“Saladmu, Maddy.” “Sayang?” Peony terkesiap merasakan sentuhan hangat di punggung tangan. Matanya mengerjap. Ia dan ibunya saling bertatapan untuk beberapa saat. “Ya, Bu?” “Saladmu.” “Terima kasih.” Peony tersenyum, lalu menyuap salad sayur yang dibuatkan ibunya untuk sarapan mereka. “Hmmm~ Saladmu selalu menggugah selera, Bu!” Casandra tergelak. “Habiskan.” Peony mengangguk bersemangat. Mulutnya penuh dengan salad. Namun tak lama, senyum ceria yang diperlihatkan Peony hanya bertahan sebentar. Senyum itu kini lenyap tak bersisa. Peony tidak menyadari jika Casandra masih menatapnya. Casandra Hart menatap sang putri. Sudah tiga hari ia berada di apartemen anak satu-satunya ini, dan selama itu pula Casandra merasa kalau Peony tidak seceria biasanya. Casandra sangat mengenal putrinya. Peony adalah anak yang ceria. Hal itu sudah terlihat sejak balita. Bahkan jika sedang merasa sedih, Peony tidak menunjukkannya terang-terangan. Namun berbeda ketika Peter Hart meninggal. Peony tidak m
Layar televisi menampilkan bagaimana Kheil menggandeng Samira Hamid keluar dari bandara dengan cara yang gentle. Kemudian disusul dengan potret makan malam mereka yang duduk berseberangan. Foto mereka diambil dari samping, tetapi Peony dapat melihat kalau Samira Hamid tersenyum lebar menatap Kheil. “Sepertinya ibu pernah melihat dan mendengar nama pria itu. Dia…” Casandra memperhatikan baik-baik wajah Kheil. “Ya Tuhan!” Casandra membelalak. “Bukankah dia adalah temanmu, Sayang??” Casandra menatap Peony yang terlihat terkejut. Tangannya sudah menunjuk layar televisi. “Dia adalah pemuda yang sering mengantarmu pulang, bukan? Dia juga sering berada di gereja yang sama dengan kita. Apakah ibu benar??” tanya Casandra heboh. “I-ibu mengingatnya??” seru Peony terkejut. “Tentu saja. Dia adalah satu-satunya pemuda yang dekat denganmu dulu. Ya Tuhan, dia semakin tampan!” puji Casandra. Walaupun setelah kepergian sang suami Casandra menjadi sering banyak melamun, bukan berarti dia tak memperh
Pintu bus terbuka. Peony melangkah keluar lalu berjalan menuju apartemen. Seperti yang Peony katakan pada sang ibu, jika hari ini dia pulang tepat waktu. Kesibukannya mulai berkurang. Makan siang pun tidak telat seperti sebelumnya. Namun sudah dua minggu ini acara makan siangnya kembali sepi. Peony tidak punya teman makan siang lagi di rooftop. Tiba-tiba saja Zora menghilang. Wanita itu tidak masuk tanpa pemberitahuan pada atasannya. Entah ke mana Zora pergi. Kalaupun berhenti dari pekerjaannya, Zora tidak memberi tahu Peony sebelumnya. Tentu saja Peony merasa kecewa. Zora dan dirinya cukup dekat selama ini, tapi mengapa Zora seakan tak menganggapnya? “Kau baru pulang?” “Ya Tuhan!” Peony memekik terkejut. Ia membalikkan tubuh. Matanya membelalak mendapati Kheil sudah berada di depannya. Untuk sesaat, Peony terpesona dengan penampilan Kheil. Pria itu memakai pakaian formal lengkap. Sebelah tangan masuk ke dalam saku celana. Mata Peony beralih pada wajah Kheil. Dagunya terdapat bakal j
