Beranda / Romansa / Terjebak Cinta Si Kaya / Bab 2. Cambridge University

Share

Bab 2. Cambridge University

Penulis: Tia Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-30 23:27:38

Elisa duduk terdiam di depan laptop di dalam kamarnya. Di sebelahnya terdapat sebuah lemari khusus tempat menyimpan semua piala dan sertifikat. Semuanya itu ia dapatkan selain dari predikat sebagai juara kelas, peraih nilai tertinggi, dan lomba-lomba akademik, juga dari bidang non-akademik seperti menyanyi.

Ia menatap layar laptopnya yang sudah terlihat lama dan agak butut. Ia sedang memandangi situs sebuah kampus ternama di Inggris, Cambridge University. Dibacanya seluruh program studi yang tersedia dan fasilitas-fasilitas yang ada di sana. Ini bukan kali pertamanya menelusuri website kampus prestisius tersebut. Mungkin sudah ketiga kalinya dalam minggu ini.

Ya, memang ia bercita-cita kuliah di kampus tersebut. Inggris dan bahasanya telah memiliki tempat tersendiri di hati Elisa. Cita-citanya untuk bisa kuliah di Inggris bahkan sudah ada semenjak hari pertamanya masuk SMA. Namun ia tahu pasti bahwa cita-citanya tersebut bukanlah cita-cita yang mudah digapai. Itu semua tidaklah murah. Ayahnya pasti tak akan mampu menjangkau semua biayanya, bahkan dengan menabung sampai Elisa lulus SMA sekalipun.

Ia sempat sejenak melupakan mimpinya itu karena kemungkinan yang sangat kecil mengingat kondisi kehidupannya saat ini. Namun ambisinya untuk meraih mimpinya yang tertunda itu kembali bangkit setelah ia melihat sebuah pengumuman di salah satu portal pendidikan. Salah satu sekolah internasional bernama SMA Akasia sedang membuka program beasiswa, salah satunya bagi siswa kelas 10 sekolah menengah. SMA Akasia adalah salah satu sekolah yang menggunakan kurikulum internasional Cambridge, sehingga akan membantu memuluskan jalannya menuju mimpinya.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu memecah lamunannya.

"Sa?" panggil ayahnya dari luar kamar.

"Masuk, Yah!" Elisa menjawab.

Ayahnya membuka pintu dan masuk ke kamar Elisa sambil membawa sepiring roti goreng.

"Ini kesukaanmu," kata ayahnya sambil meletakkan piring berisi 4 potong roti goreng di atas meja belajar Elisa.

"Makasih, Yah." Elisa segera menyomot sepotong roti goreng kemudian menggigitnya.

Ayahnya melihat tampilan website di layar laptop Elisa kemudian ia pun bertanya, "Apa itu, Sa? "

Elisa melihat ayahnya kemudian melihat ke layar laptopnya, sadar bahwa ayahnya menanyakan tentang website yang sedang ia buka.

"Oh... ini Cambridge University, Yah."

"Wah... di mana itu, Sa?" Ia menunjukkan ketertarikannya kemudian mengambil kursi di sudut kamar Elisa dan duduk di sebelahnya.

"Di Inggris, Yah," jawab Elisa singkat. Ia belum pernah memberitahu ayahnya mengenai cita-citanya kuliah di Inggris. Ia takut ayahnya tidak setuju.

"Wah... jauh ya, Sa. Kirain di Jakarta," kata ayahnya dengan polosnya.

Elisa pun tertawa dan berkata, "Mana ada Yah, kampus kayak gini di Indonesia?"

"Ya kali sekarang udah berubah, Sa. Jaman Ayah kuliah dulu, kampus Ayah belum punya website kayak gini," canda ayahnya.

"Ya belum ada lah, Yah. Ayah kuliah tahun berapa? HP aja belum ada kan?" ejek Elisa.

Ayahnya pun tertawa pelan. "Tapi kenapa kamu lihat website Cam... Cam apa tadi?" tanya ayahnya.

"Cambridge, Yah..." Elisa terkekeh.

"Iya, Cambridge. Kayaknya udah berapa kali Ayah lihat kamu buka website yang sama. Emangnya kamu pingin kuliah di sana?" tanya ayahnya sambil menatap Elisa.

