“Sampaikan salamku pada Nyonya Hart.” Kheil mendekatkan wajahnya untuk mengecup pipi Peony. Namun dengan segera Peony menghindar. Suasana hatinya masih berantakan setelah pertemuan dengan Nicholas tadi. Bahkan saat makan malam tadi di sebuah restoran mewah dengan Kheil—Yang tentu saja mereka berada di ruang VIP agar tidak terendus media—, Peony tidak menikmati makanan itu dengan baik. Ketika Kheil bertanya, Peony hanya membalas ia makan siang terlalu sore di kantor, sehingga membuat perutnya masih kenyang. Kheil tidak curiga sedikitpun. Atau mungkin pria itu terlalu tidak peka. Entahlah. Peony malas memikirkannya. Kheil menjauhkan diri setelah mendapat penolakan. Wajahnya terlihat dingin. “Kenapa kau menghindar?” tanya Kheil tak suka. “Aku lelah dan ingin segera tidur.” Helaan napas panjang keluar dari mulut Kheil. Pria itu mengusap lembut puncak kepala Peony. Kali ini tidak ada penolakan karena Peony terlalu lelah. Lelah hati tepatnya. “Istirahatlah.” Peony tak membalas. Ia sege
“Di hadapan Tuhan, Imam, para orang tua, dan saksi, maka aku Kheil Abraham Leight, dengan niat suci dan ikhlas hati telah memilihmu Peony Madeline Hart menjadi istriku. Aku berjanji akan selalu setia kepadamu, dalam untung maupun malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Aku akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Sesuai hukum Allah yang kudus, inilah janji setiaku.” Tubuh Peony menegang setelah mendengar janji suci yang Kheil keluarkan. Matanya memanas. Kedua kakinya lemas. Setiap kata yang Kheil keluarkan terdengar indah. Peony tahu jika janji yang diucapkan Kheil hanya semata karena ‘menginginkan’nya dan komitmen, bukan cinta. Tapi ini benar-benar indah. Impiannya memiliki Kheil akan terwujud dengan nyata hari ini. Mereka jarang bertemu setelah malam itu, malam di mana Kheil menghubungi pengacaranya untuk melegalkan surat perjanjian pra nikah mereka. Pria itu gila. Kheil mengatakan jika ia harus melakukannya
"Ya Tuhan, aku frustrasi!" Peony mendesah lelah. Gaun pengantinnya belum bisa terbuka sama sekali. Tangan dan lehernya pegal. Kaitan yang berada di atas resleting gaun indah ini lah yang menjadi kendala. Peony sudah lelah menggapai-gapai, mencoba membuka, tapi kaitannya terlalu rapat. Mungkin salah satu alasannya, karena gaun ini memiliki kerah tinggi. “Seharusnya tadi aku terima saja tawaran Kheil membantuku membuka gaun ini!” erang Peony penuh sesal. Karena terlalu malu dan gengsi, Peony menolak mentah-mentah tawaran pria itu. Peony juga takut akan terjadi hal yang sebenarnya belum siap ia lakukan jika ia menerima tawaran Kheil. Jangan-jangan Kheil akan langsung ‘menyerang’nya? Apalagi Kheil tadi menyinggung tentang ‘bagaimana mereka melewati malam ini’. Blush… Peony menangkup kedua pipinya yang tiba-tiba saja memanas. Menatap diri di depan cermin wastafel. Tak lama, ia menatap sekeliling kamar mandi dari pantulan cermin. Memperhatikan sejenak tempat ini cukup membuat kekesalanny
