Keesokan hatinya, Elsy keluar dari kelas sambil membahas pelajaran dengan seorang teman laki-laki.Gavin melihat adegan ini dari kejauhan. Saking kesalnya, dia langsung menarik Elsy."Kemarilah, ada yang ingin kukatakan."Elsy kebetulan ingin mengembalikan kalung itu. Jadi, dia mengajak teman laki-lakinya untuk lanjut membahas pelajaran di kantin.Melihat pria itu pergi, ekspresi Gavin berubah muram. Dia mengerutkan kening sambil mendecakkan lidah."Elsy, siapa dia?"Nada bicara Elsy sangat dingin."Nggak ada hubungannya denganmu."Kerutan di kening Gavin makin dalam."Aku cuma peringatkan kamu buat jauhi para laki-laki itu, niat mereka nggak baik."Gavin sering mengucapkan kata-kata seperti ini. Dulu, Elsy mengira Gavin melarangnya berinteraksi dengan laki-laki karena menyukainya.Jadi, dia menuruti permintaan Gavin. Dia bahkan senang dengan sikap posesif Gavin.Sekarang, dia merasa sangat konyol. Nada bicaranya menjadi makin dingin."Jadi, siapa yang harus kudekati? Kamu?"Gavin kesa
Setelah memapah Cheryl, dia memelototi Elsy dengan galak."Elsy, kenapa kamu dorong Cheryl?"Cheryl meringkuk dalam pelukan Gavin sambil memanyunkan bibir."Gavin, jangan salahkan Elsy. Dia mau pulang, aku masih ingin mengobrol dengannya dan memintanya menemaniku. Tak disangka, dia tiba-tiba marah ....""Kamu bohong, bukan begitu!"Elsy tidak menyangka Cheryl akan berbohong di hadapannya."Kamu menghinaku, lalu menarik tanganku. Aku memang menghempaskan kamu, tapi aku cuma pelan-pelan."Gavin hanya mendengar Elsy mengatakan bahwa dia menghempaskan tangan Cheryl sehingga Cheryl terjatuh. Gavin sontak mengerutkan kening."Elsy, sejak hari ulang tahunmu, kamu berubah. Kamu jadi aneh dan sulit bergaul. Cheryl cuma ingin mengobrol denganmu, kenapa kamu malah marah padanya?"Konon, orang yang sedang jatuh cinta akan kehilangan akal sehat. Saat ini, Elsy merasa IQ Gavin menurun drastis.Dia bisa menerima kenyataan bahwa Gavin tidak menyukainya, tetapi dia tidak sudi ditindas oleh Cheryl!Memi
Merlyn mengangguk."Dia sangat unggul. Jago menggambar dan main piano. Dia adalah pria paling romantis yang pernah kulihat."Merlyn tidak pernah menceritakan hal ini pada Elsy. Elsy tertegun sejenak."Lalu, kenapa kamu mau bertunangan dengan Louis?"Merlyn tertawa, lehernya rampingnya berguling dan air mata mengalir dari sudut matanya."Apa boleh buat? Salah satu di antara kita harus berkorban buat keluarga. Kamu masih muda dan tumbuh besar bersama Gavin. Aku nggak tega ...."Elsy seolah-olah disambar petir. Selama ini, dia mengira Merlyn tidak bahagia karena tidak ingin menikah dini.Dia tidak menyangka bahwa Merlyn berkorban demi dia....Malam ini, Elsy gelisah dan tidak bisa tidur. Menjelang fajar, dia terlelap sejenak.Tak lama setelah dia tidur, ibunya masuk dan langsung mengangkatnya dari selimutnya."Elsy, cepat bangun dan bersih-bersih. Hari ini, kakak iparmu mau datang."Elsy mengusap matanya dengan linglung."Buat apa Kak Louis datang?""Ini hari raya, dia harus datang meng
Darwis melirik Elsy dengan tatapan menegur."Kenapa melamun? Tuangkan teh buat kakak iparmu."Elsy mengiyakan dengan wajah memerah. Dia berdiri dengan patuh, lalu menuangkan teh dan meletakkan cangkir teh di depan Louis."Kak Louis, silakan minum."Suara kantuknya sangat lembut. Seketika, Louis teringat pada kucing di rumahnya....Ketika makan, Merlyn tidak fokus. Dia mengunyah makanan sambil menatap ponsel di sampingnya.Nesya terus memberinya isyarat."Merlyn, ambilkan makanan buat Louis, jangan cuma makan sendiri."Merlyn mengiyakan. Ketika dia mengangkat sendok saji, ponselnya berdering.Dia menatap layar ponselnya dengan gugup dan langsung bangkit."Permisi, aku angkat telepon dulu.""Merlyn, apa nggak bisa dibicarakan setelah selesai makan!"Nesya mengerutkan kening sambil menegur Merlyn. Kemudian, dia menaruh sepotong iga asam manis di piring Louis."Anak ini memang ceroboh. Setelah menikah dengan Keluarga Harson, tolong maklumi dia."Louis tidak menunjukkan emosi apa pun."Sif
