Terdengar suara tawa di balik pintu. Ana yang cekikikan tertawa karena digelitiki Argen, ketahuan menguping lagi. Digendongnya gadis itu bahkan tanpa mematikan lampu, mereka masuk ke dalam kamar."Kakak! Tunggu, aku tidak menguping. Aaaaaaa! Sungguh!""Benarkah, lalu kenapa kau jatuh di depan pintu.""Aaaaaaa! Kakak!"Ambruk di tempat tidur. Kecupan demi kecupan mendarat di tubuh Ana, yang entah bajunya sudah dilempar Argen ke mana. Ana baru akan bicara, mulutnya sudah dibekap dengan ciuman. Akhirnya tubuh mereka yang bicara. Lidah yang bergesek, tangan yang meremas, desahan yang memenuhi udara.Malam ini pun, lantai di atas kamar pengantin baru milik Ale dan Miria, ikut bergelora. Kamar siapa lagi, tentu kamar Argen dan Ana. Bukan pengantin baru, tapi seperti percikan bedak pengantin terbawa di tas Ana. Mereka berdua berdesakan di atas tempat tidur jauh lebih membara."Ahhhh, Kakak!"Tetesan keringat yang merembes diselimut, tidak mereka hiraukan. Hanya desahan nafas keduanya yang t
Karena itulah mereka ada di sini sekarang. Bertemu orang-orang bodoh yang sudah dibuang tuan besar. Atau sebentar lagi akan ikut dibuang. Ada beberapa yang dia temui waktu makan malam. Orang-orang yang berbisik dibelakang Argen."Apa kau tidak iri pada Argen, dia memiliki semuanya. Padahal kau lahir dari ayah yang sama dengannya." Provokasi pertama."Kakek tidak pernah mengizinkan siapa pun duduk mengacaukan nomor urut yang dia susun. Tapi kau bahkan bisa duduk di dekatnya, artinya kau punya kesempatan untuk sejajar dengan Argen."Apa kalian bodoh, aku pindah tempat duduk murni hanya karena Argen, apa kalian sebodoh itu sampai tidak melihat tuan besar yang bahkan tidak melirikku sedikitpun. Inilah yang terjadi sebenarnya di acara perjamuan."Apa kau tidak mau melakukannya untuk ibumu, mengangkat derajat wanita itu." Mereka menahan diri untuk menyebut ibu Gara sebagai gadis pelayan rendahan. "Kau hanya perlu mendengarkan kami, aku tahu kau tidak punya pengalaman menjalankan Domaz Group
Masih akhir pekan.Bagi sebagian orang saat membuka mata di akhir pekan rasanya ada yang tampak lain. Udara yang masuk ke paru-paru juga lebih menyegarkan. Bahkan tubuh yang biasanya langsung tersugesti untuk bangun, bisa menggeliat malas beberapa kali. Menarik selimut sambil menguap lagi, menjadi semacam kebahagiaan tersendiri di akhir pekan.Di sebuah kamar, di atas tempat tidur. Tirai sudah tersibak, langit pagi yang masih redup tertangkap mata.Miria mengerjapkan mata, masih dengan kepala menempel di bantal sambil badannya tertelungkup di tempat tidur. Bagi Miria, akhir pekan juga artinya adalah bermalas-malasan, selama ini seperti itulah dia mengisi akhir pekan.Tapi sekarang, dia mengerjapkan mata kaget. Badannya terasa pegal saat dia bangun dari tiduran secara tiba-tiba. Aaaaa, ada yang terasa aneh dibagian bawah tubuhnya. Gadis itu tersadar, sekarang dia tidak sedang ada di kamarnya yang biasa."Sayang! Ale!" Aku kan sudah menikah! Dasar Miria gila!Gadis itu segera bangun de
