“Kenapa pintunya tidak terkunci, Maddy—OH MY GOD!!!” Prak! Mata Peony terbuka lebar mendengar pekikan kencang dari arah pintu utama dan barang jatuh. Ia dan Kheil saling pandang dengan bibir masih bertaut. “PEONY MADELINE HART!” Peony segera mendorong bahu Kheil setelah mendengar pekikan kencang Casandra. Ya, Casandra Hart. Sial! Peony lupa kalau sang ibu masih akan menginap di apartemennya dan wanita itu pasti baru saja pulang dari rumah Janice Lishan. Sang ibu yang berpikir kolot dan menjunjung tinggi hubungan intim setelah pernikahan sudah pasti sangat terkejut dengan posisi Peony dan Kheil saat ini, yang sialnya akan sangat terlihat dari pintu masuk, karena sofa ruang tamunya dapat dilihat dari sana. Peony menoleh ke samping, dan mendapati tatapan tajam dan wajah memerah Casandra. Di bawah kakinya sudah tergeletak kantor belanja yang isinya berhamburan. Beberapa jeruk dan apel sudah menggelinding ke mana-mana. Peony menelan saliva susah payah. “I-ibu… i-ini tidak se-seperti
“Bagaimana?” tanya Kheil pada dokter yang memeriksa kaki Peony. “Tidak serius. Cukup butuh waktu satu atau dua hari untuk beristirahat. Setelah itu, bisa kembali beraktivitas walaupun tetap harus berhati-hati saat melangkah,” balas sang dokter yang saat ini mulai membalut pergelangan kaki Peony dengan perban elastis. Lima belas menit yang lalu, setelah beberapa saat mereka selesai makan malam, Peony dan Casandra terkejut dengan kedatangan dokter tersebut. Ternyata Kheil meminta dokter pribadi keluarganya datang untuk memeriksa kaki Peony. Hal itu tentu saja membuat Casandra terpesona semakin dalam pada calon menantunya. Bahkan Casandra sampai menggoda Peony baik dengan kata maupun tatapan jahil. “Pria itu benar-benar sosok nyata calon suami idaman. Tampan, kaya, pandai memasak, sopan, pengertian, dan yang lebih penting, perhatian padamu. Kau tidak salah memilihnya. Pantas saja kau mempertahankannya bertahun-tahun, Maddy… Putriku tidak mau rugi ternyata. Bagus! Dia adalah pendamping
“’Melakukan’ membuat cucu untuk Nicholas dan Nyonya Hart, Summer…” bisik Kheil parau. “A-APA—Hmmppp!” “Jangan berteriak. Aku takut Ibumu berpikir kalau kita sedang ‘melakukannya’,” bisik Kheil kembali. Sebelah tangan sudah membungkam bibir Peony. Tanpa aba-aba, pria itu mengangkat Peony sampai Peony memekik. Refleks ia mengalungkan lengannya pada leher Kheil. Pria itu melangkah pasti menuju sebuah pintu yang berada tak jauh dari ruang tamu. Karena apartemen ini tidak terlalu besar dan memiliki denah yang sama persis dengan apartemen yang Kheil tempati di sebelah, sepertinya Peony tidak perlu repot-repot memberitahu pada Kheil di mana letak kamarnya. “S-seharusnya kau tidak perlu mengantarku. Aku bisa jalan sendiri pelan-pelan. Tuan Clement mengatakan kakiku tidak parah. Hanya butuh berhati-hati saat melangkah,” seru Peony mengingat ucapan dokter yang memeriksanya. “Masalahnya kau bukanlah orang yang pandai ‘berhati-hati’, Bocah. Aku tidak mau mengambil resiko.” “Kheil! Sudah ber
