Welcome, the wedding Miriam dan Aleando.Berjalan dari pintu masuk sampai ke dalam ballroom, foto mereka berdua menyambut para tetamu. Senyum Aleando yang ada dalam foto tampak sangat sumringah, Miria juga tersenyum, namun, sudah pasti tidak secerah Ale.Spot foto untuk para tamu juga ada di beberapa sudut. Yang mengenal Miria dengan versi gadis itu biasanya, berdecak di depan foto-foto kedua pengantin. Sambil bergumam, kok bisa, dia menikah dengan laki-laki semanis ini. Dari caranya tersenyum di foto saja mereka bisa menyimpulkan, bagimana karakter laki-laki yang akan bersanding di pelaminan dengan Miria.Rata-rata begitulah mereka berfikir, apalagi saat melihat Aleando langsung ketika dia sudah memasuki ruangan. Rasanya mereka semakin tidak percaya."Kepada mempelai wanita dipersilahkan memasuki ruangan." Suara merdu dari MC wanita terdengar memenuhi ruangan. Menciptakan senyap yang seketika langsung tercipta. Musik mengalun dengan manis dan romantis, lalala, menebar keharmonisan,
Bergeser ke arah podium.Tepuk tangan dengan komando dari MC acara, setelah Ale selesai mengucapkan akad pernikahan secara agama di hadapan para saksi. Sah, Miria dan Ale sudah menjadi sepasang suami istri di mata agama dan hukum negara.Ayah dan ibu Miria menangis setelah akad selesai. Adik-adik Miria menarik nafas lega, ketika semua berjalan dengan cepat dan tanpa kesalahan. "Saatnya kedua mempelai mengucapkan janji pernikahannya." Kembali suara MC acara terdengar. Keheningan para tamu kembali tercipta. Hanya suara musik yang pelan terdengar.Ale yang tersenyum walaupun ujung matanya sembab, menggandeng tangan Miria. Gadis itu juga menebar aura kebahagiaan dengan caranya sendiri. Dia tidak tersenyum seperti Ale, tapi orang bisa melihat kalau dia itu sedang sangat bahagia.Ale meraih tangan Miria. Mereka saling berhadapan. Menatap mata satu sama lain."Miria, kau tahu sejak pertama kali aku melihatmu di toko Daisy, hari itu aku jatuh cinta padamu. Kau terlihat cantik, anggun, dan p
Saat Ana sedang bicara dengan Ale menghiburnya Bell pintu berbunyi."Aku memesan makanan tadi." Argen menunjuk pintu. Miria langsung bangun dari duduk dan berjalan menuju pintu, selang tidak lama dia sudah menenteng makanan yang Argen pesan. "Ana bilang ingin makan malam disini.""Baik Tuan, saya akan siapkan." Miria masih mode bawahan Argen. Membawa makanan ke meja makan. Ana menepuk kepala Ale lalu mencium kepala kakaknya."Istirahatlah Kak, aku siapkan makanan dengan Kak Miria. Kak Argen, jangan ganggu Kak Ale." Ana menuding matanya, mengatakan kalau dia mengawasi Argen. Laki-laki itu tertawa. Sambil melihat Ana membantu Miria menyiapkan makanan."Dia marah, saat aku bilang kau cengeng." Tertawa sambil meninju lengan Ale. "Nanti kau liat rekaman Vidio pernikahanmu kalau kau tidak percaya." Ale menutup wajahnya. Waktu akad pernikahan dia memang menangis saking bahagianya saat sudah sah menjadi suami Miria."Gen...""Apa?""Terimakasih ya.""Untuk apa?""Entahlah, aku merasa harus b
