“Nona, anda—”
Namun, sentuhan bibir ranum dan manis Susan di bibirnya membuatnya terhenti. Ivan tahu jika tindakan Susan ini tak lain demi membuat Marco percaya. Maka, Ivan berinisiatif untuk membantu Susan meyakinkan pria tersebut. Demi membuat sandiwara itu sempurna, Ivan balas memeluk dan menekan pinggul dan bokong Susan di hadapan Marco. Mendapati Ivan memeluk dan menyentuh bagian tubuhnya, wajah Susan seketika merona merah. Di saat yang sama, ia merasa malu dan marah. Berani-beraninya Ivan menyentuh pinggul dan bokongnya? Padahal, ia tak menyuruh pria itu untuk melakukan hal tersebut. Tapi pria itu bertindak seenaknya sendiri! Kalau saja apa yang kini tengah ia lakukan kepada Ivan hanya semata-mata karena untuk meyakinkan Marco, pasti sebuah tamparan sudah melayang keras di pipi Ivan atau sepatu hak tingginya akan langsung mendarat di wajah pria itu. Tapi, ia terpaksa membiarkan hal itu seraya menekan emosinya supaya Marco dan semua orang percaya kalau Ivan adalah kekasihnya. Tentu saja, Marco kalut dan marah saat melihat pemandangan yang baginya menjijikan dan menjengkelkan itu Pria sampah itu bahkan menyentuh bagian tubuh yang sangat ia inginkan dari wanita itu! Ia pun buru-buru memisahkan mereka berdua. Kemudian, ia meraih kerah baju Ivan dan mencengkramnya kuat dengan mata melotot. "Berani sekali kau memeluk Susanku!" bentak Marco dengan amarah menggebu. "Pria kampungan sepertimu itu ... sama sekali bukan sainganku untuk mendapatkan Susan!" Mendapati Marco bersikap demikian, Ivan tidak gentar sedikit pun. "Apanya yang tidak pantas?" ujar Ivan sambil tersenyum miring. "Anda dengar sendiri apa yang dikatakan Susan tadi, bukan? Jika saya adalah kekasihnya?" Ucapan Ivan seketika membuat salah satu pewaris keluarga terkaya di kota itu gelagapan! "Jadi, berhentilah mengganggunya." ancamnya tegas. Mendengar jawaban Ivan tak elak membuat ekspresi wajah Marco kian buruk. Tanpa mempedulikan ancaman Ivan, Marco menghempaskan tubuh pria itu dengan kasar. Detik berikutnya, ia mengepalkan tangan, siap melayangkan tinju ke arah Ivan. Namun, dengan cepat, Ivan menangkap tinju Marco dan memelintir tangannya seketika. Marco terbeliak. Tak menyangka Ivan akan memelintir tangannya dengan cepat diikuti tatapan terkejut dari semua orang. Selagi Marco tengah mencerna apa yang terjadi seiring pria itu langsung berontak, berusaha melepaskan tangannya, Ivan lalu menendang tubuh Marco sampai pria itu terlempar sejauh satu meter. Sontak saja, Susan membelalak. Begitu pula dengan semua orang. Mencerna dalam sepersekian detik, lalu Susan melemparkan tatapan mematikan ke arah Ivan. Namun, tiba-tiba, semua orang yang ada di lobi itu tertawa. Sebagian dari mereka menganggap bahwa apa yang Ivan lakukan kepada Marco sangat keren. Namun sebagian yang lain mencemooh Ivan sebab pria itu pasti akan mendapat masalah karena menendang salah satu orang kaya dan berpengaruh di ibu kota seperti Marco. Susan buru-buru mencengkram tangan Ivan dengan kuat. "Kamu sudah gila, Ivan!" Susan berseru marah. "Tidak kah kau tahu siapa Marco!?" Ivan beralih menatap Susan. Tapi belum sempat Ivan membalas, Susan sudah lanjut berkata. "Marco itu adalah salah satu orang kaya dan berkuasa di ibu kota yang berpotensi menjadi rekan bisnis Malice Inc. Tapi, apa yang malah kamu lakukan padanya!?" "Nona tidak perlu bekerja sama dengan orang seperti dia!" balas Ivan tegas setelah terdiam sebentar sembari menunjuk ke arah Marco yang masih mengerang kesakitan di lantai. Sementara itu, dua bodyguardnya Marco bergegas menghampiri sang boss