“Ya aku salah. Jadi… kapan kita akan menikah? Besok?” Peony mendelik. Ia nyaris terjungkal kalau saja tidak ada Kheil yang masih mengurung tubuhnya. “Hey… hati-hati.” Peony mendadak gugup dan salah tingkah saat wajah mereka kembali berdekatan. Peony beringsut menjauh walaupun tetap tidak berarti banyak karena posisi mereka masih sangat dekat. “K-kita tidak akan menikah!” “Yes we will!” “Kenapa kau menginginkan menikah denganku?” Kheil diam. Menatap Peony dalam. Hal itu semakin membuat Peony ingin bersembunyi di dalam lubang semut. Wajahnya memanas seperti sedang masuk ke dalam oven. “Nicholas menginginkan cucu,” balas Kheil enteng. Peony mendelik. Tak terima dengan alasan Kheil. “Ya sudah, tinggal kau beri saja! Bukankah kau tidak kekurangan wanita? Bahkan ayahmu menjodohkanmu dengan wanita-wanita hebat. Pilih salah satu dari mereka!” “Bagaimana kalau kau?” “Kenapa harus aku??” “Karena… aku lebih mengenalmu daripada wanita-wanita itu. Kau tahu kalau aku tidak nyaman dengan o
“Aarrrgggghhh! Kenapa bisa aku seperti itu?? Ya Tuhan!” Erangan kembali keluar dari mulut Peony untuk ke sekian kali saat mengingat kebodohannya kemarin pagi. Gara-gara itu, dia harus… dia harus… “Aaarrgggg! Oh God! Bagaimana bisa aku semudah itu menerima lamarannya???!!!” Peony menjambak rambutnya sendiri. Matanya menatap makan siangnya dengan tatapan kosong. Ingatannya kembali pada kejadian kemarin. “A-apa?? B-bukankah waktunya masih a-ada tiga hari lagi… untuk kau menjawab lamaranku, Summer?” “APA AKU TIDAK BOLEH MENJAWAB LEBIH AWAL?! APA KAU MENYESAL TELAH MELAMARKU?” Napas Peony memburu. Peony menatap nyalang pada Kheil yang masih ada di depan unitnya sendiri. Tentu saja masih dengan tubuh Maribel yang menempel di dada bidang pria tampan itu. Dasar lintah danau air keruh! Apakah Peony salah kalau tidak menyukai sosok Maribel? Padahal mereka tidak pernah terlibat masalah apa pun sebelumnya. Tapi karena kedekatan Kheil dan Maribel, membuat hati Peony hangus berkali-kali. “Buk
“Apakah kau memiliki niat untuk berpisah dariku setelah kita menikah?” tanya Kheil datar, tapi pancaran matanya menyiratkan kekecewaan. Peony terdiam. Terlalu terkejut dengan apa yang Kheil perlihatkan. Apakah dia keterlaluan jika meminta perjanjian pra nikah pada Kheil? Apakah dia terlihat tidak percaya pada pria itu? Seketika, Peony dilanda rasa bersalah. Apa dibatalkan saja ya permintaannya? “Aku—” Ucapan Peony terhenti saat mendengar suara langkah kaki dari tangga. Ia dan Kheil langsung mengarahkan pandangan ke sana, dan mendapati Maribel sudah mencapai anak tangga terakhir. Wanita itu sepertinya terkejut dengan keberadaan Peony jika dilihat dari mata merahnya yang melebar. Peony mengernyit melihat wajah Maribel yang tampak sedang bersedih. Mata merahnya memperlihatkan kalau wanita itu habis menangis. Bukan hanya mata, ujung hidungnya pun memerah. Suasana kembali hening untuk beberapa saat. Tak lama, Maribel melangkah pelan ke arah mereka—Ah, lebih tepatnya ke arah Kheil. Se
Peony melenguh saat merasakan lengannya digerak-gerakkan. Ia membuka, lalu menutup mata. Setelah itu, membuka kembali dan mengusapnya guna mengembalikan penglihatan menjadi jernih. Peony mengedarkan pandangan dan menghela napas panjang. Baru mengingat jika setelah dari unit Kheil, Peony memutuskan mengurung diri di dalam kamar dan menangis dalam diam sampai tertidur. “Kau menangis terlalu lama. Lihatlah, matamu sampai bengkak begitu.” Peony mendudukkan diri segera setelah mendengar ucapan Casandra yang sudah berada di samping ranjangnya. “A-aku tidak menangis, Bu!” Casandra mendengus geli sambil menggelengkan kepala. “Bangunlah. Cuci mukamu. Kheil ada di depan.” “A-apa??” Peony memekik tak percaya. Tak lama kemudian, wajahnya menjadi kesal. “Katakan saja padanya aku sudah tidur, Bu.” “Kalian akan menikah. Kesalahpahaman seharusnya diluruskan, bukan didiamkan sehingga masalah kecil menjadi masalah besar dan berlarut.” “A-apa maksud ibu?” Peony mendadak gugup. Jantungnya berdegup
