Marco mendelik, “Cih! Sampah sepertimu memangnya tahu apa?! Tempatmu hanya di kalangan orang miskin, bukan seperti kami para keluarga kaya di kota ini!!”Kemudian, ia mengangkat tangan dan menunjuk ke arah Ivan. "Ingat. Urusan kita belum selesai. Aku akan membalas perbuatanmu ini!" ancamnya dengan suara menggelegar.Setelah mengatakan hal itu, Marco melenggang pergi bersama dua bodyguardnya dari sana. Setelah kepergian Marco, Susan melangkah mendekat ke arah Renata dan berujar. "Apakah anda mencari saya, Nona Renata?" tanya Susan hati-hati hendak memastikan. Susan berpikir demikian sebab Graha Group adalah pemilik saham mayoritas di perusahaannya. Pun seperti yang sudah-sudah, jika Renata datang ke perusahaannya, maka sudah pasti dia memiliki urusan dengannya. Renata yang masih curi pandang ke arah Ivan yang kini juga tengah balik menatapnya sembari masih memberikan kode buru-buru menguasai diri, kemudian beralih menatap Susan dan mengangguk. Mendapati hal itu, Ivan tak elak
"Kau tetap tidak bisa memenuhi syarat yang dibuat oleh kakek, Susan!" ucap Herlambang tegas, sesekali menatap Ivan dengan jijik. Susan menautkan alis. "Kenapa tidak bisa?" tanya Susan bingung. "Aku sudah memiliki calon suami dan kami akan segera menikah. Demikian, aku telah memenuhi syarat yang diberikan!" Herlambang mendengus dingin. Tentu saja ia bersikap demikian sebab sebenarnya ia tengah mencoba menghalangi pernikahan Susan supaya wanita itu melepaskan jabatannya. Dengan begitu, ia bisa menggantikan posisinya setelahnya. Dengan wajah mengeras, Herlambang kembali bicara. "Tapi tidak dengan sampah ini yang pekerjaanya hanya sebagai guru! Dia akan mencoreng nama baik keluarga Rahardian!" Susan begitu tersentak mendengarnya. Sang paman tak setuju? Menentangnya?Sebelumnya, Susan telah menduga hal itu sebab status sosial dan pekerjaan Ivan yang memang begitu rendahan. Namun ia tak terlalu mempedulikannya karena kini yang ia pikirankan adalah ia harus segera m
Dengan tatapan merendahkan ke arah Ivan, Herlambang menggeleng sambil berkata. "Dasar bodoh! Memangnya kau itu pemilik Graha Group? CEO Graha Group? Sehingga bisa melakukan hal demikian?" Begitu pula dengan Felix yang kentara gemas sebab perkataan Ivan yang ngaco. Dengan tatapan yang sama seperti sang Ayah, Felix menambahi. "Heh, sampah! jangan berkhayal kau. Bangun dari mimpimu. Kau itu hanya seorang guru rendahan yang tidak mengerti bisnis sama sekali!" Namun, Ivan tak peduli, masih menatap keduanya dengan dingin. Dalam hati ia tertawa sebab apa yang diucapkan Herlambang itu memang benar adanya. Lalu, sambil kembali menggeleng selagi menatap Ivan dengan kebencian, Herlambang dan Felix melangkahkan kakinya hendak pergi dari ruangan tersebut. Berjalan menuju ke arah pintu, Herlambang menatap Susan sambil mencibir. "Ingat Susan keluarga kita akan malu jika Malice Inc sampai bangkrut!""Dan kau yang akan bertanggung jawab jika hal itu sampai terjadi!" ucap Felix menambahi s
Pagi itu, Ivan tengah mengajar seperti biasa di salah satu kelas. Tiba-tiba, pintu kelas diketuk membuat Ivan yang tengah menjelaskan materi pelajaran seketika berhenti dan menoleh ke arah pintu. Juga para murid. Rekan guru pria nampak berdiri di ambang pintu dan berkata. "Bisa keluar sebentar Pak Ivan," Setelah izin kepada para murid lebih dulu, Ivan melangkah keluar menemui guru tersebut. "Ada apa?" tanya Ivan penasaran begitu tiba di luar kelas. "Kau dipanggil kepala sekolah untuk ke ruang guru, Ivan."Ivan menautkan alis. Ada apa ia dipanggil kepala sekolah? Guru pria itu lanjut berkata. "Di ruang guru sedang ada rapat dadakan membahas uang yang hilang di ruang TU yang merupakan SPP para murid, Van." Lalu, mereka berdua pun berjalan menuju ruang guru setelah sebelumnya Ivan masuk kelas kembali dan menyuruh para siswa untuk mengerjakan soal selagi ia tinggal ke ruang guru. Sesampainya di sana, Ivan langsung disambut dengan tatapan tajam dari k