dan membantu berdiri. "Bajingan! Kau tidak tahu siapa aku pria kampungan? Kau ... akan habis setelah ini!" teriak Marco murka. Setelah mengatakan hal itu, Marco pindah menatap dua bodyguardnya yang kini tengah menatap ke arah Ivan dengan marah. "Hajar dia!" titah Marco dengan suara menggelegar. Dua bodyguard itu mengangguk bersamaan. Sementara Susan panik seketika. Di saat yang sama, ia menggigit bibirnya kuat-kuat. Tak menyangka jika kejadiannya akan menjadi rumit seperti ini. Di sisi lain, ia mengkhawatirkan Ivan sebab pasti calon suami kontraknya itu akan berakhir di tangan bodyguardnya Marco. Sudah pasti jika Marco akan memberi pelajaran dan tak akan memberi ampun kepada orang yang mencari masalah dengannya. Kini dua bodyguardnya Marco tengah bersiap hendak membalas apa yang dialami oleh bosnya, mereka menyerang Ivan secara bersamaan. Sama halnya dengan Ivan, pria itu segera memasang kuda-kuda, bersiap menghadapi serangan dari dua bodyguardnya Marco. Tiba-tiba ... "Tu—tuan muda!"Seruan itu membuat perhatian semua orang yang ada di situ teralihkan. Kepala-kepala kompak tertoleh, mencari sumber suara. Seorang perempuan yang memiliki tubuh berisi, mengenakan blazer dipadu dengan rok span serta kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya tampak bergegas menghampiri mereka. "Bu Renata, manager Investasi Graha Group!" seru salah satu orang, mengenali sosok terkenal itu diikuti tatapan terkejut yang lainnya. Ivan langsung terperanjat! Renata?Jelas panggilan 'tuan muda' itu ditujukan untuknya. Renata adalah salah satu orang kepercayaan keluarganya. Ivan seketika merutuki diri sebab Renata menemukan dirinya.Mendadak, ia cemas akan sesuatu. Lalu, semua orang langsung melemparkan senyuman lebar ke arah perempuan itu seraya membungkuk hormat. Namun, Renata tak mempedulikan mereka. Tetap melangkahkan kakinya hendak menghampiri Ivan. Akhirnya ia menemukan tuan muda keluarga Graha yang sedang ia cari. Sebelumnya, ia yang sedang berjalan hendak pergi dar
Marco mendelik, “Cih! Sampah sepertimu memangnya tahu apa?! Tempatmu hanya di kalangan orang miskin, bukan seperti kami para keluarga kaya di kota ini!!”Kemudian, ia mengangkat tangan dan menunjuk ke arah Ivan. "Ingat. Urusan kita belum selesai. Aku akan membalas perbuatanmu ini!" ancamnya dengan suara menggelegar.Setelah mengatakan hal itu, Marco melenggang pergi bersama dua bodyguardnya dari sana. Setelah kepergian Marco, Susan melangkah mendekat ke arah Renata dan berujar. "Apakah anda mencari saya, Nona Renata?" tanya Susan hati-hati hendak memastikan. Susan berpikir demikian sebab Graha Group adalah pemilik saham mayoritas di perusahaannya. Pun seperti yang sudah-sudah, jika Renata datang ke perusahaannya, maka sudah pasti dia memiliki urusan dengannya. Renata yang masih curi pandang ke arah Ivan yang kini juga tengah balik menatapnya sembari masih memberikan kode buru-buru menguasai diri, kemudian beralih menatap Susan dan mengangguk. Mendapati hal itu, Ivan tak elak
"Kau tetap tidak bisa memenuhi syarat yang dibuat oleh kakek, Susan!" ucap Herlambang tegas, sesekali menatap Ivan dengan jijik. Susan menautkan alis. "Kenapa tidak bisa?" tanya Susan bingung. "Aku sudah memiliki calon suami dan kami akan segera menikah. Demikian, aku telah memenuhi syarat yang diberikan!" Herlambang mendengus dingin. Tentu saja ia bersikap demikian sebab sebenarnya ia tengah mencoba menghalangi pernikahan Susan supaya wanita itu melepaskan jabatannya. Dengan begitu, ia bisa menggantikan posisinya setelahnya. Dengan wajah mengeras, Herlambang kembali bicara. "Tapi tidak dengan sampah ini yang pekerjaanya hanya sebagai guru! Dia akan mencoreng nama baik keluarga Rahardian!" Susan begitu tersentak mendengarnya. Sang paman tak setuju? Menentangnya?Sebelumnya, Susan telah menduga hal itu sebab status sosial dan pekerjaan Ivan yang memang begitu rendahan. Namun ia tak terlalu mempedulikannya karena kini yang ia pikirankan adalah ia harus segera m
