“’Melakukan’ membuat cucu untuk Nicholas dan Nyonya Hart, Summer…” bisik Kheil parau. “A-APA—Hmmppp!” “Jangan berteriak. Aku takut Ibumu berpikir kalau kita sedang ‘melakukannya’,” bisik Kheil kembali. Sebelah tangan sudah membungkam bibir Peony. Tanpa aba-aba, pria itu mengangkat Peony sampai Peony memekik. Refleks ia mengalungkan lengannya pada leher Kheil. Pria itu melangkah pasti menuju sebuah pintu yang berada tak jauh dari ruang tamu. Karena apartemen ini tidak terlalu besar dan memiliki denah yang sama persis dengan apartemen yang Kheil tempati di sebelah, sepertinya Peony tidak perlu repot-repot memberitahu pada Kheil di mana letak kamarnya. “S-seharusnya kau tidak perlu mengantarku. Aku bisa jalan sendiri pelan-pelan. Tuan Clement mengatakan kakiku tidak parah. Hanya butuh berhati-hati saat melangkah,” seru Peony mengingat ucapan dokter yang memeriksanya. “Masalahnya kau bukanlah orang yang pandai ‘berhati-hati’, Bocah. Aku tidak mau mengambil resiko.” “Kheil! Sudah ber
“Ya aku salah. Jadi… kapan kita akan menikah? Besok?” Peony mendelik. Ia nyaris terjungkal kalau saja tidak ada Kheil yang masih mengurung tubuhnya. “Hey… hati-hati.” Peony mendadak gugup dan salah tingkah saat wajah mereka kembali berdekatan. Peony beringsut menjauh walaupun tetap tidak berarti banyak karena posisi mereka masih sangat dekat. “K-kita tidak akan menikah!” “Yes we will!” “Kenapa kau menginginkan menikah denganku?” Kheil diam. Menatap Peony dalam. Hal itu semakin membuat Peony ingin bersembunyi di dalam lubang semut. Wajahnya memanas seperti sedang masuk ke dalam oven. “Nicholas menginginkan cucu,” balas Kheil enteng. Peony mendelik. Tak terima dengan alasan Kheil. “Ya sudah, tinggal kau beri saja! Bukankah kau tidak kekurangan wanita? Bahkan ayahmu menjodohkanmu dengan wanita-wanita hebat. Pilih salah satu dari mereka!” “Bagaimana kalau kau?” “Kenapa harus aku??” “Karena… aku lebih mengenalmu daripada wanita-wanita itu. Kau tahu kalau aku tidak nyaman dengan o
“Aarrrgggghhh! Kenapa bisa aku seperti itu?? Ya Tuhan!” Erangan kembali keluar dari mulut Peony untuk ke sekian kali saat mengingat kebodohannya kemarin pagi. Gara-gara itu, dia harus… dia harus… “Aaarrgggg! Oh God! Bagaimana bisa aku semudah itu menerima lamarannya???!!!” Peony menjambak rambutnya sendiri. Matanya menatap makan siangnya dengan tatapan kosong. Ingatannya kembali pada kejadian kemarin. “A-apa?? B-bukankah waktunya masih a-ada tiga hari lagi… untuk kau menjawab lamaranku, Summer?” “APA AKU TIDAK BOLEH MENJAWAB LEBIH AWAL?! APA KAU MENYESAL TELAH MELAMARKU?” Napas Peony memburu. Peony menatap nyalang pada Kheil yang masih ada di depan unitnya sendiri. Tentu saja masih dengan tubuh Maribel yang menempel di dada bidang pria tampan itu. Dasar lintah danau air keruh! Apakah Peony salah kalau tidak menyukai sosok Maribel? Padahal mereka tidak pernah terlibat masalah apa pun sebelumnya. Tapi karena kedekatan Kheil dan Maribel, membuat hati Peony hangus berkali-kali. “Buk
“Apakah kau memiliki niat untuk berpisah dariku setelah kita menikah?” tanya Kheil datar, tapi pancaran matanya menyiratkan kekecewaan. Peony terdiam. Terlalu terkejut dengan apa yang Kheil perlihatkan. Apakah dia keterlaluan jika meminta perjanjian pra nikah pada Kheil? Apakah dia terlihat tidak percaya pada pria itu? Seketika, Peony dilanda rasa bersalah. Apa dibatalkan saja ya permintaannya? “Aku—” Ucapan Peony terhenti saat mendengar suara langkah kaki dari tangga. Ia dan Kheil langsung mengarahkan pandangan ke sana, dan mendapati Maribel sudah mencapai anak tangga terakhir. Wanita itu sepertinya terkejut dengan keberadaan Peony jika dilihat dari mata merahnya yang melebar. Peony mengernyit melihat wajah Maribel yang tampak sedang bersedih. Mata merahnya memperlihatkan kalau wanita itu habis menangis. Bukan hanya mata, ujung hidungnya pun memerah. Suasana kembali hening untuk beberapa saat. Tak lama, Maribel melangkah pelan ke arah mereka—Ah, lebih tepatnya ke arah Kheil. Se