Elisa balik menatap ayahnya yang beberapa helai rambutnya sudah mulai memutih kemudian terdiam sejenak. Beri tahu atau tidak, beri tahu atau tidak, hati Elisa berkecamuk. Tapi cepat atau lambat ayahnya juga pasti akan tahu, bukan?

"I-iya, Yah...." Akhirnya ia pun memberitahu ayahnya. Ayahnya sontak terkejut mendengar pengakuan dari anaknya itu. Di lain sisi, ia juga merasa bersalah karena tidak mengetahuinya lebih awal. Ia merasa menjadi seorang ayah yang kurang peduli pada anaknya.

"Kok baru kasih tau? " tanya ayahnya dengan nada agak sewot.

"Ya abis... Elisa takut Ayah marah," jawab Elisa dengan polosnya.

Ayahnya menghela nafas, kemudian menjawab, "Ayah sih enggak marah. Ayah selalu dukung apapun yang jadi keinginan kamu karena Ayah tau kamu pasti bisa memilih mana yang terbaik buat kamu. Kamu kan udah besar... Kamu juga udah sering buat Ayah bangga," kata ayahnya sambil mengelus kepala Elisa.

"Tapi... kuliah di sana kan mahal ya, Nak?" Ayahnya tiba-tiba bertanya dengan ekspresi wajah polosnya, baru menyadari kalau kuliah di Inggris memerlukan biaya yang sangat tidak sedikit.

"Mahal banget, Yah... Tapi bisa kok lewat beasiswa." Elisa tersenyum tapi tak bisa menyembunyikan ekspresi harap-harap cemasnya menunggu jawaban selanjutnya dari ayahnya. 

"Oh ya? Yah baguslah kalau gitu... Hmmm... Ya udah, sekarang kamu belajar yang rajin. Biar nanti kalau udah lulus sekolah, bisa langsung daftar beasiswa di sana. Kamu atur-atur sendiri aja ya. Ayah nggak ngerti masalah begituan. Ayah taunya cuma bikin soto," canda ayahnya.

Mereka pun tertawa. Ayahnya sudah berjualan soto sejak ia masih duduk di bangku SMP. Sebenarnya dulu ayahnya adalah seorang pekerja kantoran. Namun semenjak ibunya pergi meninggalkan mereka dengan laki-laki lain saat Elisa masih SD, ayahnya menjadi terpuruk dan akhirnya berhenti dari semua pekerjaannya.

Hidup mereka sempat jatuh beberapa tahun sampai akhirnya ayahnya mencoba menerapkan resep soto yang ia dapatkan dari majikannya yang dulu. Kedai soto ayahnya dinamakan sesuai dengan namanya, Pak Dahlan. Soto Pak Dahlan memang cukup terkenal di daerah Pasar Minggu. Namun ayahnya tidak mematok harga yang tinggi. Yang terpenting bagi ayahnya, ia bisa menghidupi Elisa dan menyekolahkan Elisa sampai lulus kuliah nanti.

"Tapi, Yah... Cuma lulusan dari sekolah yang pakai kurikulum Cambridge aja yang bisa daftar beasiswa di sana. Sementara di sekolah Elisa nggak pakai itu soalnya bukan sekolah internasional...," kata Elisa sambil menunjukkan wajah kecewa.

"Nah, terus gimana?" tanya ayahnya meminta solusi.

"Mmm... Ini, Yah. Kebetulan Elisa nemuin informasi ini," kata Elsia sambil mencari-cari di telepon selulernya dan menunjukkannya pada ayahnya. "Sekolah ini pakai Kurikulum Cambridge, Yah. Dan sekarang mereka lagi buka program beasiswa buat siswa kelas 10," lanjutnya. Ayahnya mencermati isi pengumuman tersebut dengan seksama.

"SMA Akasia... Kayaknya sekolah mahal ini, Sa," kata ayahnya sambil mengernyitkan alisnya mencermati gambar sekolah yang ada di layar telepon seluler Elisa itu.

"Iya, Yah. Kan sekolah internasional... Elisa udah cari-cari di internet, biaya sekolahnya ternyata mahal banget. Sebulan SPP-nya aja bisa sampai 10 juta, Yah! Kalau setahun berarti SPP-nya lebih dari 100 juta. Itu SPP-nya aja, Yah. Belum yang lain-lain...," terang Elisa dengan wajah memelas, masih berusaha untuk meluluhkan hati ayahnya agar nantinya ia diijinkan mengikuti program tersebut.