Gavin yakin Elsy tidak akan membuang hadiah darinya. Bagaimanapun, terdapat satu lemari di kamar Elsy yang berisikan hadiah dari Gavin.Ketika melihat isi lemari itu, dia cukup kaget.Dia memasukkan tangannya ke dalam saku, lalu memiringkan kepala sambil menatap Elsy dengan percaya diri.Namun detik berikutnya, Elsy mengangkat lengannya untuk melempar kedua kotak hadiah itu ke tong sampah."Buk." Gavin merasa martabat dan harga dirinya ikut terlempar ke tong sampah.Suatu amarah memenuhi hatinya."Elsy, hebat kamu. Merajuk? Oke. Siapa yang duluan ngajak baikan, dia harus menggonggong!"Setelah berkata demikian, dia menendang tong sampah dan pergi dengan penuh amarah.Elsy memandang punggungnya sambil menggelengkan kepala. Bisa-bisanya melampiaskan amarah pada tong sampah, kenapa sebelumnya dia tidak menyadari bahwa Gavin begitu kekanak-kanakan?Ketika hendak melangkah maju, Elsy mencium aroma segar dari belakang dan sepasang tangan menutupi matanya."Elsy, tebak siapa aku?"Elsy tersen
Elsy mengabaikan sindiran Cheryl. Dia mendelik Gavin, lalu lanjut menonton film.Tak lama kemudian, Gavin kembali menendang kursinya. Elsy kesal dan langsung berbalik."Gavin, kamu sengaja?"Saking marahnya, Elsy tidak mengendalikan suaranya. Orang-orang di sekitar menatapnya dengan kesal dan wajahnya pun memerah.Gavin mengangkat alis ke arahnya sambil berkata dengan penuh maksud, "Elsy, kamu yang ajak aku bicara. Jangan lupa menggonggong.""Menggonggong? Kenapa dia harus menggonggong?"Cheryl mendengus dingin sambil bertanya pada Gavin dengan centil.Gavin mencubit dagu Cheryl.Dia berkata dengan bangga, "Karena ada yang melanggar peraturan."Mendengar percakapan mereka, amarah Elsy membara. Saat ini, layar ponselnya menyala, ibunya mengirimkan pesan."Elsy, kalau sudah melihat pesan, segera telepon Ibu. Ada urusan penting."Elsy mengerutkan kening, suatu firasat buruk muncul di hatinya. Dia berpamitan dengan Jason, lalu keluar dari studio.Begitu Elsy menelepon, ibunya langsung menj
Ucapan Elsy bagaikan sambaran petir.Nesya menentang."Elsy, jangan asal berbicara. Kamu belum cukup umur!"Elsy memandang semua orang dengan serius."Beberapa waktu yang lalu, aku genap dua puluh tahun dan sudah cukup umur buat menikah."Timo berpikir sejenak."Nggak boleh. Nona Merlyn yang bertunangan dengan Louis, kalau tiba-tiba digantikan oleh Nona Elsy, apa yang akan dipikirkan orang luar?"Setelah dipikir-pikir, Timo tidak menyetujui usulan ini."Menurutku, sebaiknya Pak Darwis segera temukan Nona Merlyn."Melihat semua orang menentang usulannya, Elsy agak panik. Dia menaruh semua harapannya pada Louis yang belum mengutarakan pendapat."Kak Louis, bagaimana menurutmu? Kalau kamu setuju, kita langsung pergi daftarkan pernikahan, nggak bakal ada kejadian berubah pikiran."Mata semua orang tertuju pada Louis. Louis menyesap seteguk teh, lalu perlahan-lahan meletakkan cangkir di meja. Saat ini, suatu emosi melintas di mata Louis."Bolehkah kita mengobrol berdua?"...Setengah jam ke