Semua kisah dalam episode ini adalah kejadian di hari yang sama dengan pesta pernikahan Miria dan Ale.Dimulai dari dua pasangan suami istri yang sedang dimabuk cinta ini, mereka sudah lama menikah, namun selalu merasa menjadi pengantin baru. Setelah Ana dan Argen keluar dari rumah Ale. Mereka berjalan bergandengan menuju lift. Ana memeluk pinggang Argen, sambil langkah kaki beriringan."Aku masih ingin mengobrol dengan Kak Ale, tapi sepertinya dia lelah sekali." Ana bicara sedih.Dia senang sekali saat tahu ternyata Kak Miria memiliki apartemen di bawah rumah mereka. Ibarat tinggal bersama begitu dia berfikir, banyak hal yang bisa mereka lakukan bersama nanti. Makan malam, berbelanja bersama atau sesekali double date. Hihi banyak rencana di kepala Ana. Semua impiannya sangat bertolak belakang dengan apa yang diinginkan Argen."Kakak senang kan? Tinggal satu gedung dengan Kak Ale. Hehe."Tiba-tiba Argen meraih pinggang Ana, membopong gadis itu. Bukannya menjawab. Ya dia senang si, ta
Terdengar suara tawa di balik pintu. Ana yang cekikikan tertawa karena digelitiki Argen, ketahuan menguping lagi. Digendongnya gadis itu bahkan tanpa mematikan lampu, mereka masuk ke dalam kamar."Kakak! Tunggu, aku tidak menguping. Aaaaaaa! Sungguh!""Benarkah, lalu kenapa kau jatuh di depan pintu.""Aaaaaaa! Kakak!"Ambruk di tempat tidur. Kecupan demi kecupan mendarat di tubuh Ana, yang entah bajunya sudah dilempar Argen ke mana. Ana baru akan bicara, mulutnya sudah dibekap dengan ciuman. Akhirnya tubuh mereka yang bicara. Lidah yang bergesek, tangan yang meremas, desahan yang memenuhi udara.Malam ini pun, lantai di atas kamar pengantin baru milik Ale dan Miria, ikut bergelora. Kamar siapa lagi, tentu kamar Argen dan Ana. Bukan pengantin baru, tapi seperti percikan bedak pengantin terbawa di tas Ana. Mereka berdua berdesakan di atas tempat tidur jauh lebih membara."Ahhhh, Kakak!"Tetesan keringat yang merembes diselimut, tidak mereka hiraukan. Hanya desahan nafas keduanya yang t
Karena itulah mereka ada di sini sekarang. Bertemu orang-orang bodoh yang sudah dibuang tuan besar. Atau sebentar lagi akan ikut dibuang. Ada beberapa yang dia temui waktu makan malam. Orang-orang yang berbisik dibelakang Argen."Apa kau tidak iri pada Argen, dia memiliki semuanya. Padahal kau lahir dari ayah yang sama dengannya." Provokasi pertama."Kakek tidak pernah mengizinkan siapa pun duduk mengacaukan nomor urut yang dia susun. Tapi kau bahkan bisa duduk di dekatnya, artinya kau punya kesempatan untuk sejajar dengan Argen."Apa kalian bodoh, aku pindah tempat duduk murni hanya karena Argen, apa kalian sebodoh itu sampai tidak melihat tuan besar yang bahkan tidak melirikku sedikitpun. Inilah yang terjadi sebenarnya di acara perjamuan."Apa kau tidak mau melakukannya untuk ibumu, mengangkat derajat wanita itu." Mereka menahan diri untuk menyebut ibu Gara sebagai gadis pelayan rendahan. "Kau hanya perlu mendengarkan kami, aku tahu kau tidak punya pengalaman menjalankan Domaz Group
Masih akhir pekan.Bagi sebagian orang saat membuka mata di akhir pekan rasanya ada yang tampak lain. Udara yang masuk ke paru-paru juga lebih menyegarkan. Bahkan tubuh yang biasanya langsung tersugesti untuk bangun, bisa menggeliat malas beberapa kali. Menarik selimut sambil menguap lagi, menjadi semacam kebahagiaan tersendiri di akhir pekan.Di sebuah kamar, di atas tempat tidur. Tirai sudah tersibak, langit pagi yang masih redup tertangkap mata.Miria mengerjapkan mata, masih dengan kepala menempel di bantal sambil badannya tertelungkup di tempat tidur. Bagi Miria, akhir pekan juga artinya adalah bermalas-malasan, selama ini seperti itulah dia mengisi akhir pekan.Tapi sekarang, dia mengerjapkan mata kaget. Badannya terasa pegal saat dia bangun dari tiduran secara tiba-tiba. Aaaaa, ada yang terasa aneh dibagian bawah tubuhnya. Gadis itu tersadar, sekarang dia tidak sedang ada di kamarnya yang biasa."Sayang! Ale!" Aku kan sudah menikah! Dasar Miria gila!Gadis itu segera bangun de