Peony melenguh saat merasakan lengannya digerak-gerakkan. Ia membuka, lalu menutup mata. Setelah itu, membuka kembali dan mengusapnya guna mengembalikan penglihatan menjadi jernih. Peony mengedarkan pandangan dan menghela napas panjang. Baru mengingat jika setelah dari unit Kheil, Peony memutuskan mengurung diri di dalam kamar dan menangis dalam diam sampai tertidur. “Kau menangis terlalu lama. Lihatlah, matamu sampai bengkak begitu.” Peony mendudukkan diri segera setelah mendengar ucapan Casandra yang sudah berada di samping ranjangnya. “A-aku tidak menangis, Bu!” Casandra mendengus geli sambil menggelengkan kepala. “Bangunlah. Cuci mukamu. Kheil ada di depan.” “A-apa??” Peony memekik tak percaya. Tak lama kemudian, wajahnya menjadi kesal. “Katakan saja padanya aku sudah tidur, Bu.” “Kalian akan menikah. Kesalahpahaman seharusnya diluruskan, bukan didiamkan sehingga masalah kecil menjadi masalah besar dan berlarut.” “A-apa maksud ibu?” Peony mendadak gugup. Jantungnya berdegup
Peony menatap dengan takut-takut mansion mewah bergaya Eropa klasik yang besarnya tidak main-main. Memiliki taman serta halaman yang luas. Sebuah air mancur besar menempel di sisi bangunan mansion. Lampu warna-warni menghiasi air mancur tersebut. Menambah kesan yang indah pada malam ini. Mansion ini adalah mansion keluarga Leight yang sebelumnya hanya dapat Peony lihat melalui media. Ia tidak menyangka bisa melihatnya secara langsung. “Ayo.” Peony terkejut saat tangannya ditarik, lalu digenggam erat oleh Kheil. Mereka melangkah memasuki mansion. Peony tersipu saat disambut delapan pelayan di depan pintu mansion. Memberi hormat pada Kheil juga dirinya setelah sebelumnya sepertinya mereka semua terkejut atas kedatangan Kheil. Jantung Peony berdebar kencang. Ia merasa seperti Cinderella yang memasuki area pesta sang Prince Charming. “Tanganmu dingin. Apakah kau gugup karena ingin bertemu calon mertua?” goda Kheil. Peony hanya membalas dengan mendelik galak. Hal itu mampu membuat Khe
“Ssttt… aku tidak bermaksud seperti itu.” Kheil menarik Peony sampai mereka berhadapan. Pria itu mengangkat tubuh Peony sampai hidung mereka nyaris bersentuhan. Tangannya memerangkap pinggang Peony sangat erat. “Lepaskan!” Peony memberontak dengan wajah memerah antara kesal dan tersipu. Ia memilih tak menatap Kheil. “Kau sangat cantik.” Peony tertegun. Jantungnya berdetak kencang. Baru kali ini Kheil memujinya. “Kau sangat menarik dan menggoda bahkan tanpa harus repot-repot membuat dirimu terlihat seperti itu.” Oh no! Kaki Peony lemas seperti jelly! Kheil si datar kenapa berubah jadi pria perayu??? Apakah sepuluh tahun telah mengubah Kheil menjadi seperti ini? Peony menggigit bibir kesal. Tiba-tiba mengingat banyaknya wanita yang digosipkan dengan pria itu sebelumnya. Apakah para wanita itu juga mendapat rayuan manis seperti ini?! Cup! Peony terkesiap merasakan pipinya dikecup kencang. Ia menatap Kheil yang kini tersenyum tipis. Membuat Peony merinding. Pria itu kenapa semakin
“Sampaikan salamku pada Nyonya Hart.” Kheil mendekatkan wajahnya untuk mengecup pipi Peony. Namun dengan segera Peony menghindar. Suasana hatinya masih berantakan setelah pertemuan dengan Nicholas tadi. Bahkan saat makan malam tadi di sebuah restoran mewah dengan Kheil—Yang tentu saja mereka berada di ruang VIP agar tidak terendus media—, Peony tidak menikmati makanan itu dengan baik. Ketika Kheil bertanya, Peony hanya membalas ia makan siang terlalu sore di kantor, sehingga membuat perutnya masih kenyang. Kheil tidak curiga sedikitpun. Atau mungkin pria itu terlalu tidak peka. Entahlah. Peony malas memikirkannya. Kheil menjauhkan diri setelah mendapat penolakan. Wajahnya terlihat dingin. “Kenapa kau menghindar?” tanya Kheil tak suka. “Aku lelah dan ingin segera tidur.” Helaan napas panjang keluar dari mulut Kheil. Pria itu mengusap lembut puncak kepala Peony. Kali ini tidak ada penolakan karena Peony terlalu lelah. Lelah hati tepatnya. “Istirahatlah.” Peony tak membalas. Ia sege