Kalandra hendak menghubungi Naraya, tapi saat melihat ada panggilan masuk di ponselnya, pemuda itu pun merekahkan senyum. Dia buru-buru menjawab panggilan itu. “Halo, Ma.” Kalandra senang mendapatkan panggilan dari Evangeline—ibunya. “Al, kamu sekarang berada di mana?” tanya Evangeline dari seberang panggilan. “Di kantor.” “Hm ….” Terdengar suara bergumam dari seberang panggilan, hingga kemudian panggilan itu berakhir. Kalandra merasa heran, hingga melihat pintu ruangannya terbuka. “Al!” Evangeline merekahkan senyum saat melihat putranya. Kalandra sangat terkejut, hingga kemudian berdiri dan langsung menyambut kedua orangtuanya itu. “Pa, Ma! Kenapa datang tidak mengabariku dulu?” tanya Kalandra yang tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. “Kami sengaja karena ingin memberi kejutan,” jawab Evangeline, lantas memeluk putranya untuk melepas rindu. “Di mana Anira?” tanya Devan. “Oh … dia masih di apartemen, tadi bilang ingin menyelesaikan pekerjaan rumah dulu,” jawab Kalandra
“Apa yang ingin kamu katakan?” tanya Naraya saat dirinya dan Kenan berada di sebuah taman.Kenan mengajak Naraya pergi ke tempat itu agar bisa leluasa bicara. Dia kini memandang Naraya yang terus mengalihkan tatapan darinya.“Ra, kenapa sikapmu berbeda denganku? Kamu tahu sedekat apa kita dulu,” ucap Kenan. Dia hanya merasa kehilangan saat Naraya menjaga jarak darinya.Naraya akhirnya menatap Kenan, melihat kedua bola mata pemuda itu dan mencari arti dari pertanyaan Kenan.“Tidak ada yang berbeda, Ke. Mungkin karena kita sudah terlalu lama tidak bertemu,” ujar Naraya bingung dengan apa yang harus dijelaskan.“Aku pikir kamu akan senang jika kita bertemu lagi, tapi tampaknya tidak demikian,” ucap Kenan dengan sorot mata penuh kekecewaan.Naraya terkejut mendengar ucapan Kenan, dirinya menjadi tidak enak hati dan merasa bersalah.“Bukan seperti itu, Ke.” Naraya menurunkan panda
Naraya buru-buru melepas seat belt begitu mobil sampai di depan lobi. Dirinya terpaksa menerima tawaran Kenan yang ingin mengantar, agar lebih cepat sampai di apartemen.“Terima kasih,” ucap Naraya buru-buru, kemudian membuka pintu mobil.“Ra!” Kenan menahan pergelangan tangan Naraya.Naraya terkejut kemudian menoleh Kenan. Sikap Kenan membuatnya benar-benar gugup.“Jangan menghindar dariku, Ra. Kamu tahu aku tidak akan memaksa kehendakku kepadamu,” ucap Kenan, berharap Naraya tidak semakin menjauhinya karena ungkapan perasaannya tadi.Naraya mengulum bibir, kemudian menganggukkan kepala. “Aku tidak akan menghindar darimu,” ucapnya untuk melegakan hati Kenan.Kenan tersenyum, lantas melepas tangan Naraya. Gadis itu pun buru-buru keluar dari mobil, kemudian setengah berlari masuk ke apartemen.“Kenapa dia sangat terburu-buru? Siapa atasannya?” Kenan jadi penasaran.**Naraya masuk lift dan segera menekan tombol agar lift naik ke lantai tempat Kalandra berada. Dia mencoba mengatur napas
Bukannya mengajak Naraya ke lift, Kalandra malah menarik tangan gadis itu dan masuk ke tangga darurat. Tentu saja hal itu membuat Naraya terkejut, tapi dirinya juga sudah bisa menebak kalau Kalandra marah. Namun, satu hal yang Naraya tidak tahu, dia berpikir jika Kalandra marah karena dirinya tidak berada di apartemen, padahal kenyataannya Kalandra marah karena foto-foto yang diterimanya.Ya, Kalandra mendapatkan banyak kiriman foto Naraya yang bersama Kenan. Nayla memang sudah mengumpulkan banyak foto, hari itu setelah mendapatkan nomor Kalandra, Nayla pun mengirimkan foto itu.“Ada apa, Al? Aku bisa jelasin kenapa tidak berada di apartemen,” ucap Naraya berusaha bersikap tenang meski dirinya merasa takut.Kalandra melepas genggaman tangannya dari pergelangan Naraya, kemudian sedikit mendorong kekasihnya itu ke tembok.Punggung Naraya membentur dinding, ditatapnya wajah Kalandra dengan ekspresi wajah terkejut.“Aku membiarkanmu t
