EpilogWiliam mengantar kepulangan kakek dan ibu Argen. Tidak bicara sepatah katapun, hanya berdiri di samping kakek. Lift sudah tertutup, turun menuju lantai bawah."Kau anaknya ...... " Kakek menyebut nama ayah Wiliam. Wiliam tergagap saat dia dikenali oleh kakek. Padahal dia pikir kakek tua yang sudah membuang keluarganya ini tidak akan mengingat atau tahu tentangnya."Ia Kek.""Haha, kau hebat juga bisa berhasil seperti ini." Menepuk bahu Wiliam dengan keras, membuatnya meringis. "Aku pikir keluarga kalinya cuma bisa menjilat Argen untuk bertahan hidup. Bagus. Bagus." Masih menepuk bahu dengan kuat.Sakit! Tenaganya masih mirip dengan kekuatan Argen."Aku akan mengundang orangtuamu ke acara makan malam."Tidak perlu! Aku sudah membuang Domaz Group!"Ayahmu pasti bangga padamu. Datanglah bersama mereka nanti."Tidak perlu, aku tidak Sudi!"Baik Kek, terimakasih atas undangannya. Ayah pasti senang sekali."Dasar budak kapitalis, kau bahkan tidak berani bicara di depan kakek. Kau ben
"Rene, aku mohon. Katakan apa yang Argen suruh padamu." Ibu menyentuh tangan Rene, menganggukkan kepala. Meminta Rene menjawab pertanyaan Gara dengan jujur."Tuan Argen meminta saya memastikan kalian tetap tinggal disini dan tidak pergi." Akhirnya Rene menjawab jujur, alasan apa yang membuatnya setiap hari datang. Mengirimi ibu pesan setiap waktu.Gara menyentuh kepalanya sambil mengeram. Licik sekali cara Argen menahannya. Dan dia tahu, perintah untuk Rene juga pasti berisi ancaman. Kalau gadis itu tidak melakukan pekerjaannya dengan baik, dia harus membayar kegagalannya.Apa Argen mengancammu atau memakai adik-adikmu. Ah, maaf Rene, kau jadi terlibat dalam hubungan rumit kami. Hanya itu yang terpikirkan di kepala Gara. Kalau dia kabur, Rene yang akan menjadi tumbal.Gara meraih hpnya dan berjalan ke ruang tamu. Meninggalkan dua wanita yang saling berpegangan tangan. Dia duduk di sofa, melakukan panggilan. "Apa!" Suara ketus di hp terdengar. Sudah bisa ditebak siapa yang ditelepon
Amira menarik tangan Ana yang sewot dan menolak ditarik turun. Tapi dasar Amira, dia memaksa juga. Gadis itu mau mengajak Ana mengintip. Mereka mengendap-endap di balik tangga. Amira menunjuk-nunjuk Dokter Wiliam."Apa sih, biasa aja, nggak ganteng banget kok." Ana bicara lagi. "Kak Argen baru tampan."Diam kamu Ana, untung sayang aku sama kamu. Amira menggerutu. Ia, ia, suamimu yang paling tampan digalaksi Bima sakti ini. "Sedang apa kalian?" Ale muncul membawa keranjang berisi roti yang sudah dibungkus. Melihat dua gadis celingukan mencurigakan di dekat tangga. "Katanya banyak tugas, naik sana kerjakan tugas kalian, nanti kakak bawakan buah ke atas." "Amira yang ngajak, mau ngintip Dokter Wiliam, kata Amira dia ganteng." Padahal biasa aja gumam Ana. Masih saja protes ada yang bilang ganteng pada laki-laki selain Kak Argen dan Kak Ale. "Ana!" Apa sih, jujur banget kalau sama Kak Ale. Ngomong difilter kek. Amira jadi malu sendiri. "Nggak Kak, ini mau ngerjain tugas kok. Kami naik y