Peony menatap dengan takut-takut mansion mewah bergaya Eropa klasik yang besarnya tidak main-main. Memiliki taman serta halaman yang luas. Sebuah air mancur besar menempel di sisi bangunan mansion. Lampu warna-warni menghiasi air mancur tersebut. Menambah kesan yang indah pada malam ini. Mansion ini adalah mansion keluarga Leight yang sebelumnya hanya dapat Peony lihat melalui media. Ia tidak menyangka bisa melihatnya secara langsung. “Ayo.” Peony terkejut saat tangannya ditarik, lalu digenggam erat oleh Kheil. Mereka melangkah memasuki mansion. Peony tersipu saat disambut delapan pelayan di depan pintu mansion. Memberi hormat pada Kheil juga dirinya setelah sebelumnya sepertinya mereka semua terkejut atas kedatangan Kheil. Jantung Peony berdebar kencang. Ia merasa seperti Cinderella yang memasuki area pesta sang Prince Charming. “Tanganmu dingin. Apakah kau gugup karena ingin bertemu calon mertua?” goda Kheil. Peony hanya membalas dengan mendelik galak. Hal itu mampu membuat Khe
*** Nic… Ab… Aku mulai tidak mengenali siapa kalian jika saja aku tidak membaca buku harian yang aku tulis. Kalian tampan. Aku tidak menyangka pernah memiliki lelaki-lelaki tampan. Kebahagiaan untuk kalian?Jika kata -kata itu adalah kata-kata yang selalu aku tulis di setiap lembar, maka di lembar ini pun aku mengharapkan kebahagiaan untuk kalian. Kalian harus selalu bahagia!Peony mengusap tulisan tangan terakhir Dakota. Tulisan itu terlihat tak rapi dan memiliki jarak yang tidak beraturan di setiap kata. Sepertinya ini adalah lembar terakhir yang ditulis wanita itu sebelum kondisi Dakota semakin parah. Mata Peony berkaca-kaca. Tidak bisa membayangkan jika ia berada di posisi Dakota. Menjalani hari-hari terakhir di hidupnya tanpa didampingi orang-orang yang ia cintai walaupun Dakota tak mengenalinya karena penyakit itu.Alzheimer…Penyakit yang diderit
"Berhentilah menggangguku!"“…”"Kheil! Ya Tuhan! Aku tidak bisa bergerak, Kheil!"Peony melenguh nikmat setengah kesal. Alih-alih membebaskan Peony dari rengkuhannya, sang suami justru menghisap daun telinga Peony dengan sensual. Pria itu merengkuhnya dari belakang, dan itu mengganggu sekaligus menggoda."Kheil—Ouch!"Plak!Peony memukul kencang bahu Kheil yang baru saja menggigit pipinya. Akhir-akhir ini, Kheil semakin sering melakukannya. Setiap kali Peony bertanya dengan marah-marah, Kheil selalu mengatakan Peony semakin menggemaskan. Membuat Peony hanya dapat menghela napas jengkel."Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Peony heran setengah frustrasi."Apa?" tanya Kheil polos."Menempel terus padaku seperti lintah.""Bukankah ini yang sejak dulu aku lakukan padamu? Bahkan setelah kita kembali bertemu."Peony terdiam. Mencerna kata-kata sang suami. Setelah ia mengerti, Peony berd