“Aw!! Pelan-pelan!” Peony memekik merasakan kakinya berdenyut saat Kheil meletakkan bongkahan-bongkahan kecil es batu yang dibalut handuk kecil. “Tenanglah.” “Bagaimana bisa tenang?! Kau tidak merasakan apa yang aku rasakan saat ini!” Kheil menghela napas panjang. Menatap Peony datar. “Aku pernah terkilir dan aku tahu rasanya. Maka dari itu sebagai orang yang punya pengalaman terkilir, aku memintamu tenang. Lenturkan otot-otot tubuhmu kalau kau tidak ingin semakin merasa sakit.” Kheil kembali meletakkan handuk pada pergelangan kaki Peony yang terkilir. Kali ini lebih berhati-hati dari sebelumnya. Peony bersungut-sungut. Menatap kakinya yang kini berada di atas pangkuan Kheil. Pergelangan kaki kanannya sedikit membengkak. Entah ada apa dengan sore menjelang petang ini. Peony merasa mendapat kesialan bertubi-tubi. Pertama, dia tidak bisa menghindari Kheil yang muncul tiba-tiba seperti iblis—Memang iblis tepatnya. Ke dua, pria itu masih seenaknya menagih hutang. Dan ke tiga, Peony ter
“AAAAA!!!” Peony berteriak heboh. Ia langsung menutupi wajah dengan kedua tangan. Jantungnya berdegup kencang. Sialan! Apa-apaan pria itu?! Bisa-bisanya Kheil membuatnya berhadapan dengan Nicholas! Meskipun hanya melalui panggilan video, tetap saja Peony merasa takut sekaligus terkejut. Bayangkan, Nicholas Leight, pria yang telah membuat Kheil ada di dunia ini! Kheil keparat! Ya Tuhan… Peony menerka-nerka bagaimana wajahnya saat ini. Apakah make up-nya sudah luntur? Apakah penampilannya berantakan? Apakah Nicholas menganggapnya pantas untuk Kheil? Apakah—Tunggu-tunggu-tunggu, apa yang dia pikirkan?! Memang kenapa kalau berantakan? Memang kenapa kalau Nicholas tidak suka padanya? Peony tidak punya kewajiban terlihat sempurna di depan Nicholas seakan ingin menarik perhatian calon mertua. Sialan! Ini semua gara-gara Kheil!!! Pikirannya jadi ke mana-mana. Ini juga gara-gara perkataan Nicholas tadi. Memberi cucu?? Hell! “Sudah? Jangan ganggu aku lagi.” Tak! Peony membuka tangan yan
Mata Peony masih setia membuka. Melihat bagaimana Kheil menggodanya. Pria itu menikmati bibirnya dengan hati-hati. Peony terbuai? Tentu saja. Dia bahkan tanpa sadar mendesah. Apalagi merasakan geli dan nyeri secara bersamaan saat dagunya bergesekan dengan bakal janggut Kheil. Menimbulkan gelenyar aneh ke seluruh tubuh. “Summer… Summer…” bisik Kheil di sela cumbuannya. Nadanya bergetar. Peony membelalak. Ia tidak asing dengan situasi ini. Ingatan masa lalu seketika menyusup di kepala. Ciuman pertama mereka… Kheil juga memanggilnya seperti itu saat pertama kali bibir mereka bertautan, dan setelah itu apa yang terjadi? Kheil menghilang seperti bajingan. Sial! Seharusnya Peony tidak membiarkan Kheil melakukan hal ini padanya. Bukankah Peony sudah berjanji untuk tidak lagi merusak harga dirinya? ‘Hentikan sekarang juga, Peony! Apa kau mau setelah ini Kheil akan kembali menghilang seenaknya?!’ Tidak! Tidak akan ia biarkan Kheil bertindak sesukanya! Peony akan menampar pria itu lagi.