Peony merasakan tangan Kheil berhenti bergerak. Pria itu menumpukan dagu tegasnya pada puncak kepala Peony. “Kau pasti berpikir negatif lagi, hm?” Kheil meremas lembut pinggang Peony. “Aku ingin memiliki anak bukan karena kewajiban itu, Summer… Aku tidak sabar memiliki Summer junior yang menggemaskan sepertimu.” Kheil mengecup kuat pipi Peony yang merona karena ucapan manisnya. Pria itu terkekeh. Mungkin karena melihat pipi tomat Peony. Kheil kembali menumpukan dagu pada puncak kepala Peony. Memeluk erat perut sang istri. "Bukankah aku sudah menghilangkan point nomor lima? Jika pun pada akhirnya kita tidak memiliki anak, biarkan Nicholas yang membuat anak dengan wanita-nya,” seru Kheil jenaka. Peony refleks menengadah sampai tatapannya dan Kheil bertemu. Pria itu tersenyum lembut pada Peony, lalu mengecup singkat ujung hidungnya. “Memiliki anak adalah bonus. Menikah sesungguhnya yang aku maksud, tentu saja menjalani hari-hari yang benar sebagai sepasang suami istri. Contohnya... ma
“Hai…” Peony yang baru saja membuka mata, hanya dapat mematung saat seorang pria tampan menatapnya dalam sambil menyapa. “Bagaimana tidurmu? Nyenyak?” tanya pria itu kembali. Suara berat dan seraknya terdengar bersahabat di telinga. Bahkan sangat bersahabat karena terlalu lembut. Wajah bangun tidurnya tak menghilangkan setitikpun ketampanan yang dimiliki pria itu. Dia adalah Kheil… suami Peony… Wajah Peony memanas mengingat jika ia dan Kheil telah resmi menikah. Mereka saling mengucap janji suci, lalu menandatangi dokumen-dokumen pernikahan. Bahkan yang terakhir, telah menyempurnakan pernikahan mereka sampai ia tertidur pulas. Tubuh Peony menegang merasakan usapan lembut di pinggangnya. “Masih mengantuk?” Peony menggeleng kencang menutupi kegugupan yang timbul karena perhatian pria itu. “J-jam berapa sekarang?” Peony bergerak salah tingkah sambil membenahi selimut yang ada di tubuhnya. Ia membalikkan tubuh memunggungi sang suami, pura-pura mencari jam yang mungkin saja ada di
Peony memperhatikan pemandangan jalan yang dilaluinya dari kaca mobil yang membawanya saat ini. Matanya berkaca-kaca. Peony muram mengingat sang ibu baru saja diantar pulang olehnya. Seandainya saja Casandra mau ikut pindah ke kota, Peony akan sangat senang. Sayangnya sang ibu sudah sangat nyaman di desa itu dan Peony tidak boleh egois. Peony menghela napas panjang. Perasaan berat menggelayuti diri ketika harus kembali melepas Casandra. Hal ini selalu ia rasakan setiap kali mereka berpisah setelah pertemuan. Moodnya akan buruk untuk beberapa hari karena kerinduan yang padahal berpisah saja belum dalam hitungan jam. Seperti sekarang. Ini lah yang sebenarnya sering membuat Casandra mengomel dan tak ingin sering-sering Peony pulang atau dia yang berkunjung ke tempat Peony. Casandra paling tidak suka jika Peony bersedih. Seperti halnya perasaan ibu-ibu kebanyakan. “Kau menangis?” Peony terkejut mendengar suara sang suami. Pria itu duduk di sampingnya karena Kheil juga turut serta mengan
“Mau ke mana?” Kheil menghadang langkah Peony yang akan keluar dari kamar mereka. Wanita ini telah memakai pakaian lengkap untuk bekerja, sementara sang suami baru saja selesai mandi. Dada Kheil tidak tertutupi apa pun. Sementara bagian bawah untungnya saja ditutupi handuk putih sampai batas lutut. Namun walau begitu, tetap saja membuat Peony langsung membuang muka. Bukan… bukan dia tidak ingin menikmati pemandangan di depannya, tapi Peony takut kembali tergoda. Pria itu sangat bisa memancing gairah Peony. Seperti kemarin, mereka melakukan proses pengemasan choco bar di dalam mobil. Ini gila. Sensasinya luar biasa. Peony berada di atas pangkuan Kheil yang tentu saja dengan bantuan instruksi Kheil yang berpengalaman. Mereka bahkan melakukannya tanpa membuka seluruh pakaian. Kheil selalu punya cara-cara baru dalam melakukan hal itu. Belum lagi, saat baru saja tiba di dalam penthouse, mereka kembali melakukannya. Menjelajahi setiap tempat di dalam penthouse yang kata Kheil membuka pabri