Dengan tatapan merendahkan ke arah Ivan, Herlambang menggeleng sambil berkata. "Dasar bodoh! Memangnya kau itu pemilik Graha Group? CEO Graha Group? Sehingga bisa melakukan hal demikian?" Begitu pula dengan Felix yang kentara gemas sebab perkataan Ivan yang ngaco. Dengan tatapan yang sama seperti sang Ayah, Felix menambahi. "Heh, sampah! jangan berkhayal kau. Bangun dari mimpimu. Kau itu hanya seorang guru rendahan yang tidak mengerti bisnis sama sekali!" Namun, Ivan tak peduli, masih menatap keduanya dengan dingin. Dalam hati ia tertawa sebab apa yang diucapkan Herlambang itu memang benar adanya. Lalu, sambil kembali menggeleng selagi menatap Ivan dengan kebencian, Herlambang dan Felix melangkahkan kakinya hendak pergi dari ruangan tersebut. Berjalan menuju ke arah pintu, Herlambang menatap Susan sambil mencibir. "Ingat Susan keluarga kita akan malu jika Malice Inc sampai bangkrut!""Dan kau yang akan bertanggung jawab jika hal itu sampai terjadi!" ucap Felix menambahi s
Pagi itu, Ivan tengah mengajar seperti biasa di salah satu kelas. Tiba-tiba, pintu kelas diketuk membuat Ivan yang tengah menjelaskan materi pelajaran seketika berhenti dan menoleh ke arah pintu. Juga para murid. Rekan guru pria nampak berdiri di ambang pintu dan berkata. "Bisa keluar sebentar Pak Ivan," Setelah izin kepada para murid lebih dulu, Ivan melangkah keluar menemui guru tersebut. "Ada apa?" tanya Ivan penasaran begitu tiba di luar kelas. "Kau dipanggil kepala sekolah untuk ke ruang guru, Ivan."Ivan menautkan alis. Ada apa ia dipanggil kepala sekolah? Guru pria itu lanjut berkata. "Di ruang guru sedang ada rapat dadakan membahas uang yang hilang di ruang TU yang merupakan SPP para murid, Van." Lalu, mereka berdua pun berjalan menuju ruang guru setelah sebelumnya Ivan masuk kelas kembali dan menyuruh para siswa untuk mengerjakan soal selagi ia tinggal ke ruang guru. Sesampainya di sana, Ivan langsung disambut dengan tatapan tajam dari k
Dibalik sosok Ivan yang dikenal sebagai guru teladan ternyata memiliki sifat yang begitu buruk! Kini pandangan serta penilaian guru-guru terhadap Ivan seketika berubah. "Sudah jelas sekarang, uang yang ada di dalam loker anda menunjukan bukti yang kuat bahwa anda lah yang mencuri uang di TU!" seru Hernomo. Tiba-tiba, Ivan yang mendengar itu tersadar. Lalu, ia balik menatap kepala sekolah yang kini tengah menatapnya dengan marah sekaligus jijik. Merasa itu adalah tuduhan yang begitu keji, Ivan cepat-cepat menggeleng. "Itu fitnah, Pak Hernomo. Itu tidak benar. Saya tidak mengambil uang itu. Pasti ada yang sengaja mau menjebak saya!" balas Ivan tegas tak terima, berusaha membela diri. "Pasti ada orang yang sengaja menaruh uang di dalam loker saya, supaya seolah-olah saya lah yang mengambil uang itu!" kata Ivan lagi sambil menatap rekan gurunya satu persatu. Sebenarnya Ivan menduga jika orang yang menjebaknya tak lain adalah Hernomo sendiri dan Andreaz. Ke