Dia mengikuti Ana yang sambil memilih barang, meminta pendapatnya "Kak yang mana?" Tunjuknya yang satu warna merah yang satu warna kuning.Mana kutahu, memang itu apa?"Merah boleh juga."Biasanya kalau merah rasanya lebih manis kan. Yang ditunjuk Ana adalah paprika. Gadis itu memasukkan ke dalam keranjang sesuai dengan pilihan Argen. Begitu seterusnya, Ana menunjukkan benda-benda yang bahkan namanya tidak di ketahui Argen. Dan laki-laki itu hanya asal tunjuk memilih saja supaya terlihat keren.Mereka berjalan menuju tempat buah sekarang. Kalau ini Argen juga tahu nama-namanya. Saat dia sedang melihat-lihat buah Anggur berbagai jenis dan warna laki-laki itu tidak menyadari kalau Ana berjalan menjauhinya dengan langkah cepat."Kakek!" Ana menjerit memanggil. Sebenarnya gadis itu tidak terlalu percaya dengan penglihatannya, makanya dia ingin memastikan. Dari kejauhan tadi, dia seperti melihat kakek. Dan benar saja, ternyata benar kakek, bibi pengurus rumah dan paman pengawalnya. "Ya T
Yang duduk di ruang tamu."Katakan, kenapa kakek datang ke mari?""Sudah dibilang kakek melihat-lihat supermarket.""Cih.""Cucu kurang ajar! Memang salah kalau kakek melihat-lihat supermarket.""Apa kakek merindukanku?"Kakek mendengus, anehnya dia tidak membantah."Kakek kesepian? Siapa suruh tinggal di pinggir pantai jauh begitu." Argen melirik kakeknya.Bukankah kau sendiri yang memilih hidup seperti ini. Kau beruntung Kek, masih punya bibi menyebalkan itu kan. Argen yang sampai kapan pun masih saja benci pada bibi pengurus rumah."Aku hanya ingin melihat cucu menantuku, aku sama sekali tidak rindu padamu." Kakek menemukan alasan yang secara tidak sengaja terpikirkan baru saja ini. "Jadi mulai sekarang, aku akan sesekali datang melihatnya.""Cih."Argen melihat Ana yang sedang ada di dapur, padahal dia tidak bisa apa-apa di sana, masih saja menggangu Ale. Bibir Argen tersenyum melihat Ana, istrinya bukan hanya merubahnya, namun juga membuat laki-laki dingin seperti kakek yang hidu
Siang hari di toko Daisy.Seminggu telah berlalu dari pernikahan Ale dan Miria. Pasangan yang unik dan tidak ada duanya. Dalam kurun waktu seminggu banyak hal yang terjadi. Ana yang mulai mempersiapkan ujian akhir, dia dan Rene menghabiskan hari untuk belajar, dan menyelesaikan laporan yang tertunda.Pengangkatan Gara sebagai wakil direktur, sudah diumumkan secara resmi. Kakek membiarkan Argen melakukan apa yang dia inginkan sesuai janjinya. Ibu yang masih malu bertemu Argen hanya bisa menggunjingkan masalah ini di kalangan para wanita. Ibu tidak habis pikir, kenapa Argen bisa menyukai kakaknya seperti itu. Jabatan Gara yang sekarang, bukan posisi biasa, namun seperti Argen sedang mengajari Gara bagaimana caranya memimpin Domaz Group.Ale dan Miria tidak malu menunjukkan romantisme. Ben menatap Miria dengan mata memicing tajam saat kedatangan Miria untuk pertama kali setelah menikah, namun hari berikutnya tatapan itu mengendur. Karena bos Ale terlihat bahagia. Mau tidak mau dia men
"Kak, menurutmu kenapa adik nona sekretaris sering datang ke toko Daisy?" Juwi ingin menguji sedikit saja tingkat kepekaan Ale.Juwi berhenti melihat ke arah taman, lalu mundur tiga langkah dari Ale. Ale juga ikut berhenti mengintip, sepertinya tidak akan terjadi hal gawat pada dua karyawannya itu."Kenapa lagi, tentu saja karena aku kakak iparnya kan, dia mau akrab denganku." Menepuk dadanya bangga.Juwi menghela nafas, sambil bergumam dasar orang tidak peka."Untung Kakak tampan dan baik hati ya, punya istri yang agresif lagi." Juwi angkat tangan menyerah dengan kepolosan Ale. Masak nggak peka juga, kalau Damar adik nona sekretaris datang setiap hari karena Melisa. Juwi jadi ingin menggoda Ale sekarang. "Jadi nona sekretaris yang langsung menyerang duluan ya Kak."Wajah Ale langsung merah. Dia menutup wajahnya karena malu."Apa sih, kau ini bicara apa lagi. Sudah bubar sana, mulai kerja!"Juwi terkikik melihat ekspresi wajah Ale. Gadis itu tahu dan paham sekali. Konsep hubungan suam