"Waduh! Itu mau sekolah apa nyicil mobil, Sa? Kalau Ayah bayar sendiri nggak akan mungkin bisa," sahut ayahnya dengan wajah tak percaya.

"Makanya itu, Yah. Jalan satu-satunya ya Elisa harus daftar lewat program beasiswa ini. Beruntung banget Elisa dapet info ini. Lagipula untuk persyaratan prestasi akademis, Elisa percaya diri kok. Mungkin udah jodohnya, Yah. Boleh ya Elisa ikut?" tanya Elisa dengan wajah penuh harap.

"Kamu yakin mau pindah sekolah?" tanya ayahnya mencoba memastikan.

"Sebenernya sih berat juga, Yah soalnya harus ninggalin temen-temen Elisa... Tapi kesempatan ini kan cuma dateng sekali, Yah. Boleh ya Elisa coba?" tanya Elisa sekali lagi.

Melihat kegigihan anaknya itu, hati ayah Elisa pun luluh. "Ya udah, kamu coba daftar aja. Siapa tau lolos. Pokoknya kamu harus bisa mewujudkan cita-cita kamu," kata ayahnya sambil bangkit berdiri dan memegang pundak Elisa.

"Makasih, Ayah." Elisa memeluk lengan ayahnya dengan wajah senang. 

Ayahnya tersenyum lalu meninggalkan kamarnya. Ia merasa lega karena telah memberitahu ayahnya tentang cita-citanya, apalagi ayahnya mendukungnya. Ia merasa semakin bersemangat sekarang.

***

Elisa pulang dari sekolah bersama sahabat-sahabatnya Geng Vocalista. Mereka mengendarai motor mereka masing-masing beriringan sambil saling menggoda satu sama lain. Siang itu mereka menuju ke rumah Elisa.

Sesampainya di rumah Elisa, mereka memarkir motornya kemudian masuk dan menyapa ayah Elisa yang sedang sibuk melakukan persiapan membuka kedai bersama Mas Qodir di ruang keluarga. Lalu mereka masuk ke dlaam kamar Elisa. Di sana mereka mengambil foto-foto bersama dan membuat beberapa video untuk diunggah ke media sosial. Mereka tertawa-tawa seolah ingin melepaskan semua beban sekolah.

Keseruan mereka siang itu pun akhirnya dilanjutkan dengan permainan "Truth or Dare" menggunakan botol air minum kemasan yang isinya tinggal setengah. Meria menjadi yang pertama memutar botolnya. Setelah sekian detik berputar, akhirnya botol itu pun berhenti berputar dan mengarah ke Meria.

"Wah... curang nih. Masa aku yang jadi korban pertama?" tanya Meria.

"Yee... Orang kamu yang puter sendiri," ledek Lili. "Pilih truth or dare?" tanyaya.

"Dare aja. Aku kan pemberani," jawabnya bangga sambil menepuk-nepuk dadanya dan mengangkat alisnya.

"Ya udah kalau gitu... Coba kamu WA Johan bilang 'lagi ngapain'," pinta Elisa. "Setuju nggak?" tanyanya kepada yang lain. Yang lain pun menyetujuinya dengan bersemangat.

"Jangan Johan lah, please...." Meria memelas karena sebenarnya ia naksir Johan.

"Katanya pemberani," celetuk Agusta.

Dengan berat hati, Meria pun akhirnya mengambil telepon selulernya dengan ekspresi manyun kemudian melakukan sesuai yang diminta oleh teman-temannya. Setelah selesai, ia menunjukkan buktinya kepada yang lain. Mereka pun tertawa terbahak-bahak, merasa puas setelah melihat ekspresi Meria.

Botol pun kembali diputar dan kali ini mengarah ke Agusta.

"Truth or dare?" tanya Meria.

"Truth aja deh," jawab Agusta santai.

"Mmm... Sebenarnya kamu suka nggak sama kak Anton?" tanya Lili tiba-tiba dengan penuh semangat.

"Mmmm..." Mereka menunggu jawaban Agusta. Mata Agusta melihat ke arah mereka kemudian perlahan-lahan kepalanya mengangguk.

"Cieee cieee..." Mereka menggoda Agusta secara bersamaan.