“Kenapa pintunya tidak terkunci, Maddy—OH MY GOD!!!” Prak! Mata Peony terbuka lebar mendengar pekikan kencang dari arah pintu utama dan barang jatuh. Ia dan Kheil saling pandang dengan bibir masih bertaut. “PEONY MADELINE HART!” Peony segera mendorong bahu Kheil setelah mendengar pekikan kencang Casandra. Ya, Casandra Hart. Sial! Peony lupa kalau sang ibu masih akan menginap di apartemennya dan wanita itu pasti baru saja pulang dari rumah Janice Lishan. Sang ibu yang berpikir kolot dan menjunjung tinggi hubungan intim setelah pernikahan sudah pasti sangat terkejut dengan posisi Peony dan Kheil saat ini, yang sialnya akan sangat terlihat dari pintu masuk, karena sofa ruang tamunya dapat dilihat dari sana. Peony menoleh ke samping, dan mendapati tatapan tajam dan wajah memerah Casandra. Di bawah kakinya sudah tergeletak kantor belanja yang isinya berhamburan. Beberapa jeruk dan apel sudah menggelinding ke mana-mana. Peony menelan saliva susah payah. “I-ibu… i-ini tidak se-seperti
“Bagaimana?” tanya Kheil pada dokter yang memeriksa kaki Peony. “Tidak serius. Cukup butuh waktu satu atau dua hari untuk beristirahat. Setelah itu, bisa kembali beraktivitas walaupun tetap harus berhati-hati saat melangkah,” balas sang dokter yang saat ini mulai membalut pergelangan kaki Peony dengan perban elastis. Lima belas menit yang lalu, setelah beberapa saat mereka selesai makan malam, Peony dan Casandra terkejut dengan kedatangan dokter tersebut. Ternyata Kheil meminta dokter pribadi keluarganya datang untuk memeriksa kaki Peony. Hal itu tentu saja membuat Casandra terpesona semakin dalam pada calon menantunya. Bahkan Casandra sampai menggoda Peony baik dengan kata maupun tatapan jahil. “Pria itu benar-benar sosok nyata calon suami idaman. Tampan, kaya, pandai memasak, sopan, pengertian, dan yang lebih penting, perhatian padamu. Kau tidak salah memilihnya. Pantas saja kau mempertahankannya bertahun-tahun, Maddy… Putriku tidak mau rugi ternyata. Bagus! Dia adalah pendamping
*** Nic… Ab… Aku mulai tidak mengenali siapa kalian jika saja aku tidak membaca buku harian yang aku tulis. Kalian tampan. Aku tidak menyangka pernah memiliki lelaki-lelaki tampan. Kebahagiaan untuk kalian?Jika kata -kata itu adalah kata-kata yang selalu aku tulis di setiap lembar, maka di lembar ini pun aku mengharapkan kebahagiaan untuk kalian. Kalian harus selalu bahagia!Peony mengusap tulisan tangan terakhir Dakota. Tulisan itu terlihat tak rapi dan memiliki jarak yang tidak beraturan di setiap kata. Sepertinya ini adalah lembar terakhir yang ditulis wanita itu sebelum kondisi Dakota semakin parah. Mata Peony berkaca-kaca. Tidak bisa membayangkan jika ia berada di posisi Dakota. Menjalani hari-hari terakhir di hidupnya tanpa didampingi orang-orang yang ia cintai walaupun Dakota tak mengenalinya karena penyakit itu.Alzheimer…Penyakit yang diderit
"Berhentilah menggangguku!"“…”"Kheil! Ya Tuhan! Aku tidak bisa bergerak, Kheil!"Peony melenguh nikmat setengah kesal. Alih-alih membebaskan Peony dari rengkuhannya, sang suami justru menghisap daun telinga Peony dengan sensual. Pria itu merengkuhnya dari belakang, dan itu mengganggu sekaligus menggoda."Kheil—Ouch!"Plak!Peony memukul kencang bahu Kheil yang baru saja menggigit pipinya. Akhir-akhir ini, Kheil semakin sering melakukannya. Setiap kali Peony bertanya dengan marah-marah, Kheil selalu mengatakan Peony semakin menggemaskan. Membuat Peony hanya dapat menghela napas jengkel."Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Peony heran setengah frustrasi."Apa?" tanya Kheil polos."Menempel terus padaku seperti lintah.""Bukankah ini yang sejak dulu aku lakukan padamu? Bahkan setelah kita kembali bertemu."Peony terdiam. Mencerna kata-kata sang suami. Setelah ia mengerti, Peony berd