Malam di tepi danau kota. Ramai, ada yang sudah duduk sambil menikmati Jamilan, atau hanya sekedar jalan-jalan.Tapi, kenapa semua orang ada disini."Heh! Apa yang kalian lakukan disini!" Argen menyalak marah, menuding wajah semua orang. Dia berfikir akan pergi kencan berdua romantis dengan Ana sambil melihat kembang api yang berpijar di langit malam. Tapi malah, kenapa semua orang ada disini. Bahkan Gara dan Rene juga."Kak, apa yang kau lakukan disini?" Melihat Gara yang bahkan terlihat sudah dengan persiapan matang. Tangannya memegang dua tas besar."Aku mau mengajak Rene melihat kembang api, sambil makan camilan." Menjawab malu, meletakkan tas yang dia pegang. Bahkan Gara jauh lebih terkejut, saat melihat Argen dan yang lainnya. Karena hari ini, sudah dia siapkan semuanya, sesuatu yang akan jadi momen berharga untuknya dan Rene.Argen berganti melihat Rene."Saya mengajak Nona Ana, karena saya pikir nona pasti senang melihat kembang api bersama Anda." Rene menjawab terbata. Saat t
Meja mereka memang tidak memiliki nomor, namun diatur berdasarkan nama keluarga. Kakek berjalan menuju mejanya, Ana tersenyum hangat saat kakek mendekat. Gadis itu dan Argen duduk di meja kakek. Ale dan Miria bergabung bersama Gara dan ibunya.Saat kakek menggerakkan tangannya mereka semua duduk dengan teratur. Setelah semua orang duduk, kakek mengambil sendok dan membenturkannya ke gelas. Suara dentingan itu membuat suasana senyap."Apa kalian menyukai suasana baru makan malam kali ini?"Hening, tidak ada yang berani menjawab. "Kalian pasti merasa aneh, apalagi saat melihat banyak sekali yang hadir di acara makan malam kali ini. Kalian semua adalah anak-anak dan cucu-cucuku, aku mengundang kalian semua tanpa terlewat satupun." Kakek mengedarkan pandangan. "Kedepannya aku akan mengundang kalian semua juga."Hening... Hati semua orang berdebar."Jadi, jangan saling bertengkar dan menjatuhkan. Dukung Argen membangun Domaz Group dan mempertahankan kejayaan Domaz Group. Jangan ada dari k
Perjamuan makan malam bulan ini di rumah vila tepi pantai, akan sangat berbeda dengan perjamuan bulan yang lalu atau bulan-bulan sebelumya. Karena bulan ini bertepatan dengan ulang tahun kakek. Perayaan ulang tahun kakek disiapkan bibi dengan sepenuh hati. Wanita itu bahkan menawarkan apakah tuan besar juga ingin membuat pesta kembang api seperti kejutan yang diberikan Tuan muda. Kakek menghardik bibi dengan marah."Maaf Tuan, karena saya melihat Anda menyukainya jadi saya pikir Anda ingin melakukannya. Apa Anda menyukainya karena itu kejutan dari tuan muda?" Kakek tidak mau menjawabnya. Tapi terlihat sekali, kalau dia menikmati kembang api yang diberikan cucu kepada cucu menantunya.Perjamuan makan malam seperti apa yang disiapkan bibi untuk merayakan ulang tahun kakek?Mari kita lihat, sedikit persiapan yang dilakukan orang-orang yang akan datang ke perjamuan makan malam. Rumah Gara.Pengantin baru itu terlihat kaget saat menerima undangan yang dikirimkan seorang pengawal ke rumah
