"Tidak ada orang yang mirip di foto itu di sekolah ini, Nona," jawab Ilyaz gemetar seraya menatap Hernomo dengan ketakutan.
Ilyaz tidak mau terlibat lebih jauh dengan urusan orang itu yang sepertinya bukan orang main-main dilihat dari penampilan dan sikapnya, dikawal oleh banyak bodyguard pun iring-iringan SUV mewah. Demikian, pasti bukan Ivan yang mereka maksud walau foto itu mirip dengan Ivan. Lagi pula, mana mungkin Ivan berhubungan dengan orang kaya dan berkuasa? Perempuan misterius itu menatap Ilyaz dan Hernomo bergantian dengan saksama. Kemudian ia berkata, "Kalian berdua yakin?" tanyanya hendak memastikan. "Tidak ada orang yang mirip di foto ini di sekolah ini?" Mereka berdua saling pandang dan kemudian mengangguk cepat-cepat ke arah perempuan itu. Selama sesaat, rahang perempuan itu mengeras. "Jika kalian berdua ketahuan berbohong," ujar perempuan misterius itu seraya menuding muka mereka bergantian. "Kalian akan mendapatkan hukuman yang setimpal!" Setelah mengatakan hal itu, perempuan itu bangkit dari duduknya dan melenggang pergi bersama para pengawalnya. "Bukankah foto yang ditunjukan orang itu mirip dengan Ivan, Pak Ilyaz? Kenapa kita tidak memberitahukannya saja?" ucap Hernomo sekaligus heran. “Jangan-jangan Ivan terlibat penipuan dan menyeret orang kaya itu! Kenapa kita mempertahankan kriminal sepertinya di sekolah ini?!” Hernomo berusaha memengaruhi Ilyaz. Namun, usahanya sepertinya tidak berhasil. "Sebaiknya kita tidak usah ikut campur karena urusannya akan menjadi panjang nantinya." Hernomo mengumpat kesal di dalam hati. Kenapa kepala yayasan justru malah melindungi Ivan?! Hal tersebut membuat rencananya mendepak Ivan keluar dari sekolah ini akan terancam gagal! *** Sementara itu, tiba di kantor Malice Inc, Susan yang mengenakan blazer, kemeja putih, rok span dan sepatu hak tinggi menggandeng seorang pria yang mengenakan batik dan celana bahan. Mereka berdua tampak berjalan menuju ke ruangan CEO. Tentu saja pemandangan itu menarik perhatian semua orang yang ada di lobi. Mereka menatap tak percaya ke arah mereka berdua sekaligus heran. Sang CEO Malice Inc menggandeng seorang pria berpakaian sederhana? Di saat yang sama, menimbulkan pertanyaan di benak mereka masing-masing. Siapa pria yang sedang digandeng oleh CEO itu? Tapi, pasti pria itu memiliki hubungan yang begitu dekat dengan Susan. Jika tidak, mana mungkin Susan menggandengnya! Namun, Susan tidak mempedulikan tatapan-tatapan itu. Tetap berjalan menuju ke ruangannya. Sedangkan Ivan membiarkan Susan melakukan hal itu padanya. Ia paham mengapa Susan melalukan hal demikian sebab mereka berdua akan menikah kontrak. Tiba-tiba ... "Susan!" Terdengar suara pria yang memanggil Susan. Mendengar hal tersebut, Susan dan Ivan menghentikan langkah, balik badan dan menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria berjas mahal tengah berjalan ke arah mereka berdua dengan senyum yang terkembang lebar di bibirnya. Awalnya, pria itu kaget saat melihat Susan menggandeng seorang pria. Berpakaian sederhana pula. Namun, ia memilih tak menghiraukan dan langsung memanggilnya. Mendadak, Susan menggeram marah sebab teringat dengan kejadian tadi malam bersama pria itu. Pria itu adalah Marco yang kemarin malam mengajaknya minum teh. Susan yang tidak berpikir aneh-aneh terhadap pria itu pun langsung mengiyakan ajakannya. Namun, setelah ia meminum tehnya, ia tiba-tiba merasakan gairahnya