Beranda / Romansa / Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati / Sudah Jatuh Masih Saja Tertimpa Tangga

Share

Sudah Jatuh Masih Saja Tertimpa Tangga

Penulis: Rinos
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku diam–diam merenungkan apa yang tengah menimpaku sampai aku tak merasakan kalau teman–teman kerjaku sudah datang dan melihatku yang sedang terdiam di tempat duduk di balik etalase.

“Heh, Arin! Ngapain kamu duduk termenung di sini? Apa yang sedang kau pikirkan?!” tegur Diana dengan menyenggol lenganku.

Aku di kejutkan dengan teguran Diana yang tiba–tiba. Apa yang sedang aku pikirkan langsung hilang seketika.

Aku memandang sekeliling, toko sudah ramai dengan kedatangan teman–temanku dan juga pembeli yang mulai berdatangan.

Diana yang masih saja di sampingku rupanya masih menunggu jawabanku. Akan tetapi, aku masih enggan menjawab dan bercerita karena aku harus mulai bekerja.

Aku mulai bekerja dengan melayani beberapa orang yang sedang menanyakan stok baju untuk ukuran mereka. Aku pun mulai mencarikan apa yang sedang mereka minta. Aku menjadi sibuk sekali karena toko memang lagi ramai sekarang, tapi enak sekali dengan aku sibuk, aku menjadi terhibur.

Beberapa jam kemudian, pengunjung yang datang ke toko sudah tak sebanyak tadi hanya beberapa orang saja. Aku pun akhirnya bisa beristirahat karena yang melayani mereka adalah temanku.

Aku mengambil sebotol air mineral yang ada di tasku. Aku mulai meneguknya dan kemudian menaruhnya kembali ke dalam tas. Aku kembali duduk dan menunggu giliranku melayani calon pembeli.

Tiba–tiba Diana datang menghampiriku dan membawa ponselnya. “Arin, kamu sudah melihat ini?” Diana menunjukkan postingan Helia yang tadi sudah aku lihat.

Aku menganggukkan kepalaku dan mulai memalingkan wajahku dari hadapan Diana. Mataku mulai berkaca–kaca karena aku kembali mengingat nasibku yang begitu buruknya. Cintaku yang tak di restui oleh Ayah sampai Reyhan memutuskan hubungan kami, tidak butuh waktu lama dia sudah memiliki kekasih baru yang kemudian diajaknya untuk menikah, terakhir aku malah di curigai oleh istri Reyhan.

Diana rupanya mengerti kalau aku sedang menahan air mataku. Dia langsung saja memegang bahuku dan berkata, “Sabar, kelak kamu akan mendapatkan jodoh yang benar–benar baik untukmu.”

Air mataku pun meleleh setelah mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Diana. Diana yang menyaksikan lelehan air mata ku langsung memberikanku tisu. Aku langsung mengusap air mataku sebelum teman yang lainnya tau.

Saat itu aku tiba–tiba juga teringat kalau Ayahku hendak menjodohkanku. Keadaanku pun semakin kacau. Aku memegang tangan Diana dan menatapnya dengan tatapan yang sendu. “Aku hendak di jodohkan oleh Ayahku, tapi aku tidak mau ...”

Diana langsung terbelalak dan kemudian dia menanyaiku, “Mengapa kamu menolak?”

“Aku ingin mencari pasangan hidupku sendiri,” jawabku dengan tanganku yang mengusap kembali tetesan air mataku.

Diana mencoba menenangkan diriku dengan mengusap pelan punggungku. “Sabar, kamu harus berbicara dengan baik kepada Ayahmu agar ayahmu tidak memarahimu.” Diana memang sudah tau dengan keadaan keluagaku dan juga watak dari Ayahku karena Diana memang teman terdekatku semenjak dahulu.

Aku menganggukkan kepalaku pelan dan kemudian aku kembali untuk mencoba menjadi seorang perempuan yang tegar.

**

Aku sudah selesai bekerja dan waktunya aku untuk pulang. Aku berpamitan kepada teman–temanku semua dan kemudian aku menuju ke tempat motorku terparkir.

Aku sudah menaiki motorku dan saat itu aku di panggil oleh Fia, temanku yang lain.