Karena iseng melihat pemandangan sore jalanan di depan toko, telah merubah hari Aleando yang tadinya dipenuhi kebahagiaan saat melepas Ana pergi bersama Argen.Adiknya yang dulu selalu mengekor padanya, terlihat sangat bahagia saat suaminya muncul. Ale yang hanya melihat pun tahu kalau gadis itu adalah ratu di hadapan suaminya Argen. Argen sahabatnya benar-benar memenuhi janjinya, memperlakukan adiknya dengan baik. Itulah yang paling membuat kakak laki-laki itu sudah merasa sempurna menjadi kakak. Melihat adik yang dia sayangi bahagia.Seperti itulah, sebelum Ben, karyawan barunya menghancurkan sore yang sempurna Ale. Ben ragu-ragu bicara setelah Ale terlihat sangat terkejut dengan fakta toko roti disebrang adalah bagian dari Domaz Group. Namun, dia juga tidak bisa menutup informasi saat bos di depannya bertanya lebih detail tentang info yang dia berikan. Sepengetahuannya, mengenai toko roti yang ada di sebrang dia sampaikan semuanya.Terselip takut di hati Ben, apakah yang disampaik
"Tidak! Ale tidak! Tuan Argen melakukannya karena kau adalah sahabat baiknya. Pernikahannya dengan Nona Ana, juga karena rasa cinta dan sayangnya dia pada kalian berdua. Aku mohon jangan berfikir yang tidak-tidak." Miria jadi bicara tanpa berfikir, melihat airmata yang sudah jatuh di pipi Ale. Laki-laki itu mengusap pipinya, lalu menjatuhkan kepala di bantal."Ale.""Miria, apa kau menerimaku juga karena perintah dari Argen?" Setelah pertanyaan Ale selesai, sambungan Vidio call terputus. Miria hilang. Layar hpnya menghitam. Apa itu benar? Sampai dia tidak mau menjawab.Ale menjerit dengan suara sedih dan gemetar. Semua pikirannya jadi negatif. Dia ingin marah karena merasa dikhianati oleh sahabatnya, tapi matanya malah tidak mau berhenti menangis. Hatinya lebih sakit dan kecewa, kalau ternyata pertanyaan terakhir yang tidak dijawab Miria benar adanya.Miria menerimaku karena perintah dari Argen?Saat ingatannya bertemu kebersamaan manisnya dengan Miria, hati Ale tersayat pilu. Memiki
"Memang kau kenapa?" Intonasi Gara meninggi. Rene malah tersenyum melihat reaksi laki-laki di depannya. Laki-laki baik hati, pria hangat yang sangat mencintai ibunya. Dia bersyukur menyukai laki-laki sebaik tuan pengawal.Setelahnya mereka canggung lagi. Pengawal yang sedari tadi melihat dan mendengar kedua orang itu ingin menjerit karena gemas sendiri.Woi, tembak woi. Bisa gila sendiri aku melihat kalian berdua! Dia bahkan gemetar karena menahan untuk tidak berteriak."Masuklah, sudah malam, aku akan pulang setelah kau masuk." Gara menunjuk pintu masuk.Rene tersenyum sambil menyentuh belakang kepalanya. "Aku senang bisa datang tiap hari dan melihat Kak Gara, besok aku juga akan datang setelah kuliah. Besoknya lagi, seterusnya juga begitu. Aku datang bukan hanya karena perintah Tuan Argen, tapi karena aku memang menyukainya dan senang melakukannya. Selamat malam Kak!" Setelah mencercau panjang lebar Rene menundukkan kepala, belum Gara menjawab, Rene sudah membalik badan dan lari ma
Masih di malam yang sama. Masih di dalam kamar apartemen milik Argen. Laki-laki itu keluar dari kamar mandi. Remang lampu tidur menunjukkan wajahnya yang basah tersapu air. Dia keluar dari kamar setelah membetulkan selimut dan mengusap kepala Ana, mengambil air dingin di kulkas. Setelahnya kembali ke kamar lagi. Argen duduk di tepi jendela, membuka tirai dan menatap malam yang terus merangkak naik. Lampu-lampu kelap kelip di kejauhan terlihat cukup indah di matanya saat ini. Disentuhnya kaca, dia mengukir nama Ana disana. Apa sekarang sudah waktunya aku mengaku pada Ana. Kalau aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali melihatnya. Kalau aku yang mengejar-ngejar cintanya. Walaupun defenisi mengejar cinta ala Argen berbeda dengan laki-laki pada umumnya. Bukan secara terang-terangan menunjukkan rasa suka dan mengungkapkan cinta. Karena cara Argen mengejar cinta Ana adalah dengan menghalangi semua laki-laki yang berusaha mencuri perhatian Ana. Agar tidak ada laki-laki yang merebut per