terbakar. Di saat itu, ia menduga jika Marco telah memasukan obat yang mengandung afrodisiak ke dalam minumannya. Beruntung, ia berhasil meloloskan diri dan bertemu dengan Ivan. Jika tidak? Mungkin ia akan berakhir di ranjang bersama Marco, alih-alih dengan Ivan. Marco menyukai Susan dan sedang mengejar wanita itu. Tapi, Susan tidak menaruh hati kepada pria tersebut. Susan bersikap baik kepada Marco sebab perusahaannya berpotensi bekerja sama dengan Malice Inc. Tapi, ia tidak menyangka jika Marco akan bertindak sejauh ini. Sesampainya di hadapan Susan, Marco langsung menatap Susan dengan tatapan mesum. Dia kemudian berkata, "Bagaimana jika nanti siang kita minum teh lagi?" "Aku tidak bisa!" Susan langsung memotong perkataan Marco yang membuat pria itu tersentak. Selagi Marco terdiam kaget, Susan lanjut berkata. "Karena aku sudah memiliki kekasih." Sontak saja, Marco tambah melebarkan matanya. Tidak mungkin! Gumam Marco dalam hati. Ia tahu bahwa Susan tak memiliki kekasih. Oleh sebab itu, ia mencoba mendekati CEO Malice Inc tersebut. Tapi, kenapa sekarang Susan mendadak memiliki kekasih? Ada yang aneh! Kemudian, Marco pindah menatap Ivan. Melihat Susan yang masih menggandeng Ivan, membuat Marco terbakar api cemburu. "Jangan bilang ... dia adalah kekasihmu yang kamu maksud?" tanya Marco hendak memastikan, sesekali menatap ke arah Ivan dengan jijik. Susan mengangguk. "Benar sekali." Dia kemudian menambahkan. "Dia adalah kekasihku." Mata Marco melebar kembali mendengar hal itu! Mencerna perkataan Susan dalam sepersekian detik, lantas tertawa. "Jangan bercanda kamu, Susan," ejeknya menohok. "Pria kampungan ini ... adalah kekasihmu?" Susan mendengus dingin mendengar perkataan Marco. Namun, ia tidak mempedulikannya karena ia berpikir dengan ia mengatakan telah mempunyai kekasih kepada Marco, pria itu tidak akan mengejarnya lagi. Apalagi, ia akan segera menikah dengan Ivan. Lebih tepatnya menikah kontrak! Marco masih tertawa mengejek. Tak percaya jika pria yang berpakaian sederhana itu adalah kekasihnya Susan. "Lihat lah. Pria kampungan seperti ini yang kamu pilih sebagai kekasih, Susan?" Sementara Ivan balik menatap Marco dengan santai tanpa terintimidasi. "Aku tidak peduli dengan penilaianmu terhadap kekasihku, Marco, karena aku tulus mencintainya," jawab Susan sinis. "Jadi, jangan ganggu aku lagi karna aku sudah memiliki kekasih!" Mendadak, tawa Marco terhenti. Ekspresi wajahnya menjadi buruk. "Aku tidak percaya kalau dia itu adalah kekasihmu!" elak Marco separuh kesal. "Ya sudah kalau kamu tidak percaya. Tak masalah. Tak ada untungnya juga bagiku," balas Susan sinis. Kemudian, Susan beralih menatap Ivan. "Kita lanjut ke ruangan—" "Coba kau cium dia di sini, di hadapanku, di hadapan semua orang yang ada di sini untuk membuktikan kalau pria kampungan ini benar-benar kekasihmu," potong Marco mendadak yang membuat Susan terperanjat. Mendapati keterkejutan di wajah Susan, seketika terbit senyum penuh kemenangan di bibir Marco. Ia yakin jika Susan tidak berani melakukan hal demikian. Menganggap Susan berbohong. Tak hanya Marco, Ivan sendiri menatap perempuan di sampingnya dengan ragu, seakan bertanya apa dia yakin akan melakukan itu. Sementara Susan sendiri membeku. Mencium pria rendahan di sampingnya ini? Yang benar saja?! Tapi, ia tahu tak ada cara lain untuk meyakinkan Marco selain menuruti perintahnya. Ivan yang tak mau Susan terpengaruh oleh Marco berusaha