Sambil berlari Fia memanggilku, “Arin ...”

Aku berhenti dan menunggu Fia.

“Arin, aku boleh nggak pulang bareng sama kamu?” tanya Fia kepadaku.

Aku tersenyum, “Boleh, ayo!”

Fia langsung tersenyum dan buru–buru menaiki motorku. “Terima kasih,” ucapnya.

Rumahku dan Fia memang tidak berdekatan, tapi untuk menuju ke rumahku, Aku harus melewati rumah Fia terlebih dahulu. Jadi, arah tujuan kita sejalan.

Aku mengendarai motorku dengan sedikit cepat. Aku ingin segera sampai rumah dan beristirahat di kamarku. aku ingin mengistirahatkan pikiranku karena akhir–akhir ini aku memang terlalu banyak masalah yang mengganggu pikiranku.

Beberapa menit kemudian, aku memberhentikan motorku untuk menurunkan Fia. Yah, aku sudah sampai di depan rumah Fia.

“Rin, terima kasih ya?” ucap Fia karena dia telah menumpang motorku untuk pulang kerumahnya.

“Ya, sama–sama.”

“Enggak mampir ke rumahku dulu? Kita istirahat dulu di dalam.” Fia mengajakku untuk mampir ke rumahnya.

Aku menggelengkan kepala. “Tidak, terima kasih. Mungkin lain kali saja kalau ada waktu,” jawabku. Aku menolak ajakan Fia dengan halus agar dia tidak tersinggung.

“Baiklah, hati–hati di jalan.”

“Ya.” Aku langsung melajukan motorku kembali dan meneruskan perjalananku untuk pulang.

Aku langsung memarkirkan motorku di halaman ketika aku sudah sampai di rumah kemudian aku masuk dan mengucapkan salam, “Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam,” jawab ibuku.

Aku langsung menghampirinya dan kemudian bersalaman dengannya. Tampak senyuman menghiasi wajah ibuku. Ibu yang sangat menyayangiku dan ibu yang sangat penyabar untuk menghadapi tingkahku. Aku sangat menyayanginya.

“Arin, ada tamu di dalam. Ibu berharap, kamu menemuinya dengan baik, jangan membuat masalah dan jangan membuat Ayahmu marah,” pesan ibu kepadaku.

Aku mengerutkan dahiku dan bertaya, “Siapa bu?”

“Saudara jauh ibu.” Ibu mulai menarik pelan tanganku untuk menemui tamu yang ibu maksud barusan.

Saat sudah berada di ruangan tamu, aku melihat lima orang yang tampak asing bagiku. Memang kata ibu mereka adalah saudara jauh, tapi aku benar–benar tidak pernah sekalipun bertemu dengan mereka.

“Arin, duduk sini dekat Ayah!”

Aku mengerutkan keningku sekali lagi karena Ayahku bersikap manis terhadapku, padahal pagi tadi kami sempat bertengkar.

Aku menuruti perkataan Ayah. Aku duduk di sampingnya dan kemudian Ayah mengenalkanku kepada tamu–tamu itu.

“Ini Arin, anak perempuan saya yang terkecil.”

Aku tersenyum kepada mereka semua dan mereka membalas senyumanku.

“Cantik, sama persis dengan fotonya ...”

Foto? Ada apa dengan foto? Apakah mereka sudah mengetahuiku dengan melihat fotoku?

“Arin, ini budhe dan pakdhe dari desa. Mereka adalah saudara dari ibumu dan kami memang jarang bertemu.” Ayah mulai menjelaskan kepadaku tentang tamu–tamu yang sekarang ada dihadapanku. “Maka dari itu kami takut kalau suatu saat nanti tali persaudaraan kita terputus karena perbedaan jarak diantara kami sehingga kami berniat ingin menjodohkanmu dengan Putra dari Budhe dan Pakdhe mu ini.”

Aku langsung terkejut mendengar ucapan Ayah. Aku mulai awal sudah curiga dengan sikap manis Ayah, ternyata ini adalah tujuannya.

