Ale dan Wiliam yang panik segera berfikir cepat, apa yang harus mereka lakukan. Akhirnya memecah tanggung jawab. Ale yang akan mengetuk ruangan Argen, kalau Will yang muncul tapi akan kena damprat lagi. Ale juga tidak berani menemui kakek Argen sendirian, jadilah mereka mengemban tugas masing-masing. Will yang akan turun menyambut kakek.Mereka cukup kompak, dengan kelemahan serta kelebihan masing-masing.Yang bertugas di depan kamar Argen.Argen membuka pintu saat mendengar Ale menggedor pintu, disertai memanggil namanya dengan suara keras. Situasinya seperti melihat kebakaran."Kenapa?" Argen hanya membuka sedikit pintu, tidak membiarkan laki-laki di depannya masuk. Ale pun tidak menangkap bayangan Ana sedikit pun di balik punggung Argen. Ale tertawa saat melihat wajah masam adik iparnya."Maaf mengganggu. Hehe. Ibu dan kakekmu."Mau bagaimana lagi, kalau kakekmu masuk dan kau sedang, ah sudahlah, Ana pasti yang malu kan. Jadi jangan mendelik padaku, aku menyelamatkan kalian tahu. M
Mengunjungi anaknya begini secara langsung, kalau bukan perintah kakek, dia tidak mungkin melakukannya. Apalagi dia tahu, anak laki-laki itu juga dirawat di sini. Darah daging suaminya yang membuat suaminya depresi dan akhirnya mati muda. Dia bahkan sempat berfikir, kenapa anak itu tidak mati sekalian menyusul ayahnya. Kenapa dia mendekati Argen, apa dia mau merebut semua yang dimiliki Argen. Dasar tidak tahu malu. Sampai menginjakkan kaki di halaman RS, ibu masih memaki dan mengutuki anak itu. Walaupun dia tahu, anak itu yang menyelamatkan putranya. Namun, kebencian yang merasuk di hatinya mengalahkan rasa terimakasih atas selamatnya putranya.Jangan sampai mereka berpapasan, karena dia tidak bisa menahan diri lagi sekarang. Apalagi kata-kata kakek padanya tadi sebelum berangkat. Kakek mengatakan akan mengundang mereka ke acara pertemuan keluarga. Darah ditubuhnya seperti mendidih dipenuhi amarah. Tapi dia hanya bisa mencengkeram kursi mobil dengan penuh kebencian."Jangan berulah, i
Kembali ke depan pintu, Argen bergumam dalam hati sambil menatap dinding pembatas di depannya.Baiklah, tanya kabarnya, apa masih sakit? dimana yang sakit? Kau makan dengan baik? Begitulah rencana yang Argen buat, akan dia tanyakan saat pertama kali bertemu dengan kakak laki-lakinya. Bahkan kata-kata Ana untuk menyentuh tangannya terngiang. Dia merinding membayangkan merealisasikan ucapan Ana.Sejujurnya Argen pernah memikirkannya, andai saja, andai ayahnya memiliki anak yang lain, mungkin rasa kesepiannya tidak akan seperti yang ia rasakan selama ini. Duduk di posisi tertinggi Domaz Group, kursi itu terlalu tinggi untuk disentuh orang lain, hingga dia hanya sendirian melihat keramaian di bawahnya. Dan sekarang, apa yang pernah dia bayangkan itu ada di depan mata. Tapi kenapa, kenapa harus muncul dengan cara penuh drama dan menyedihkan begini.Argen menghela nafas lagi, belum pernah dia setegang ini sebelumnya."Gen, kau mau aku ikut masuk?" Wiliam sudah meraih handle pintu.Argen m