untuk menyadarkannya, “Nona, tidak seharusnya anda—” Namun, tindakan Susan selanjutnya justru membuat senyum di bibir Marco mendadak pudar. Susan justru langsung mendekapkan gundukan miliknya ke arah Ivan dan mencium bibirnya. Asetnya yang begitu berisi itu bahkan hampir menyembul keluar dari kemeja putihnya. “No…nona, aku tak bisa bernafas—”“Nona, anda—” Namun, sentuhan bibir ranum dan manis Susan di bibirnya membuatnya terhenti. Ivan tahu jika tindakan Susan ini tak lain demi membuat Marco percaya. Maka, Ivan berinisiatif untuk membantu Susan meyakinkan pria tersebut. Demi membuat sandiwara itu sempurna, Ivan balas memeluk dan menekan pinggul dan bokong Susan di hadapan Marco. Mendapati Ivan memeluk dan menyentuh bagian tubuhnya, wajah Susan seketika merona merah. Di saat yang sama, ia merasa malu dan marah. Berani-beraninya Ivan menyentuh pinggul dan bokongnya? Padahal, ia tak menyuruh pria itu untuk melakukan hal tersebut. Tapi pria itu bertindak seenaknya sendiri! Kalau saja apa yang kini tengah ia lakukan kepada Ivan hanya semata-mata karena untuk meyakinkan Marco, pasti sebuah tamparan sudah melayang keras di pipi Ivan atau sepatu hak tingginya akan langsung mendarat di wajah pria itu. Tapi, ia terpaksa membiarkan hal itu seraya menekan emosinya supaya Marco dan semua orang percaya kalau Ivan adalah ke
Seruan itu membuat perhatian semua orang yang ada di situ teralihkan. Kepala-kepala kompak tertoleh, mencari sumber suara. Seorang perempuan yang memiliki tubuh berisi, mengenakan blazer dipadu dengan rok span serta kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya tampak bergegas menghampiri mereka. "Bu Renata, manager Investasi Graha Group!" seru salah satu orang, mengenali sosok terkenal itu diikuti tatapan terkejut yang lainnya. Ivan langsung terperanjat! Renata?Jelas panggilan 'tuan muda' itu ditujukan untuknya. Renata adalah salah satu orang kepercayaan keluarganya. Ivan seketika merutuki diri sebab Renata menemukan dirinya.Mendadak, ia cemas akan sesuatu. Lalu, semua orang langsung melemparkan senyuman lebar ke arah perempuan itu seraya membungkuk hormat. Namun, Renata tak mempedulikan mereka. Tetap melangkahkan kakinya hendak menghampiri Ivan. Akhirnya ia menemukan tuan muda keluarga Graha yang sedang ia cari. Sebelumnya, ia yang sedang berjalan hendak pergi dar
Marco mendelik, “Cih! Sampah sepertimu memangnya tahu apa?! Tempatmu hanya di kalangan orang miskin, bukan seperti kami para keluarga kaya di kota ini!!”Kemudian, ia mengangkat tangan dan menunjuk ke arah Ivan. "Ingat. Urusan kita belum selesai. Aku akan membalas perbuatanmu ini!" ancamnya dengan suara menggelegar.Setelah mengatakan hal itu, Marco melenggang pergi bersama dua bodyguardnya dari sana. Setelah kepergian Marco, Susan melangkah mendekat ke arah Renata dan berujar. "Apakah anda mencari saya, Nona Renata?" tanya Susan hati-hati hendak memastikan. Susan berpikir demikian sebab Graha Group adalah pemilik saham mayoritas di perusahaannya. Pun seperti yang sudah-sudah, jika Renata datang ke perusahaannya, maka sudah pasti dia memiliki urusan dengannya. Renata yang masih curi pandang ke arah Ivan yang kini juga tengah balik menatapnya sembari masih memberikan kode buru-buru menguasai diri, kemudian beralih menatap Susan dan mengangguk. Mendapati hal itu, Ivan tak elak
