Daisy Bakery Shop.Lila cekatan memasukan roti yang sudah dipilih seorang pelangan dari nampan ke dalam kotak kertas. Setelah menerima pembayaran dia memberikan struk belanja dan kembalian. "Datang lagi ya Kak, aku kasih bonus roti beruang isi cream chesee, karena kakak pelanggan setia kami. Roti bentuk beruang ini lucu kan? Hehe." Ada saja kelakuan Lila menggaet pelanggan.Roti beruang adalah roti berbentuk beruang, dengan warna roti yang coklat seperti kulit beruang. Isinya creamcheese yang creami dan lembut, lumer di mulut. Tidak terlalu manis, cocok bagi yang suka roti yang tidak terlalu manis."Terimakasih Lila," Pelanggan bahkan sudah hafal dengan nama Lila. "Adikku seneng banget roti beruang, oh ya hari ini kau semakin ceria saja." Dia memang selalu datang ke toko roti ini setiap dua hari sekali. Lila yang memang sok akrab pada para pembeli."Hehe, aku kan selalu bahagia Kak." Pelanggan wanita itu cuma tertawa menanggapi. Melambaikan tangan dan keluar dari toko.Begitu seterus
Di sudut ruangan. Miria sedang menyimpan senyum menyegarkan Ale di hatinya. Menutup semua kejadian-kejadian buruk sepanjang hari ini. Senyum laki-laki di hadapannya menghapus semua hal buruk. Dia kembali bersemangat."Ana sudah bilang, kalau tuan pengawal adalah anak dari ayah Argen, Miria apa semua baik-baik saja?" Kecemasan Ale seharian ini menunggu. Dia memang masih membuat roti dengan baik, tapi pikirannya sudah melayang kemana-mana. "Kalian dari tempat kakek Argen? Apa tidak terjadi apa-apa disana?"Mustahil kalau sampai tidak terjadi apa-apa pikir Ale. Miria mencium tangan Ale yang menggenggam tangannya. Merasai kehangatan tangan itu sampai ke hatinya. "Tuan Argen mengamuk di rumah tuan besar." Ale merinding cuma mendengar kalimat pembuka itu. "Tapi tidak terjadi apa-apa kok, tenanglah. Karena tuan besar tidak meladeni amarah Tuan Argen, membuat Tuan Argen jadi bosan sendiri."Apa! Tunggu, maksudnya!Ale sedang mencoba mereka ulang, tapi tetap tidak terbayangkan di kepalanya.
"Kenapa lama sekali." Argen sedang tiduran di sofa. Sepatunya berserak, sepertinya dia jatuhkan saat tidur terlentang. Dia menggoyangkan kakinya."Maaf, aku mengantar Miria dulu." Mendekat, menyentuh kepala Argen. "Kau tidak apa-apa kan? Tidak pusing atau apa." Masih memeriksa baik dengan telapak tangan maupun punggung tangan. Lega, karena suhu tubuh Argen normal adanya. "Duduk dan minumlah, apa mau teh hangat saja?"Argen bangun dan duduk, meraih gelas berembun. Tidak menjawab, tapi dia minum. Ale memilih duduk di samping Argen, dia meraih gelas yang masih di pegang Argen dan meletakkannya di nampan."Kau tidak apa-apa? Ana sudah cerita." Argen menghela nafas, tidak mungkin Ana tidak mengatakannya pada Ale. Malah aneh, kalau sampai laki-laki disampingnya ini belum tahu. Sejujurnya dia bersyukur karena sudah diwakili Ana mengatakannya pada Ale. Dia bingung harus memulai dari mana. "Aku marah!" Ketus bicara mengagetkan.Ia aku tahu. Tanpa kau bilang aku juga tahu. Kau mengamuk di ruma
Bersamaan dengan semua hal yang Argen lakukan, di RS juga terjadi sesuatu.Tepatnya adalah saat setelah Ana dan Rene terpergok ibunya tuan pengawal, karena mereka berisik di depan pintu.Mereka sudah masuk ke dalam ruangan sekarang. Tuan pengawal langsung berusaha duduk dengan susah payah saat melihat Ana. Dia memegangi tangannya yang dipakaikan pengaman. Rene bergerak cepat membantunya duduk. Setelahnya memalingkan wajah malu karena bersentuhan tangan secara tidak sengaja."Kenapa bangun, Anda kan masih sakit?" Rene membetulkan selimut supaya menutupi kaki tuan pengawal. "Maaf, saya baru bisa datang menjenguk Anda. Anda sudah lebih baik?""Aku nggak papa kok, cuma tangan ini." Menunjuk tangannya. "Terimakasih ya sudah datang dan menanyakan keadaanku." Sedang jadi pemilik bumi, belum sadar ada orang lain yang ada di dalam ruangan.Ana yang menonton adegan refleks Kak Rene barusan, dan interaksi keduanya langsung peka, kalau ada sesuatu di antara mereka berdua. Cieee, Kak Rene, cieee,