EpilogWiliam mengantar kepulangan kakek dan ibu Argen. Tidak bicara sepatah katapun, hanya berdiri di samping kakek. Lift sudah tertutup, turun menuju lantai bawah."Kau anaknya ...... " Kakek menyebut nama ayah Wiliam. Wiliam tergagap saat dia dikenali oleh kakek. Padahal dia pikir kakek tua yang sudah membuang keluarganya ini tidak akan mengingat atau tahu tentangnya."Ia Kek.""Haha, kau hebat juga bisa berhasil seperti ini." Menepuk bahu Wiliam dengan keras, membuatnya meringis. "Aku pikir keluarga kalinya cuma bisa menjilat Argen untuk bertahan hidup. Bagus. Bagus." Masih menepuk bahu dengan kuat.Sakit! Tenaganya masih mirip dengan kekuatan Argen."Aku akan mengundang orangtuamu ke acara makan malam."Tidak perlu! Aku sudah membuang Domaz Group!"Ayahmu pasti bangga padamu. Datanglah bersama mereka nanti."Tidak perlu, aku tidak Sudi!"Baik Kek, terimakasih atas undangannya. Ayah pasti senang sekali."Dasar budak kapitalis, kau bahkan tidak berani bicara di depan kakek. Kau ben
"Rene, aku mohon. Katakan apa yang Argen suruh padamu." Ibu menyentuh tangan Rene, menganggukkan kepala. Meminta Rene menjawab pertanyaan Gara dengan jujur."Tuan Argen meminta saya memastikan kalian tetap tinggal disini dan tidak pergi." Akhirnya Rene menjawab jujur, alasan apa yang membuatnya setiap hari datang. Mengirimi ibu pesan setiap waktu.Gara menyentuh kepalanya sambil mengeram. Licik sekali cara Argen menahannya. Dan dia tahu, perintah untuk Rene juga pasti berisi ancaman. Kalau gadis itu tidak melakukan pekerjaannya dengan baik, dia harus membayar kegagalannya.Apa Argen mengancammu atau memakai adik-adikmu. Ah, maaf Rene, kau jadi terlibat dalam hubungan rumit kami. Hanya itu yang terpikirkan di kepala Gara. Kalau dia kabur, Rene yang akan menjadi tumbal.Gara meraih hpnya dan berjalan ke ruang tamu. Meninggalkan dua wanita yang saling berpegangan tangan. Dia duduk di sofa, melakukan panggilan. "Apa!" Suara ketus di hp terdengar. Sudah bisa ditebak siapa yang ditelepon
Amira menarik tangan Ana yang sewot dan menolak ditarik turun. Tapi dasar Amira, dia memaksa juga. Gadis itu mau mengajak Ana mengintip. Mereka mengendap-endap di balik tangga. Amira menunjuk-nunjuk Dokter Wiliam."Apa sih, biasa aja, nggak ganteng banget kok." Ana bicara lagi. "Kak Argen baru tampan."Diam kamu Ana, untung sayang aku sama kamu. Amira menggerutu. Ia, ia, suamimu yang paling tampan digalaksi Bima sakti ini. "Sedang apa kalian?" Ale muncul membawa keranjang berisi roti yang sudah dibungkus. Melihat dua gadis celingukan mencurigakan di dekat tangga. "Katanya banyak tugas, naik sana kerjakan tugas kalian, nanti kakak bawakan buah ke atas." "Amira yang ngajak, mau ngintip Dokter Wiliam, kata Amira dia ganteng." Padahal biasa aja gumam Ana. Masih saja protes ada yang bilang ganteng pada laki-laki selain Kak Argen dan Kak Ale. "Ana!" Apa sih, jujur banget kalau sama Kak Ale. Ngomong difilter kek. Amira jadi malu sendiri. "Nggak Kak, ini mau ngerjain tugas kok. Kami naik y
Karena iseng melihat pemandangan sore jalanan di depan toko, telah merubah hari Aleando yang tadinya dipenuhi kebahagiaan saat melepas Ana pergi bersama Argen.Adiknya yang dulu selalu mengekor padanya, terlihat sangat bahagia saat suaminya muncul. Ale yang hanya melihat pun tahu kalau gadis itu adalah ratu di hadapan suaminya Argen. Argen sahabatnya benar-benar memenuhi janjinya, memperlakukan adiknya dengan baik. Itulah yang paling membuat kakak laki-laki itu sudah merasa sempurna menjadi kakak. Melihat adik yang dia sayangi bahagia.Seperti itulah, sebelum Ben, karyawan barunya menghancurkan sore yang sempurna Ale. Ben ragu-ragu bicara setelah Ale terlihat sangat terkejut dengan fakta toko roti disebrang adalah bagian dari Domaz Group. Namun, dia juga tidak bisa menutup informasi saat bos di depannya bertanya lebih detail tentang info yang dia berikan. Sepengetahuannya, mengenai toko roti yang ada di sebrang dia sampaikan semuanya.Terselip takut di hati Ben, apakah yang disampaik