Setelah puas tertawa hingga pipinya pun kelu, Elisa memandang sahabat-sahabatnya itu satu persatu. Ia sangat bahagia dan tidak ingin momen seperti ini hilang. Namun mimpinya untuk kuliah di Inggris membuatnya benar-benar harus memilih, harus kehilangan yang mana: impian atau teman. Ia gundah gulana, dan semua beban pikirannya itu masih ia simpan seorang diri karena ia belum memberitahu hal sebenarnya pada sahabat-sahabatnya.

Ia membayangkan tidak akan ada lagi kepolosan Lili, kelucuan Meria, dan kecuekan Agusta di sekolah. Apabila ia berhasil diterima dalam program beasiswa di sekolah internasional itu, apakah ia tetap akan bisa sering bertemu mereka? Atau apakah ia akan bisa menemukan sahabat-sahabat seperti mereka lagi di sekolah yang baru? Ia merasa takut membayangkan jawaban yang akan ia terima.

Bab terkait

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 3. Trio Casanova

    Kriiiiing!! Tangan Alex meraih telepon seluler di atas meja dekat tempat tidurnya dan mematikan alarmnya. Ia meregangkan badannya di atas kasur besar berukuran king size, masih berselimutkan selimut berwarna krem yang tebal dan lembut. Ia pun bangkit duduk dan mengumpulkan kesadarannya. Tentu saja tidurnya sangat nyenyak malam itu, sama seperti malam-malam sebelumnya. Bagaimana tidak? Kasurnya sangat besar, empuk dan tebal. Belum lagi bantal dan guling yang semuanya memiliki standar kualitas hotel. Kamarnya sangat luas bisa dibilang seluas lapangan voli, dengan nuansa abu-abu muda. Fasilitas yang lengkap seperti TV berukuran besar, kulkas kecil, AC, home theater, dan water heater pasti membuatnya semakin betah di kamar. Kamarya itu pun memiliki area belajar sendiri dan terdapat beberapa buah sofa empuk untuk bersantai. Ia pun turun dari tempat tidurnya dan segera menuju ke kamar mandi dalam kamarnya, yang pintunya tak jauh dari tempatnya tidur. Serasi d

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-30
  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 4. Cinta Diam-diam

    Alex, Joshua, dan Steven sedang mengikuti pelajaran ketiga mereka pagi itu, Bahasa Jepang. Mereka mengikuti pelajaran dengan serius, seperti selayaknya murid-murid yang lain di sana. SMA Akasia terkenal sebagai SMA yang disiplin serta menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai moral. Mereka bertiga berada di dalam kelas yang sama, kelas 10-A. Pembagian kelas di sana tidak berdasarkan kategori nilai siswa, tetapi selalu diacak setiap kenaikan kelas agar para siswa dapat bersosialisasi dengan siswa-siswa lainnya dalam satu angkatan. Siswa-siswa yang memiliki kelebihan dalam bidang akademik juga diharapkan bisa membantu siswa lain yang masih dirasa kurang. Kriiing! Jam 09.15. Bel istirahat pertama berbunyi. Siswa-siswa pun langsung berhamburan keluar kelas. Di sana ada peraturan, semua siswa harus keluar kelas pada saat jam istirahat agar dapat saling bersosialisasi dengan siswa-siswa dari kelas lainnya dan menggunakan semua fasilitas s

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-30
  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 5. Mimpi Akasia

    Niken berdiri tercekat, Sonya pun ikut berhenti. Di depannya berdiri Steven melihat ke arahnya. Niken tak tahu harus berbuat atau berkata apa. "Hai," sapa Steven memecah suasana. "Ha- hai," jawab Niken, masih dengan ekspresi kagetnya. Sonya yang masih berdiri di samping Niken hanya bisa memandangi mereka berdua tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi. "Tadi aku ngeliat kamu dari bawah pas lagi main basket," kata Steven terang-terangan namun dengan gaya yang masih jaga image. "Ma- masa?" tanya Niken tergagap, mati kutu. "Iya," balas Steven sambil tersenyum. "Oh ya, aku Steven dari kelas 10-A." Ia mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Niken. "Ni...ken, 10-C," kata Niken sambil menyambut uluran tangan Steven. Sonya membelalak sambil menyenggol-nyenggol kecil lengan Niken. Ia masih tak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Steven Gunawan, anak salah satu pemilik perusahaan investasi terbesar Indonesia, yang n