“Sayang…” lirih Kheil putus asa. “Bicaralah—”“Kenapa sih kau harus minum-minum?! Memang semua masalah bisa hilang dengan menenggak alkohol?!” sinis Peony yang akhirnya tak tahan melihat keberadaan gelas anggur putih itu. Peony bukannya anti pada teman-teman yang minum minuman beralkohol. Ia juga sebenarnya tak masalah kalau Kheil mengkonsumsi minuman itu asal dalam batas wajar. Tetapi kalau meminumnya saat sedang ada masalah, itu yang Peony tak suka. Ia takut suaminya akan kecanduan.Atau… memang Kheil selama ini gemar meminum minuman itu? Sekian lama berpisah, ia masih belum tahu kebiasaan baru Kheil.“Apakah kau sering mengkonsumsi minuman—""Minumlah." Kheil menyodorkan gelas anggur putih itu pada Peony.Peony mengerjap, lalu menatap Kheil yang menatapnya datar. "Ini... minuman beralkohol kan? Aku tidak bisa meminumnya." Peony menggeleng kencang.Kheil menaikkan se
Tok Tok!"Suamiku yang tampan tapi datar, bolehkah aku masuk?"Kheil mendengus geli mendengar suara sang istri yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia meletakkan gelas anggur putih berisi cairan berwarna cokelat pekat ke atas meja kerja. Matanya melirik diam-diam keberadaan Peony yang mengintip dari balik pintu ruang kerja yang memang sejak awal terbuka sedikit.“Apakah kau akan membiarkan aku berdiri di sini sampai letih?” Suara Peony kembali terdengar. Kali ini nadanya memelas. Membuat Kheil lagi-lagi mendengus dan dia yakin mungkin sebentar lagi akan kalah dari acara merajuknya.Sudah lebih dari satu jam ia mengabaikan—Lebih tepatnya pura-pura mengabaikan— sang istri karena rasa cemburu yang menguasai jiwa.Kheil kembali mengingat hal apa yang membuatnya kesal. Belum selesai rasa kesalnya menghilang pada Nicholas, kesabaran Kheil sudah harus diuji karena kedatangan Cleve Malik. Bocah ingusan itu mendatangi Peony di
Kheil sesekali melirik sang istri di sela perbincangannya dengan para rekan bisnis yang hadir ke acara resepsi yang ia dan Peony adakan. Akhirnya, setelah satu bulan lebih menikah secara hukum dan agama, Kheil bisa mewujudkan impian membuat resepsi super mewah untuk mereka berdua. Mereka mengadakannya di aula mansion keluarga Leight. Alih-alih Peony yang bersemangat mengadakan resepsi, justru Kheil lah pihak yang merasakan itu.Kheil ingin seluruh dunia tahu kalau Peony adalah istrinya. Kheil ingin menunjukkan kepada para pria yang mengincar sang istri, jika mereka tidak punya kesempatan lagi mendapatkan Peony. Kheil ingin menunjukkan kekuasaannya dan ingin memberitahu mereka semua kalau mereka tidak bisa bersaing dengan seorang Leight. Level mereka terlalu jauh.Sialan!Kheil jadi kesal sendiri mengingat Peony justru semakin diincar banyak pria belakangan ini. Mendadak akun sosial media Peony mendapat banyak pengikut. Tidak masalah jika semua pengikut sang istr
“Ouch! Summer…” geram Kheil. Ia membuka mata kesal setelah merasakan satu alisnya kembali dicabut Peony. Entah sudah berapa kali sang istri melakukannya. Wanita itu mengatakan gemas dengan alis tegas Kheil yang menjadi salah satu bagian tubuh yang membuat orang takut dan tak bisa berlama-lama menatap pria tampan ini.“Sakit, Sayang… Kau ingin aku tak punya alis ya?” omel Kheil yang justru dibalas sang istri kekehan tak peduli.Wanita-nya itu kini malah membelai alis-alis tegas itu, lalu memberikan kecupan di bibir Kheil. Membuat Kheil yang tadinya kesal jadi menyunggingkan senyum. Pria ini merengkuh tubuh sang istri yang berbaring tengkurap di sampingnya. Lalu menyerang dengan kecupan-kecupan liar.“Hahaha… Hentikan, Kheil! Banyak orang!” Peony memberontak, tapi Kheil tak peduli. Ia terus menyerang Peony sampai posisi sang istri sudah berada di bawah kungkungannya.Napas keduanya saling bersahutan.