Dibalik sosok Ivan yang dikenal sebagai guru teladan ternyata memiliki sifat yang begitu buruk! Kini pandangan serta penilaian guru-guru terhadap Ivan seketika berubah. "Sudah jelas sekarang, uang yang ada di dalam loker anda menunjukan bukti yang kuat bahwa anda lah yang mencuri uang di TU!" seru Hernomo. Tiba-tiba, Ivan yang mendengar itu tersadar. Lalu, ia balik menatap kepala sekolah yang kini tengah menatapnya dengan marah sekaligus jijik. Merasa itu adalah tuduhan yang begitu keji, Ivan cepat-cepat menggeleng. "Itu fitnah, Pak Hernomo. Itu tidak benar. Saya tidak mengambil uang itu. Pasti ada yang sengaja mau menjebak saya!" balas Ivan tegas tak terima, berusaha membela diri. "Pasti ada orang yang sengaja menaruh uang di dalam loker saya, supaya seolah-olah saya lah yang mengambil uang itu!" kata Ivan lagi sambil menatap rekan gurunya satu persatu. Sebenarnya Ivan menduga jika orang yang menjebaknya tak lain adalah Hernomo sendiri dan Andreaz. Ke
Hernomo dan Andreaz saling pandang sambil menyeringai. "Akhirnya kali ini kita berhasil mendepak Ivan..." Namun karena tidak mau guru-guru lain curiga, keduanya buru-buru mengondisikan diri kembali. Memasang wajah serius, Hernomo menatap guru-guru satu persatu seraya berkata, "Untuk kalian semua, jangan tiru i'tikad buruk yang dilakukan oleh Pak Ivan ini! Mengerti!?" Mendengar itu, semua guru mengangguk. Sementara Ivan bergeming, merasa sudah tak bisa membela diri lagi. Akhirnya, dengan menahan amarah dan kekecewaan, dibawah tatapan jijik dan sinis para guru-guru, Ivan mengemasi barang-barang di atas meja miliknya. Di lorong, ketika Ivan tengah melangkah hendak pergi dengan membawa tas beserta buku-bukunya seruan seorang perempuan menahan langkahnya. Ivan seketika berbalik. Nampak Silvia tengah bergegas mendekat. "Sangat disayangkan sekali sebab Pak Ivan harus pergi, dipecat dari sekolah ini,"ucap Silvia dengan suara parau begitu tiba di hadapan Ivan.Mendengar itu, I
Mendengar nama Marco disebut, Ivan merasa ada yang tidak beres. Demikian, pasti preman-preman itu adalah suruhan Marco. Apalagi Marco yang dendam mengancam dirinya jika akan membalas perbuatannya waktu di lobi Malice Inc itu. Jika orang lain yang dihadang belasan preman yang semuanya memiliki tampang garang seperti saat ini akan langsung ketakutan. Juga gentar pastinya. Tapi tidak dengan Ivan yang tetap berdiri tenang. Bagaimana tidak tenang? Ia bahkan bisa dengan mudah melumpuhkan mereka semua saat ini juga. Di titik ini, Ivan teringat bagaimana posisi Marco di mata Susan dan tekanan yang dihadapi olehnya dari Paman dan sepupunya. Tiba-tiba, Ivan menyipitkan mata. Ia melihat logo naga pada lengan salah satu preman. Lalu, ia teringat sesuatu... Ivan buru-buru mengkondisikan diri, lalu menatap satu persatu preman-preman itu dengan memasang wajah dingin. "Jika kalian ingin membunuhku, lakukan di markas kalian. Jangan di sini!" seru Ivan lantang. Iv
Seorang perempuan yang merupakan pelayan hotel tengah menuangkan wine ke dalam dua gelas. Satu untuk Marco dan satunya lagi untuk Susan. "Silahkan, tuan," pelayan itu mempersilahkan dengan sopan dan segan, kemudian ia beralih menatap Susan. "Silahkan, nona." Setelah itu, pelayan hotel pergi dari kamar tersebut. Melihat Susan yang tak kunjung menyentuh minuman, Marco tergelak, "tenang saja. Aku tak menaruh sesuatu pada minumanmu kok." Susan mengerjap, tiba-tiba teringat akan perbuatan Marco pada malam itu yang menaruh obat afrodisiak pada minumannya yang membuat ia terbakar gairah. Tentu hal itu membuatnya jadi curiga dengan pria itu sekarang. Apalagi dalam situasi seperti ini... "Katakan cepat apa penawaran terakhirmu yang akan kau berikan padaku!" Susan buru-buru berkata demikian sebab menginginkan urusannya dengan Marco cepat selesai dan ia bisa pergi, lalu memastikan keadaan Ivan. Pasalnya ia tak nyaman, merasa Marco memiliki niat jahat kepadanya. "M