Bukannya mengajak Naraya ke lift, Kalandra malah menarik tangan gadis itu dan masuk ke tangga darurat. Tentu saja hal itu membuat Naraya terkejut, tapi dirinya juga sudah bisa menebak kalau Kalandra marah. Namun, satu hal yang Naraya tidak tahu, dia berpikir jika Kalandra marah karena dirinya tidak berada di apartemen, padahal kenyataannya Kalandra marah karena foto-foto yang diterimanya.Ya, Kalandra mendapatkan banyak kiriman foto Naraya yang bersama Kenan. Nayla memang sudah mengumpulkan banyak foto, hari itu setelah mendapatkan nomor Kalandra, Nayla pun mengirimkan foto itu.“Ada apa, Al? Aku bisa jelasin kenapa tidak berada di apartemen,” ucap Naraya berusaha bersikap tenang meski dirinya merasa takut.Kalandra melepas genggaman tangannya dari pergelangan Naraya, kemudian sedikit mendorong kekasihnya itu ke tembok.Punggung Naraya membentur dinding, ditatapnya wajah Kalandra dengan ekspresi wajah terkejut.“Aku membiarkanmu t
Kalandra melepas pagutan bibir mereka, kemudian memandang wajah Naraya yang basah karena air mata. Diusapnya wajah gadis itu dengan lembut, tatapannya terlihat kesal tapi juga menyesal karena sudah membuat Naraya menangis.“Kamu tidak bohong?” tanya Kalandra memastikan.Naraya menggelengkan kepala dengan tatapan sendu dan wajah yang masih dialiri buliran kristal bening.“Kamu tahu jika aku sangat mencintaimu, Ra. Kamu tahu bagaimana perasaanku saat mengetahuimu bersama Kenan? Rasanya seperti kamu tidak benar-benar serius denganku,” ujar Kalandra lagi.Naraya berpikir jika Kalandra melihat dirinya diantar Kenan, tidak terbesit dalam pikirannya jika ada yang memprovokasi pemuda itu.“Maaf, Al. Sumpah demi apa pun, aku bertemu dengan Kenan karena tidak sengaja.” Naraya berusaha menjelaskan agar Kalandra tidak curiga lagi.Kalandra menyadari jika cintanya ke Naraya membuatnya selalu berpikiran negatif karena takut kehilangan. Namun, semua itu semata-mata karena Kalandra tidak ingin Naraya
“Pasti Anda bertanya-tanya kenapa Naraya sekarang berbeda, ‘kan?”Pertanyaan itu terlontar dari bibir Amanda. Kenan dan Amanda kini duduk di kantin berdua saling berhadapan.Kenan tidak menjawab, hanya diam dengan ekspresi wajah bingung.“Saya tahu cerita tentang Anda, Naraya, juga ….” Amanda sengaja menjeda ucapannya, kemudian menatap Kenan.“Juga?” Kenan sepertinya tahu nama yang akan disebut Amanda.“Juga Kalandra,” ucap Amanda, “Naraya menceritakan semua tentang masa lalunya kepadaku.”Kenan terdiam sesaat, pikirannya menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Amanda.“Anda tahu jika Kalandra di kota ini?” tanya Amanda, ditatapnya pemuda yang kini benar-benar memasang ekspresi bingung.“Maaf, Na. Aku harus bicara ke dokter Kenan karena kasihan kepadanya. Lagi pula kamu sudah bersama Kalandra dan aku menyukai dokter Kenan. Biar aku men