“Sayang…” lirih Kheil putus asa. “Bicaralah—”“Kenapa sih kau harus minum-minum?! Memang semua masalah bisa hilang dengan menenggak alkohol?!” sinis Peony yang akhirnya tak tahan melihat keberadaan gelas anggur putih itu. Peony bukannya anti pada teman-teman yang minum minuman beralkohol. Ia juga sebenarnya tak masalah kalau Kheil mengkonsumsi minuman itu asal dalam batas wajar. Tetapi kalau meminumnya saat sedang ada masalah, itu yang Peony tak suka. Ia takut suaminya akan kecanduan.Atau… memang Kheil selama ini gemar meminum minuman itu? Sekian lama berpisah, ia masih belum tahu kebiasaan baru Kheil.“Apakah kau sering mengkonsumsi minuman—""Minumlah." Kheil menyodorkan gelas anggur putih itu pada Peony.Peony mengerjap, lalu menatap Kheil yang menatapnya datar. "Ini... minuman beralkohol kan? Aku tidak bisa meminumnya." Peony menggeleng kencang.Kheil menaikkan se
Tok Tok!"Suamiku yang tampan tapi datar, bolehkah aku masuk?"Kheil mendengus geli mendengar suara sang istri yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia meletakkan gelas anggur putih berisi cairan berwarna cokelat pekat ke atas meja kerja. Matanya melirik diam-diam keberadaan Peony yang mengintip dari balik pintu ruang kerja yang memang sejak awal terbuka sedikit.“Apakah kau akan membiarkan aku berdiri di sini sampai letih?” Suara Peony kembali terdengar. Kali ini nadanya memelas. Membuat Kheil lagi-lagi mendengus dan dia yakin mungkin sebentar lagi akan kalah dari acara merajuknya.Sudah lebih dari satu jam ia mengabaikan—Lebih tepatnya pura-pura mengabaikan— sang istri karena rasa cemburu yang menguasai jiwa.Kheil kembali mengingat hal apa yang membuatnya kesal. Belum selesai rasa kesalnya menghilang pada Nicholas, kesabaran Kheil sudah harus diuji karena kedatangan Cleve Malik. Bocah ingusan itu mendatangi Peony di
Kheil sesekali melirik sang istri di sela perbincangannya dengan para rekan bisnis yang hadir ke acara resepsi yang ia dan Peony adakan. Akhirnya, setelah satu bulan lebih menikah secara hukum dan agama, Kheil bisa mewujudkan impian membuat resepsi super mewah untuk mereka berdua. Mereka mengadakannya di aula mansion keluarga Leight. Alih-alih Peony yang bersemangat mengadakan resepsi, justru Kheil lah pihak yang merasakan itu.Kheil ingin seluruh dunia tahu kalau Peony adalah istrinya. Kheil ingin menunjukkan kepada para pria yang mengincar sang istri, jika mereka tidak punya kesempatan lagi mendapatkan Peony. Kheil ingin menunjukkan kekuasaannya dan ingin memberitahu mereka semua kalau mereka tidak bisa bersaing dengan seorang Leight. Level mereka terlalu jauh.Sialan!Kheil jadi kesal sendiri mengingat Peony justru semakin diincar banyak pria belakangan ini. Mendadak akun sosial media Peony mendapat banyak pengikut. Tidak masalah jika semua pengikut sang istr
“Ouch! Summer…” geram Kheil. Ia membuka mata kesal setelah merasakan satu alisnya kembali dicabut Peony. Entah sudah berapa kali sang istri melakukannya. Wanita itu mengatakan gemas dengan alis tegas Kheil yang menjadi salah satu bagian tubuh yang membuat orang takut dan tak bisa berlama-lama menatap pria tampan ini.“Sakit, Sayang… Kau ingin aku tak punya alis ya?” omel Kheil yang justru dibalas sang istri kekehan tak peduli.Wanita-nya itu kini malah membelai alis-alis tegas itu, lalu memberikan kecupan di bibir Kheil. Membuat Kheil yang tadinya kesal jadi menyunggingkan senyum. Pria ini merengkuh tubuh sang istri yang berbaring tengkurap di sampingnya. Lalu menyerang dengan kecupan-kecupan liar.“Hahaha… Hentikan, Kheil! Banyak orang!” Peony memberontak, tapi Kheil tak peduli. Ia terus menyerang Peony sampai posisi sang istri sudah berada di bawah kungkungannya.Napas keduanya saling bersahutan.