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-30
  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 6. Bambang Linardi

    Sesampainya di rumah, Elisa memarkirkan motornya. Raut wajahnya terlihat lesu setelah apa yang dialaminya siang tadi bersama sahabat-sahabatnya. Perasaan sedih yang ia rasakan terbawa sampai ia pulang. "Elisa pulang," seru Elisa dengan tak bersemangat memasuki rumahnya. Ayahnya menoleh ke arahnya dan berlari dengan wajah sumringah, seperti hendak menyampaikan sebuah kabar baik. Tapi raut wajahnya mendadak berubah ketika melihat wajah Elisa yang muram. "Loh, Sa. Kenapa kok muka kamu sedih gitu?" tanya ayahnya cemas. "Sedih, Yah... Gimana kalau sebentar lagi Elisa bener-bener pindah sekolah dan ninggalin sahabat-sahabat Elisa, Yah?" tanya Elisa dengan bibirnya dimanyunkan, dan matanya seperti berkaca-kaca. "Lho, kok kamu jadi sedih? Katanya mau ke Inggris..." kata ayahnya sambil mengelus pipi anaknya itu. Elisa hanya bisa mengangguk-angguk sambil bibirnya tetap dimanyunkan dan matanya masih berkaca-kaca melihat ayahnya. "Beneran masih pi

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 7. Keluarga Linardi

    Elisa berlari menghampiri ayahnya yang sedang menonton TV di ruang tamu. "Aduh duh duh... jangan lari-lari, udah malem, Sa! Ntar dikira tetangga ada gempa bumi," omel ayahnya dengan menunjukkan ekspresi kaget. "Yah, Yah, tau nggak?" tanya Elisa bersemangat. "Kasih tau dulu dong, baru Ayah bisa tahu," canda ayahnya. "Ih... Ayah, ih!" Elisa menepuk bahu ayahnya melihat kejahilan ayahnya itu, kemudian ia melanjutkan, "Ayah tau Pak Bambang langganan kita kan?" "Iya tau. Kenapa emangnya?" tanya ayahnya santai. "Pak Bambang itu ternyata salah satu orang paling kaya di Indonesia, Yah! " Elisa berbicara sambil membelalakkan matanya. Ayahnya seperti tidak terkejut, ia hanya terdiam sejenak. "Udah tau," jawab ayahnya yang membuat Elisa terkejut. Ekspresi wajah Elisa mendadak berubah menjadi kesal karena merasa dikerjai oleh ayahnya. "Kok Ayah nggak kasih tau Elisa sih?" Elisa mengernyitkan dahinya. "Lah kamu nggak pernah

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10
  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 8. Hari H

    Hari itu hari libur sekolah setelah selesai ujian, tapi Elisa sedang berdiri di depan cermin mengenakan seragam sekolahnya lengkap dengan riasan tipisnya. Wajahnya terlihat agak tegang dari biasanya. Ia menghela nafas panjang kemudian mengepalkan kedua tangannya menghadap ke atas. "Elisa, kamu pasti bisa!" Ia berseru pada dirinya sendiri memberi semangat, kemudian mengangguk penuh keyakinan. Ia lalu berjalan menuju ruang keluarga dan menghampiri ayahnya yang sedang menonton TV pagi itu. "Ayah, Elisa berangkat. Doain Elisa ya," kata Elisa sambil mencium tangan ayahnya. Kemudian ayahnya bangkit berdiri dari kursinya. "Pasti, Nak. Ayah doain yang terbaik buat kamu. Pokoknya kamu harus fokus ngerjain tesnya. Oke?" Ayahnya memberi semangat sambil mengelus kepala Elisa. "Oke, Ayah. Elisa berangkat ya." Elisa tersenyum pada ayahnya lalu berjalan keluar rumah menuju tempat Scooby-doo terparkir. Ayahnya mengantarnya sampai ke depan rumah. Elisa mengenakan helm

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10
  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 9. Yang Ditunggu-tunggu

