Maharatu meregangkan otot-ototnya. Semalam tidurnya sangat nyenyak sekali. Dia mulai beringsut, menyibak tirai jendela kaca besar kamarnya kemudian membuka pintu menuju balkon. Wanita berambut panjang itu keluar ke arah balkon. Menikmati udara segar di pagi hari. “Segar sekali udara di sini,” ujar Maharatu. Pandangannya lalu tertuju ke bawah. Ada pemandangan yang menambah keindahan pagi yang cerah ini. Danendra sedang melakukan push up di taman hanya menggunakan kaos tanpa lengan. Menunjukkan otot bahunya yang liat. Bibir Maharatu melengkung, wanita berhidung lancip itu menopang dagunya dengan bertumpu pada pembatas balkon.“Otot yang bagus. Pasti dia rajin berolahraga,” kata Maharatu yang tidak mengalihkan pandangan dari Danendra.Akan tetapi, tiba-tiba saja Danendra memandang ke arah Maharatu lalu melemparkan senyum. Hal itu jelas membuat Maharatu salah tingkah. Wanita itu langsung membuang muka. Dan dengan langkah cepat, Maharatu masuk ke dalam. Dia memukuli dahinya pelan. “Ya
Dua wanita cantik yang saling bersahabat tengah adu skill bermain tenis di lapangan indoor. Danendra duduk di kursi penonton memperhatikan dari jauh gerakan lincah dari Maharatu dan Jeslin. Ternyata Maharatu pintar juga bermain tenis. Lapangan pun begitu ramai dengan sorak-sorai beberapa penonton yang kebanyakan dari kalangan selebriti dan kalangan menengah ke atas. “Dia terlihat sangat cantik dengan pakaian itu dan aku suka,” gumam Danendra di kursi penonton. Dia bersedekap dada. Tidak sedetik pun Danendra mengalihkan pandangannya dari Maharatu yang terlihat cantik dengan baju tenis berwarna hitam dengan bawahan rok di atas lutut. Maharatu mengikat rambutnya tinggi-tinggi, membuat surai legam itu seolah menari mengikuti gerak lincah Maharatu memukul dan menampik bola. Keringat yang mengucur membuat kulit putih Maharatu sedikit mengkilap. Dan Danendra menikmati semua itu. Maharatu dan Jeslin menepi ke pinggir lapangan setelah pertandingan di menangkan oleh Maharatu. "Kapan aku b
Danendra semakin dibuat gelisah saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir setengah jam Maharatu berada di kamar mandi. Namun, belum juga ada tanda-tanda wanita itu kembali ke area bermain tenis. Danendra bangkit dari duduknya, kaki jenjangnya melangkah lebar menuju toilet wanita. Sudah hampir lima belas menit dia berdiri di depan pintu toilet. Menunggu Maharatu keluar karena tidak mungkin dia menerobos masuk ke dalam toilet wanita. “Kamu … Endra, 'kan?” Tunjuk Jeslin pada Danendra yang berdiri di depan toilet wanita. “Bodyguard Maharatu?” “Iya benar, saya bodyguard Nona Maharatu,” jawab Danendra sesopan mungkin. “Kamu ngapain disini?” Jeslin tampak mengernyitkan dahinya karena wajah Danendra terlihat gelisah. “Begini… tadi Nona Maharatu bilang akan pergi ke toilet, tapi ini sudah lebih dari tiga puluh menit dan Nona belum juga kembali,” terang Danendra. “Astaga kamu benar juga. Dia tadi juga bilang padaku kalau dia mau ke toilet. Karena terl
Mobil Danendra melaju membelah keramaian jalan raya. Dia harus segera sampai di rumah Maharatu untuk memastikan kecurigaannya. “Pak.” Danendra berdiri di ambang pintu pos satpam rumah Maharatu.“Iya, Mas, ada yang bisa saya bantu?” Si satpam yang sedang menikmati kopi menghampiri Danendra. “Mas pulang sendiri?” tanya si satpam karena tidak mendapati keberadaan Maharatu.“Iya, Non Ratu masih ada pekerjaan lain.” Danendra beralasan. Dia harus merahasiakan tentang hilangnya Maharatu agar tidak menimbulkan kepanikan di rumah ini.“Pak saya mau melihat rekaman CCTV yang mengarah ke arah luar, bisa?"Perkataan Danendra membuat Satpam Maharatu menautkan kedua alisnya. “Apa ada masalah, Mas?”Danendra melempar senyum. “Tidak ada. Saya hanya ingin melihat situasi sekitar. Untuk lebih memastikan keamanan, Nona.”“Oo begitu. Tentu boleh, mari ikut dengan saya, Mas.” Satpam tersebut mengajak Danendra ke dalam rumah.Mata Danendra terus berfokus pada layar laptop yang ada di depan mereka. Tangan