"Nona, Anda tidak perlu begini, Anda kan tahu Tuan muda tidak akan suka kalau Anda bicara dengan saya." Benar, bahkan bicara dengan saya saja dia bisa marah dan cemburu. Begitulah yang dipikirkan Gara. "Biar ibu yang mengupas buahnya saja." Ibu bangun dari duduk mau menggantikan Ana Ana tertawa mendengar itu, memang benar si, Kak Argen selalu kesal kalau dia bicara dengan tuan pengawal. Tapi itukan dulu, sebelum Kak Argen tahu kalau Kak Gara adalah kakaknya. Ana tertawa riang lagi, suaranya merekah seperti kelopak mawar di taman bunga. Menyegarkan ruangan."Kak Gara kan Kakaknya Kak Argen, jadi artinya, Kak Gara Kakak iparku kan. Hehe. Aku jadi punya banyak kakak." Gumam, gumam menyebut nama Ale juga Ibu yang mau mendekat langsung jatuh terduduk di lantai. Membuat Ana dan Rene refleks bergerak menangkap ibu. Pisau buah ditangannya terjatuh."Ibu, ibu kenapa?" Dua gadis itu memapah ibu untuk duduk di sofa. Sementara wajah tuan pengawal juga mulai pucat. Dia sudah tahu, dia sudah ta
Sementara itu kembalinya Argen dan Ale ke RS.Mereka sudah masuk ke area parkir RS. Beberapa lampu sudah menyala, walaupun malam belum bertukar tempat dengan siang. Saat Argen dan Ale masuk ke RS, Dokter Wiliam muncul menyambut. Seperti sudah menantikan kedatangan Argen."Dokter, kenapa wajah Anda?" Ale bertanya setelah menunduk mengucapkan salam. Argen melengos mendengar pertanyaan itu. Sementara Wiliam tertawa sambil bilang dia jatuh dari tempat tidur karena kelelahan dan mimpi dikejar anjing gila. "Anda pasti lelah sekali ya, jaga kesehatan Anda." Ale percaya seratus persen dengan apa yang dikatakan Wiliam."Jangan perdulikan dia." Mendorong Wiliam yang sedang sedikit senang mendapat perhatian Ale. Mereka berjalan memasuki lift."Will.""Ia, kenapa?"Wiliam yang mau menyerang dengan rentetan pertanyaan tentang bagaimana pertemuan Argen dengan kakek menahan mulutnya, karena ada Ale di samping Argen. Berharap Argen cerita sendiri.Lift naik."Apa ibuku tidak datang?"Deg. Ah sialan
Ale dan Wiliam yang panik segera berfikir cepat, apa yang harus mereka lakukan. Akhirnya memecah tanggung jawab. Ale yang akan mengetuk ruangan Argen, kalau Will yang muncul tapi akan kena damprat lagi. Ale juga tidak berani menemui kakek Argen sendirian, jadilah mereka mengemban tugas masing-masing. Will yang akan turun menyambut kakek.Mereka cukup kompak, dengan kelemahan serta kelebihan masing-masing.Yang bertugas di depan kamar Argen.Argen membuka pintu saat mendengar Ale menggedor pintu, disertai memanggil namanya dengan suara keras. Situasinya seperti melihat kebakaran."Kenapa?" Argen hanya membuka sedikit pintu, tidak membiarkan laki-laki di depannya masuk. Ale pun tidak menangkap bayangan Ana sedikit pun di balik punggung Argen. Ale tertawa saat melihat wajah masam adik iparnya."Maaf mengganggu. Hehe. Ibu dan kakekmu."Mau bagaimana lagi, kalau kakekmu masuk dan kau sedang, ah sudahlah, Ana pasti yang malu kan. Jadi jangan mendelik padaku, aku menyelamatkan kalian tahu. M
