“Pertanyaannya apa, Sa?” balas Danendra penasaran.“Kamu sudah menandatangani surat pernyataan untuk tutup mulut ‘kan saat diterima Om Bagaskara.” Sasa menatap wajah Bagaskara dengan raut serius.“Surat pernyataan?” batin Danendra mengingat-ingat surat pernyataan apa yang dimaksud Sasa. “Oiya, sekarang aku ingat.” Danendra memukul keningnya pelan. “Jadi itu surat pernyataan tutup mulut,” pikir Danendra. Karena terlalu senang diterima oleh Bagaskara menjadi bodyguard, Danendra sampai tidak membaca surat pernyataan itu dan langsung tanda tangan begitu saja. Ceroboh memang. Tapi seperti yang dikatakan Agnes Monica ‘cinta ini kadang-kadang tak ada logika’. “Sudah... aku sudah menandatangani surat pernyataan itu,” jawab Danendra cepat. Dia sudah tidak sabar mendengar penjelasan Sasa tentang alasan Maharatu tetap bertahan dengan Bagaskara. “Bagus, berarti sudah bisa dipastikan mulutmu akan selalu terkunci. Karena kalau kamu sampai buka mulut, denda yang harus kamu bayar cukup besar yaitu
Danendra mengeluarkan sekotak rokok dan pemantik dari saku celananya, mengambil sebatang lalu menyulutnya. Pria itu mencondongkan tubuhnya ke jendela dengan kedua siku yang bertumpu di bingkai jendela agar asap rokok yang mengepul tidak menggangu Maharatu yang sedang tidur. Pandangan Danendra menyapu area syuting yang berada di pinggiran kota. Udara di sini juga terasa lebih segar karena di sekeliling villa banyak pepohonan. Perkiraan Danendra biaya produksi series ini pasti lumayan. Terbukti mereka sampai menyewa beberapa villa untuk set syuting juga untuk istirahat para kru dan artis. Danendra agak memiringkan kepalanya, matanya berubah awas bagai elang saat tanpa sengaja netranya menangkap sosok yang mencurigakan. Seorang pria memakai Hoodie putih, bertopi hitam, dan memakai masker seperti sedang mengawasi area villa tempat mereka istirahat. Pria misterius itu tampak celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang, dengan posisi kedua tangan yang dimasukkan ke dalam
“Ndra, sebenarnya….”Ucapan Maharatu yang tidak tuntas membuat Danendra menatap Maharatu intens.“Ngomong aja, Ra!”“Tentang si pengirim pesan itu. Sebenarnya... dia sudah sering mengirimiku pesan selama beberapa bulan kebelakang, awalnya ... aku kira dia hanya fans yang iseng, ternyata aku salah. Dia terus mengirimiku pesan hampir setiap hari. Lalu aku memblokir nomornya, kupikir dia akan berhenti menghubungiku setelah nomornya kublokir, tapi ternyata dia masih terus menghubungiku dengan nomor yang berbeda-beda.” Maharatu menghela napas lalu memeluk tubuhnya sendiri. Sementara, pandangannya menerawang entah kemana.“Dari mana kamu tau kalau yang selalu menghubungimu adalah orang yang sama. Bukankah dia selalu berganti nomor?” tanya Danendra yang mencoba menggali lebih dalam tentang si pengirim pesan itu.“Dari foto profil yang dia gunakan. Sepertinya dia memang sengaja menggunakan foto yang sama.” Maharatu menjelaskan.“Dan … sepertinya si pengirim pesan dan si pengirim hadiah adala
Maharatu masuk ke dalam mobil dengan pipi yang terasa sedikit panas. Rasa canggung itu masih terasa saat harus berdekatan dengan Danendra.“Ndra, setelah mengantar Sasa ke rumah kita pulang ke rumah Ayah, tidak usah ke apartemen.”“Tuan Bagaskara sudah memberikan izin?” tanya Danendra yang melirik Maharatu dari kaca spion. Baru saja Maharatu dibuat canggung karena pelukan Danendra tadi siang. Sekarang, Maharatu dibuat kesal pada Danendra yang kembali ke setelan awal. Bodyguard yang sangat patuh pada Bagaskara. “Sudah,” jawab Maharatu ketus.Perlahan mobil mulai melaju meninggalkan lokasi syuting.“Terima kasih, ya, Ndra,” ucap Sasa yang turun dari mobil lalu melambaikan tangan pada pria berhidung mancung itu.“Sama-sama," sahut Danendra. Danendra melihat ke arah kursi penumpang belakang. Di sana Maharatu sedang terlelap dengan wajah damai. ***“Ra, bangun kita sudah sampai.” Suara Danendra begitu lembut saat membangunkan Maharatu. Dia juga dengan perlahan mengguncang bahu Maharatu