Setelah menghibur Nesya sejenak, Elsy mengakhiri panggilan.Ketika makan siang bersama Helen, Gavin membawa nampan dan duduk di depan mereka.Helen mengerutkan kening."Hei, bukannya ini si berengsek Gavin? Kok hari ini punya waktu datang ke kantin? Nggak temani pacarmu?"Gavin melirik Elsy, nada bicaranya sangat santai."Sudah putus.""Pu ... putus?"Helen hampir menyemburkan sup di mulutnya. Mengingat taruhan semalam, dia menjadi sangat bersemangat.Dia diam-diam mengamati Elsy yang sedang makan dengan serius."Elsy, kamu dengar? Si berengsek Gavin bilang dia ...."Elsy mengangkat kepalanya dengan acuh tak acuh."Nggak perlu diulangi, aku punya telinga."Helen tersedak, dia menatap Gavin."Gavin, kalian pacaran nggak sampai dua bulan, 'kan? Kok cepat sekali putusnya?"Gavin menyilangkan kakinya sambil berkata dengan penuh maksud."Apa boleh buat? Elsy nggak suka mantanku."Helen diam-diam melirik Elsy."Kamu yang pacaran, apa hubungannya dengan Elsy?"Gavin mengerutkan bibirnya denga
Menghiburnya?Mata Elsy tertuju pada Louis."Bagaimana caranya?"Louis mencondongkan badannya, napasnya yang harum menyelimuti pipi Elsy. Nada bicaranya sangat lembut."Kamu masih ingat bagaimana kamu memanggilku semalam?Semalam?Semalam, dia memanggil Louis apa?Elsy mengingat dengan hati-hati. Tiba-tiba, sebuah kata melintas di benaknya. Pipinya terasa panas.Louis tahu bahwa dia sudah mengingat kata itu, nada bicaranya agak manja."Ayo, panggilah sekali lagi?"Elsy sangat malu.Dia memanggil Louis seperti itu karena pengaruh alkohol. Sekarang, dia sudah sadarkan diri. Dia tidak sanggup memanggil Louis seperti itu.Ketika dia sedang memikirkan cara untuk mengalihkan topik pembicaraan, terdengar suara mengeong dari samping kakinya.Mata Elsy bersinar, dia segera melepaskan diri dari genggaman Louis dan menggendong "si penyelamat kecil"."Hei! Tara, kapan kamu keluar?"Louis kecewa. Melihat Elsy bermain di atas karpet dengan Tara, dia sungguh tidak berdaya.Saat ini, Jeff menelepon da
Louis mengerutkan bibirnya."Setelah mandi, turunlah untuk sarapan."Elsy mengiakan dan berjalan menuju kamar mandi.Setelah mengunci pintu kamar mandi, Elsy memegang wajahnya sambil mengembuskan napas panjang.Gawat. Sekarang, setiap melihat Louis, dia akan teringat pada momen Louis menciumnya.Pipinya memerah, kakinya melemas, dia bahkan tidak berani bertatapan dengan Louis.Elsy curiga bahwa ini adalah gejala samping dari berciuman.Setelah menghabiskan banyak waktu di kamar mandi, dia mengambil sweter berwarna pink dan celana kain berwarna krem. Dia mengganti pakaian, lalu berkaca di depan cermin.Kemudian, dia keluar dari kamar mandi.Louis sudah menunggunya di meja makan.Elsy hendak berjalan ke kursi di seberang Louis, tetapi Louis mengisyaratkan Elsy untuk duduk di sampingnya. Nada bicaranya sangat lembut."Kemarilah, duduk di sampingku."Elsy mengiakan dan berjalan ke arah Louis.Keduanya makan dengan tenang.Louis tidak mempunyai selera makan. Setelah memakan sedikit, dia mel
Ketika melihat Louis, Elsy masih teringat pada ciuman itu. Dia diam-diam mencengkeram baju tidurnya."Butuh waktu buat mengeringkannya. Aku sudah ngantuk dan ingin tidur, nanti juga kering sendiri."Louis melangkah maju, lalu menariknya ke samping kasur."Tidur dengan rambut basah bisa membuatmu sakit kepala. Berbaringlah, biar kukeringkan."Elsy berbaring di kasur dan kepalanya bertumpu di kaki Louis. Begitu merasakan angin hangat yang berembus di kepalanya, dia pun tertidur....Keesokan paginya, Elsy dibangunkan oleh dering ponsel.Dia mengambil ponselnya dengan mata tertutup.Begitu panggilan tersambung, terdengar suara nyaring Helen."Ah! Elsy, gawat, gawat!"Rasa kantuk Elsy langsung menghilang, dia sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya."Helen, masih pagi, kenapa teriak-teriak?"Sepertinya Helen berada di jalan raya, suasana di sekitarnya agak berisik."Aku pun nggak percaya. Semalam, aku tidur dengan Jason. Tidur!"Tidur?Sekarang, Elsy sudah sepenuhnya bangun."Kalian?
