Kalandra begitu murka saat mendengar ucapan Stella, tidak tahu kenapa wanita itu harus berkata demikian. Kalandra tidak bisa diam saja mendengar ucapan Stella yang akan memengaruhi pikiran Naraya, hingga langsung berbalik dan saling berhadapan dengan Stella.“Al, sudah abaikan.” Naraya menahan lengan Kalandra.“Jaga bicaramu!” Kalandra sangat murka, hingga menunjuk wajah Stella dengan urat leher yang tampak jelas karena menahan amarahnya.“Aku hanya bicara fakta, Al. Apa kamu sebenarnya memang sedang ingin membodohi wanita buta itu.” Stella tidak takut sama sekali dengan kemarahan Kalandra, hingga terus saja menghina Naraya.Stella dulu ditolak mentah-mentah saat mengutarakan cinta ke Kalandra, lalu bagaimana bisa sekarang Kalandra malah memilih wanita buta, daripada dirinya yang sempurna. Semua itu terasa tidak masuk akal untuk Stella.“Al, sudah. Kita pergi saja.” Naraya kembali membujuk agar Kalandra tidak terpancing emosi. Dia sampai menggenggam erat telapak tangan pemuda itu.Pen
[Apa kalian tahu kalau Kalandra akan menikah?]Sebuah pesan chat dimulai pada sebuah grup aplikasi berbalas pesan.[Kalandra? Benarkah? Wah, pasti calon istrinya sangat cantik dan sempurna. Apa kamu tidak cemburu Stella? Bukankah kamu menyukai Kalandra?]Ternyata Stella sengaja membuka percakapan di grup alumni jurusannya, di mana tentunya Kalandra juga ada di grup itu.[Dari mana kamu tahu? Apakah kamu diberitahu Kalandra? Ataukah diundang? Wah, tidak adil kalau kita tidak diundang.]Penghuni grup lainnya mulai ikut masuk dalam obrolan itu.Stella menyeringai membaca pesan-pesan yang mulai menanggapi pesan chat yang dimulainya. Dia kesal karena Kalandra menolak dirinya tapi memilih wanita buta.Stella semakin bersemangat karena kebanyakan dari teman-teman alumninya itu bertanya apakah wanita pilihan Kalandra cantik, secara Kalandra bisa dibilang sempurna, banyak gadis yang menginginkan bersanding dengan pemuda itu, tapi sayangnya Kalandra tidak pernah sekalipun membuka hati untuk gad
“Al, apa ada masalah?” tanya Naraya karena tiba-tiba Kalandra diam.“Oh, tidak ada. Aku keluar sebentar,” jawab Kalandra. Dia mengusap pipi Naraya, sebelum kemudian meninggalkan gadis itu di kamar sendirian.Kalandra benar-benar marah karena tindakan Stella yang sengaja menggiring opini teman-temannya terhadap Naraya. Dia tidak akan terima jika wanita itu mengganggu bahkan mencampuri urusannya.Begitu sampai di luar kamar Naraya, Kalandra mengetik pesan menohok ke grup agar teman-temannya membaca.[Buta bukan berarti tak layak, lebih baik buta mata daripada buta hati hingga menjelekkan orang lain yang sama sekali tidak dikenal. Jangan bersikap bijak, sedangkan perkataan kalian sebenarnya menyakiti hati orang lain. Menikah dengan siapa itu urusanku, aku yang hendak menjalani, kenapa kalian yang pusing? Apa kalian yang membiayai pernikahanku?]Pesan itu pun dikirimkan, Kalandra benar-benar geram meski awalnya hendak mengabaikan. Tidak ada yang berani membalas pesan Kalandra, pesan itu h
Evangeline menatap penampilan Naraya yang sangat cantik. Gadis itu kini sudah mengenakan gaun pengantin berwarna peach dengan manik yang tersebar di seluruh gaunnya. Make up yang dipoleskan tidak terlalu tebal sehingga tidak mengurangi kecantikan alami gadis itu.Hari itu pernikahan Naraya dan Kalandra pun tiba. Naraya sudah didandani begitu cantik, hingga yang melihatnya akan terkesima dan tidak percaya jika itu dia.“Kamu sangat cantik, Ra.” Evangeline begitu memuji penampilan Naraya.Naraya mengulas senyum, secantik apa pun dirinya, dia tidak bisa menatapnya langsung karena masih tidak bisa melihat. Kecewa, mungkin dia merasakannya, tapi Naraya berusaha menepis perasaan itu karena dia tidak ingin membuat Kalandra merasa bersalah.“Terima kasih, Bibi.”“Apa Naraya sudah siap?” Amanda yang memang sudah datang di sana sejak semalam, kini masuk ke ruang khusus untuk merias.Amanda terkagum-kagum saat melihat Naraya yang begitu cantik ketika memakai gaun pengantin.“Ya Tuhan, kamu sanga