Dahlia masuk ke ruang kerja suaminya dengan wajah muram. “Pa, sebenarnya Danen kerja dimana, sih?”Mama Danendra itu duduk di depan suaminya bersekat meja kerja.“Papa juga tidak tau,” jawab Sanjaya yang tidak mengalihkan pandangan dari berkas-berkas di hadapannya.“Cari tau, dong, Pa!” dengkus Dahlia yang bertambah kesal karena suaminya itu terlihat tidak peduli dengan keberadaan putra semata wayang mereka.Sanjaya melepas kacamata yang dipakai, meletakkannya di atas berkas yang belum selesai dia periksa. Lalu menghampiri istrinya. Orang nomor satu di SME TV itu menghampiri istrinya, memegang pundak istrinya lembut. “Bukannya ini yang Mama inginkan, Danen mau bekerja.” Sanjaya mencoba menenangkan hati istrinya yang sangat mengkhawatirkan keadaan putra mereka.Dahlia memegang tangan suaminya yang sedang memegang pundaknya, wanita itu menengadah. Memandang manik mata Sanjaya dengan tatapan sendu. “Mama pikir dia akan bekerja di perusahaan kita, Pa. Mama tidak menyangka kalau Danen ju
“Sandra aku ingin berbicara denganmu!” Rahman menghentikan Sandra yang akan keluar rumah.“Bicara apa?” Sikap Sandra begitu ketus dan tak acuh pada Rahman. Wanita itu membawa beberapa paper bag yang berisi tas mewah miliknya. Sandra benar-benar sudah kehabisan uang. Sedangkan, Maharatu tak kunjung memberikan uang dan mengaktifkan kartu kreditnya. Minta pada Bagaskara juga percuma, menantunya itu bilang bahwa urusan kartu kredit dan uang bulanan itu urusan Maharatu. Jadi, terpaksa dia harus menjual sebagian koleksi tas mewah miliknya untuk mendapatkan uang.“Coba sekali saja peduli pada putri dan putramu, San!” tutur Rahman.“Memangnya selama ini aku kurang peduli pada mereka?” tampik Sandra yang mulai terlihat kesal. “Kalau kamu peduli, kemarin malam seharusnya kamu ikut merayakan hari ulang tahun Maharatu,” tegur Rahman. Dia memandang lekat ke arah Sandra berharap istrinya itu bisa sadar dan mau menyayangi anak-anak mereka.“Kenapa juga aku harus merayakan ulang tahun anak durhaka
Di tempat lain seorang pria tengah mengamuk sejak semalam. Dia menghancurkan semua benda yang ada di dekatnya. Namanya Arlo, pria berusia 24 tahun yang menyebut dirinya ‘si pengagum'.“Sialan!” teriak Arlo tak terkendali. “Berani-beraninya pria itu mengambil semua kamera dan alat penyadap milikku.”Arlo menyentuh poster Maharatu berukuran besar yang tertempel di dinding kamarnya. "Kamu hanya milikku, Sayang. Aku tidak akan membiarkan pria lain berada di dekatmu," ucap Arlo seolah dia sedang benar-benar berbicara pada Maharatu.Arlo sudah sejak lama mengagumi Maharatu. Bagi Arlo, Maharatu adalah wanita yang sangat sempurna. Dia cantik dan baik.Seiring dengan debut-nya di di dunia entertain, Maharatu dipindahkan ke sekolah elit saat SMP oleh Sandra. Di sanalah Arlo bertemu dengan Maharatu. Arlo adalah anak yang sangat pendiam. Saat SMP anak itu memiliki badan yang sedikit berisi dengan kacamata yang selalu bertengger di hidung. Arlo tidak pernah memiliki teman di sekolah. Bahkan, dia
Setelah pertemuan dengan para koleganya selesai, Bagaskara langsung mengambil penerbangan pertama untuk kembali ke kotanya. Kiriman foto dan juga keterangan dari Danendra yang berkata bahwa si peneror itu semakin berani. Tak telak membuat Bagaskara mengkhawatirkan Maharatu. Dari bandara, Bagaskara langsung menuju ke apartemen Maharatu. Bahkan pria itu mencari alasan pada putri kesayangannya bahwa pertemuan dengan klien diperpanjang hingga dia harus mengundur waktu kepulangannya. Taksi yang ditumpangi Bagaskara berhenti tepat di depan apartemen. Om-om tampan itu melangkah lebar lalu masuk kedalam lift.Bagaskara yang memang sudah tahu kode unit apartemen Danendra langsung merangsek masuk. Karena memang sudah menjadi kesepakatan di awal. Danendra harus memberitahu kode unitnya pada Bagaskara.“Dimana, Maharatu?” cerca Bagaskara pada Danendra yang sedang menyiapkan makanan untuk Maharatu.Danendra sedikit terkejut mendengar suara Bagaskara. Dia lupa, Bagaskara tahu kode unitnya. “Aku ha