“Pasti Anda bertanya-tanya kenapa Naraya sekarang berbeda, ‘kan?”Pertanyaan itu terlontar dari bibir Amanda. Kenan dan Amanda kini duduk di kantin berdua saling berhadapan.Kenan tidak menjawab, hanya diam dengan ekspresi wajah bingung.“Saya tahu cerita tentang Anda, Naraya, juga ….” Amanda sengaja menjeda ucapannya, kemudian menatap Kenan.“Juga?” Kenan sepertinya tahu nama yang akan disebut Amanda.“Juga Kalandra,” ucap Amanda, “Naraya menceritakan semua tentang masa lalunya kepadaku.”Kenan terdiam sesaat, pikirannya menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Amanda.“Anda tahu jika Kalandra di kota ini?” tanya Amanda, ditatapnya pemuda yang kini benar-benar memasang ekspresi bingung.“Maaf, Na. Aku harus bicara ke dokter Kenan karena kasihan kepadanya. Lagi pula kamu sudah bersama Kalandra dan aku menyukai dokter Kenan. Biar aku men
“Mama dan Papa setuju, kenapa kamu cemberut? Kamu tidak ingin menikah denganku?” Kalandra menatap curiga ke Naraya.Naraya dan Kalandra berada di kamar, sedangkan orangtua Kalandra di kamar yang memang sebelumnya tidak ditempati, karena Kalandra tidak mengizinkan Naraya tinggal di kamar itu.“Bukan begitu, aku hanya merasa kamu terlalu buru-buru, Al.” Naraya terkejut saja dengan keinginan Kalandra.Kalandra menggenggam telapak tangan Naraya, kemudian menatap lembut dan penuh kasih sayang ke kekasihnya itu.“Bukankah aku sudah berkata jika ingin memilikimu, serta tidak akan membiarkanmu lari dariku lagi? Apa kamu lupa?”Jantung Naraya memompa darah begitu cepat, hingga terasa degupan yang begitu dahsyat di dada. Aliran darahnya mendesir, membuat seluruh bulu kuduknya meremang. Wajahnya kini memerah seperti tomat matang.“Ehem ….” Naraya berdeham sambil menarik tangan, kemudian memalingkan wajah untuk menyembunyikan rasa gugup dan kikuk.Kalandra melihat kedua pipi Naraya merona, meneba
“Ra, siang ini aku ada rapat di luar,” ucap Kalandra sambil merapikan dasinya.Setelah dua hari Evangeline dan Devan menginap serta melepas rindu ke Naraya juga Kalandra. Kedua orangtua Kalandra itu pun akhirnya pulang, serta berpesan agar Naraya segera mungkin kembali ke rumah mereka.Naraya yang sedang menata sarapan di meja, lantas menghampiri Kalandra yang berdiri di depan kamar.“Kamu pergilah ke kantor dulu, aku ada beberapa barang yang harus dibeli. Nanti kalau sudah selesai, aku akan menyusulmu,” ucap Naraya sambil membantu Kalandra membetulkan ikatan dasi kekasihnya.Kedua alis Kalandra langsung bertaut, tidak bisa jika membiarkan Naraya sendiri lagi.“Kamu harus ikut denganku! Aku tidak akan membiarkan kamu bertemu Kenan lagi,” ujar Kalandra menunjukan sifat otoriternya.Naraya menanggapinya dengan tawa kecil, kemudian dia mengangkat tangan yang tersemat cincin di jari manisnya.“Akan aku perlihatkan ini kepadanya jika dia menggangguku, kamu tenang saja. Aku sudah menerima
Nayla terlihat panik dan berlari mengikuti brankar yang membawa ibunya menuju UGD. Sofi terpeleset di kamar mandi dan tidak bisa bangun karena kakinya kembali cidera.“Apa yang terjadi?” tanya dokter yang berjaga di UGD.“Ibu saya terpeleset dan jatuh, tampaknya kakinya kembali cidera, padahal sebelumnya sudah cidera parah karena kecelakaan,” jawab Nayla dengan cepat.“Apa ada dokter spesialis yang menangani sebelumnya?” tanya dokter umum itu sambil mengecek tekanan darah Sofi.“Ada, dokter Kenan kalau tidak salah. Dokter baru yang menggantikan dokter sebelumnya,” jawab Nayla dengan wajah panik.Dokter yang memeriksa Sofi pun meminta perawat untuk menghubungi Kenan yang kini berada di ruang praktek poli. Nayla sendiri kebingungan melihat ibunya kesakitan, biasanya ada Naraya yang akan mengurus sang ibu, tapi kini dirinya yang harus susah payah mengurus.“Ah … sialan! Kenapa kejadian ini terjadi saat dia tidak ada!” gerutu Nayla.Nayla memilih menyingkir, kemudian mengeluarkan ponsel.