Dia mengikuti Ana yang sambil memilih barang, meminta pendapatnya "Kak yang mana?" Tunjuknya yang satu warna merah yang satu warna kuning.Mana kutahu, memang itu apa?"Merah boleh juga."Biasanya kalau merah rasanya lebih manis kan. Yang ditunjuk Ana adalah paprika. Gadis itu memasukkan ke dalam keranjang sesuai dengan pilihan Argen. Begitu seterusnya, Ana menunjukkan benda-benda yang bahkan namanya tidak di ketahui Argen. Dan laki-laki itu hanya asal tunjuk memilih saja supaya terlihat keren.Mereka berjalan menuju tempat buah sekarang. Kalau ini Argen juga tahu nama-namanya. Saat dia sedang melihat-lihat buah Anggur berbagai jenis dan warna laki-laki itu tidak menyadari kalau Ana berjalan menjauhinya dengan langkah cepat."Kakek!" Ana menjerit memanggil. Sebenarnya gadis itu tidak terlalu percaya dengan penglihatannya, makanya dia ingin memastikan. Dari kejauhan tadi, dia seperti melihat kakek. Dan benar saja, ternyata benar kakek, bibi pengurus rumah dan paman pengawalnya. "Ya T
Meja mereka memang tidak memiliki nomor, namun diatur berdasarkan nama keluarga. Kakek berjalan menuju mejanya, Ana tersenyum hangat saat kakek mendekat. Gadis itu dan Argen duduk di meja kakek. Ale dan Miria bergabung bersama Gara dan ibunya.Saat kakek menggerakkan tangannya mereka semua duduk dengan teratur. Setelah semua orang duduk, kakek mengambil sendok dan membenturkannya ke gelas. Suara dentingan itu membuat suasana senyap."Apa kalian menyukai suasana baru makan malam kali ini?"Hening, tidak ada yang berani menjawab. "Kalian pasti merasa aneh, apalagi saat melihat banyak sekali yang hadir di acara makan malam kali ini. Kalian semua adalah anak-anak dan cucu-cucuku, aku mengundang kalian semua tanpa terlewat satupun." Kakek mengedarkan pandangan. "Kedepannya aku akan mengundang kalian semua juga."Hening... Hati semua orang berdebar."Jadi, jangan saling bertengkar dan menjatuhkan. Dukung Argen membangun Domaz Group dan mempertahankan kejayaan Domaz Group. Jangan ada dari k
Perjamuan makan malam bulan ini di rumah vila tepi pantai, akan sangat berbeda dengan perjamuan bulan yang lalu atau bulan-bulan sebelumya. Karena bulan ini bertepatan dengan ulang tahun kakek. Perayaan ulang tahun kakek disiapkan bibi dengan sepenuh hati. Wanita itu bahkan menawarkan apakah tuan besar juga ingin membuat pesta kembang api seperti kejutan yang diberikan Tuan muda. Kakek menghardik bibi dengan marah."Maaf Tuan, karena saya melihat Anda menyukainya jadi saya pikir Anda ingin melakukannya. Apa Anda menyukainya karena itu kejutan dari tuan muda?" Kakek tidak mau menjawabnya. Tapi terlihat sekali, kalau dia menikmati kembang api yang diberikan cucu kepada cucu menantunya.Perjamuan makan malam seperti apa yang disiapkan bibi untuk merayakan ulang tahun kakek?Mari kita lihat, sedikit persiapan yang dilakukan orang-orang yang akan datang ke perjamuan makan malam. Rumah Gara.Pengantin baru itu terlihat kaget saat menerima undangan yang dikirimkan seorang pengawal ke rumah