"Kau tetap tidak bisa memenuhi syarat yang dibuat oleh kakek, Susan!" ucap Herlambang tegas, sesekali menatap Ivan dengan jijik. Susan menautkan alis. "Kenapa tidak bisa?" tanya Susan bingung. "Aku sudah memiliki calon suami dan kami akan segera menikah. Demikian, aku telah memenuhi syarat yang diberikan!" Herlambang mendengus dingin. Tentu saja ia bersikap demikian sebab sebenarnya ia tengah mencoba menghalangi pernikahan Susan supaya wanita itu melepaskan jabatannya. Dengan begitu, ia bisa menggantikan posisinya setelahnya. Dengan wajah mengeras, Herlambang kembali bicara. "Tapi tidak dengan sampah ini yang pekerjaanya hanya sebagai guru! Dia akan mencoreng nama baik keluarga Rahardian!" Susan begitu tersentak mendengarnya. Sang paman tak setuju? Menentangnya?Sebelumnya, Susan telah menduga hal itu sebab status sosial dan pekerjaan Ivan yang memang begitu rendahan. Namun ia tak terlalu mempedulikannya karena kini yang ia pikirankan adalah ia harus segera m
Dengan tatapan merendahkan ke arah Ivan, Herlambang menggeleng sambil berkata. "Dasar bodoh! Memangnya kau itu pemilik Graha Group? CEO Graha Group? Sehingga bisa melakukan hal demikian?" Begitu pula dengan Felix yang kentara gemas sebab perkataan Ivan yang ngaco. Dengan tatapan yang sama seperti sang Ayah, Felix menambahi. "Heh, sampah! jangan berkhayal kau. Bangun dari mimpimu. Kau itu hanya seorang guru rendahan yang tidak mengerti bisnis sama sekali!" Namun, Ivan tak peduli, masih menatap keduanya dengan dingin. Dalam hati ia tertawa sebab apa yang diucapkan Herlambang itu memang benar adanya. Lalu, sambil kembali menggeleng selagi menatap Ivan dengan kebencian, Herlambang dan Felix melangkahkan kakinya hendak pergi dari ruangan tersebut. Berjalan menuju ke arah pintu, Herlambang menatap Susan sambil mencibir. "Ingat Susan keluarga kita akan malu jika Malice Inc sampai bangkrut!""Dan kau yang akan bertanggung jawab jika hal itu sampai terjadi!" ucap Felix menambahi s
Pagi itu, Ivan tengah mengajar seperti biasa di salah satu kelas. Tiba-tiba, pintu kelas diketuk membuat Ivan yang tengah menjelaskan materi pelajaran seketika berhenti dan menoleh ke arah pintu. Juga para murid. Rekan guru pria nampak berdiri di ambang pintu dan berkata. "Bisa keluar sebentar Pak Ivan," Setelah izin kepada para murid lebih dulu, Ivan melangkah keluar menemui guru tersebut. "Ada apa?" tanya Ivan penasaran begitu tiba di luar kelas. "Kau dipanggil kepala sekolah untuk ke ruang guru, Ivan."Ivan menautkan alis. Ada apa ia dipanggil kepala sekolah? Guru pria itu lanjut berkata. "Di ruang guru sedang ada rapat dadakan membahas uang yang hilang di ruang TU yang merupakan SPP para murid, Van." Lalu, mereka berdua pun berjalan menuju ruang guru setelah sebelumnya Ivan masuk kelas kembali dan menyuruh para siswa untuk mengerjakan soal selagi ia tinggal ke ruang guru. Sesampainya di sana, Ivan langsung disambut dengan tatapan tajam dari k
Dibalik sosok Ivan yang dikenal sebagai guru teladan ternyata memiliki sifat yang begitu buruk! Kini pandangan serta penilaian guru-guru terhadap Ivan seketika berubah. "Sudah jelas sekarang, uang yang ada di dalam loker anda menunjukan bukti yang kuat bahwa anda lah yang mencuri uang di TU!" seru Hernomo. Tiba-tiba, Ivan yang mendengar itu tersadar. Lalu, ia balik menatap kepala sekolah yang kini tengah menatapnya dengan marah sekaligus jijik. Merasa itu adalah tuduhan yang begitu keji, Ivan cepat-cepat menggeleng. "Itu fitnah, Pak Hernomo. Itu tidak benar. Saya tidak mengambil uang itu. Pasti ada yang sengaja mau menjebak saya!" balas Ivan tegas tak terima, berusaha membela diri. "Pasti ada orang yang sengaja menaruh uang di dalam loker saya, supaya seolah-olah saya lah yang mengambil uang itu!" kata Ivan lagi sambil menatap rekan gurunya satu persatu. Sebenarnya Ivan menduga jika orang yang menjebaknya tak lain adalah Hernomo sendiri dan Andreaz. Ke