"Tidak! Ale tidak! Tuan Argen melakukannya karena kau adalah sahabat baiknya. Pernikahannya dengan Nona Ana, juga karena rasa cinta dan sayangnya dia pada kalian berdua. Aku mohon jangan berfikir yang tidak-tidak." Miria jadi bicara tanpa berfikir, melihat airmata yang sudah jatuh di pipi Ale. Laki-laki itu mengusap pipinya, lalu menjatuhkan kepala di bantal."Ale.""Miria, apa kau menerimaku juga karena perintah dari Argen?" Setelah pertanyaan Ale selesai, sambungan Vidio call terputus. Miria hilang. Layar hpnya menghitam. Apa itu benar? Sampai dia tidak mau menjawab.Ale menjerit dengan suara sedih dan gemetar. Semua pikirannya jadi negatif. Dia ingin marah karena merasa dikhianati oleh sahabatnya, tapi matanya malah tidak mau berhenti menangis. Hatinya lebih sakit dan kecewa, kalau ternyata pertanyaan terakhir yang tidak dijawab Miria benar adanya.Miria menerimaku karena perintah dari Argen?Saat ingatannya bertemu kebersamaan manisnya dengan Miria, hati Ale tersayat pilu. Memiki
Meja mereka memang tidak memiliki nomor, namun diatur berdasarkan nama keluarga. Kakek berjalan menuju mejanya, Ana tersenyum hangat saat kakek mendekat. Gadis itu dan Argen duduk di meja kakek. Ale dan Miria bergabung bersama Gara dan ibunya.Saat kakek menggerakkan tangannya mereka semua duduk dengan teratur. Setelah semua orang duduk, kakek mengambil sendok dan membenturkannya ke gelas. Suara dentingan itu membuat suasana senyap."Apa kalian menyukai suasana baru makan malam kali ini?"Hening, tidak ada yang berani menjawab. "Kalian pasti merasa aneh, apalagi saat melihat banyak sekali yang hadir di acara makan malam kali ini. Kalian semua adalah anak-anak dan cucu-cucuku, aku mengundang kalian semua tanpa terlewat satupun." Kakek mengedarkan pandangan. "Kedepannya aku akan mengundang kalian semua juga."Hening... Hati semua orang berdebar."Jadi, jangan saling bertengkar dan menjatuhkan. Dukung Argen membangun Domaz Group dan mempertahankan kejayaan Domaz Group. Jangan ada dari k
Perjamuan makan malam bulan ini di rumah vila tepi pantai, akan sangat berbeda dengan perjamuan bulan yang lalu atau bulan-bulan sebelumya. Karena bulan ini bertepatan dengan ulang tahun kakek. Perayaan ulang tahun kakek disiapkan bibi dengan sepenuh hati. Wanita itu bahkan menawarkan apakah tuan besar juga ingin membuat pesta kembang api seperti kejutan yang diberikan Tuan muda. Kakek menghardik bibi dengan marah."Maaf Tuan, karena saya melihat Anda menyukainya jadi saya pikir Anda ingin melakukannya. Apa Anda menyukainya karena itu kejutan dari tuan muda?" Kakek tidak mau menjawabnya. Tapi terlihat sekali, kalau dia menikmati kembang api yang diberikan cucu kepada cucu menantunya.Perjamuan makan malam seperti apa yang disiapkan bibi untuk merayakan ulang tahun kakek?Mari kita lihat, sedikit persiapan yang dilakukan orang-orang yang akan datang ke perjamuan makan malam. Rumah Gara.Pengantin baru itu terlihat kaget saat menerima undangan yang dikirimkan seorang pengawal ke rumah