“Mama dan Papa setuju, kenapa kamu cemberut? Kamu tidak ingin menikah denganku?” Kalandra menatap curiga ke Naraya.Naraya dan Kalandra berada di kamar, sedangkan orangtua Kalandra di kamar yang memang sebelumnya tidak ditempati, karena Kalandra tidak mengizinkan Naraya tinggal di kamar itu.“Bukan begitu, aku hanya merasa kamu terlalu buru-buru, Al.” Naraya terkejut saja dengan keinginan Kalandra.Kalandra menggenggam telapak tangan Naraya, kemudian menatap lembut dan penuh kasih sayang ke kekasihnya itu.“Bukankah aku sudah berkata jika ingin memilikimu, serta tidak akan membiarkanmu lari dariku lagi? Apa kamu lupa?”Jantung Naraya memompa darah begitu cepat, hingga terasa degupan yang begitu dahsyat di dada. Aliran darahnya mendesir, membuat seluruh bulu kuduknya meremang. Wajahnya kini memerah seperti tomat matang.“Ehem ….” Naraya berdeham sambil menarik tangan, kemudian memalingkan wajah untuk menyembunyikan rasa gugup dan kikuk.Kalandra melihat kedua pipi Naraya merona, meneba
“Ra, siang ini aku ada rapat di luar,” ucap Kalandra sambil merapikan dasinya.Setelah dua hari Evangeline dan Devan menginap serta melepas rindu ke Naraya juga Kalandra. Kedua orangtua Kalandra itu pun akhirnya pulang, serta berpesan agar Naraya segera mungkin kembali ke rumah mereka.Naraya yang sedang menata sarapan di meja, lantas menghampiri Kalandra yang berdiri di depan kamar.“Kamu pergilah ke kantor dulu, aku ada beberapa barang yang harus dibeli. Nanti kalau sudah selesai, aku akan menyusulmu,” ucap Naraya sambil membantu Kalandra membetulkan ikatan dasi kekasihnya.Kedua alis Kalandra langsung bertaut, tidak bisa jika membiarkan Naraya sendiri lagi.“Kamu harus ikut denganku! Aku tidak akan membiarkan kamu bertemu Kenan lagi,” ujar Kalandra menunjukan sifat otoriternya.Naraya menanggapinya dengan tawa kecil, kemudian dia mengangkat tangan yang tersemat cincin di jari manisnya.“Akan aku perlihatkan ini kepadanya jika dia menggangguku, kamu tenang saja. Aku sudah menerima
Nayla terlihat panik dan berlari mengikuti brankar yang membawa ibunya menuju UGD. Sofi terpeleset di kamar mandi dan tidak bisa bangun karena kakinya kembali cidera.“Apa yang terjadi?” tanya dokter yang berjaga di UGD.“Ibu saya terpeleset dan jatuh, tampaknya kakinya kembali cidera, padahal sebelumnya sudah cidera parah karena kecelakaan,” jawab Nayla dengan cepat.“Apa ada dokter spesialis yang menangani sebelumnya?” tanya dokter umum itu sambil mengecek tekanan darah Sofi.“Ada, dokter Kenan kalau tidak salah. Dokter baru yang menggantikan dokter sebelumnya,” jawab Nayla dengan wajah panik.Dokter yang memeriksa Sofi pun meminta perawat untuk menghubungi Kenan yang kini berada di ruang praktek poli. Nayla sendiri kebingungan melihat ibunya kesakitan, biasanya ada Naraya yang akan mengurus sang ibu, tapi kini dirinya yang harus susah payah mengurus.“Ah … sialan! Kenapa kejadian ini terjadi saat dia tidak ada!” gerutu Nayla.Nayla memilih menyingkir, kemudian mengeluarkan ponsel.