Hernomo dan Andreaz saling pandang sambil menyeringai. "Akhirnya kali ini kita berhasil mendepak Ivan..." Namun karena tidak mau guru-guru lain curiga, keduanya buru-buru mengondisikan diri kembali. Memasang wajah serius, Hernomo menatap guru-guru satu persatu seraya berkata, "Untuk kalian semua, jangan tiru i'tikad buruk yang dilakukan oleh Pak Ivan ini! Mengerti!?" Mendengar itu, semua guru mengangguk. Sementara Ivan bergeming, merasa sudah tak bisa membela diri lagi. Akhirnya, dengan menahan amarah dan kekecewaan, dibawah tatapan jijik dan sinis para guru-guru, Ivan mengemasi barang-barang di atas meja miliknya. Di lorong, ketika Ivan tengah melangkah hendak pergi dengan membawa tas beserta buku-bukunya seruan seorang perempuan menahan langkahnya. Ivan seketika berbalik. Nampak Silvia tengah bergegas mendekat. "Sangat disayangkan sekali sebab Pak Ivan harus pergi, dipecat dari sekolah ini,"ucap Silvia dengan suara parau begitu tiba di hadapan Ivan.Mendengar itu, I
Selang sebentar saja, muncul lima orang yang merupakan tukang pukul Ivan dilengkapi senjata di tangan masing-masing segera mengarahkannya kepada Felix, Jonathan dan dua anak buah tersisa yang membuat mereka seketika terperanjat. Jonathan sendiri yang kini masih bersimpuh di lantai begitu tampak tidak peduli dengan kedatangan mereka sebab ia sudah pasrah, tengah meratapi nasibnya. Apakah mereka anak buah yang dipanggil Ivan? Tapi, anak buah siapa mereka? Terang saja Felix cemas bukan main. Itu artinya anak buah yang berjaga di bawah sudah dihabisi. Demikian, ia sudah tidak punya anak buah lagi untuk dapat melindunginya. "Buang senjata kalian!!!" titah salah satu dari tukang pukul itu dengan kasar sekaligus lantang. Terpaksa, Jonathan dan dua anak buah Felix tersisa langsung melempar senjata. Lalu, mengangkat tangan tanda menyerah. Kini Felix tidak bisa bertindak gegabah terhadap kedua orang tuanya Ivan sebab situasi dengan cepat berbanding terbalik. Sampai-sampai
"Mulai sekarang, jabatan anda saya copot! Anda sudah bukan lagi Kepala Polisi Kembangan Selatan! Selain itu, anda juga telah diblacklist dari kepolisian!" Mendengar nada yang begitu menggelegar, Jonathan hanya bisa menggeleng tidak percaya setelah sebelumnya terbelalak. Ia sungguh dipecat? Jabatannya sebagai kepala polisi telah dicopot? Juga telah diblacklist dari kepolisian? tanya Jonathan kepada dirinya sendiri. "Apa kesalahan saya sehingga saya langsung dipecat, Ndan? Saya tidak melakukan kesalahan besar! Saya hanya... " Jonathan berpikir demikian sebab begitu tidak masuk akal jika pemecatan dirinya hanya karena disuruh oleh seorang kepala sekolah yang sama sekali tidak berpengaruh. Meski pun ia mulai memikirkan bahwa Ivan bukan orang sembarangan. Ia, ingin memastikan hal tersebut. Dengan suara dan bibir bergetar, mulut Jonathan kembali bicara, "Apakah Komandan memecat saya karena disuruh oleh salah satu kepala sekolah bernama Ivan?" Jonathan sesekali menatap ke arah Iva