Gadis di depan Gara tersenyum malu. Mereka tidak saling memberi tahu isi dari janji pernikahan, bukan untuk kejutan, namun karena mereka ingin menunjukkan ketulusan. Bahwa janji pernikahan yang mereka buat bukan sekedar membaca tulisan, namun memang curahan isi hati terdalam mereka."Rene, terimakasih sudah melihatku dengan cara yang berbeda saat pertama kali kita bertemu. Aku bukan siapa-siapa saat pertama kali melihatmu. Tapi entah kenapa, kau bahkan sudah tersenyum padaku saat itu." Tangan keduanya semakin tergenggam dengar erat. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku tahu, kau gadis yang luar biasa. Tanpa ayah dan ibu, kau membesarkan adik-adikmu dengan penuh cinta. Bagiku kau adalah berlian terindah Rene, terimakasih sudah menerima sebongkah batu tak berharga ini dalam hidupmu. Aku mencintaimu Rene dengan sepenuh hatiku. Aku akan membahagiakanmu dan melindungimu." Kecupan manis mengakhiri janji pernikahan Gara.Airmata menetes membasahi pipi Rene. Saat mic yang dipegang Gara tersod
Dan akhirnya, hari yang sudah dinantikan oleh semua orang. Mereka sudah duduk ditempat yang telah disediakan. Deretan kursi sudah ditempati para tamu. Musik dengan tim yang di bawa WO dari ibu kota. Para pelayan yang merapikan hidangan serta mengecek semua kelengkapan untuk terakhir kali.Sepupu Miria menggangkat tangannya, sebagai isyarat acara dimulai.Acara pernikahan Gara dan Rene pun dimulai.Ruben maju ke atas podium, dia ditunjuk sebagai MC acara. Ya, kemampuan bicaranya memang cukup baik. Dia pun mengajukan diri saat WO bertanya apakah dari pihak keluarga yang menentukan MC acara. Sebenarnya dalam hati kecilnya, dia ingin terlihat di antara banyaknya orang. Terlihat oleh kakek.Ruben mengetuk mik di depannya. Menyapukan pandangan pada orang-orang yang ada di depannya. Dia mencari sosok seseorang. Apa kakek tidak ada gumamnya, melihat lagi memastikan. Sekilas tertangkap rasa kecewa di matanya, namun buru-buru dia tersenyum. Karena tugasnya jauh lebih penting sekarang. Ternyata
Hari pernikahan Gara dan Rene.Untuk sampai pada hari ini, seorang laki-laki bernama Anggara, telah melewati banyak hal, jalan yang tidak mudah. Namun, seperti janji Tuhan, Dia menjawab setiap usaha dan doa manusia, hari ini laki-laki itu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Memetik buah dari usahanya selama ini.Ibu yang ia sayangi, telah masuk ke dalam keluarga Domaz Group, bukan hanya sebagai wanita pelayan yang menggoda majikan, namun sebagai ibu dari cucu sang pendiri Domaz Group.Adik laki-laki yang dulu dia panggil tuan muda, dengan manisnya memanggilnya kakak. Itu adalah buah dari kesabaran seorang laki-laki bernama Anggara. Membayar semua pengorbanan yang sudah dia lakukan.Kesibukan pagi sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit, memperbaiki dekorasi yang kurang atau kelengkapan yang lainnya dilakukan oleh para panitia WO. Waktu bergerak perlahan, ditengah semua orang bersiap.Langit hari ini berwarna biru, secerah hati calon mempelai yang akan mengikat janji. Mataha
Siang hari kesibukan di halaman vila mulai terlihat untuk persiapan acara besok. WO acara saudara Miria sudah datang. Mereka dengan cekatan menata setiap sudut taman menjadi sangat indah. Para karyawan toko Daisy sudah datang juga. Amira juga ikut. Dokter William akan menyusul dan sampai malam hari, karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa dia wakilkan. Semoga dia bisa menemani Amira saat pesta kembang api nanti malam. Setelah meletakan barang masing-masing, mereka terlihat membantu ini dan itu. Ada yang menata bunga-bunga, ada yang memberi pita pada kursi. Setelah selesai membantu dekorasi mereka lari ke pantai, bermain di laut dan menikmati liburan gratis yang diberikan Kak Ale, memakai uang Argen tentunya. Semua orang bahagia, pesta pernikahan sederhana Gara dan Rene memberi kebahagiaan pada semua orang. Bahkan Ben menyapa takut-takut menyapa kakek, dengan perantara Argen. Kakek tidak bereaksi, namun dia menanyakan kepada bibi siapa nama orangtua Ben.Begitulah hari ini berlal