Kalandra bergegas ke rumah sakit setelah Naraya menghubungi. Di sisi lain cemas akan kondisi Naraya yang terdengar menangis, di sisi lain Kalandra tidak ingin jika sampai Naraya bertemu dengan Kenan hanya berdua.Pemuda itu berjalan cepat masuk ke UGD, lantas bertanya ke bagian informasi dan diarahkan ke ruang radiologi.“Terima kasih,” ucap Kalandra kemudian pergi ke ruang Radiologi.Namun, langkahnya terhenti saat melihat pemandangan di depannya. Kedua telapak tangan mengepal, rasa cemburu kini menyelimuti hatinya. Dia tidak rela jika sampai wanitanya disentuh datau dipeluk pria lain, apa pun alasannya.“Anira!” panggil Kalandra dengan suara begitu lantang.Kenan dan Naraya terkejut mendengar suara Kalandra, begitu juga dengan Nayla. Ketiganya menoleh ke arah sumber suara di mana Kalandra sudah menatap tajam ke Naraya.“Al.” Naraya panik saat melihat Kalandra, sedangkan Kenan sedang memeluknya.Kenan mengurai pelukannya dari Naraya, tapi tatapannya terus tertuju ke saudara yang suda
Jalanan yang semula lancar, kini mengalami kemacetan parah karena sebuah kecelakaan di persimpangan jalan. Sebuah mobil suv berwarna hitam menabrak truk yang melintas dari arah lain.Kalandra tampak menggerakkan kepala setelah dirinya terantuk stir karena benturan yang keras. Dia merasakan kepalanya begitu sakit bahkan ada darah yang mengalir dari dahi. Pemuda itu berusaha menggerakkan kedua kaki, tapi tidak berhasil karena kakinya terjepit mobil yang rusak sebab masuk ke kolom truk.“Ra.” Kalandra menoleh dan memanggil Naraya, tapi sayangnya tidak ada reaksi dari kekasihnya itu.“Ra!” Kalandra panik saat melihat Naraya yang tidak sadarkan diri. Dia melepas seat belt dan ingin meraih Naraya, tapi kaki yang terjepit membuatnya susah bergerak.“Ra, bangun! Aku mohon!” Kalandra menepuk pipi Naraya, mencoba menyadarkan gadis itu.Seketika rasa bersalah merayap di dada, bagaimana bisa dirinya membuat orang yang dicintainya malah terluka.“Ra, kumohon bangun. Anira!” panggil Kalandra terus
“Aku mau gendong bayinya.” Amanda yang baru saja datang, mengambil alih bayi yang berada di gendongan Nayla.“Dia tampan sekali,” ujar Amanda saat menggendong bayi itu.“Cantik, dia itu cewek.” Nayla meralat karena yang digendong Amanda adalah Abigail.Amanda terlihat bingung, bukankah Naraya bilang hamil anak kembar laki-laki, kenapa jadi perempuan.“Jadi, anak kembarnya Na itu sebenarnya cewek dan cowok.” Nayla kembali menjelaskan.“Wah … ternyata mereka sepasang,” gumam Amanda penuh pengaguman.Naraya sudah bisa duduk, Kalandra menemaninya dengan duduk di ranjang samping Naraya dan jemarin mereka saling bertautan.Ayres dikuasi Milea dan Evangeline karena bayi laki-laki itu sangat menggemaskan.“Man, kamu juga cepetan hamil ya, ga usah nunda-nunda apalagi pakai kontrasepsi. Mama ‘kan juga mau punya cucu seperti ini,” ucap Milea yang merasa iri karena Evangeline sudah mendahuluinya mendapatkan cucu, sedangkan dulu saja dia duluan yang mendapatkan anak.Wajah Amanda merona mendengar
“Aku mau gendong.” Nayla begitu bersemangat saat perawat mengantar bayi kembar Naraya ke ruang inap sang kakak.Naraya sudah dipindah ke ruang inap dan akan diobservasi karena kelelahan dan banyak kehilangan cairan tubuh.Naraya hanya tersenyum melihat sang adik yang sangat bersemangat. Tubuhnya masih lemah sehingga tidak mau berebut bayinya dengan Nayla atau Evangeline.Nayla menggendong satu bayi dan Evangeline menggendong bayi satunya, cukup adil karena mereka tidak perlu berebut dan menanti giliran untuk menggendong.“Akan kalian kasih nama siapa?” tanya Devan yang berdiri di samping Evangeline, telunjuk tampak menusuk pipi bayi laki-laki yang terlihat begitu menggemaskan.“Ayres Rajendra dan Abigail Rajendra,” jawab Kalandra. Dia sebenarnya menyiapkan dua nama laki-laki, karena bayi satunya perempuan, membuat Kalandra mencari nama dadakan.“Tunggu, kenapa Abigail? Itu nama cewek.” Protes Nayla sambil menimang bayi perempuan Naraya.“Yang kamu gendong itu perempuan, Nay.” Kalandra