Tidak ada gelak tawa meremehkan dan merendahkan seperti sebelumnya. Apa yang barusan dilakukan oleh Ivan itu berhasil membuat mereka merasakan ketakutan seraya menelan ludah susah payah. Sementara Joko dan Yuni yang sebelumnya juga sama terkejutnya mengernyitkan kening, lantas saling pandang. Mungkin kah... "Bagaimana mungkin sebuah kartu bisa membunuh orang, Om? Memangnya terbuat dari apa kartu itu?!" ucap Felix heran dengan suara tercekat. Jonathan, tanpa menoleh ke belakang menimpali, "Entah lah, Lix. Yang pasti, kartu yang digunakan oleh Ivan bukan kartu biasa. Kita harus segera mengeceknya!" Dengan napas memburu sekaligus tidak karuan, mulut Jonathan kembali bicara, "Kau tidak lihat bagaimana pria itu membunuh anak buahmu tadi, Felix? Dia melakukannya dengan sangat cepat! Dan hebatnya, tidak hanya satu orang saja, melainkan semuanya! Sepertinya, benar apa kata orang tuanya jika dia bukan orang sembarangan. Kita harus berhati-hati padanya!" Felix termangu mendengar penjel
Felix, Jonathan dan dua anak buah tersisa seketika menghentikan aksi bejat yang dilakukan terhadap kedua orang tua pura-puranya Ivan. Detik berikutnya, mereka membelalak. Senyum jahat beberapa saat lalu yang tampak menghiasi bibir masing-masing mendadak pudar. Juga tawa menggelegar yang memenuhi atmosfer gedung lantai tersebut ikutan terhenti dan digantikan dengan sunyi senyap. Bagaimana tidak, anak buah Felix yang berjumlah sepuluh orang, berjejer di kanan-kiri mereka. Dari leher masing-masing orang itu, darah merembes keluar. Lalu secara bersamaan, mereka semua ambruk ke lantai. Diikuti bunyi senjata berkelontangan. Setelah itu, Felix, Jonathan dan dua anak buah tersisa menatap bingung ke arah Ivan yang kini masih berdiri di tempatnya dengan tersenyum miring. Bagaimana mungkin semua anak buah Felix tiba-tiba mengeluarkan darah dari leher dan ambruk? Apa yang terjadi? Semua orang juga akan menebak jika Ivan akan tunduk pada Felix sebab orang tuanya yang telah berada di tanga
Felix dan Jonathan sedang menertawakan ancaman Ivan barusan yang mereka berdua anggap hanya bualan semata. Tidak hanya itu, keduanya juga kian menjadi-jadi menghina dan merendahkan Ivan. Sementara itu, Joko dan Yuni yang masih tergeletak di lantai berusaha saling pandang. Padahal apa yang dikatakan Ivan sungguhan. Bukan hanya bualan semata!Tentu, Felix dan Jonathan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Ivan. Keduanya pun memilih diam, mempercayakan Ivan sepenuhnya jika dapat menghadapi dua orang jahat itu dan membalas perbuatannya meskipun hanya seorang diri tanpa senjata. "Kau mau aku melepaskan kedua orang tua miskinmu itu, bukan?" tiba-tiba, setelah tawa menghina mereda, Felix angkat bicara.Sambil menghisap rokok dengan nikmat dan penuh kepuasaan. Ivan sendiri masih bergeming di tempat dengan tatapan begitu dingin, "Kedatanganku ke sini memang untuk melepaskan kedua orang tuaku darimu! Tapi, tidak dengan cara memohon padamu!"Felix mengernyitkan ke
Felix tidak suka dikatai pengecut. Tentu hal itu ditunjukan padanya. Felix pun berjalan lebih dekat ke arah Ivan. Kini, wajah keduanya berhadap-hadapan. Hanya satu jengkal saja jaraknya. "Siapa yang kau maksud pengecut itu, bajingan?!" ucap Felix dengan gigi gemeretak. Setelah mengatakan hal itu, dengan sangat kurang ajar Felix menyemburkan asap rokok di wajah Ivan. Hal tersebut membuat Ivan naik pitam. Namun, Ivan memilih memalingkan muka, menghindari semburan asap rokok tersebut. Ivan sengaja menahan emosinya, memilih akan menghadapi Felix dengan kepala dingin. Sebab, ia sudah menyiapkan rencana untuk menghajar pria itu. Selain itu, keadaan dirinya saat ini tidak memungkinkan untuk ia langsung bertindak menyelamatkan kedua orang tua pura-puranya dan memberi pelajaran kepada Felix. Juga ada belasan anak buah Felix yang semuanya memegang senjata dan sedang diarahkan kepadanya. Setelah terdiam beberapa saat, Ivan membuka mata, kembali menatap Felix yang kini juga teng