Hernomo dan Andreaz saling pandang sambil menyeringai. "Akhirnya kali ini kita berhasil mendepak Ivan..." Namun karena tidak mau guru-guru lain curiga, keduanya buru-buru mengondisikan diri kembali. Memasang wajah serius, Hernomo menatap guru-guru satu persatu seraya berkata, "Untuk kalian semua, jangan tiru i'tikad buruk yang dilakukan oleh Pak Ivan ini! Mengerti!?" Mendengar itu, semua guru mengangguk. Sementara Ivan bergeming, merasa sudah tak bisa membela diri lagi. Akhirnya, dengan menahan amarah dan kekecewaan, dibawah tatapan jijik dan sinis para guru-guru, Ivan mengemasi barang-barang di atas meja miliknya. Di lorong, ketika Ivan tengah melangkah hendak pergi dengan membawa tas beserta buku-bukunya seruan seorang perempuan menahan langkahnya. Ivan seketika berbalik. Nampak Silvia tengah bergegas mendekat. "Sangat disayangkan sekali sebab Pak Ivan harus pergi, dipecat dari sekolah ini,"ucap Silvia dengan suara parau begitu tiba di hadapan Ivan.Mendengar itu, I
Mendengar nama Marco disebut, Ivan merasa ada yang tidak beres. Demikian, pasti preman-preman itu adalah suruhan Marco. Apalagi Marco yang dendam mengancam dirinya jika akan membalas perbuatannya waktu di lobi Malice Inc itu. Jika orang lain yang dihadang belasan preman yang semuanya memiliki tampang garang seperti saat ini akan langsung ketakutan. Juga gentar pastinya. Tapi tidak dengan Ivan yang tetap berdiri tenang. Bagaimana tidak tenang? Ia bahkan bisa dengan mudah melumpuhkan mereka semua saat ini juga. Di titik ini, Ivan teringat bagaimana posisi Marco di mata Susan dan tekanan yang dihadapi olehnya dari Paman dan sepupunya. Tiba-tiba, Ivan menyipitkan mata. Ia melihat logo naga pada lengan salah satu preman. Lalu, ia teringat sesuatu... Ivan buru-buru mengkondisikan diri, lalu menatap satu persatu preman-preman itu dengan memasang wajah dingin. "Jika kalian ingin membunuhku, lakukan di markas kalian. Jangan di sini!" seru Ivan lantang. Iv
"Benar, sayang. Om Doni lah orangnya!" ucap Ivan sambil menatap Susan dengan memasang ekspresi wajah datar. "Aku harap, setelah ini, mata kamu terbuka dan dapat menerima kenyataan bahwa Om Doni tidak sebaik yang kamu kira selama ini. Om Doni adalah orang yang sebenarnya jahat kepada keluargamu! Bukan Pak Mahendra, dia hanya dijadikan kambing hitam!" Ucapan Ivan membuat Susan tersadar dari lamunannya. Kemudian, Susan menatap suaminya sambil mengangguk, "Sekarang, aku sudah sepenuhnya percaya jika om Doni lah yang jahat, sayang. Kebaikannya yang selama ini dia ulurkan kepada keluarga kami itu palsu. Ck, Kenapa aku bisa tertipu olehnya..." Susan mendecak kesal seraya menyugar rambut dengan kasar. Disaat yang sama, matanya berkaca-kaca. Kini perasaanya begitu campur aduk tidak karuan. Bagaimana tidak, selama bertahun-tahun, ia telah mempercayai orang yang salah! Orang yang ia anggap saudara, ternyata adalah musuh. Benar-benar musuh dalam selimut! "Hei, sekarang kamu sudah menge
Mendengar itu, Ivan mengangguk. Tanda setuju dengan apa yang barusan Susan katakan. Ivan, dengan rahang mengeras menimpali, "Urusan ini serius, sayang. Musuh sedang mengincar untuk menumbangkan perusahaan!" "Jelas, jika perusahaan dan pabrik Malice runtuh. Maka, bisnis keluarga Rahardian akan terganggu!" Seketika Susan gelagapan. Kentara langsung cemas. Lalu, ia kembali menoleh, menatap suaminya sebentar. Kenapa tiba-tiba saingan bisnis keluarganya menyerang perusahaan? Padahal, beberapa tahun belakangan ini, adem ayem saja. Tidak ada serangan secara sembunyi mau pun terang-terangan. Meski hal itu lazim terjadi di dunia bisnis, tapi mengingat Malice Inc yang diakusisi oleh Graha Group membuat para kompetitor diluar sana merasa iri. Mungkin, hal itu lah yang membuat para kompetitor Malice ingin menghancurkannya. Sebenarnya, Susan selalu berhati-hati, waspada semenjak ia menjabat sebagai CEO. Namun, setahun yang lalu, Susan sedikit lengah. Bagaimana tidak, pikirannya