"Maaf, aku nggak sengaja. Keningku agak keras. Dulu, waktu berlaga kepala dengan ayahku, ayahku selalu kalah."Louis tertawa pelan. Elsy yang mabuk lebih menawan dari biasanya."Kenapa tertawa? Sudah berdarah, masih tertawa."Elsy berlutut tegak agar tingginya seimbang dengan Louis yang sedang berdiri di samping kasur."Sini, kutiup."Setelah berkata demikian, dia memanyunkan bibirnya dan meniup dengan lembut. Aroma anggur pun menyebar.Jakun Louis berguling, tatapannya menjadi makin dalam.Elsy tidak menyadari perubahan Louis, dia masih meniup bibir Louis. Dia tiba-tiba diselimuti oleh suatu bayangan.Detik berikutnya, suatu hawa panas menyelimuti bibirnya. Elsy mengedipkan matanya dengan heran, dia tidak bereaksi. Tiba-tiba, sebuah tangan menarik kepalanya.Kemudian, Louis mengecup bibirnya. Suatu hawa panas mengalir di sepanjang garis bibirnya. Tubuh Elsy seolah-olah tersengat listrik, dia pusing dan melemas."Tarik napas."Louis mengingatkannya dengan suara serak. Kemudian, hawa pa
Mendengar ucapan ini, Elsy langsung menoleh ke arahnya. Karena terlalu kuat, Elsy makin pusing."Kenapa kamu marah?"Louis menatap Elsy dengan galak."Sebagai wanita yang sudah menikah, kamu menerima bunga dari pria lain dan minum-minum dengan pria yang ingin mengejarmu. Kalau nggak bertemu aku, mungkin dia sudah menggendongmu sampai rumah. Menurutmu, bukankah wajar kalau aku marah?"Louis berbicara dengan sangat jelas dan teratur, setiap perkataannya masuk akal.Mendengar ucapan Louis, Elsy menyingkirkan ekspresi marahnya dan nada bicaranya melembut."Kamu melihat Gavin memberiku bunga?"Melihat Louis menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Elsy makin merasa bersalah. Dia memanyunkan bibirnya."Aku bisa jelaskan ...."Louis sudah mempersiapkan diri."Kalau begitu, jelaskan."Elsy mengusap pelipisnya. Karena mabuk, suaranya agak lembut."Tapi, sekarang aku sakit kepala, nggak ingin bicara. Bolehkah ditunda sampai besok?"Mendengar ucapan ini, Louis kecewa. Awalnya, dia ingin mem
Meskipun Elsy agak pusing, dia masih sadarkan diri. Dia pun tidak menyangka akan bertemu Louis di sini. Melihat ekspresi Louis, dia takut Louis akan menyalahkan Helen dan yang lainnya."Kami memainkan permainan, yang kalah minum. Mereka mengalah padaku dan aku minum paling sedikit, aku yang nggak kuat minum."Louis mengiakan, nada bicaranya menjadi lebih lembut."Sudah tahu nggak kuat minum, masih saja minum sebanyak itu.""Ayo, kuantar pulang."Setelah berkata demikian, dia mengulurkan tangan untuk mengambil Elsy dari Gavin dan Helen.Gavin menggenggam erat lengan Elsy, dia tidak ingin menyerahkan Elsy pada Louis."Kak Louis, nggak usah repot-repot. Lagian aku juga mau pulang, aku sekalian antar Elsy pulang."Louis mengangkat kelopak matanya dan menatap Gavin selama beberapa detik. Tatapannya sangat dingin dan mencekam."Kamu juga minum, harus cari sopir pengganti. Aku nggak tenang serahkan Elsy padamu."Gavin membuka mulutnya, dia merasa ucapan Louis sungguh kasar."Kak Louis, aku tu