Aku menatap kearah ibuku dan ibuku mengedipkan matanya kepadaku. Aku mengerti apa yang dimaksud ibu bahwa aku harus tetap bersikap baik karena itu yang tadi ibu ucapkan kepadaku.

Aku menahan emosiku.

“Ilham, kenalkan ini Arin ...” Ayahku langsung mengenalkan diriku kepada laki–laki yang ada di hadapanku.

Laki–laki yang bernama Ilham itu langsung tersenyum kearahku dengan ramahnya, sedangkan aku hanya terseyum simpul saja.

Ingin rasanya aku pergi dari hadapan mereka semua dan masuk kedalam kamarku.

Aku benar–benar kecewa dengan sikap Ayah.

Bab terkait

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bolehkah Aku Membencimu Ayah

    Aku duduk di ruang tamu dengan diam. Aku sama sekali tidak berniatan untuk meninggalkan tempat dudukku meskipun sebenarnya tujuanku pulang dari kerja adalah langsung pergi ke kamarku dan beristirahat.Aku kecewa dengan perilaku Ayah. Dia terlalu memaksakan kehendaknya untuk menjodohkanku. Bahkan, sampai memberikan fotoku kepada saudara jauh ibu secara diam–diam.Sekarang, aku benar–benar bisa merasakan gerakan emosiku. Emosiku yang mulai merambat dengan cepat ke kepalaku.Menolak perjodohan ini? Ya, pasti akan aku lakukan. Aku benar–benar tidak mau di jodohkan layaknya dua orang kakakku.Aku memang memiliki Kakak perempuan yang sekarang tinggal di rumah suaminya. Mereka menikah juga karena di jodohkan oleh Ayahku. Meskipun, awalnya Kakakku menolak perjodohan itu, Ayahku tetap memaksanya. Dia tidak perduli meskipun putrinya itu memohon kepadanya dengan berlinang air mata. Sungguh egois sekali.Alasan kedua Kakakku menuruti kemauan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Maafkan Aku Ibu

    Pagi–pagi benar aku sudah bersiap untuk berangkat. Berangat kerja dan setelah itu aku tak akan pulang lagi. Entah kemana tujuanku nanti yang jelas aku tak akan pulang lagi kerumah.Aku semalam sudah memikirkannya matang–matang. Bahwa aku akan pergi meninggalkan rumah. Aku pun juga sudah bertekad untuk keluar dari tempatku bekerja. Mengapa aku harus berhenti bekerja juga? Ya karena kalau aku tetap disana, Ayahku pasti akan menjemputku dan memarahiku. Bukan lagi tamparan di pipi yang aku dapatkan, pasti aku akan mendapatkan perlakuan yang lebih parah dari itu.Aku melihat sekeliling kamarku, sedih rasanya akan meninggalkan kamarku tercinta yang sudah aku tempati selama bertahun–tahun lamanya.Sekarang, aku akan berangkat bekerja untuk terakhir kalinya dan aku kali ini tidak akan membawa motor yang biasanya aku pakai.Aku keluar kamar dan berpapasan dengan Ibuku. Sedih rasanya ketika aku melihat sosok ibu yang sangat menyayangiku, tapi aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat

    Bus yang aku tumpangi sudah berhenti di Terminal Arjosari Malang. Semua penumpang mulai turun dari bus itu, begitu juga aku. Aku mulai berjalan untuk turun dari bus dengan berhati-hati. Setelah aku turun dari bus, aku mulai menepi.Di sana aku tampak kebingungan, hendak kemana kah diriku?Ku tolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan dan ku coba untuk memantapkan hatiku agar hati ini bisa menuntun kakiku melangkah ke tempat aman bagi diriku yang hanya seorang diri di kota pelarian.Ku pegang erat tasku dan mulai ku langkahkan kakiku. Aku pun berniat untuk menaiki salah satu angkutan umum. Angkutan umum yang dapat membawaku ke lokasi yang dekat salah satu Universitas ternama di kota itu.“Universitas Branijaya, Pak?” Aku memastikan bahwa angkutan umum yang akan aku tumpangi adalah benar.“Ya, Mbak!”Setelah Bapak Sopir mengiyakan pertanyaanku barulah aku masuk ke dalam mobil angkutan umum dan akupun memilih bangku paling d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat Bagian II