Kalandra bergegas ke rumah sakit setelah Naraya menghubungi. Di sisi lain cemas akan kondisi Naraya yang terdengar menangis, di sisi lain Kalandra tidak ingin jika sampai Naraya bertemu dengan Kenan hanya berdua.Pemuda itu berjalan cepat masuk ke UGD, lantas bertanya ke bagian informasi dan diarahkan ke ruang radiologi.“Terima kasih,” ucap Kalandra kemudian pergi ke ruang Radiologi.Namun, langkahnya terhenti saat melihat pemandangan di depannya. Kedua telapak tangan mengepal, rasa cemburu kini menyelimuti hatinya. Dia tidak rela jika sampai wanitanya disentuh datau dipeluk pria lain, apa pun alasannya.“Anira!” panggil Kalandra dengan suara begitu lantang.Kenan dan Naraya terkejut mendengar suara Kalandra, begitu juga dengan Nayla. Ketiganya menoleh ke arah sumber suara di mana Kalandra sudah menatap tajam ke Naraya.“Al.” Naraya panik saat melihat Kalandra, sedangkan Kenan sedang memeluknya.Kenan mengurai pelukannya dari Naraya, tapi tatapannya terus tertuju ke saudara yang suda
Jalanan yang semula lancar, kini mengalami kemacetan parah karena sebuah kecelakaan di persimpangan jalan. Sebuah mobil suv berwarna hitam menabrak truk yang melintas dari arah lain.Kalandra tampak menggerakkan kepala setelah dirinya terantuk stir karena benturan yang keras. Dia merasakan kepalanya begitu sakit bahkan ada darah yang mengalir dari dahi. Pemuda itu berusaha menggerakkan kedua kaki, tapi tidak berhasil karena kakinya terjepit mobil yang rusak sebab masuk ke kolom truk.“Ra.” Kalandra menoleh dan memanggil Naraya, tapi sayangnya tidak ada reaksi dari kekasihnya itu.“Ra!” Kalandra panik saat melihat Naraya yang tidak sadarkan diri. Dia melepas seat belt dan ingin meraih Naraya, tapi kaki yang terjepit membuatnya susah bergerak.“Ra, bangun! Aku mohon!” Kalandra menepuk pipi Naraya, mencoba menyadarkan gadis itu.Seketika rasa bersalah merayap di dada, bagaimana bisa dirinya membuat orang yang dicintainya malah terluka.“Ra, kumohon bangun. Anira!” panggil Kalandra terus
Kenan segera menangani Kalandra, sedangkan Naraya ditangani oleh dokter lainnya. Hatinya terasa ngilu saat melihat Kalandra terbaring lemah dan satu kaki mengalami patah tulang karena terjepit mobil yang ringsek. Dia sudah meminta perawat untuk melakukan rontgen agar mengetahui seberapa parah kondisi saudaranya itu.“Jangan sampai terjadi sesuatu kepadamu, Al. Meski kamu membenciku, tapi tidak pernah sekalipun aku membencimu,” gumam Kenan setelah selesai menangani Kalandra dan meminat perawat untuk memindah ke ruang rawat inap.Naraya juga sudah selesai ditangani dan kini telah dipindah ke ruangan yang agar berjauhan dari Kalandra. Amanda meminta izin untuk merawat temannya itu, bertanggung jawab atas pemantauan kondisi Naraya.“Bagaimana kondisiny?” tanya Kenan saat menemui Amanda.“Naraya belum sadar, mungkin karena pengaruh obat bius juga,” jawab Amanda dengan kerisauan dalam tatapannya.“Bagaimana Kalandra?” tanya Amanda balik.“Hanya luka lecet di beberapa bagian tubuh, kakinya h
Naraya mulai sadarkan diri setelah beberapa jam tertidur. Dia mulai menggerakkan tangan, hingga membuat Amanda yang memang berjaga di sana langsung mendekat untuk melihat kondisi temannya itu.“Na, kamu sudah sadar.” Amanda begitu lega saat tahu kalau Naraya sudah sadar.Naraya berusaha membuka kelopak mata, tangannya meraba ke tangan Amanda yang menyentuh lengannya. Dia mulai membuka kelopak mata, tapi saat kedua mata terbuka, Naraya hanya melihat kegelapan.“Man, kenapa lampunya dimatikan?” tanya Naraya.Amanda begitu terkejut mendengar pertanyaan Naraya, sedangkan lampu di sana menyala semua dan ruangan itu begitu terang. Amanda pun merasa ada yang tidak beres dengan Naraya, kemudian menekan tombol darurat untuk memanggil dokter.“Man, kenapa gelap sekali?” tanya Naraya lagi, tangannya meraba dan bisa merasakan tangan Amanda.Amanda ingin menangis mendengar pertanyaan Naraya, tapi juga berdoa jika apa yang ditakutkannya tidak terjadi.“Sebentar ya, Na.” Amanda mencoba bersikap tena