    "Hai!" Sapa gadis itu, dan memilih tempat duduk di sebelah kanan Elisa. "Hai!" balas Elisa. "Ternyata kamu juga daftar beasiswa di sini. Masih ingat aku, kan?" tanyanya sambil tersenyum. Elisa cukup terkejut. Seingat Elisa, gadis itu adalah seseorang dengan kesan yang kuat. Namun ternyata ia ramah juga. "Iya masih, kok," jawab Elisa juga dengan tersenyum. "Oh iya, kita belum kenalan ya waktu itu. Meta," kata gadis itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. Aura percaya dirinya begitu kuat. "Elisa." Elisa menjabat tangan Meta. "Gak nyangka ya, kita bisa ketemu lagi di sini," kata Meta merasa tak percaya. "Katanya cuma ada 3 orang yang bakal lolos program beasiswa ini. Semoga kita berdua termasuk salah satunya ya," harapnya. "Amin, amin...," jawab Elisa. Mereka berdua saling tersenyum. Elisa lega karena ia dan Meta tidak harus saling mengalahkan satu sama lain karena ada tiga orang yang memiliki kesempa

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10
  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 10. Langit dan Bumi

    Elisa berlari memasuki kamarnya dan mengambil handphone yang diletakkan di atas meja belajarnya, hendak menghubungi Meta. Dibukanya daftar kontak dan ia mencari huruf M. Tiba-tiba handphone-nya berdering tanda ada telepon masuk. Kebetulan sekali, ada telepon masuk dari Meta. Elisa yang kaget kemudian buru-buru mengangkatnya. "Halo," sapa Elisa. "Halo, Sa. Gimana, udah ada telepon dari Akasia?" Dari nada bicaranya, terdengar Meta sedang bersemangat. Elisa berpikir mungkin itu adalah sebuah pertanda yang baik. "Udah, Ta. Barusan," jawab Elisa dengan bersemangat. Ekspresi wajahnya tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya. "Gimana hasilnya? Eh, tunggu. Kita ucapin bareng-bareng yuk!" Meta mengajak. Elisa mengangguk dengan bersemangat. "Satu, dua, tiga!" Meta memulai hitungannya. "Lolos!" Mereka berteriak bersamaan di saluran telepon masing-masing. Elisa dan Meta sama-sama merasa sangat bahagia karena harapan mereka sama-s

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10

Bab terbaru

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 48. Terimakasih

    Elisa memandang ke arah orang yang menarik tangannya itu dengan wajah terkejut. Dilihatnya Alex sedang memegang tangannya sambil memandang Ryan dengan wajah dingin."Ngapain kamu narik tangan Elisa?" tanya Ryan dengan wajah marahnya."Emangnya kenapa? Elisa bukan pacar kamu kan?" jawab Alex dengan ketus.Ryan terkekeh dibuatnya. "Terus kamu pikir kamu siapanya?" tanya Ryan."Jangan deketin Elisa lagi," pinta Alex tanpa menjawab pertanyan Ryan."Emangnya kenapa? Suka-suka aku dong mau deketin siapa. Kamu juga bukan siapa-siapanya," jawab Ryan dengan santainya.Alex berjalan mendekat ke arah Ryan, bermaksud melakukan sebuah konfrontasi untuk memperingatkan Ryan. "Kamu tau, kamu itu bisa bahayain Elisa," kata Alex dengan tatapan mata tajamnya.Elisa terkejut mendengar perkataan Alex itu. Dari mana Alex tahu kalau kedekatannya dengan Ryan bisa membahayakan keadannya? Ia belum pernah memberitahu Alex alasan sebenarnya di balik Sandra

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 47. Konfrontasi Alex

    Elisa merasa heran melihat tas kertas yang ada di hadapannya itu. Ia masih tak percaya ada seseorang yang mengirimkannya sesuatu dengan diam-diam seperti itu. Ia mulai penasaran dengan apa isi tas tersebut karena terasa cukup berat ketika diangkat. Perasaannya bercampur antara penasaran, senang, dan takut. Ia takut kalau-kalau tas itu berisi sesuatu yang buruk, yang dikirimkan oleh seseorang yang tak menyukinya.Ia membuka tas itu dan mengeluarkan sebuah kotak yang berukuran cukup besar berwara merah muda dengan pita biru. Ia membuka kotak itu dan merasa sangat terkejut melihat berbagai macam produk kosmetik yang masih terbungkus rapi dari berbagai merk di dalamnya. Ia melihat sebuah set lengkap peralatan makeup, skin care, dan parfum dari berbagai merk mahal yang tentu saja tak akan dapat dijangkaunya bahkan dengan menabung selama bertahun-tahun sekalipun. Ia masih tak percaya bahwa isi kotak itu semua diperuntukkan baginya. Ia pun melihat sepucuk kartu kecil lagi d