Malam semakin naik keperaduan. Hawa dingin dan angin malam yang berhembus diluar dinding apartemen seakan menerobos masuk ke dalam kamar. Membuat suasana semakin mencekam. Dosa, memang Kak Argen sudah melakukan apa pada kami. Kalau pertama kali bertemu dengan Kak Argen, itu kapan ya gumam Ana pelan. Ah, waktu sepulang sekolah dia menunggu Kak Ale, sepertinya itu pertama kalinya Ana melihat senior yang banyak dibicarakan teman-temannya. Setelahnya mereka jadi sering bertemu karena Kak Ale berteman dengannya. "Jadi Kak Argen sudah mencintaiku dari dulu?" Ana bertanya. "Ia." "Sejak aku masih bocah dulu, waktu kita pertama bertemu di depan sekolah." "Ia." Argen mengakui dengan wajah muram dan takut Ana akan marah dan mendorongnya. Bahkan saat Ana tidak mau menerima uluran tangannya hatinya sudah dipenuhi rasa takut dan amarah. Apalagi kalau sampai gadis di depannya mendorongnya. Selimut yang dipakai Ana melorot, gadis itu buru-buru menaikkannya lagi. Sambil menahan senyum. Suasana
"Ana aku datang! Penggangu sudah pergi!" Suaranya berubah riang dan jenaka.Padahal orang yang dikatai penggangu masih berdiri di ruang tamu. Melihatnya menghilang di balik pintu.Bagaimana bisa aku tidak menyayangimu Gen, walaupun aku pernah membenci dan iri padamu, tapi, setelah aku mengenalmu, hanya ada rasa sayang pada seorang adik yang tertinggal sekarang. Karena kau memang sebaik ini.Gara keluar dari rumah Argen. 🍓🍓🍓Makam yang selama ini mereka kunjungi diam-diam. Tanpa buket bunga, karena tidak ingin meninggalkan jejak apa pun. Sekarang, ibu dan anak itu membawa bunga dan buket bunga dalam pelukan mereka masing-masing. Membersihkan dedaunan pohon yang gugur dan jatuh di pusara. Menebarkan kelopak bunga di atas pusara."Ayah, ibu datang hari ini, sebagai istrimu dan menantu Domaz Group." Airmata ibu menetes jatuh ke pusara. Wanita itu mengusap ujung matanya yang sudah berair bahkan saat mobil memasuki gerbang pemakaman. Saat kakinya berjalan mendekat tetesan airmata itu
Pertama orang-orang yang mendukung Argen dan tunduk padanya karena tahu, posisi Argen sudah tidak bisa digeser siapa pun. Kedua, orang-orang yang menundukkan kepala, namun tidak menyerahkan kepatuhan sepenuhnya pada Argen. Bagi mereka, keputusan kakek masih menjadi yang utama. Ketiga, orang-orang bermuka dua, yang paling menunggu kehancuran Argen. Mereka ingin merebut posisi tertinggi di Domaz Group. Entah itu dipicu rasa iri atau murni ingin kekuasaan dan harta yang berlimpah."Mungkin saja akan ada yang mendekatimu, bagaimana pun, darah nyonya besar ada dalam tubuhmu." Will menunjuk dada Gara. "Kakek mengundangmu, terlepas apa alasannya, bagi mereka menjadi angin segar. Mungkin mereka akan berusaha menghasutmu untuk merebut milik Argen.""Anda tahu kan saya tidak akan melakukannya." Gara menyambar cepat. Dia tahu apa maksud pembicaraan William. "Tentu, karena kalau kau berani memikirkannya saja, aku yang akan menghancurkanmu. Kau masih ingat kan yang aku katakan."Gara menepuk tang