Mungkin dia tidak bisa menatap apa yang ada di hadapannya, tapi yang jelas dia bisa mengetahui jika masa depan kini menanti dirinya.Naraya berjalan menuju altar ditemani Devan karena tidak mungkin berjalan sendiria. Meski dia tidak bisa melihat, tapi tatapannya lurus ke depan dengan senyum yang tidak pernah pudar.Kalandra berdiri di depan Altar menanti kedatangan calon istrinya, ditatapnya gadis yang kini sedang berjalan dan terus mengulas senyum kebahagiaan.“Nira.” Kalandra meraih tangan Naraya saat sampai di hadapannya.Devan memberikan tangan Naraya, kemudian mundur dan pergi duduk bersama Evangeline.Kalandra membantu Naraya naik ke altar, kemudian mengarahkan calon istrinya untuk berdiri dengan posisi dengan benar, sebelum kemudian siap mengikat janji suci bersama.Evangeline terlihat begitu bahagia karena melihat putranya akan menikah dengan gadis yang sudah dirawatnya sejak kecil. Dia sampai menautkan jemarinya ke tangan sang suami, bahkan buliran kristal bening luruh dari k
“Kamu kerja apa?” tanya Angel saat bertemu dan duduk bersama dengan Amanda dan Kenan.“Saya perawat, Kak.” Amanda menjawab dengan sedikit malu. Angel terlihat bersahabat dan cara bicaranya tidak menunjukkan sedang mengintimidasi atau tidak menyukai. Kakak Kenan itu sangat ramah ketika bicara.“Perawat? Wah, apa Kenan menggodamu saat bekerja, sehingga kalian akhirnya jadian?” Angel malah melontarkan candaan untuk menggoda sang adik, meski dia sudah tahu cerita sebenarnya.“Kak!” Kenan gemas karena sang kakak malah menggoda.Amanda sendiri malu, karena dia belum tahu dan paham kalau Angel suka bercanda seperti saat ini.“Apa itu benar? Jangan mau digoda Kenan, apalagi dia ini susah sekali bicara serius,” ujar Angel lagi untuk semakin menggoda sang adik.“Kakak!” Kenan memberikan peringatan berulang kali.Angel tertawa melihat adiknya kesal, bahkan dia tanpa sungkan mengacak-acak rambut adiknya di depan Amanda.Amanda memperhatikan tingkah keduanya, hingga kini tahu kalau ternyata Angel
Naraya baru saja selesai mandi, kini keluar dari kamar mandi masih memakai bathrobe dan rambut yang basah.Kalandra sedang duduk sambil membuka beberapa pesan di ponsel, hingga menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dan melihat Naraya yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia berdiri dengan cepat dan menghampiri Naraya, kemudian membantu istrinya itu berjalan ke sisi ranjang.“Biar aku bantu keringkan,” kata Kalandra sambil meraih handuk kecil yang menutup rambut istrinya.Naraya ingin menolak, tapi sadar jika itu akan percuma karena Kalandra pasti akan tetap melakukannya. Akhirnya Naraya membiarkan saja suaminya itu melakukan apa yang ingin dilakukan.“Ra, apa kamu mau pergi liburan?” tanya Kalandra sambil mengusap rambut Naraya yang basah dengan handuk kecil.“Entahlah,” jawab Naraya yang tidak yakin, dalam kondisinya sekarang, mungkin percuma jika mereka pergi liburan. “Apa kamu ingin pergi?” tanya Naraya kemudian.“Sebenarnya ingin, tapi aku akan memilih mengutamakan keputus
Kalandra berbaring dengan posisi telentang dan satu tangan digunakan untuk bantal, tatapannya tertuju ke langit-langit kamar, sebelum kemudian menoleh dan melihat Naraya yang tidur dengan posisi memunggungi dirinya.Andai bisa mengumpat, dia ingin sekali memaki trauma yang menyerang Naraya, semua yang terjadi juga karena kelalaiannya yang membuat Naraya seperti sekarang. Andai dirinya tidak meninggalkan gadis itu, pastinya Naraya tidak akan seperti sekarang ini.Naraya hanya memejamkan mata dan belum sepenuhnya terlelap dalam mimpi. Dia masih takut dan syok jika Kalandra menyentuhnya dan bayangan akan perbuatan Hardi kembali melintas. Naraya mencoba melupakan semuanya, tapi dirinya tidak cukup kuat untuk melawan. Dia tahu jika kini mungkin telah menyakiti Kalandra, suaminya pasti berharap banyak tapi dirinya tidak bisa memenuhi hal itu.Naraya memejamkan mata rapat sambil menggigit bibir bawahnya, bagaimana caranya untuk melawan rasa takut itu, dia tidak ingin mengecewakan Kalandra. H