Tubuh Maharatu luruh ke lantai, dia menangis sesenggukan di balik pintu karena tidak bisa keluar dari kamar. Tapi tidak. Dia tidak boleh menyerah. Maharatu bangkit lalu berlari ke arah jendela menyibak gorden berwarna putih. Namun, lagi-lagi Maharatu harus menelan kekecewaan ini bukanlah jendela melainkan hanya sebuah dinding berkaca besar yang tidak memiliki cela sama sekali. Kamar ini juga tidak memiliki balkon seperti dirumahnya meski berada di lantai atas. Keadaan kamar mandi juga tidak jauh berbeda, bahkan kamar mandinya sama sekali tidak memiliki ventilasi. Maharatu yang hampir putus asa hanya bisa terduduk di tepi ranjang, keringat dingin pun mulai bercucuran keluar meski dia sedang berada di ruangan yang berpendingin. Wanita itu menoleh saat mendengar gagang pintu diputar dari luar. “Siapa kamu?” Maharatu bangkit lalu berjalan mundur hingga ke terantuk pada dinding kaca kamar itu. Pria yang membawa makanan itu meletakkan nampannya di atas meja kemudian mendekati Maha
Malam sudah semakin larut, tapi sedetik pun mata Danendra dan Nickolas belum bisa terpejam. Mereka masih terus berusaha mencari keberadaan Maharatu. Memperhatikan satu per satu CCTV jalan yang berhasil Nickolas retas. Mereka juga meminta bantuan beberapa kenalan yang memang memiliki kuasa di bidangnya untuk melacak plat nomor mobil yang digunakan si penculik.“Ya.”“Baiklah.”“Terima kasih atas info yang sangat penting ini.” Nicholas mengakhiri panggilannya dengan seorang kenalan.“Mobil yang digunakan pria itu, mobil yang sudah lama menunggak pajak dan mobil itu dibeli atas nama Sutopo pria 50 tahun,” terang Nick.“Argh! Sial!” umpat Danendra setelah tahu siapa pemilik mobil itu. Jalannya untuk menemukan Maharatu semakin sulit saja. Karena penguntit itu jelas-jelas seorang pria muda bukan seorang pria setengah baya. Meski pria itu selalu memakai masker tapi, dari postur tubuhnya Danendra bisa tahu kalau pria itu pria muda.“Sutopo ini bukan orang sembarangan. Dia memiliki jabatan y
“Kalung mahal?!” beo Marisa. “Iya, Ma. Kalung berlian mahal yang sangat cantik,” tutur Hanum. “Pa … kapan kira-kira Hanum bisa ketemu lagi sama Kak Maharatu. Hanum mau gantian kasih hadiah ke dia,” rengek Hanum pada Bagaskara. Gadis itu bahkan sampai menggoyang-goyangkan lengan papanya. “Kalau Papa bilang belum bisa, ya, belum bisa, Hanum!” bentak Bagaskara yang hilang kendali. Ini pertama kalinya bagi Hanum dibentak oleh Bagaskara, mata gadis itu mulai berkaca-kaca. “Papa jahat,” kata Hanum sambil menyeka air mata yang kadung mengalir di pipi putihnya. Gadis itu pun langsung bangkit dari duduknya dan berlari ke lantai atas. “Sebenarnya ada apa denganmu, Gas? Hanya karena permintaan kecil saja, kamu sampai membentak Hanum seperti itu,” ujar Marisa yang bangkit untuk menyusul putrinya. Sepeninggal istri dan anaknya Bagaskara memijat pelipisnya yang semakin berdenyut nyeri. Pria itu juga heran dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa masalah Maharatu bisa memporak-porandakan e
“Lihatlah gaun yang kubawa untukmu, Ra!”Maharatu baru menyadari jika Arlo membawa gaun putih di tangannya.“Gaun … untuk apa?” Maharatu semakin mengeratkan cengkramannya di wastafel. Arlo mulai mengikis jarak dengan Maharatu. “Kamu pasti sangat cantik bila mengenakan gaun pengantin ini, Ratuku.”“Aku sudah bilang kita tidak bisa menikah, Arlo!” teriak Maharatu yang mulai frustasi dengan sikap Arlo. Teriakan Maharatu memancing amarah Arlo. Pria itu menarik tangan Maharatu kasar hingga tubuh Maharatu mendekat ke tubuh Arlo. “Oiya,” ucap Arlo yang tersenyum iblis. “Kalau kamu tidak mau menikah denganku, aku akan membakar villa ini. Supaya kita bisa mati bersama. Dan menjadi pasangan abadi di dunia dan di alam baka,” imbuh Arlo. “Kamu lupa Arlo aku sudah bersuami. Keyakinan yang kuanut mengharamkan seorang wanita memiliki dua suami," tegas Maharatu yang tidak mau terus-menerus diintimidasi oleh Arlo. “Persetan dengan keyakinan atau apa pun itu. Yang aku mau hanya menikah denganmu