Banyak hal yang terjadi dalam beberapa hari ini. Miria dan keluarga mulai sibuk mempersiapkan pernikahan. Ale dan Ana juga demikian. Mengabarkan pada keluarga mereka tentang kabar baik ini. Serta membuat daftar barang-barang yang akan dibawa Ale untuk hadiah pernikahan."Nak Ale, nggak usah repot-repot, kamu menikahi anak kami Miria saja sudah menjadi hadiah terbesar dan kebahagiaan untuk kami selalu orangtua Miria. Tenang saja, kami yang akan mempersiapkan pernikahan kalian." Suatu sore ibu Miria bicara dengan Ale di telepon.Begitulah pasangan itu mempersiapkan hari bahagia mereka.Sementara di tempat lain.Gara datang ke RS untuk melakukan cek up, hanya bersama sopir yang merangkap pengawalnya. Satuan keamanan Domaz Group. Ibu yang harus menemani adik-adik tidak bisa ikut. Seperti yang pernah dikatakan Dokter William, kalau yang terjadi padanya adalah keajaiban. Begitu pula proses penyembuhan lengannya. Gara merasa beruntung, fisik tubuhnya yang memang kuat, membantu proses pem
"Aku tahu kau tidak akan menyakiti Rene."Kau kan begitu, hatimu kan sebenarnya baik."Coba saja, kau pernah melihatku marah kan, coba saja buat aku marah dan lihat apa yang terjadi."Dasar gila!"Gen, kau tidak boleh mengancam kakakmu.""Kalau begitu, lakukan sesuai perintahku!" Menyalak marah dalam hitungan detik. "Jadilah kakakku." Suara Argen melunak dalam hitungan detik juga. "Berdirilah di sampingku sebagai kakakku, bukan pengawalku. Kau bisa kan?" Hati siapa yang tidak terhenyak. Laki-laki angkuh di depan Gara saat ini sedang memohon."Aku mohon, jangan berfikir untuk pergi menghilang.""Gen."Rasa haru menyeruak. Argen bangun dari duduk."Keluar sana!" Menguap sudah keharuan di ujung mata Gara setelah diusir. Laki-laki itu tertawa. Ya, beginilah Argen yang ia tahu. "Baiklah, aku pergi. Maaf sudah menggangu mu. Tidurlah sana." Gara beranjak dari duduk, melihat punggung Argen yang sudah berjalan ke kamarnya.Laki-laki itu berhenti di depan pintu, melihat ke arah kakaknya."Ak
Argen membuka pintu rumahnya dengan menunjukkan wajah masam. Pintu cuma sedikit terbuka. Yang berdiri di depan pintu langsung tahu kalau dia sudah mengganggu."Maaf, kau sudah tidur ya? Kalau begitu aku akan datang lagi besok." Gara sudah mau menarik handle pintu lagi. Menutupnya dengan tenang dan menghilang dari hadapan Argen."Masuk!" Setelah bicara begitu, Argen berbalik, langsung menjatuhkan tubuh di sofa. Gara juga ikut duduk, laki-laki itu terlihat ragu dan gamang mau bicara. Karena dia tahu, apa yang akan dia bicarakan ini pasti menyulut kemarahan Argen."Kenapa?" Argen yang akhirnya bicara duluan saat melihat Gara maju mundur. "Awas saja kalau kau bicara aneh-aneh, sudah menggangu malam-malam begini."Mendengar ancaman nyali Gara sudah menciut. Tapi dia tetap harus bicara demi Rene. Di depan Rene saja dia bisa seyakin itu tadi."Biar aku yang bicara dengan Argen!" Dia sudah sok di depan Rene, ibu dan adik-adik. Tapi, sudah ada di depan Argen seperti kekuatan yang dia bawa dar
Di sebuah apartemen. Malam ini setelah makan malam selesai, Rene dan Gara masih tertinggal, duduk di meja makan. Sementara adik-adik Rene dan bibi sudah pindah ke ruangan lain.Dua orang itu duduk bersebelahan. Kalau dilihat-lihat, situasi mereka masih terlihat canggung. Walaupun sudah tinggal selama beberapa hari dalam satu rumah. Rene menarik nafas dalam. Dia sudah menyusun kalimat dengan runut di dalam kamarnya tadi berlatih. Sebelum bicara berdua seperti sekarang ini. Gadis itu menyelipkan rambut ke belakang telinga."Kak, apa aku dan adik-adik sudah boleh pulang ke rumah kami?" Apartemen ini sangat bangus dan nyaman, namun karena adanya di lantai atas membuat adik-adik sedikit tidak nyaman. Mereka yang biasanya berkeliaran di halaman rumah hanya terkurung di dalam rumah membuat mereka protes. "Kak Gara dan bibi tidak ada niat untuk kabur dari Tuan Argen lagi kan?"Kalau begitu, tugasku mengawasi Kak Gara seharusnya selesai sampai di sini kan. Begitulah yang dipikirkan Rene. Se