Mengunjungi anaknya begini secara langsung, kalau bukan perintah kakek, dia tidak mungkin melakukannya. Apalagi dia tahu, anak laki-laki itu juga dirawat di sini. Darah daging suaminya yang membuat suaminya depresi dan akhirnya mati muda. Dia bahkan sempat berfikir, kenapa anak itu tidak mati sekalian menyusul ayahnya. Kenapa dia mendekati Argen, apa dia mau merebut semua yang dimiliki Argen. Dasar tidak tahu malu. Sampai menginjakkan kaki di halaman RS, ibu masih memaki dan mengutuki anak itu. Walaupun dia tahu, anak itu yang menyelamatkan putranya. Namun, kebencian yang merasuk di hatinya mengalahkan rasa terimakasih atas selamatnya putranya.Jangan sampai mereka berpapasan, karena dia tidak bisa menahan diri lagi sekarang. Apalagi kata-kata kakek padanya tadi sebelum berangkat. Kakek mengatakan akan mengundang mereka ke acara pertemuan keluarga. Darah ditubuhnya seperti mendidih dipenuhi amarah. Tapi dia hanya bisa mencengkeram kursi mobil dengan penuh kebencian."Jangan berulah, i
Meninggalkan Argen dan Ale berdua dalam ruangan tunggu."Kau tegang?" Argen mendekat menghampiri Ale. Meninju lengan sahabatnya. "Bagaimana perasaanmu hari ini?" Dia ingin menggoda Ale yang terlihat berdiri dengan kikuk. Beberap kali merapikan rambut yang memang sudah rapi."Senang, bahagia, aku sudah tidak sabar. Gen...""Apa?""Tapi aku gemetar tahu." Mencengkeram bahu Argen. Dia memang sok keren di depan Ana dan bilang baik-baik saja, padahal dadanya berdebar kencang. "Kau tegang tidak waktu mau menikah dengan Ana." Ada peluh yang merembes di kening Ale."Kau itu nggak ngapa-ngapain aja gemetar." Argen menjawab acuh seperti Argen biasanya."Dasar sialan!" Tapi Ale tertawa juga mendengarnya. Membuat kegelisahannya sedikit mencair. Mereka duduk di sofa sekarang. Ale masih terlihat gelisah. Beberapa kali mengusap wajahnya. Janji pernikahan, dia sudah hafal diluar kepala. Sudah dia ulang-ulang juga tadi. Dia tidak mau mengulangnya lagi, karena takut malah panik dan lupa semuanya.Ah,
Laki-laki itu menjatuhkan kepalanya di meja. Menyesali kebodohannya yang salah stategi. Dia terlalu jumawa. Diambilnya lagi undangan Miria. Dieja perlahan nama Aleando dengan sedikit geram seperti orang mengumpat. Dia laki-laki seperti apa ya, sampai bisa membuat Miria jatuh cinta.Pengacara itu sangat penasaran.🍓🍓🍓Setelah melalui proses persiapan yang melelahkan, yang lelah tentu yang berjibaku menyiapkan pesta, akhirnya hari pernikahan Miria dan Ale datang juga.Sebelumnya sempat terjadi keributan kecil karena orangtua Miria berharap gadis itu bisa pergi bulan madu setelah menikah. Orangtua Miria berharap, anaknya tidak menunda-nunda punya anak. Mumpung baru menikah, gejolak cinta masih membara."Sat set, terjang Nak Ale dan segera lahirkan anak untuknya. Kau kan tahu Miria, kami ini sudah tidak muda lagi. Yang lain di keluarga kita bahkan sudah memiliki beberap cucu. Jadi jangan menunda-nunda." Ibu bicara seenaknya membandingkan dirinya dan saudara yang sudah punya cucu."Ibu
Ada banyak hal yang harus disiapkan untuk pesta pernikahan. Memang. Miria juga tahu itu, karena gadis itu sudah berpengalaman menyiapkan pesta pernikahan yang bahkan skalanya jauh lebih besar. Pesta Tuan Argen dan Ana. Hingga gadis itu tahu bagaimana repotnya semua tim yang terlibat.Namun, kebahagiaan orangtua Miria karena anak sulungnya akan menikah, seperti menjadi tenaga ekstra untuk mereka. Adiknya yang sekolah di luar negri pun berencana akan pulang selama beberap hari. Damar, malah jadi jarang menyambangi toko Daisy, karena dia sudah jadi sopir khusus ibunya mengurus ini dan itu. Ayah Miria, masih datang ke toko mengawasi toko. Dia akan ikut membantu kalau akhir pekan.Seperti itulah yang terjadi, demi kebahagiaan putri yang tadinya katanya tidak tertarik untuk menikah. Mereka dengan suka cita melakukan ini dan itu.Apa yang orangtua Miria pernah katakan, kalau ada uang maka semua bisa berjalan jauh lebih gampang. Apalagi perkara mempersiapkan pernikahan. Benar-benar terbukti.