Sebab Ivan yang telah berkontribusi besar dalam menangani krisis keuangan dan sabotase yang terjadi pada Malice Inc. Kini, Ivan jadi dihormati, dipuji oleh petinggi perusahaan dan karyawan Malice setelah sebelumnya sempat dipandang rendah. Bahkan, tidak sedikit yang sebelumnya menghina, juga merendahkan. Sebenarnya, Ivan mulai dipandang berbeda semenjak Ivan diketahui berteman dekat dengan Tuan Muda Aditama. Demikian, seseorang itu akan dianggap hebat jika bisa berteman dengan pewaris dari keluarga terkaya negara Ferandia tersebut. Apalagi hanya segelintir orang saja di negara Ferania yang mengenalnya. Sementara itu, orang yang tidak suka atas keberhasilan Ivan dan Susan dalam mengatasi krisis kali ini tidak lain adalah Herlambang. Tentu, hal itu membuat Ivan pasti akan lebih disayang oleh kakek Rahardian. Diterima oleh orang-orang. Herlambang pun tidak tahan untuk tidak mempermasalahkan hal itu, "Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu, Ivan? Kau meminjamnya dari sia
Mendengar itu, Herlambang tertawa. Lalu, ia menatap Ivan dengan sinis sekaligus jijik, "Dengar, uang yang dibutuhkan Malice itu bukan uang satu juta, dua juta, melainkan satu triliun!" ucap Herlambang penuh penekanan. "Kau saja belum pernah memiliki uang dengan nominal segitu banyaknya. Dan sekarang, dengan sangat percaya dirinya, kau akan meminjamkan uang satu triliun kepada Malice? Astaga, orang-orang miskin memang suka berkhayal ya!" Ivan hanya tersenyum miring sambil menyilangkan tangan di depan dada menyaksikan Herlambang yang lanjut terkekeh usai berkata demikian. Sedangkan Susan sendiri jengah bukan main. Susan, dengan mendengus menimpali, "Paman, aku tau paman sangat tidak percaya. Tapi, Ivan sungguh akan meminjamkan uang kepada Malice. Sehingga, kita tidak perlu meminjam uang kepada orang lain!" Tanpa menunggu respon Herlambang, Susan segera memberikan tanda pada Ivan untuk mengirimkan uangnya. Mendapati hal tersebut, Ivan mengangguk. Lantas, segera berkutat dengan
Ivan mendapat informasi tentang Irwandi dari Renata yang sangat mengejutkan. Hingga membuat ia berpikir ; apakah sang paman memiliki niat jahat dibaliknya? Tiba-tiba, Ivan angkat bicara yang membuat keduanya seketika berhenti mengobrol dan menoleh ke arahnya. Lalu, Ivan menatap Herlambang dengan pandangan memicing, "Paman yakin, akan meminjam uang padanya?" Mendapatkan pertanyaan itu, kening Herlambang ikutan berkerut. "Yakin sekali! Kenapa aku harus ragu meminjam uang padanya? Dia itu pebisnis handal. Pemilik bank swasta terkenal di negara kita, salah satu bank swasta terbesar!" Sementara Susan yang kebingungan dengan perkataan Ivan buru-buru menghadapnya yang kini langsung balik menatap istrinya. Tahu apa yang tengah Susan pikirkan, Ivan segera menyodorkan ponsel padanya, "Baca lah, sayang. Nanti, kamu akan mengerti siapa Pak Irwandi lebih dalam!" Separuh masih bingung sekaligus penasaran, Susan menerima ponsel yang disodorkan Ivan dan seketika langsung membaca informas