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 46. Hadiah Kecil

    Sore itu sehabis les dan mandi, Alex menghabiskan waktunya berkutat di depan laptopnya, seperti sedang mencari sesuatu di internet. Ia terus saja mengetikkan kata-kata kunci pencarian di Google dan melihat hasil pencarian yang diberikan oleh mesin pencari itu. Ia mengetikkan kata kunci "makeup terbaik untuk remaja" dan melihat hasil yang keluar. Dibukanya website-website resmi yang menjual makeup di halaman itu, dan dibukanya gambar-gambar yang tertera di sana satu per satu.Ia menghela nafas sambil tangannya menyentuh dahinya, merasa seperti sedang kebingungan."Hah... diliat berkali-kali tetep aja nggak ngerti juga," keluhnya pada diri sendiri yang tak kunjung mengerti kegunaan produk-produk makeup yang dilihatnya tadi."Banyak banget sih macemnya," keluhnya lagi dengan alis yang mengernyit memandangi layar laptopnya.Setelah mengetahui bahwa tas kecil Elisa diambil oleh Sandra tadi pagi, ia berniat menggantinya agar Elisa tak merasa sedih lagi. Sebenar

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 45. Maafkan Aku, Ayah

    "Elisa pulang!" seru Elisa saat memasuki rumahnya.Wajahnya siang itu tampak sangat lesu dan tak bersemangat. Terbayang peralatan makeup kesayangannya yang dirampas oleh Sandra tadi pagi. Ia terus saja memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa membeli peralatan makeup yang baru, sementara ia tak mempunyai cukup tabungan saat ini. Ia pun kemudian menjatuhkan dirinya ke sofa depan TV sambil meghela nafas panjang.Ayahnya berjalan menghampirinya dan melihat wajah lesu anaknya itu."Lah kok mukanya kusut gitu? Ada apa, Sa?" tanya ayahnya sambil duduk di sebelahnya."Nggak ada apa-apa kok, Yah," jawab Elisa berbohong. Tentu saja ayahnya tak langsung percaya."Ah, masa nggak ada apa-apa? Kayaknya kok ada apa-apa gitu?" tanya ayahnya berusaha mencari jawaban yang sebenarnya."Nggak ada apa-apa kok, Yah. Elisa cuma capek aja," jawab Elisa.Ayahnya sejenak memandanginya. Ia tentu tahu bahwa anaknya itu sedang menyimpan suatu permasalahan dalam

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 44. Ingin Memelukmu

    Alex berlari dengan panik mencari di mana keberadaan Elisa sebenarnya. Ia mencari di segala ruangan yang mungkin didatangi Elisa, seperti perpustakaan ataupun learning centre, namun tak kunjung menemukannya. Ia merasa semakin panik dan bingung.Sambil mengatur nafasnya yang masih terengah-engah sehabis berlari tadi, ia teringat bahwa terdapat sebuah toilet perempuan lagi di dalam sekolah itu yang belum sempat ia periksa, yaitu toilet di sport hall. Ia pun berlari ke arah toilet tersebut dan berharap bahwa toilet terakhir yang ditujunya itu bisa memberikannya sebuah jawaban.Ia berdiri di depan pintu toilet dan menunggu adanya seseorang yang keluar dari toilet itu. Tapi didengarnya samar-samar seperti ada suara seorang perempuan yang menangis dan bertengkar di dalam toilet itu. Merasa ada yang tak beres, tak ambil pusing dengan apa yang akan dikatakan orang padanya, ia pun memutuskan untuk masuk ke toilet itu dan melihat siapa yang ada di dalamnya.Saat melangkah