    Aku bisa bernafas lega ketika aku sudah bisa merebahkan diri di atas tempat tidur. Akhirnya, berkat lelaki yang bernama Syarif itu, aku mendapatkan rumah kos yang nyaman untukku.Ya, lelaki tadi yang membawaku ke rumah kos ini bernama Syarif. Dia diam–diam telah mengamatiku dan mulai mengikutiku ketika Aku tampak kebingungan. Bahkan, dia juga telah menolongku dari lelaki yang ingin berniat jahat kepadaku.Lelaki yang aku kira baik dan kemarin sempat duduk di dekatku saat aku makan di warung, ternyata itu adalah mantan residivis yang baru saja bebas dari jeruji besi. Aku baru tahu setelah Syarif menceritakan kepadaku di saat aku jalan berdua dengannya untuk pergi ke rumah kos milik temannya.“Syukurlah, aku telah menemukan malaikat penolong.” Aku tersenyum–senyum sendiri di kamar kosku.Beberapa menit aku bisa merasa lega dan tak mengingat masalahku, tapi ketika aku membuka ponsel milikku yang sedari tadi tak aku lihat sama sekali,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama

    Aku dan Syarif sudah ada di warung untuk melakukan sarapan. Aku juga sudah diantar untuk membeli kartu perdana oleh Syarif, bahkan kartu perdana yang baru saja aku beli masih saja aku pegang dan belum aku simpan di dalam tasku.Kupermainkan kartu perdana yang masih ada di dalam bungkusnya itu sambil untuk menunggu makanan pesananku datang.“Buat apa sih kamu membeli kartu perdana?” Lagi-lagi Syarif menanyaiku tentang kartu perdana yang baru saja aku beli.“Cuma ingin ganti nomor saja,” jawab ku. Aku tidak mengatakan sejujurnya kepada Sarif karena aku aku masih belum siap untuk menceritakan apa yang tengah terjadi padaku, kepada Syarif. Maklumlah aku dan Syarif masih baru saja kenal.Syarif menatapku seperti tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan. Akan tetapi, dia tidak menanyaiku lagi dan dia memilih diam.Aku dan Syarif pun saling diam dan tidak ada pembicaraan lagi di antara kita sampai makanan yang kita pesan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama Bagian II

    Deringan ponselku yang begitu keras membuat jantungku semakin berdetak dengan cepat. Ku seka keringatku yang mulai menetes ke wajahku. “Aku harus bagaimana?” pikirku dari dalam hati. Aku benar–benar di buat bingung dengan panggilan yang masuk ke ponselku. Panggilan telepon dari Ayahku.Aku mendadak seperti orang yang sedang mengalami stress, mungkin karena hatiku yang tidak tenang. Tiba–tiba saja perutku melilit dan tak bisa aku tahan.Ku tinggalkan begitu saja ponselku dan aku berlari untuk menuju ke kamar mandi.Sesampainya aku di kamar mandi, perutku tiba–tiba saja tak terasa sakit kembali. “Ah, sungguh membingungkan.” Akupun segera keluar kembali.Aku kembali memasuki kamarku dan duduk di atas ranjangku. Aku lirikkan mataku ke ponsel yang ada di sampingku. Panggilan telepon dari Ayah sudah tak lagi terdengar, aku segera mengambil ponselku dan segera ku non aktifkan kembali.Ku ambil kartu perdana yang b

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Mencari Tahu Latar Belakang Arin

    Aku masih saja menangis di pelukan Syarif. Entah mengapa aku bisa merasakan ketenangan di saat menangis di pelukannya. Apakah karena Syarif yang memberikan perhatian kepadaku ataukah hati Syarif yang tulus mencintaiku. Akan tetapi, aku masih baru saja mengenal Syarif dan begitu juga sebaliknya, mengapa Syarif bisa secepat itu mengatakan kalau sedang mencintaiku.“Sudah, jangan menangis lagi …” Syarif memegang punggungku dan mengusapkan tangannya.Aku pun tak enak kalau harus terus menangis di pelukan Syarif terus-menerus. Aku mulai melepaskan diri dari pelukan Syarif dan menghapuskan air mataku. “Maaf, aku tak bisa menguasai diri …” ucapku kepada Syarif.Syarif mulai menekuk lututnya agar tinggi badannya menjadi sejajar denganku dan mulai menatap wajahku. Di hapusnya air mata yang telah membasahi pipiku kemudian dia berkata, “Sudah, jangan menangis lagi, ya?”Aku dengan perasaan malu–malu mulai memba