“Siapa pria itu?” bisik Peony kebingungan. Ia menatap lengan bagian dalamnya yang tergores sayatan pisau. Pikirannya menerawang pada kejadian lebih dari satu jam lalu. Saat ia keluar dari stasiun, seorang pria berjalan mendekatinya dengan pisau di tangan. Pria itu memakai masker, tapi Peony bisa melihat goresan panjang di sekitar matanya. Kejadiannya sangat cepat. Pria misterius itu mengarahkan pisau hendak menyerang perut Peony. Beruntung hal itu tidak sampai terjadi, karena— Brak! Peony berjengit mendengar pintu ruangan yang ditempatinya ini terbuka dengan kencang. “Kheil??” Peony membelalakkan mata mendapati ternyata sang suami yang melakukannya. Bukankah Kheil seharusnya sedang berada di luar kota? Pria itu mengatakan akan mengadakan rapat di perusahaan cabangnya yang berada di sana, dan akan pulang larut malam. Kenapa tahu-tahu justru sudah berada di sini? Pria itu berjalan dengan langkah lebar ke arah ranjang yang Peony duduki. Diikuti oleh lima orang pria mengenakan pakaian
*** Nic… Ab… Aku mulai tidak mengenali siapa kalian jika saja aku tidak membaca buku harian yang aku tulis. Kalian tampan. Aku tidak menyangka pernah memiliki lelaki-lelaki tampan. Kebahagiaan untuk kalian?Jika kata -kata itu adalah kata-kata yang selalu aku tulis di setiap lembar, maka di lembar ini pun aku mengharapkan kebahagiaan untuk kalian. Kalian harus selalu bahagia!Peony mengusap tulisan tangan terakhir Dakota. Tulisan itu terlihat tak rapi dan memiliki jarak yang tidak beraturan di setiap kata. Sepertinya ini adalah lembar terakhir yang ditulis wanita itu sebelum kondisi Dakota semakin parah. Mata Peony berkaca-kaca. Tidak bisa membayangkan jika ia berada di posisi Dakota. Menjalani hari-hari terakhir di hidupnya tanpa didampingi orang-orang yang ia cintai walaupun Dakota tak mengenalinya karena penyakit itu.Alzheimer…Penyakit yang diderit
"Berhentilah menggangguku!"“…”"Kheil! Ya Tuhan! Aku tidak bisa bergerak, Kheil!"Peony melenguh nikmat setengah kesal. Alih-alih membebaskan Peony dari rengkuhannya, sang suami justru menghisap daun telinga Peony dengan sensual. Pria itu merengkuhnya dari belakang, dan itu mengganggu sekaligus menggoda."Kheil—Ouch!"Plak!Peony memukul kencang bahu Kheil yang baru saja menggigit pipinya. Akhir-akhir ini, Kheil semakin sering melakukannya. Setiap kali Peony bertanya dengan marah-marah, Kheil selalu mengatakan Peony semakin menggemaskan. Membuat Peony hanya dapat menghela napas jengkel."Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Peony heran setengah frustrasi."Apa?" tanya Kheil polos."Menempel terus padaku seperti lintah.""Bukankah ini yang sejak dulu aku lakukan padamu? Bahkan setelah kita kembali bertemu."Peony terdiam. Mencerna kata-kata sang suami. Setelah ia mengerti, Peony berd