Kalandra melepas pagutan bibir mereka, kemudian memandang wajah Naraya yang basah karena air mata. Diusapnya wajah gadis itu dengan lembut, tatapannya terlihat kesal tapi juga menyesal karena sudah membuat Naraya menangis.“Kamu tidak bohong?” tanya Kalandra memastikan.Naraya menggelengkan kepala dengan tatapan sendu dan wajah yang masih dialiri buliran kristal bening.“Kamu tahu jika aku sangat mencintaimu, Ra. Kamu tahu bagaimana perasaanku saat mengetahuimu bersama Kenan? Rasanya seperti kamu tidak benar-benar serius denganku,” ujar Kalandra lagi.Naraya berpikir jika Kalandra melihat dirinya diantar Kenan, tidak terbesit dalam pikirannya jika ada yang memprovokasi pemuda itu.“Maaf, Al. Sumpah demi apa pun, aku bertemu dengan Kenan karena tidak sengaja.” Naraya berusaha menjelaskan agar Kalandra tidak curiga lagi.Kalandra menyadari jika cintanya ke Naraya membuatnya selalu berpikiran negatif karena takut kehilangan. Namun, semua itu semata-mata karena Kalandra tidak ingin Naraya
“Pasti Anda bertanya-tanya kenapa Naraya sekarang berbeda, ‘kan?”Pertanyaan itu terlontar dari bibir Amanda. Kenan dan Amanda kini duduk di kantin berdua saling berhadapan.Kenan tidak menjawab, hanya diam dengan ekspresi wajah bingung.“Saya tahu cerita tentang Anda, Naraya, juga ….” Amanda sengaja menjeda ucapannya, kemudian menatap Kenan.“Juga?” Kenan sepertinya tahu nama yang akan disebut Amanda.“Juga Kalandra,” ucap Amanda, “Naraya menceritakan semua tentang masa lalunya kepadaku.”Kenan terdiam sesaat, pikirannya menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Amanda.“Anda tahu jika Kalandra di kota ini?” tanya Amanda, ditatapnya pemuda yang kini benar-benar memasang ekspresi bingung.“Maaf, Na. Aku harus bicara ke dokter Kenan karena kasihan kepadanya. Lagi pula kamu sudah bersama Kalandra dan aku menyukai dokter Kenan. Biar aku men
“Mama dan Papa setuju, kenapa kamu cemberut? Kamu tidak ingin menikah denganku?” Kalandra menatap curiga ke Naraya.Naraya dan Kalandra berada di kamar, sedangkan orangtua Kalandra di kamar yang memang sebelumnya tidak ditempati, karena Kalandra tidak mengizinkan Naraya tinggal di kamar itu.“Bukan begitu, aku hanya merasa kamu terlalu buru-buru, Al.” Naraya terkejut saja dengan keinginan Kalandra.Kalandra menggenggam telapak tangan Naraya, kemudian menatap lembut dan penuh kasih sayang ke kekasihnya itu.“Bukankah aku sudah berkata jika ingin memilikimu, serta tidak akan membiarkanmu lari dariku lagi? Apa kamu lupa?”Jantung Naraya memompa darah begitu cepat, hingga terasa degupan yang begitu dahsyat di dada. Aliran darahnya mendesir, membuat seluruh bulu kuduknya meremang. Wajahnya kini memerah seperti tomat matang.“Ehem ….” Naraya berdeham sambil menarik tangan, kemudian memalingkan wajah untuk menyembunyikan rasa gugup dan kikuk.Kalandra melihat kedua pipi Naraya merona, meneba
“Ra, siang ini aku ada rapat di luar,” ucap Kalandra sambil merapikan dasinya.Setelah dua hari Evangeline dan Devan menginap serta melepas rindu ke Naraya juga Kalandra. Kedua orangtua Kalandra itu pun akhirnya pulang, serta berpesan agar Naraya segera mungkin kembali ke rumah mereka.Naraya yang sedang menata sarapan di meja, lantas menghampiri Kalandra yang berdiri di depan kamar.“Kamu pergilah ke kantor dulu, aku ada beberapa barang yang harus dibeli. Nanti kalau sudah selesai, aku akan menyusulmu,” ucap Naraya sambil membantu Kalandra membetulkan ikatan dasi kekasihnya.Kedua alis Kalandra langsung bertaut, tidak bisa jika membiarkan Naraya sendiri lagi.“Kamu harus ikut denganku! Aku tidak akan membiarkan kamu bertemu Kenan lagi,” ujar Kalandra menunjukan sifat otoriternya.Naraya menanggapinya dengan tawa kecil, kemudian dia mengangkat tangan yang tersemat cincin di jari manisnya.“Akan aku perlihatkan ini kepadanya jika dia menggangguku, kamu tenang saja. Aku sudah menerima