“Kepala bayinya sudah terlihat, apa Ibu siap menyambut mereka?” tanya dokter yang sejak awal memang menangani kehamilan Naraya. Mengajak bicara agar Naraya tidak tegang karena harus berusaha mengeluarkan dua bayi.Naraya tidak mampu berkata-kata, perutnya benar-benar sudah terasa sakit hingga membuatnya hanya menganggukkan kepala.Kalandra setia berada di samping Naraya. Dia menggenggam telapak tangan istriya itu sambil terus menatap ke wajah sang istri. Dia bisa melihat bagaimana Naraya kesakitan bahkan menangis karena akan melahirkan, membuatnya benar-benar tidak tega hingga sesekali mengecup kening Naraya.“Kamu pasti bisa, kamu kuat demi anak kita,” bisik Kalandra memberi semangat.Naraya menggenggam erat telapak tangan Kalandra, sesekali terlihat mengatur napas karena kontraksi yang sudah tidak tertahankan.“Saat kontraksinya terasa kuat, Ibu bisa mulai mengejan,” ujar dokter memberikan aba-aba.Kening sudah bermanik di seluruh wajah Naraya, bahkan kulit wajah pun kini sudah beru
Naraya terlihat gelisah dan tidak bisa tidur malam itu. Pinggangnya terasa panas dan perutnya mulas berulang kali. Dia hendak bergerak ke kanan dan kiri, tapi kesusahan karena perut yang mengganjal.“Ra, kamu tidak bisa tidur lagi?” tanya Kalandra yang bisa merasakan pergerakan Naraya di atas tempat tidur.“Iya, Al. Pinggangku sakit,” ucap Naraya sambil meringis menahan rasa tidak nyaman di pinggangnya.Kalandra meminta Naraya untuk berbaring dengan posisi miring menghadap ke arahnya, lalu dia mengusap-usap pinggang istrinya itu.“Bagaimana?” tanya Kalandra. Biasanya jika diusap seperti itu, Naraya akan merasa nyaman.“Masih sakit,” rengek Naraya.“Aku ingin bangun,” ucap Naraya berusaha bangun.Kalandra buru-buru bangun, kemudian membantu Naraya untuk duduk. Dia cemas karena tidak biasanya Naraya mengeluh sampai seperti itu.Naraya mengangsurkan kaki perlahan ke lantai, hingga saat kedua kaki menapak di lantai, Naraya merasakan sesuatu pecah dan kini di paha mengalir air sampai menet
“Aku juga awalnya malu, Man. Tapi kemudian aku berpikir, untuk apa malu, entah sekarang atau esok, aku tetap harus melakukannya, tidak mungkin mengecewakannya.”Ucapan Naraya terngiang di telinga, Amanda kini sedang di kamar mandi dan baru saja membersihkan diri setelah acara resepsi selesai sekitar empat jam yang lalu. Dia berada di kamar mandi kamar Kenan, terlihat bingung karena ini adalah malam pertama mereka di sana.“Bagaimana jika Kenan terlanjut tidak menginginkan karena aku menundanya beberapa kali?” Amanda bertanya-tanya sendiri karena bingung harus bagaimana.Kenan terlalu baik dengan menyetujui untuk menunda melakukan hubungan suami-istri, tapi Amanda sendiri tidak tahu apakah benar Kenan ikhlas atau hanya terpaksa.Amanda menoleh ke belakang di mana ada lingerie yang disiapkannya tapi belum dikenakan. Haruskah dia menggoda Kenan, agar suaminya itu tahu kalau dia sekarang sudah siap.“Baiklah, kamu wanita modern dan tidak takut akan hal itu, Man.” Amanda menyemangati diri
