan tersenyum. “Tidak masalah, aku malah harus berterima kasih padamu karena mau menggendongnya. Ratu memang selalu seperti itu saat mabuk. Langsung tepar dan sulit mengendalikan diri. Terkadang wanita ini memang agak sedikit bandel.” Bagaskara membelai pipi Ratu dengan punggung tangannya. Tentu hal itu membuat dada Danendra bergemuruh. Wanita pujaannya dibelai pria lain saat berada digendongannya.“Sudah tau tidak kua
Karena ada kendala teknis, proses syuting kemarin malam sedikit terhambat. Sehingga Maharatu baru bisa meninggalkan lokasi jam tiga pagi. Namun, beberapa kru dan aktris lain masih berada di lokasi untuk proses syuting selanjutnya. Drama series yang sudah hampir mendekati babak akhir membuat semua kru bekerja ekstra untuk segera menyelesaikan deadline drama. Seandainya tidak ada pekerjaan lain Maharatu juga pasti akan tetap tinggal di lokasi syuting. Di lokasi dia bisa istirahat sejenak sembari menunggu proses syuting yang dilanjutkan setelah matahari terbit. Tapi, apa boleh buat Maharatu sudah terlanjur menandatangani kontrak kerja dengan produsen perhiasan Franco. Jadi mau tidak mau dia harus pergi ke lokasi pemotretan yang sudah disiapkan pihak Franco. Gaun berwarna putih dengan tali spaghetti melekat indah di tubuh Maharatu. Rambut Maharatu disanggul ke atas dan menyisakan beberapa helai yang dibiarkan begitu saja. Dia benar-benar terlihat seperti Ratu yang sesungguhnya dengan m
“Pertanyaannya apa, Sa?” balas Danendra penasaran.“Kamu sudah menandatangani surat pernyataan untuk tutup mulut ‘kan saat diterima Om Bagaskara.” Sasa menatap wajah Bagaskara dengan raut serius.“Surat pernyataan?” batin Danendra mengingat-ingat surat pernyataan apa yang dimaksud Sasa. “Oiya, sekarang aku ingat.” Danendra memukul keningnya pelan. “Jadi itu surat pernyataan tutup mulut,” pikir Danendra. Karena terlalu senang diterima oleh Bagaskara menjadi bodyguard, Danendra sampai tidak membaca surat pernyataan itu dan langsung tanda tangan begitu saja. Ceroboh memang. Tapi seperti yang dikatakan Agnes Monica ‘cinta ini kadang-kadang tak ada logika’. “Sudah... aku sudah menandatangani surat pernyataan itu,” jawab Danendra cepat. Dia sudah tidak sabar mendengar penjelasan Sasa tentang alasan Maharatu tetap bertahan dengan Bagaskara. “Bagus, berarti sudah bisa dipastikan mulutmu akan selalu terkunci. Karena kalau kamu sampai buka mulut, denda yang harus kamu bayar cukup besar yaitu
Danendra mengeluarkan sekotak rokok dan pemantik dari saku celananya, mengambil sebatang lalu menyulutnya. Pria itu mencondongkan tubuhnya ke jendela dengan kedua siku yang bertumpu di bingkai jendela agar asap rokok yang mengepul tidak menggangu Maharatu yang sedang tidur. Pandangan Danendra menyapu area syuting yang berada di pinggiran kota. Udara di sini juga terasa lebih segar karena di sekeliling villa banyak pepohonan. Perkiraan Danendra biaya produksi series ini pasti lumayan. Terbukti mereka sampai menyewa beberapa villa untuk set syuting juga untuk istirahat para kru dan artis. Danendra agak memiringkan kepalanya, matanya berubah awas bagai elang saat tanpa sengaja netranya menangkap sosok yang mencurigakan. Seorang pria memakai Hoodie putih, bertopi hitam, dan memakai masker seperti sedang mengawasi area villa tempat mereka istirahat. Pria misterius itu tampak celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang, dengan posisi kedua tangan yang dimasukkan ke dalam