Dosen mengucapkan salam.Akhirnya kelas terakhir haru ini selesai juga. Ana masih duduk sudah memasukan buku ke dalam tas, dia menjatuhkan kepala lemas di meja. Nyengir pada Rene yang masih terlihat bersemangat seperti biasanya."Kak, kamu sudah mengerjakan tugas ya?"Rene menjawab dengan senyum, itu artinya tugasnya sudah beres."Apa Anda mau melihat?"Bola mata Ana berbinar, liat sedikit untuk menambah semangatnya mengerjakan, boleh kan. Di kelas ini masih banyak anak yang bergerombol, sepertinya mereka juga belum selesai mengerjakan tugas."Eh, kemana Amira Kak?""Ke toilet sama yang lain." Menggeser buku-buku milik mereka yang ditinggal di meja Kak Rena. "Mau mengerjakan di perpustakaan apa ke toko lagi?""Enak di toko, tapi tugas kali ini disuruh banyak referensi bukunya kan, jadi ke perpus saja deh." Ana duduk dengan tegak, menggeliat sambil menguap. Saat tubuhnya masih meliuk, dia melihat Amira lari-lari dari kejauhan. Saking akrabnya dia dengan Amira sampai bisa mengenali Amir
Tapi, tapi, dia kan tidak boleh melakukan itu. Hiks, kalau nanti Kak Argen dibawa-bawa bagaimana, nama baik Domaz Group juga. Ana takut hubungan baiknya dengan kakek juga akan rusak, kalau dia sembarangan mempublikasikan pernikahannya."Ana, bisa-bisanya kau menikah tidak memberi tahu kami!" Mereka merasa terkhianati. "Kau tidak menikah dengan bapak-bapak pejabat kan?" Amira yang turun tangan mencekik temannya yang bicara itu. Saat Ana mau mulai menjelaskan dosen masuk ke dalam kelas. Membuat suara berisik langsung lenyap. Selama satu jam Ana mendengarkan penjelasan dosen dengan pikiran kacau. Sementara di samping Ana, Rene menatap Ana dengan khawatir. Rentetan pesan sudah dia sampaikan pada sekretaris Miria. Karena dia tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan gosip yang menyebar di fakultas ini.🍓🍓🍓Ana membawa teman-temannya ke toko Daisy. Mumpung ada jeda kuliah. Sebenarnya karena tidak ada tempat yang streril juga di kampus untuk mereka bicara dengan nyaman. Tatapan mahasisw
Gerimis turun di pagi hari, namun tidak membuat aktivitas manusia berhenti. Yang harus bekerja tetap berangkat bekerja, yang harus sekolah tidak punya pilihan selain menerobos gerimis. Terlihat orang-orang berlarian atau berjalan dengan cepat agar segera sampai ke tujuan. Walaupun tidak deras, namun baju juga bisa agak basah kalau nekat menerobos gerimis. Beberapa orang juga terlihat memakai payung, atau menutupi kepala dengan tas, sambil berjalan setengah berlari.Pagi ini Ana pun harus pergi kuliah. Setelah menguping pertengkaran Kak Argen dengan kakek semalam, gadis itu mulai bisa menerka akar permasalahan hubungan kakek, Kak Gara dan Kak Argen. Berkat penjelasan Kak Ale juga.Semalam dia bertingkah agak liar 🤣Demi menenangkan Kak Argen yang masuk ke dalam rumah masih menyisakan kepulan amarah di kepalanya.Pagi ini setelah tidur, dia cukup berenergi, tapi karena gerimis membuat badannya refleks ikut tidak bersemangat seperti kalau hari cerah.Sudah di dalam mobil."Kak, aku kan