“Sayang…” lirih Kheil putus asa. “Bicaralah—”“Kenapa sih kau harus minum-minum?! Memang semua masalah bisa hilang dengan menenggak alkohol?!” sinis Peony yang akhirnya tak tahan melihat keberadaan gelas anggur putih itu. Peony bukannya anti pada teman-teman yang minum minuman beralkohol. Ia juga sebenarnya tak masalah kalau Kheil mengkonsumsi minuman itu asal dalam batas wajar. Tetapi kalau meminumnya saat sedang ada masalah, itu yang Peony tak suka. Ia takut suaminya akan kecanduan.Atau… memang Kheil selama ini gemar meminum minuman itu? Sekian lama berpisah, ia masih belum tahu kebiasaan baru Kheil.“Apakah kau sering mengkonsumsi minuman—""Minumlah." Kheil menyodorkan gelas anggur putih itu pada Peony.Peony mengerjap, lalu menatap Kheil yang menatapnya datar. "Ini... minuman beralkohol kan? Aku tidak bisa meminumnya." Peony menggeleng kencang.Kheil menaikkan se
Tok Tok!"Suamiku yang tampan tapi datar, bolehkah aku masuk?"Kheil mendengus geli mendengar suara sang istri yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia meletakkan gelas anggur putih berisi cairan berwarna cokelat pekat ke atas meja kerja. Matanya melirik diam-diam keberadaan Peony yang mengintip dari balik pintu ruang kerja yang memang sejak awal terbuka sedikit.“Apakah kau akan membiarkan aku berdiri di sini sampai letih?” Suara Peony kembali terdengar. Kali ini nadanya memelas. Membuat Kheil lagi-lagi mendengus dan dia yakin mungkin sebentar lagi akan kalah dari acara merajuknya.Sudah lebih dari satu jam ia mengabaikan—Lebih tepatnya pura-pura mengabaikan— sang istri karena rasa cemburu yang menguasai jiwa.Kheil kembali mengingat hal apa yang membuatnya kesal. Belum selesai rasa kesalnya menghilang pada Nicholas, kesabaran Kheil sudah harus diuji karena kedatangan Cleve Malik. Bocah ingusan itu mendatangi Peony di
Kheil sesekali melirik sang istri di sela perbincangannya dengan para rekan bisnis yang hadir ke acara resepsi yang ia dan Peony adakan. Akhirnya, setelah satu bulan lebih menikah secara hukum dan agama, Kheil bisa mewujudkan impian membuat resepsi super mewah untuk mereka berdua. Mereka mengadakannya di aula mansion keluarga Leight. Alih-alih Peony yang bersemangat mengadakan resepsi, justru Kheil lah pihak yang merasakan itu.Kheil ingin seluruh dunia tahu kalau Peony adalah istrinya. Kheil ingin menunjukkan kepada para pria yang mengincar sang istri, jika mereka tidak punya kesempatan lagi mendapatkan Peony. Kheil ingin menunjukkan kekuasaannya dan ingin memberitahu mereka semua kalau mereka tidak bisa bersaing dengan seorang Leight. Level mereka terlalu jauh.Sialan!Kheil jadi kesal sendiri mengingat Peony justru semakin diincar banyak pria belakangan ini. Mendadak akun sosial media Peony mendapat banyak pengikut. Tidak masalah jika semua pengikut sang istr
“Ouch! Summer…” geram Kheil. Ia membuka mata kesal setelah merasakan satu alisnya kembali dicabut Peony. Entah sudah berapa kali sang istri melakukannya. Wanita itu mengatakan gemas dengan alis tegas Kheil yang menjadi salah satu bagian tubuh yang membuat orang takut dan tak bisa berlama-lama menatap pria tampan ini.“Sakit, Sayang… Kau ingin aku tak punya alis ya?” omel Kheil yang justru dibalas sang istri kekehan tak peduli.Wanita-nya itu kini malah membelai alis-alis tegas itu, lalu memberikan kecupan di bibir Kheil. Membuat Kheil yang tadinya kesal jadi menyunggingkan senyum. Pria ini merengkuh tubuh sang istri yang berbaring tengkurap di sampingnya. Lalu menyerang dengan kecupan-kecupan liar.“Hahaha… Hentikan, Kheil! Banyak orang!” Peony memberontak, tapi Kheil tak peduli. Ia terus menyerang Peony sampai posisi sang istri sudah berada di bawah kungkungannya.Napas keduanya saling bersahutan.