Selain karena kakek. Gumam Argen. Orangtua itu masih saja berfikir menyuruhku menikah dengan wanita berstatus sosial dan memiliki keluarga yang berkuasa. Cih, apa dia pikir aku masih anak-anak yang tidak bisa memimpin Domaz Group dengan tanganku sendiri. Argen masih merasa kakek belum sepenuhnya percaya pada kepemimpinannya mengelola Domaz Group. Hingga perlu bantuan orang lain. Dia takut, kalau Ana hamil malah akan menyusahkan gadis itu saja.Ana belum menjawab. Apa yang diucapkan Argen menyentuh keharuan hatinya. Dia memarahi dirinya sendiri. Padahal suaminya sangat memikirkannya, bisa-bisanya dia berfikir Kak Argen akan seperti kakek atau ayahnya. Mereka berpelukan, Ana minta maaf lagi sudah meragukan kesetiaan suaminya."Aku mencintaimu Ana, sangat, kau bahkan harus berhati-hati karena aku sangat mencintaimu."Aku akan melakukan apa pun untukmu. Kau bahkan sudah tahu apa yang bisa kulakukan untuk mendapatkannya kan. Bagaimana dia memperjuangkan hatinya untuk Ana, bagaimana cara d
"Apa sekarang aku harus menggantinya jadi tuan muda. Tapi dia marah, saat aku bersikap sopan padanya. Ah, entahlah. Tapi, aku penasaran, mereka ngapain sebenarnya di kamar sampai sesiang ini ya."Tegukan kopi habis, dan tirai kamar lantai atas belum terbuka.🍓🍓🍓Di bibir pantai. Ada sepatu wanita dan laki-laki tertabrak ombak. Sopir yang biasanya membisu selama bertugas mengangkat dua pasang sepatu itu, menjauhkan dari bibir pantai. Lalu dia duduk di atas pasir di dekat dua pasang sepatu itu.Sementara pemilik sepatu, sedang berjalan menyusuri pantai. Argen menggulung celananya, kaki mereka menapak pasir putih yang basah. Untuk pertama kalinya bagi Argen, sepanjang dia datang ke vila kakek, dia berada sedekat ini dengan air laut.Tangan keduanya saling terpaut. Melangkah diantara riak air yang menyentuh ujung kaki. Ombak berkejaran ke bibir pantai, suara deburan ombak terdengar menambar bebatuan di bagian pantai yang berbatu cadas."Kakak, kita duduk di sana yuk?"Argen belum menja
Matahari terbit di ufuk timur, berkas sinar keemasan memancar seperti naik ke cakrawala. Matahari seperti sejajar dengan lautan. Pemandangan matahari terbit di tepi laut memang sungguh terlihat menawan. Membius mata siapa pun yang memandang.Ana duduk bersandar dengan kaki selonjoran, dia bersandar dalam dekapan Argen yang bidang, bergelung di bawah satu selimut. Sebenarnya selimut menutupi tubuh Argen, namun karena dia dipeluk jadi ikut terselimuti. Angin pagi menerobos melalui jendela yang mereka buka, membawa angin laut yang dingin masuk ke dalam kamar. Walaupun agak dingin, namun melihat matahari keemasan yang muncul dari lautan, sudah cukup membayar rasa dingin yang mereka rasakan."Indahnya Kak." Ana memutar kepalanya, melihat wajah Argen yang memeluknya dari belakang. "Melihat matahari terbit, bersama Kakak, itu yang jauh lebih membahagiakan," ujarnya sambil memberi kecupan singkat dibibir Argen. Lalu memutar kepala lagi melihat pemandangan indah di luar sana."Hemm, kau senan