Gadis di depan Gara tersenyum malu. Mereka tidak saling memberi tahu isi dari janji pernikahan, bukan untuk kejutan, namun karena mereka ingin menunjukkan ketulusan. Bahwa janji pernikahan yang mereka buat bukan sekedar membaca tulisan, namun memang curahan isi hati terdalam mereka."Rene, terimakasih sudah melihatku dengan cara yang berbeda saat pertama kali kita bertemu. Aku bukan siapa-siapa saat pertama kali melihatmu. Tapi entah kenapa, kau bahkan sudah tersenyum padaku saat itu." Tangan keduanya semakin tergenggam dengar erat. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku tahu, kau gadis yang luar biasa. Tanpa ayah dan ibu, kau membesarkan adik-adikmu dengan penuh cinta. Bagiku kau adalah berlian terindah Rene, terimakasih sudah menerima sebongkah batu tak berharga ini dalam hidupmu. Aku mencintaimu Rene dengan sepenuh hatiku. Aku akan membahagiakanmu dan melindungimu." Kecupan manis mengakhiri janji pernikahan Gara.Airmata menetes membasahi pipi Rene. Saat mic yang dipegang Gara tersod
Dan akhirnya, hari yang sudah dinantikan oleh semua orang. Mereka sudah duduk ditempat yang telah disediakan. Deretan kursi sudah ditempati para tamu. Musik dengan tim yang di bawa WO dari ibu kota. Para pelayan yang merapikan hidangan serta mengecek semua kelengkapan untuk terakhir kali.Sepupu Miria menggangkat tangannya, sebagai isyarat acara dimulai.Acara pernikahan Gara dan Rene pun dimulai.Ruben maju ke atas podium, dia ditunjuk sebagai MC acara. Ya, kemampuan bicaranya memang cukup baik. Dia pun mengajukan diri saat WO bertanya apakah dari pihak keluarga yang menentukan MC acara. Sebenarnya dalam hati kecilnya, dia ingin terlihat di antara banyaknya orang. Terlihat oleh kakek.Ruben mengetuk mik di depannya. Menyapukan pandangan pada orang-orang yang ada di depannya. Dia mencari sosok seseorang. Apa kakek tidak ada gumamnya, melihat lagi memastikan. Sekilas tertangkap rasa kecewa di matanya, namun buru-buru dia tersenyum. Karena tugasnya jauh lebih penting sekarang. Ternyata
Hari pernikahan Gara dan Rene.Untuk sampai pada hari ini, seorang laki-laki bernama Anggara, telah melewati banyak hal, jalan yang tidak mudah. Namun, seperti janji Tuhan, Dia menjawab setiap usaha dan doa manusia, hari ini laki-laki itu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Memetik buah dari usahanya selama ini.Ibu yang ia sayangi, telah masuk ke dalam keluarga Domaz Group, bukan hanya sebagai wanita pelayan yang menggoda majikan, namun sebagai ibu dari cucu sang pendiri Domaz Group.Adik laki-laki yang dulu dia panggil tuan muda, dengan manisnya memanggilnya kakak. Itu adalah buah dari kesabaran seorang laki-laki bernama Anggara. Membayar semua pengorbanan yang sudah dia lakukan.Kesibukan pagi sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit, memperbaiki dekorasi yang kurang atau kelengkapan yang lainnya dilakukan oleh para panitia WO. Waktu bergerak perlahan, ditengah semua orang bersiap.Langit hari ini berwarna biru, secerah hati calon mempelai yang akan mengikat janji. Mataha
Siang hari kesibukan di halaman vila mulai terlihat untuk persiapan acara besok. WO acara saudara Miria sudah datang. Mereka dengan cekatan menata setiap sudut taman menjadi sangat indah. Para karyawan toko Daisy sudah datang juga. Amira juga ikut. Dokter William akan menyusul dan sampai malam hari, karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa dia wakilkan. Semoga dia bisa menemani Amira saat pesta kembang api nanti malam. Setelah meletakan barang masing-masing, mereka terlihat membantu ini dan itu. Ada yang menata bunga-bunga, ada yang memberi pita pada kursi. Setelah selesai membantu dekorasi mereka lari ke pantai, bermain di laut dan menikmati liburan gratis yang diberikan Kak Ale, memakai uang Argen tentunya. Semua orang bahagia, pesta pernikahan sederhana Gara dan Rene memberi kebahagiaan pada semua orang. Bahkan Ben menyapa takut-takut menyapa kakek, dengan perantara Argen. Kakek tidak bereaksi, namun dia menanyakan kepada bibi siapa nama orangtua Ben.Begitulah hari ini berlal