Sebelum menuju ruang rapat, Ivan dan Susan telah membahas soal laporan gedung perusahaan dan pabrik yang disabotase di apartemen. Yang mana, hal tersebut mengakibatkan kerusakan parah dan perusahaan mengalami kerugian hebat. Ivan yang sudah tahu apa yang terjadi dengan Malice langsung meminta Susan untuk menyerahkan masalah itu padanya saja. Setelah itu, Ivan pun langsung memerintah Delon untuk mengecek lokasi dan mencari tahu siapa pelakunya. Baik Ivan mau pun Susan menduga jika itu adalah ulah diantara Mahendra dan Doni. Siapa lagi jika bukan saingan bisnis Malice? Perusahaan yang mengalami krisis diambang kebangkrutan, cara-cara licik kerap dilakukan oleh musuh. Juga serbuan terang-terangan atau sabotase. Sementara itu, berdiri dari tempat duduknya, adalah Herlambang yang barusan berbicara dengan lantang sekaligus penuh ketidaksukaan yang ditunjukan kepada Ivan. Mendengar itu, wajah Susan seketika berubah. Sedangkan Ivan hanya menatap Herlambang dengan memasang ekspresi
"Tante sudah gila?!" Ivan langsung meraih dan mencengkram pergelangan tangan Irene untuk menahan gerakan tangannya yang nyaris saja menuju ke bawah perut Ivan. Menggeleng tegas dengan wajah mengeras, Ivan lanjut berkata, "Aku bukan pria bayaran! Selain itu, aku dan Susan itu saling mencintai. Sebentar lagi, kami akan memiliki anak! Jika tante tidak percaya, tanyakan saja kepada Susan!" Ivan berkata demikian sebab menduga jika Irene belum mengetahui bahwa Susan telah mencintai dirinya sepenuhnya. Begitu pula dengan Susan yang sepertinya belum bercerita dengan Irene. Kini Ivan mengusap muka dengan kasar sembari menghembuskan napas besar. Sebab begitu shock mendengar perkataan Irene barusan. Sementara senyum Irene mendadak pudar kala mendapat penolakan dari Ivan. Namun, perempuan itu tidak langsung menampakan kekesalannya di depan Ivan. Kentara berusaha mengendalikan emosinya dengan bersikap tenang dan angkuh. "Baik lah. Aku akan tanyakan hal itu kepada Susan. Jika memang demikia
Irene melotot, "Sialan kamu, Ivan! Lancang sekali kamu main masuk-masuk saja, aku ini sedang mandi bodoh!" Irene buru-buru menutupi kedua dadanya yang memiliki ukuran cukup besar dengan kedua tangannya. Untung saja, perempuan itu tidak sepenuhnya telanjang. Bra dan celana dalam masih melekat yang menutupi aset berharganya. Sementara itu, Ivan seketika panik dan langsung berbalik. "Seharusnya aku yang tanya kepada Tante!" seru Ivan heran sekaligus terkejut, "kenapa tante bisa ada di apartemen ini dan mandi di kamar mandi kami?!" Irene tidak langsung menjawab, justru perhatiannya tiba-tiba teralihkan oleh pemandangan tubuh Ivan yang bertelanjang dada yang kini tepat berada di depan matanya. Hal tersebut membuat Irene menelan ludah. Lalu, ia menggeleng sebab terpana. Disaat yang sama, gairahnya sedikit bergejolak. Tidak menyangka jika Ivan ternyata memiliki tubuh yang atletis ; otot kekar dan perut sispack. Kenapa pria miskin ini bisa memiliki tubuh yang bagus? Namun, detik ber
Sepulang Ivan dari rumah kakek Rahardian, Susan langsung mendesak suaminya untuk bercerita. "Bagaimana respon kakek, sayang? Apa kakek marah karena kita menyelidiki kasus adikku?!" Susan mengigit bibirnya yang bergetar. Kentara cemas sekaligus tidak sabar. Ivan, dengan tersenyum kecil menggeleng, "Kakek tidak marah, sayang." Sontak saja, Susan terperangah! Lalu, dengan tatapan setengah tidak percaya, Susan berkata, "Be-benar kah?" Mendengar itu, Ivan mengangguk. Kembali mengulas senyum kecil, mulut Ivan kembali bicara, "Karena aku yang mengusut, sayang. Kakek begitu percaya padaku. Pada keluarga Graha. Tapi, jika kamu sendirian, sudah pasti kakek akan marah dan tidak akan membiarkanmu melakukan hal itu!" Seketika wajah Susan berubah murung. Sudah menduga jika kakek akan marah jika ia mengusut sendiri. Namun, tentu hal itu sudah tidak menjadi masalah sekarang. Susan, dengan tatapan penuh cinta ke arah Ivan menimpali, "Syukur lah. Dengan begitu, aku jadi tidak takut lagi