“Bagaimana? Enak???”Kheil menatap gadis yang tadi menghanyutkan topi baseballnya.Gadis di depannya ini, adalah gadis yang membuatnya penasaran akhir-akhir ini. Siapa yang menyangka kalau takdir membuat mereka berinteraksi dengan cara yang antimainstream tanpa harus Kheil yang lebih dulu mendekatinya. Kheil bersyukur, karena sesungguhnya tak tahu bagaimana cara mendekati gadis itu kecuali hanya memperhatikan dari jauh. Melihat tingkah-tingkah menggemaskan sang gadis yang terkadang berinteraksi hangat dengan orang asing yang baru dikenal gadis itu di taman. Kheil sampai berpikir, apakah gadis itu tak takut terlibat dengan orang jahat?Kheil kembali mengingat kejadian saat tadi topi baseballnya hanyut. Tahu begitu, sejak kemarin saja ia mengorbankan topi baseball kesayangannya itu kalau imbalannya adalah berkomunikasi dengan sang gadis. Meskipun nyatanya, sejak tadi hanya sang gadis yang tak bosan bertanya pendapat Kheil tentang es krim yang sedang Kh
Bruk!"Ouch!"Kheil terbangun dari tidur saat mendengar benda terjatuh dan tawa riuh anak-anak.Ia mengambil topi baseball yang menutupi wajah, lalu mendudukkan diri pada kursi panjang taman yang baru ditidurinya.Matanya memicing melihat seorang gadis sedang terduduk di atas rumput tak jauh dari tempatnya berada. Rambut gadis itu berwarna merah tembaga yang indah. Pipinya bulat kemerahan. Di depan gadis itu ada enam orang anak kira-kira berusia tujuh sampai sepuluh tahun. Menertawakan sang gadis yang sedang mengusap lutut serta sikunya untuk membersihkan rerumputan yang menempel di sana."Apakah kau bodoh?""Tali sepatumu terlepas, dan kau malah menginjaknya. Hahahha...""Sudah besar tapi seperti anak bayi. Hahahaha.""Hehehe... Bukankah wajahku memang seperti bayi?"“Ugh! Percaya diri sekali!”Anak-anak itu
Peony menggigit bibir. “Apakah dia akan dihukum berat?”“Dia telah melakukan percobaan pembunuhan dan terbukti merencanakan hal itu sebelumnya. Belum lagi, dia berhasil menganiayamu. Tentu saja akan dapat hukuman berat.” Rahang Kheil mengeras saat mengatakan itu. Mengingat kejadian satu minggu lalu saat melihat Ella mencekik belahan jiwanya. Sang istri bahkan sempat pingsan setelah mengetahui apa yang direncanakan Ella Hardi, wanita yang menurut Peony bahkan mereka tidak pernah terlibat urusan berat selain masalah rancangan. Dan ternyata, punya obsesi terhadap Dallas. Wanita gila!“Apakah… aku keterlaluan kalau… aku tidak mau berdamai?” tanya Peony ragu. Di satu sisi, jiwa kemanusiaannya ingin berdamai, tapi di sisi lain, Peony mengingat apa yang dilakukan Ella Hardi sudah di luar batas. Bukan hanya karena percobaan pembunuhan padanya, tapi juga atas penyekapan yang dilakukan Ella Hardi pada Zora di apartemen wanita som