Hari itu Naraya hanya duduk menanti acara resepsi pernikahan Amanda dan Kenan dimulai. Dia tidak bisa membantu banyak hal karena kondisinya yang sudah hamil besar.Orang-orang berlalu-lalang menyiapkan diri untuk berangkat menuju rumah Kenan. Amanda sudah didandani begitu cantik dengan gaun yang tidak terlalu mewah tapi begitu indah.“Kita siap berangkat sekarang,” kata Kalandra saat menghampiri istrinya.Naraya mengangguk, kemudian berusaha berdiri meski agak kesusahan. Kalandra pun dengan sigap memegang pundak dan lengan Naraya, membantu istrinya itu berdiri dengan tegap.“Terima kasih,” ucap Naraya setelah sudah berdiri dengan benar.“Ra, apa kamu sakit?” tanya Kalandra karena wajah Naraya terlihat pucat. Kalandra takut jika istrinya kecapean.Naraya menangkup kedua pipi saat mendengar pertanyaan Kalandra, dia sudah menggunakan make up tipis, apa mungkin masih terlihat pucat.“Aku baik-baik saja, mungkin karena semalam kurang tidur akibat mereka terus menendang,” jawab Naraya sambi
Hari pernikahan Kenan dan Amanda pun tiba, mereka menikah tiga bulan setelah acara lamaran berlangsung. Mereka melakukan akad di rumah Amanda, tapi sepakat mengadakan pesta di rumah Kenan karena Milea yang meminta dan disetujui oleh keluarga Amanda.Naraya sendiri senang karena pesta diadakan di rumah Milea, sehingga dia tidak harus bepergian ke luar kota dalam kondisi hamil besar. Usia kandungan Naraya kini sudah memasuki usia delapan bulan, dan ukuran perutnya pun begitu besar karena bagi kembarnya.“Untung kalian menikah di sini, jadi aku tidak kerepotan pergi ke luar kota,” ucap Naraya saat mendatangi kamar Amanda.Amanda dan keluarganya diberi tempat di rumah Evangeline agar memudahkan mereka saat pergi ke rumah Kenan.Amanda langsung berlutut di depan Naraya yang sedang duduk, lantas mengusap-usap lembut permukaan perut temannya itu.“Aunty ‘kan baik, jadi ga mau nyusahin kalian,” ucap Amanda dengan tangan mengelus perut Naraya.Usai bicara demikian, terasa gerakan bergeser di p
Kalandra berbaring berbantal paha Naraya, dengan posisi miring dia menghadap ke perut sang istri dan terlihat sesekali menciumnya manja.“Apa mereka lapar atau menginginkan sesuatu?” tanya Kalandra sambil mengusap perut Naraya lagi.“Mereka sudah makan banyak tadi, jadi ga mau apa-apa lagi,” jawab Naraya sambil mengusap rambut suaminya.Kalandra kembali mencium perut Naraya, sebelum kemudian bangun dan mencium bibir istrinya itu.“Sekarang papinya yang menginginkan sesuatu,” ujar Kalandra dengan senyum menggoda.“Mau apa?” tanya Naraya dengan dahi berkerut halus.“Mau nengokin mereka,” jawab Kalandra tanpa basa-basi.Naraya terkesiap tapi kemudian terlihat malu karena ternyata suaminya meminta jatah. Kalandra memang tidak pernah meminta saat usia kandungannya masih di trimester pertama, itu karena larangan dari dokter agar kondisi jalan rahimnya tidak terbuka karena berhubungan intim. Namun, dokter mengizinkan jika berhubungan setelah masuk di trimester kedua.“Boleh, tapi jangan buat
Hari itu Naraya dan yang lainnya pergi untuk ikut dalam acara lamaran yang akan dilakukan Kenan. Setelah beberapa bulan berpacaran, akhirnya Kenan memantapkan hati untuk melamar Amanda.Semua orang singgah di hotel sebelum acara lamaran yang akan dilakukan esok hari, sedangkan Naraya meminta izin tinggal di rumah Amanda karena melepas rindu dengan temannya itu.“Perutmu besar sekali, Na? Bukankah kamu bilang baru lima bulan?” tanya Amanda keheranan.“Aku lupa bilang kalau mereka kembar,” ujar Naraya saat melihat temannya terheran-heran melihat perutnya yang besar.“Kembar?” Amanda seolah tidak percaya jika Naraya akan memiliki bayi kembar.Naraya mengangguk-angguk, sebelum kemudian berbisik, “Mereka laki-laki.”Amanda semakin tidak percaya karena Naraya bisa seberuntung itu. Dia menyentuh perut Naraya yang besar, penasaran sedang apa bayi kembar Naraya sekarang.Saat tangan Amanda sedang menyentuh dan mengusap lembut, tiba-tiba terasa gerakan dari dalam sana.“Mereka bergerak.” Amanda