Bibi sempat menolak, tapi bukan Ana kalau tidak bisa memohon cenderung memaksa. Kalau nanti bibi dimarahi, biar aku gantikan dimarahi kakek. Begitulah, akhirnya Ana dan Rene bisa masuk ke kamar kakek."Pasti dia acuh dan bilang tidak perlu berterimakasih, karena dia sebenarnya mau membuang perhiasan itu." Argen yang menyahut, sekarang ana yang terkejut. Walaupun tidak sama persis seperti yang Kak Argen katakan tapi memang yang kakek ucapkan agak mirip seperti itu.Kakek merestui Kak Rene tapi tidak ingin terlalu terlihat kalau di memperdulikan dan menantikan pernikahan Kak Rene dan Kak Gara. Begitu yang ditangkap Ana dari sikap acuh kakek."Kakek kan suka menyebalkan kalau bicara." Argen mengangkat bahu sambil mengejek."Gen...""Kak..."Gara dan Ana bersamaan bicara."Ia, ia, aku nggak boleh bilang begitu. Dia kakekku. Cih. Kalian ini kompak sekali." Ana mangut-mangut mengusap pipi suaminya.Argen menatap Gara, tatapannya artinya pengusiran, menyuruh kakaknya keluar dari kamar. Yang
Masih di hari yang sama dengan waktu kedatangan mereka ke vila, tempat berlangsungnya pernikahan Gara dan Rene.Malam hari setelah makan malam. Dua kakak beradik sedang ada di dalam kamar, sedangkan Ana tertahan menemani kakek selepas makan malam.Argen duduk dengan mengangkat kakinya ke pijakan meja, dari mulutnya terdengar dia mengomel yang entah ditujukan untuk siapa. Mungkin pada alam yang tidak bersahabat dengan rencananya, atau kecewa pada Gara yang tidak bisa mewujudkan keinginannya. Masih terdengar dia mengomel sambil menyandarkan kepala malas.Wajah muram Argen melihat kakaknya yang sedang berdiri di dekat jendela.Gara menghela nafas perlahan, dia menyibak tirai dengan tangan kiri, berharap cuaca akan segera berganti. Tapi hujan yang jatuh dari langit selepas senja telah menghancurkan rencana malam ini. Sekarang saja masih gerimis. Tangannya mengusap jendela, masih terasa dingin. Uap air memang tidak merembes ke telapak tangannya, tapi dia bisa memprediksi hujan belum akan
"Suruh mereka kesini, dan berangkat bersama kita." Kakek menjawab singkat, lalu berlalu, senyum bahagia tertangkap sekilas dibibirnya.Dasar, sesenang itu kau mendengar Ale mau mempunyai anak. Kalau Ana sampai hamil, bisa-bisa kau menari dengan bibi di teras rumah. Argen melihat punggung kakek yang berjalan menuju pesawat. Pilot dan pramugari menundukkan kepala saat kakek berjalan mendekat.Kakek bahkan menelepon dokter pribadinya, untuk datang dan ikut dalam penerbangan.Kabar kehamilan Miria memang sungguh diluar dugaan, bahkan gadis itu tidak merasakan keanehan dalam tubuhnya. Sehari setelah kecurigaan Ale dia membeli alat tes kehamilan, saat dia menunjukkan garis dua di alat tes itu Ale memegangnya dengan tangan gemetar. Airmata kebahagiaan langsung bercucuran. Calon ayah itu sangat berbahagia.Ale menelepon Ana sambil menangis, saking kagetnya Ana dia berlari masuk lift turun ke lantai bawah, tanpa mendengar penjelasan Ale berikutnya. Gadis itu yang awalnya ketakutan karena mend