“Bagaimana? Enak???”Kheil menatap gadis yang tadi menghanyutkan topi baseballnya.Gadis di depannya ini, adalah gadis yang membuatnya penasaran akhir-akhir ini. Siapa yang menyangka kalau takdir membuat mereka berinteraksi dengan cara yang antimainstream tanpa harus Kheil yang lebih dulu mendekatinya. Kheil bersyukur, karena sesungguhnya tak tahu bagaimana cara mendekati gadis itu kecuali hanya memperhatikan dari jauh. Melihat tingkah-tingkah menggemaskan sang gadis yang terkadang berinteraksi hangat dengan orang asing yang baru dikenal gadis itu di taman. Kheil sampai berpikir, apakah gadis itu tak takut terlibat dengan orang jahat?Kheil kembali mengingat kejadian saat tadi topi baseballnya hanyut. Tahu begitu, sejak kemarin saja ia mengorbankan topi baseball kesayangannya itu kalau imbalannya adalah berkomunikasi dengan sang gadis. Meskipun nyatanya, sejak tadi hanya sang gadis yang tak bosan bertanya pendapat Kheil tentang es krim yang sedang Kh
Bruk!"Ouch!"Kheil terbangun dari tidur saat mendengar benda terjatuh dan tawa riuh anak-anak.Ia mengambil topi baseball yang menutupi wajah, lalu mendudukkan diri pada kursi panjang taman yang baru ditidurinya.Matanya memicing melihat seorang gadis sedang terduduk di atas rumput tak jauh dari tempatnya berada. Rambut gadis itu berwarna merah tembaga yang indah. Pipinya bulat kemerahan. Di depan gadis itu ada enam orang anak kira-kira berusia tujuh sampai sepuluh tahun. Menertawakan sang gadis yang sedang mengusap lutut serta sikunya untuk membersihkan rerumputan yang menempel di sana."Apakah kau bodoh?""Tali sepatumu terlepas, dan kau malah menginjaknya. Hahahha...""Sudah besar tapi seperti anak bayi. Hahahaha.""Hehehe... Bukankah wajahku memang seperti bayi?"“Ugh! Percaya diri sekali!”Anak-anak itu
Peony menggigit bibir. “Apakah dia akan dihukum berat?”“Dia telah melakukan percobaan pembunuhan dan terbukti merencanakan hal itu sebelumnya. Belum lagi, dia berhasil menganiayamu. Tentu saja akan dapat hukuman berat.” Rahang Kheil mengeras saat mengatakan itu. Mengingat kejadian satu minggu lalu saat melihat Ella mencekik belahan jiwanya. Sang istri bahkan sempat pingsan setelah mengetahui apa yang direncanakan Ella Hardi, wanita yang menurut Peony bahkan mereka tidak pernah terlibat urusan berat selain masalah rancangan. Dan ternyata, punya obsesi terhadap Dallas. Wanita gila!“Apakah… aku keterlaluan kalau… aku tidak mau berdamai?” tanya Peony ragu. Di satu sisi, jiwa kemanusiaannya ingin berdamai, tapi di sisi lain, Peony mengingat apa yang dilakukan Ella Hardi sudah di luar batas. Bukan hanya karena percobaan pembunuhan padanya, tapi juga atas penyekapan yang dilakukan Ella Hardi pada Zora di apartemen wanita som