"Saya suka wanita yang umurnya lebih tua dari saya Kek." Will menyambar sebelum ayahnya menjawab.Kenapa kakek tertarik dengan pernikahan cucu yang sudah dibuangnya. Pikir Will.Secepat kilat ayah Will memukul kepala anaknya karena sudah lancang menjawab. Tatapan ayah Will menusuk tajam, membuat Will menghela nafas."Maaf Kek, saya pikir kakek mau menjodohkan saya. Jadi saya mengatakan kriteria wanita idaman saya. Saya ingin menikah dengan wanita yang lebih tua dengan saya."Ayah mencubit pinggang Will. "Karena bergaul dengan Argen kau jadi pintar bicara ya." Kakek sepertinya tidak marah dengan sikap kurang ajar Will. Mungkin di mata kakek di kening Will tertulis nama sahabat Argen. Jadi Will sedikit mendapat keistimewaan. "Aku tahu banyak yang sudah kau lakukan untuk Argen."Deg. Will mulai takut. Kakek ini seperti harimau pengintai. Cuma berlaku untuk Argen. Dia mencaritahu semua orang yang ada di sekeliling Argen. Membiarkan kalau berguna untuk Argen. Menghancurkannya kalau dia cu
Sampailah mereka ke tempat yang mereka tuju. Ramai, banyak muda mudi, sedang memilih makanan mana yang akan mereka makan.Ale bilang ingin makan mi, jadilah mereka makan di kedai mi. Duduk sambil beratap langit malam. Tempat ini pasti bubar kalau hujan jatuh dari langit. Karena payung lebar di atas mereka tidak mungkin bisa menangkal air dan angin yang menerjang bersamaan."Miria..."Miria mengangguk sambil menyeruput kuah mi yang masih panas. Mengusap bibirnya dengan tisyu. Menunggu perkataan Ale selanjutnya."Rumahku yang di gang sempit itu apa aku jual saja ya. Uangnya bisa kita pakai membeli rumah baru?" Ale cuma sesekali pulang, walaupun sebenarnya dia sayang dengan rumah itu. "Tapi, aku juga belum bertanya pada Ana." Bingung sendiri dia. Meneguk air putih di gelasnya.Rumah kenangan orangtuanya, namun dia pun tidak mau tinggal di rumah itu sendiri karena merasa kesepian. Hingga sekarang toko Daisy adalah rumahnya."Ale, apa kau mau tinggal diapartemen? Dibawah rumah Tuan Argen d
Di waktu yang bersamaan di toko roti Daisy.Ruben sedang duduk di belakang kasir, karena Lila pulang cepat hari ini dia menggantikan gadis itu. Ada keperluan keluarga begitu izin Lila pada Ale, hanya mengatakan alasan aslinya pada Ale. Sementara pada Ben dia hanya bilang ada urusan dengan orangtuanya.Dia melamun, saat tidak ada pembeli roti. Mengelap kaca etalase yang sebenarnya sudah kinclong dari tadi. Membayangkan, saat ini apa yang terjadi di rumah vila kakek ya. Apa Argen sudah bisa makan dengan lahap ya sekarang? karena ada istri yang sepertinya sangat dicintainya itu, sepertinya dia baik-baik saja.Hah! Dia menghela nafas sambil menggosok meja kasir sekarang. Kuat-kuat. Kenapa juga mengkhawatirkan Argen pikirnya. Bocah itu tetap hidup bahagia dan sempurna tanpa perlu kau cemaskan Ben. Begitu hatinya ditampar kesadaran.Tapi, dia kan sudah sebaik itu pada keluargaku. Wajarlah aku khawatir, ini bentuk teimakasihku pada semua bantuannya. Ah, entahlah. Ben berhenti memikirkan pe