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 43. Sadar Diri

    Sandra sedang berbaring di atas sebuah kasur di dalam ruang UKS. Entah mengapa meskipun mengantuk ia tetap tidak bisa tertidur dengan nyenyak di ruangan itu. Tiba-tiba ia mendengar ada suara notifikasi yang menandakan sebuah sebuah pesan masuk di handphone-nya. Ia segera mengambilnya dan membuka pesan yang ternyata dari Melissa, teman dekatnya itu."Duh, ngapain sih Melissa kirim-kirim pesen? Udah tau aku mau tidur," gumam Sandra pada dirinya sendiri dengan perasaan kesal.Saat ia membuka pesan yang dikirim oleh Melissa itu, matanya membelalak lebar karena terkejut. Rasa kantuk seketika hilang saat itu juga, tergantikan oleh sebuh rasa marah. Di layar handphone-nya itu, ia melihat foto Ryan yang sedang duduk berhadapan dengan Elisa di dalam kantin.Apa-apaan ini? Berani-beraninya dia nunjukin kedeketannya sama Ryan di depan anak-anak? Kalo gini caranya satu sekolah bisa tau kalo mantanku sekarang deket sama anak beasiswa! Sandra membatin saat melihat foto terseb

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 42. Aksi yang Salah

    Jam 03.00 pagi. Sandra baru saja pulang syuting dan langsung tidur di kamarnya tanpa mengganti baju dan menghapus makeup-nya karena rasa kantuk berat yang dirasakannya. Ia memang terbiasa mengikuti kegiatan syuting sinetron dari sepulang sekolah sampai larut malam, tak jarang sampai dini hari. Seperti yang saat ini tengah ia alami.Tujuannya menjadi seorang artis bukan untuk mencari uang karena keluarganya sudah sangat berkecukupan. Ia menjadikannya sebagai sebuah hobi dan cita-cita. Itu semua didukung oleh papanya, Tony Halim, yang merupakan pemilik salah satu stasiun TV nasional, HiTV. Sandra bisa menjadi artis pun karena kekuatan pengaruh dari papanya itu. Padahal sebenarnya tujuannya menjadi artis hanyalah untuk mencari popularitas, sehingga kemampuan aktingnya pun tidak terlalu bagus. Karena itu pula, ia jarang didapuk menjadi pemeran utama dalam sinetron maupun film yang dibintnginya. Lagipula bagus ataupun tidak bagus aktingnya, tidak akan ada yang berani menghentikann

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 41. Ryan yang Tak Mau Kalah

    Malam itu, papa dan mama Alex pulang lebih awal dari biasanya. Alex yang baru saja turun ke bawah dari kamarnya, melihat mamanya itu seperti sedang keskitan sambil menggaruk-garuk tangannya dan menimbulkan bekas kemerahan pada kedua tangannya. Bi Sum sedang membantu mamanya itu untuk berjalan dan membantunya duduk di ruang keluarga sementara papanya sedang membawakan tas mamanya di belakang mereka."Loh, Mama kenapa, Ma?" tanya Alex berjalan menghampiri mamanya."Nggak tau nih, gatel-gatel semua. Kayaknya alergi," jawab mamanya."Emangnya habis makan apa tadi?" tanya Alex."Kayaknya mama kamu tadi ambil siomay isi udang pas acara," jawab papanya."Mama udah tau alergi udang kok ambil itu sih?" tanya Alex dengan perasaan cemas."Mama nggak tau, kirain isinya cuma ayam. Soalnya halus banget gilingan dagingnya," jawab mamanya sambil meringis menahan gatal dan sakit."Alex, jagain Mama bentar ya. Papa mau telepon Om Adi dulu," pinta papan

  • Terjebak Cinta Si Kaya   Bab 40. Serigala Berbulu Domba

    Pagi itu, kelas Alex sedang mengikuti pelajaran olahraga. Para siswa di kelas Alex saat itu sedang mempelajari teknik bermain voli di lapangan voli dalam sport hall. Mereka mengikuti pelajaran olah raga dengan sangat asyik dan menikmatinya. Mereka bergantian menggunakan lapangan untuk bermain, dan saat itu Alex belum mendapat giliran untuk bermain sehingga ia pun duduk di pinggir lapangan.Saat itu juga masuklah siswa-siswa dari kelas 11-B ke dalam sport hall menuju ke lapangan basket. Mereka baru saja mempelajari teori basket di kelas sebelum menuju ke sana. Alex sangat hafal bahwa teman-teman yang dilihatnya itu berasal dari kelas 11-B karena ia melihat Martin, Niken, dan tentu saja Joshua."Hei, bro!" Sapa Joshua menghampiri Alex kemudian melakukan high five. Saat itu, Steven sedang bermain voli di lapangan.Joshua pun berlari kembali ke kumpulan kelasnya di lapangan basket. Saat melihat Joshua berlari kembali itu, Alex melihat Elisa yang sedang berdiri denga

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status