Bibi sempat menolak, tapi bukan Ana kalau tidak bisa memohon cenderung memaksa. Kalau nanti bibi dimarahi, biar aku gantikan dimarahi kakek. Begitulah, akhirnya Ana dan Rene bisa masuk ke kamar kakek."Pasti dia acuh dan bilang tidak perlu berterimakasih, karena dia sebenarnya mau membuang perhiasan itu." Argen yang menyahut, sekarang ana yang terkejut. Walaupun tidak sama persis seperti yang Kak Argen katakan tapi memang yang kakek ucapkan agak mirip seperti itu.Kakek merestui Kak Rene tapi tidak ingin terlalu terlihat kalau di memperdulikan dan menantikan pernikahan Kak Rene dan Kak Gara. Begitu yang ditangkap Ana dari sikap acuh kakek."Kakek kan suka menyebalkan kalau bicara." Argen mengangkat bahu sambil mengejek."Gen...""Kak..."Gara dan Ana bersamaan bicara."Ia, ia, aku nggak boleh bilang begitu. Dia kakekku. Cih. Kalian ini kompak sekali." Ana mangut-mangut mengusap pipi suaminya.Argen menatap Gara, tatapannya artinya pengusiran, menyuruh kakaknya keluar dari kamar. Yang
Masih di hari yang sama dengan waktu kedatangan mereka ke vila, tempat berlangsungnya pernikahan Gara dan Rene.Malam hari setelah makan malam. Dua kakak beradik sedang ada di dalam kamar, sedangkan Ana tertahan menemani kakek selepas makan malam.Argen duduk dengan mengangkat kakinya ke pijakan meja, dari mulutnya terdengar dia mengomel yang entah ditujukan untuk siapa. Mungkin pada alam yang tidak bersahabat dengan rencananya, atau kecewa pada Gara yang tidak bisa mewujudkan keinginannya. Masih terdengar dia mengomel sambil menyandarkan kepala malas.Wajah muram Argen melihat kakaknya yang sedang berdiri di dekat jendela.Gara menghela nafas perlahan, dia menyibak tirai dengan tangan kiri, berharap cuaca akan segera berganti. Tapi hujan yang jatuh dari langit selepas senja telah menghancurkan rencana malam ini. Sekarang saja masih gerimis. Tangannya mengusap jendela, masih terasa dingin. Uap air memang tidak merembes ke telapak tangannya, tapi dia bisa memprediksi hujan belum akan
"Suruh mereka kesini, dan berangkat bersama kita." Kakek menjawab singkat, lalu berlalu, senyum bahagia tertangkap sekilas dibibirnya.Dasar, sesenang itu kau mendengar Ale mau mempunyai anak. Kalau Ana sampai hamil, bisa-bisa kau menari dengan bibi di teras rumah. Argen melihat punggung kakek yang berjalan menuju pesawat. Pilot dan pramugari menundukkan kepala saat kakek berjalan mendekat.Kakek bahkan menelepon dokter pribadinya, untuk datang dan ikut dalam penerbangan.Kabar kehamilan Miria memang sungguh diluar dugaan, bahkan gadis itu tidak merasakan keanehan dalam tubuhnya. Sehari setelah kecurigaan Ale dia membeli alat tes kehamilan, saat dia menunjukkan garis dua di alat tes itu Ale memegangnya dengan tangan gemetar. Airmata kebahagiaan langsung bercucuran. Calon ayah itu sangat berbahagia.Ale menelepon Ana sambil menangis, saking kagetnya Ana dia berlari masuk lift turun ke lantai bawah, tanpa mendengar penjelasan Ale berikutnya. Gadis itu yang awalnya ketakutan karena mend