“Ndra, sebenarnya….”Ucapan Maharatu yang tidak tuntas membuat Danendra menatap Maharatu intens.“Ngomong aja, Ra!”“Tentang si pengirim pesan itu. Sebenarnya... dia sudah sering mengirimiku pesan selama beberapa bulan kebelakang, awalnya ... aku kira dia hanya fans yang iseng, ternyata aku salah. Dia terus mengirimiku pesan hampir setiap hari. Lalu aku memblokir nomornya, kupikir dia akan berhenti menghubungiku setelah nomornya kublokir, tapi ternyata dia masih terus menghubungiku dengan nomor yang berbeda-beda.” Maharatu menghela napas lalu memeluk tubuhnya sendiri. Sementara, pandangannya menerawang entah kemana.“Dari mana kamu tau kalau yang selalu menghubungimu adalah orang yang sama. Bukankah dia selalu berganti nomor?” tanya Danendra yang mencoba menggali lebih dalam tentang si pengirim pesan itu.“Dari foto profil yang dia gunakan. Sepertinya dia memang sengaja menggunakan foto yang sama.” Maharatu menjelaskan.“Dan … sepertinya si pengirim pesan dan si pengirim hadiah adala
Maharatu masuk ke dalam mobil dengan pipi yang terasa sedikit panas. Rasa canggung itu masih terasa saat harus berdekatan dengan Danendra.“Ndra, setelah mengantar Sasa ke rumah kita pulang ke rumah Ayah, tidak usah ke apartemen.”“Tuan Bagaskara sudah memberikan izin?” tanya Danendra yang melirik Maharatu dari kaca spion. Baru saja Maharatu dibuat canggung karena pelukan Danendra tadi siang. Sekarang, Maharatu dibuat kesal pada Danendra yang kembali ke setelan awal. Bodyguard yang sangat patuh pada Bagaskara. “Sudah,” jawab Maharatu ketus.Perlahan mobil mulai melaju meninggalkan lokasi syuting.“Terima kasih, ya, Ndra,” ucap Sasa yang turun dari mobil lalu melambaikan tangan pada pria berhidung mancung itu.“Sama-sama," sahut Danendra. Danendra melihat ke arah kursi penumpang belakang. Di sana Maharatu sedang terlelap dengan wajah damai. ***“Ra, bangun kita sudah sampai.” Suara Danendra begitu lembut saat membangunkan Maharatu. Dia juga dengan perlahan mengguncang bahu Maharatu
Dahlia masuk ke ruang kerja suaminya dengan wajah muram. “Pa, sebenarnya Danen kerja dimana, sih?”Mama Danendra itu duduk di depan suaminya bersekat meja kerja.“Papa juga tidak tau,” jawab Sanjaya yang tidak mengalihkan pandangan dari berkas-berkas di hadapannya.“Cari tau, dong, Pa!” dengkus Dahlia yang bertambah kesal karena suaminya itu terlihat tidak peduli dengan keberadaan putra semata wayang mereka.Sanjaya melepas kacamata yang dipakai, meletakkannya di atas berkas yang belum selesai dia periksa. Lalu menghampiri istrinya. Orang nomor satu di SME TV itu menghampiri istrinya, memegang pundak istrinya lembut. “Bukannya ini yang Mama inginkan, Danen mau bekerja.” Sanjaya mencoba menenangkan hati istrinya yang sangat mengkhawatirkan keadaan putra mereka.Dahlia memegang tangan suaminya yang sedang memegang pundaknya, wanita itu menengadah. Memandang manik mata Sanjaya dengan tatapan sendu. “Mama pikir dia akan bekerja di perusahaan kita, Pa. Mama tidak menyangka kalau Danen ju
“Sandra aku ingin berbicara denganmu!” Rahman menghentikan Sandra yang akan keluar rumah.“Bicara apa?” Sikap Sandra begitu ketus dan tak acuh pada Rahman. Wanita itu membawa beberapa paper bag yang berisi tas mewah miliknya. Sandra benar-benar sudah kehabisan uang. Sedangkan, Maharatu tak kunjung memberikan uang dan mengaktifkan kartu kreditnya. Minta pada Bagaskara juga percuma, menantunya itu bilang bahwa urusan kartu kredit dan uang bulanan itu urusan Maharatu. Jadi, terpaksa dia harus menjual sebagian koleksi tas mewah miliknya untuk mendapatkan uang.“Coba sekali saja peduli pada putri dan putramu, San!” tutur Rahman.“Memangnya selama ini aku kurang peduli pada mereka?” tampik Sandra yang mulai terlihat kesal. “Kalau kamu peduli, kemarin malam seharusnya kamu ikut merayakan hari ulang tahun Maharatu,” tegur Rahman. Dia memandang lekat ke arah Sandra berharap istrinya itu bisa sadar dan mau menyayangi anak-anak mereka.“Kenapa juga aku harus merayakan ulang tahun anak durhaka