“Bagaimana? Enak???”Kheil menatap gadis yang tadi menghanyutkan topi baseballnya.Gadis di depannya ini, adalah gadis yang membuatnya penasaran akhir-akhir ini. Siapa yang menyangka kalau takdir membuat mereka berinteraksi dengan cara yang antimainstream tanpa harus Kheil yang lebih dulu mendekatinya. Kheil bersyukur, karena sesungguhnya tak tahu bagaimana cara mendekati gadis itu kecuali hanya memperhatikan dari jauh. Melihat tingkah-tingkah menggemaskan sang gadis yang terkadang berinteraksi hangat dengan orang asing yang baru dikenal gadis itu di taman. Kheil sampai berpikir, apakah gadis itu tak takut terlibat dengan orang jahat?Kheil kembali mengingat kejadian saat tadi topi baseballnya hanyut. Tahu begitu, sejak kemarin saja ia mengorbankan topi baseball kesayangannya itu kalau imbalannya adalah berkomunikasi dengan sang gadis. Meskipun nyatanya, sejak tadi hanya sang gadis yang tak bosan bertanya pendapat Kheil tentang es krim yang sedang Kh
Bruk!"Ouch!"Kheil terbangun dari tidur saat mendengar benda terjatuh dan tawa riuh anak-anak.Ia mengambil topi baseball yang menutupi wajah, lalu mendudukkan diri pada kursi panjang taman yang baru ditidurinya.Matanya memicing melihat seorang gadis sedang terduduk di atas rumput tak jauh dari tempatnya berada. Rambut gadis itu berwarna merah tembaga yang indah. Pipinya bulat kemerahan. Di depan gadis itu ada enam orang anak kira-kira berusia tujuh sampai sepuluh tahun. Menertawakan sang gadis yang sedang mengusap lutut serta sikunya untuk membersihkan rerumputan yang menempel di sana."Apakah kau bodoh?""Tali sepatumu terlepas, dan kau malah menginjaknya. Hahahha...""Sudah besar tapi seperti anak bayi. Hahahaha.""Hehehe... Bukankah wajahku memang seperti bayi?"“Ugh! Percaya diri sekali!”Anak-anak itu
Peony menggigit bibir. “Apakah dia akan dihukum berat?”“Dia telah melakukan percobaan pembunuhan dan terbukti merencanakan hal itu sebelumnya. Belum lagi, dia berhasil menganiayamu. Tentu saja akan dapat hukuman berat.” Rahang Kheil mengeras saat mengatakan itu. Mengingat kejadian satu minggu lalu saat melihat Ella mencekik belahan jiwanya. Sang istri bahkan sempat pingsan setelah mengetahui apa yang direncanakan Ella Hardi, wanita yang menurut Peony bahkan mereka tidak pernah terlibat urusan berat selain masalah rancangan. Dan ternyata, punya obsesi terhadap Dallas. Wanita gila!“Apakah… aku keterlaluan kalau… aku tidak mau berdamai?” tanya Peony ragu. Di satu sisi, jiwa kemanusiaannya ingin berdamai, tapi di sisi lain, Peony mengingat apa yang dilakukan Ella Hardi sudah di luar batas. Bukan hanya karena percobaan pembunuhan padanya, tapi juga atas penyekapan yang dilakukan Ella Hardi pada Zora di apartemen wanita som