Namun, Ivan memilih mengabaikan semua orang yang ada di situ. Ivan langsung mencari-cari keberadaan kedua orang tua pura-puranya. Akhirnya, Ivan menemukan mereka berdua tergeletak di lantai dengan posisi tubuh terikat pada kursi, berada di belakang mereka. Kondisinya kurang lebih sama seperti yang ada di foto dan video yang dikirimkan Felix sebelumnya. Mendapati pemandangan kedua orang tua pura-puranya dalam keadaan seperti itu, Ivan mengepalkan kedua tangan begitu kuat. Sorot matanya kembali berkilat tajam. Di saat yang sama, aura bak pembunuh berdarah dingin terpancar kuat. Kentara bengis. Melihat Ivan, Joko dan Yuni lega buka main. "I-Ivan... akhirnya kamu datang juga, Nak... " ucap Joko dengan suara tersendat di lantai. Seketika berusaha menatap ke arah Ivan. "I-ivan... tolong Ibu dan Bapakm, Nak... selamatkan kami... " ucap Yuni menambahi suaminya. Kini keduanya begitu tidak peduli dengan luka yang didapatkan. Mereka berdua yakin jika Ivan akan datang untuk meny
Sesampainya di lokasi yang dikirim Felix melalui aplikasi pesan, Ivan langsung turun dari atas motor. Lalu, ia mengedar pandangan ke sekeliling, mengamati keadaan sekitar yang tampak lengang. Tidak ada penjagaan sama sekali. Ivan menegadahkan kepala, mengamati gedung lokasi tempat Felix menyekap kedua orang tua dan menyiksanya. Seketika amarah Ivan meluap-luap, menjadi tidak sabar ingin segera menghajar Felix. Baik lah. Kau mau bermain-main denganku, Felix?! Akan aku ladeni! Kau benar-benar telah membuat kesabaranku habis! Kali ini aku tidak main-main karena kau telah membawa-bawa orang terdekatku! Ivan, dengan tatapan yang tiba-tiba berkilat mengerikan bergegas menuju ke arah gedung tidak terpakai tersebut. Di lantai dasar Ivan berjalan dengan mulus tanpa ada hambatan. Masih tidak ada orang di dalam. Hingga akhirnya Ivan menemukan tangga yang menghubungkan ke lantai berikutnya. Saat Ivan hendak menaiki tangga tersebut... Tiba-tiba... "Berhenti!!!" Terdengar teriakan
Kini, Susan menaruh harapan besar pada suaminya, "Aku mohon, sayang. Tolong, temukan adikku. Hanya kamu satu-satunya yang bisa aku andalkan. Aku sudah janji kepada kedua orang tuaku bahwa akan menemukannya!" ucap Susan dengan mulut dan suara bergetar. Di saat yang sama, memasang wajah tidak berdaya. Setelah mengatakan hal itu, Susan menundukan kepala, "maafkan aku, sayang jika keinginanku, permintaanku ini sungguh tidak masuk akal! Tapi jika kamu bertanya apa keinginanku, maka, adikku yang ingin aku temukan yang langsung terlintas di benakku!" Ivan mengangkat wajah Susan. Lalu, ia menatap sang istri yang kini wajahnya berubah murung, "Jangan bicara seperti itu, sayang. Aku sangat mengerti bagaimana perasaanmu sebagai seorang Kakak. Kamu tenang saja, aku akan segera mencari adikmu. Kebahagiaanmu itu adalah kebahagiaanku juga!" balas Ivan tegas. "Keluarga Graha begitu mudah mencari keberadaan seseorang. Semoga saja, adikmu benar-benar masih hidup seperti yang kamu yakini selama i