Gadis di depan Gara tersenyum malu. Mereka tidak saling memberi tahu isi dari janji pernikahan, bukan untuk kejutan, namun karena mereka ingin menunjukkan ketulusan. Bahwa janji pernikahan yang mereka buat bukan sekedar membaca tulisan, namun memang curahan isi hati terdalam mereka."Rene, terimakasih sudah melihatku dengan cara yang berbeda saat pertama kali kita bertemu. Aku bukan siapa-siapa saat pertama kali melihatmu. Tapi entah kenapa, kau bahkan sudah tersenyum padaku saat itu." Tangan keduanya semakin tergenggam dengar erat. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku tahu, kau gadis yang luar biasa. Tanpa ayah dan ibu, kau membesarkan adik-adikmu dengan penuh cinta. Bagiku kau adalah berlian terindah Rene, terimakasih sudah menerima sebongkah batu tak berharga ini dalam hidupmu. Aku mencintaimu Rene dengan sepenuh hatiku. Aku akan membahagiakanmu dan melindungimu." Kecupan manis mengakhiri janji pernikahan Gara.Airmata menetes membasahi pipi Rene. Saat mic yang dipegang Gara tersod
Dan akhirnya, hari yang sudah dinantikan oleh semua orang. Mereka sudah duduk ditempat yang telah disediakan. Deretan kursi sudah ditempati para tamu. Musik dengan tim yang di bawa WO dari ibu kota. Para pelayan yang merapikan hidangan serta mengecek semua kelengkapan untuk terakhir kali.Sepupu Miria menggangkat tangannya, sebagai isyarat acara dimulai.Acara pernikahan Gara dan Rene pun dimulai.Ruben maju ke atas podium, dia ditunjuk sebagai MC acara. Ya, kemampuan bicaranya memang cukup baik. Dia pun mengajukan diri saat WO bertanya apakah dari pihak keluarga yang menentukan MC acara. Sebenarnya dalam hati kecilnya, dia ingin terlihat di antara banyaknya orang. Terlihat oleh kakek.Ruben mengetuk mik di depannya. Menyapukan pandangan pada orang-orang yang ada di depannya. Dia mencari sosok seseorang. Apa kakek tidak ada gumamnya, melihat lagi memastikan. Sekilas tertangkap rasa kecewa di matanya, namun buru-buru dia tersenyum. Karena tugasnya jauh lebih penting sekarang. Ternyata
Hari pernikahan Gara dan Rene.Untuk sampai pada hari ini, seorang laki-laki bernama Anggara, telah melewati banyak hal, jalan yang tidak mudah. Namun, seperti janji Tuhan, Dia menjawab setiap usaha dan doa manusia, hari ini laki-laki itu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Memetik buah dari usahanya selama ini.Ibu yang ia sayangi, telah masuk ke dalam keluarga Domaz Group, bukan hanya sebagai wanita pelayan yang menggoda majikan, namun sebagai ibu dari cucu sang pendiri Domaz Group.Adik laki-laki yang dulu dia panggil tuan muda, dengan manisnya memanggilnya kakak. Itu adalah buah dari kesabaran seorang laki-laki bernama Anggara. Membayar semua pengorbanan yang sudah dia lakukan.Kesibukan pagi sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit, memperbaiki dekorasi yang kurang atau kelengkapan yang lainnya dilakukan oleh para panitia WO. Waktu bergerak perlahan, ditengah semua orang bersiap.Langit hari ini berwarna biru, secerah hati calon mempelai yang akan mengikat janji. Mataha
Siang hari kesibukan di halaman vila mulai terlihat untuk persiapan acara besok. WO acara saudara Miria sudah datang. Mereka dengan cekatan menata setiap sudut taman menjadi sangat indah. Para karyawan toko Daisy sudah datang juga. Amira juga ikut. Dokter William akan menyusul dan sampai malam hari, karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa dia wakilkan. Semoga dia bisa menemani Amira saat pesta kembang api nanti malam. Setelah meletakan barang masing-masing, mereka terlihat membantu ini dan itu. Ada yang menata bunga-bunga, ada yang memberi pita pada kursi. Setelah selesai membantu dekorasi mereka lari ke pantai, bermain di laut dan menikmati liburan gratis yang diberikan Kak Ale, memakai uang Argen tentunya. Semua orang bahagia, pesta pernikahan sederhana Gara dan Rene memberi kebahagiaan pada semua orang. Bahkan Ben menyapa takut-takut menyapa kakek, dengan perantara Argen. Kakek tidak bereaksi, namun dia menanyakan kepada bibi siapa nama orangtua Ben.Begitulah hari ini berlal