Setelah beberapa saat, Helen mendengar Jason melontarkan satu kata."Ya."Helen mengangguk bahagia. Untungnya, Jason tidak menyia-nyiakan kesempatan yang dia ciptakan."Pertanyaan kedua, apakah orang yang kamu sukai berada di sini?'Ekspresi Gavin berubah muram, dia teringat Jason pernah menonton film bersama Elsy."Helen, kuperingatkan jangan macam-macam!"Helen mengabaikannya dan terus memberikan isyarat pada Jason."Abaikan dia, jawab pertanyaanku."Mereka saling bertatapan. Wajah Jason memerah, dia tampak sangat malu."Ya."Helen diam-diam berseru dalam hati, seolah-olah dirinya berhasil menjalankan misi."Kalau begitu, apa orang yang kamu sukai adalah Elsy?"Katakan ya! Cepat!Helen menatap Jason dengan penuh harapan. Kalau sekarang dia tidak menyatakan cinta, dia tidak memiliki kesempatan lagi!"Bukan."Bukan?Ekspresi Helen membeku, dia hampir terjatuh ke lantai. Dia berusaha keras menciptakan kesempatan buat Jason, alhasil, Jason takut? Menyerah?Sulit dipercaya!Melihat Jason
Meskipun Elsy terlihat tidak senang, Elsy tetap menerima bunga darinya. Dalam sekejap, Gavin tersenyum cerah. Sepertinya usahanya dalam beberapa hari ini tidak sia-sia.Setelah mereka memasuki restoran, sebuah Maybach yang terparkir tidak jauh menurunkan kaca jendela. Terlihat sebuah wajah dingin.Tak lama kemudian, Louis memalingkan wajah dan memasukkan sebatang rokok ke mulutnya. Dia memiringkan kepala sambil mengisap rokok itu.Jeff duduk di kursi penumpang dengan tenang, dia tidak berani mengeluarkan sedikit pun suara. Seketika, suhu di dalam mobil seolah-olah menurun drastis. Dia mengintip Louis melalui kaca spion sambil menelan air liur."Pak Louis, Pak Lonel sudah tiba sepuluh menit yang lalu. Kita mau masuk sekarang atau ...."Louis mengisap rokok, lalu mengembuskan asap rokok secara perlahan-lahan."Sepertinya belakangan ini Keluarga Lorenzo agak santai. Selidiki bisnis mereka, carikan kesibukan buat mereka."Jeff mengangguk, dia teringat akan adegan Gavin memberikan hadiah pa
Ketika Elsy dan Helen tiba di restoran, Jason sudah tiba.Dia berdiri di depan pintu restoran dengan mengenakan kaus berwarna krem dan celana jin berwarna biru. Didukung dengan parasnya yang tampan, keberadaannya sangat menarik perhatian.Saat Elsy dan Helen hendak menghampiri Jason, dua gadis berpakaian seksi sedang berbicara dengannya."Kak, kamu terlihat seperti calon pacarku. Bolehkah kita bertukar kontak?"Jason tidak menyangka kedua gadis itu akan begitu terus terang, dia mundur dua langkah."Maaf, aku sudah menyukai orang lain.""Apa hubungannya denganku? Kamu menyukai orang lain, bukan berarti aku nggak boleh menyukaimu. Aku nggak keberatan."Gadis itu sangat kukuh. Jason yang lugu pun tidak berdaya.Emosi Helen terpancing, dia bergegas maju untuk melindungi Jason."Dik, berapa umurmu? Sudah selesai kerjakan PR?"Gadis yang menggoda Jason itu memanyunkan bibir."Bibi, siapa kamu? Kok tiba-tiba muncul?"Helen hampir memuntahkan seteguk darah. Bibi?"Aku? Tentu saja, aku adalah .