Bibi sempat menolak, tapi bukan Ana kalau tidak bisa memohon cenderung memaksa. Kalau nanti bibi dimarahi, biar aku gantikan dimarahi kakek. Begitulah, akhirnya Ana dan Rene bisa masuk ke kamar kakek."Pasti dia acuh dan bilang tidak perlu berterimakasih, karena dia sebenarnya mau membuang perhiasan itu." Argen yang menyahut, sekarang ana yang terkejut. Walaupun tidak sama persis seperti yang Kak Argen katakan tapi memang yang kakek ucapkan agak mirip seperti itu.Kakek merestui Kak Rene tapi tidak ingin terlalu terlihat kalau di memperdulikan dan menantikan pernikahan Kak Rene dan Kak Gara. Begitu yang ditangkap Ana dari sikap acuh kakek."Kakek kan suka menyebalkan kalau bicara." Argen mengangkat bahu sambil mengejek."Gen...""Kak..."Gara dan Ana bersamaan bicara."Ia, ia, aku nggak boleh bilang begitu. Dia kakekku. Cih. Kalian ini kompak sekali." Ana mangut-mangut mengusap pipi suaminya.Argen menatap Gara, tatapannya artinya pengusiran, menyuruh kakaknya keluar dari kamar. Yang
Masih di hari yang sama dengan waktu kedatangan mereka ke vila, tempat berlangsungnya pernikahan Gara dan Rene.Malam hari setelah makan malam. Dua kakak beradik sedang ada di dalam kamar, sedangkan Ana tertahan menemani kakek selepas makan malam.Argen duduk dengan mengangkat kakinya ke pijakan meja, dari mulutnya terdengar dia mengomel yang entah ditujukan untuk siapa. Mungkin pada alam yang tidak bersahabat dengan rencananya, atau kecewa pada Gara yang tidak bisa mewujudkan keinginannya. Masih terdengar dia mengomel sambil menyandarkan kepala malas.Wajah muram Argen melihat kakaknya yang sedang berdiri di dekat jendela.Gara menghela nafas perlahan, dia menyibak tirai dengan tangan kiri, berharap cuaca akan segera berganti. Tapi hujan yang jatuh dari langit selepas senja telah menghancurkan rencana malam ini. Sekarang saja masih gerimis. Tangannya mengusap jendela, masih terasa dingin. Uap air memang tidak merembes ke telapak tangannya, tapi dia bisa memprediksi hujan belum akan
"Suruh mereka kesini, dan berangkat bersama kita." Kakek menjawab singkat, lalu berlalu, senyum bahagia tertangkap sekilas dibibirnya.Dasar, sesenang itu kau mendengar Ale mau mempunyai anak. Kalau Ana sampai hamil, bisa-bisa kau menari dengan bibi di teras rumah. Argen melihat punggung kakek yang berjalan menuju pesawat. Pilot dan pramugari menundukkan kepala saat kakek berjalan mendekat.Kakek bahkan menelepon dokter pribadinya, untuk datang dan ikut dalam penerbangan.Kabar kehamilan Miria memang sungguh diluar dugaan, bahkan gadis itu tidak merasakan keanehan dalam tubuhnya. Sehari setelah kecurigaan Ale dia membeli alat tes kehamilan, saat dia menunjukkan garis dua di alat tes itu Ale memegangnya dengan tangan gemetar. Airmata kebahagiaan langsung bercucuran. Calon ayah itu sangat berbahagia.Ale menelepon Ana sambil menangis, saking kagetnya Ana dia berlari masuk lift turun ke lantai bawah, tanpa mendengar penjelasan Ale berikutnya. Gadis itu yang awalnya ketakutan karena mend