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Ibu Yumna Sedang Jatuh Sakit

    Aku dan Syarif akhirnya resmi menjadi sepasang kekasih, tapi Syarif tak kunjung menjawab pertanyaan terakhirku. Ku coba untuk menanyainya sekali lagi. “Syarif, apabila kelak aku ingin melangkahkan kakiku ke sebuah ikatan pernikahan, apakah kamu juga menurutiku?” Sambil menatap mataku dan juga memegang kedua tanganku dengan erat, Syarif menganggukkan kepalanya. “Ya, aku pasti menuruti permintaanmu.” Mendengar jawaban dari Syarif, aku pun tanpa sadar langsung memeluknya dan tak perduli dengan sekitar yang mungkin melihatku dan mulai membicarakanku karena yang terpenting saat ini adalah kebahagiaan yang sempat hilang telah kembali mewarnai hidupku. Syarif membelai dengan halus rambutku dan sesekali dia mencium puncak kepalaku. Syarif juga membisikkan kata-kata yang menambah sejuknya kehidupanku. “Aku akan memperjuangkanmu sampai kau benar-benar bisa hidup denganku.” Ingin sekali aku tertawa keras dan berteriak untuk memberitahukan dunia kalau aku bahagia

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Memantapkan Hati Bagian 2

    Di pagi hari yang cerah ini aku harus kembali melaukan perjalanan dari kota satu ke kota yang lainnya, tapi kota yang sekarang akan aku kunjungi adalah kota asalku, bukanlah kota pelarian.Seharusnya hati ini menjadi senang ketika hendak pulang ke kota asalnya, tapi tidak bagi hatiku. Hatiku sungguh tidak karuan, dimana aku merasa berat sekali meninggalkan kota pelarian, tapi di sisi lain aku harus kembali ke kota asal karena ada seseorang yang sedang menunggu kedatanganku.Aku pun mulai membawa tas ku untuk keluar dari tempat kosku dan tetap pada keputusanku semalam, yaitu pulang ke kota asal.Ku langkahkan kakiku dan ku buka pintu kosku, tampak lelaki yang ku sayang dan ku cinta sudah berada didepan kos ku.Ku hampiri Syarif dan setelah itu ku sapa dia. “Selamat pagi,” sapa ku kepada Syarif.Syarif tersenyum kepadaku dan mulai membalas sapaanku. “Selamat pagi, sayang. Ayo, aku antar kamu untuk ke terminal Bus.” Syarif langsung saja mengajakku pergi ke terminal Bus.Tanpa di suruh la

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Memantapkan Hati

    Setelah seharian bersama Syarif, aku pun sekarang mulai beristirahat di kamar kosku. Aku yang benar-benar lelah sekali mencoba untuk memejamkan mataku, tapi aku sungguh merasakan kesulitan karena pikiranku hanya tertuju pada keadaan Ibuku.Bayangan wajah ibuku terus saja menari di pikiranku, bahkan aku sangat-sangat merasa bersalah kepada Ibuku. “Oh Ibu, kenapa harus sakit?” Gumamku.Ku coba untuk melupakan sejenak masalah ini, tapi aku memang tak mampu. Aku sangat menyayangi Ibuku dan karena Ibulah alasanku untuk bertahan di rumah selama ini. Andaikan Ibuku tidak ada, mungkin aku lebih memilih hidup jauh dari Ayahku.Ku pikir terus apa yang enaknya akan aku lakukan. Pulang? Ataukah tetap bertahan pada keputusan?Ah, aku pun merasa menjadi anak durhaka, apabila harus mempertahankan keputusan dan tak perduli dengan keadaan Ibuku yang telah melahirkan dan juga merawatku sejak bayi.Akhirnya, aku pun mulai mengambil keputusan untuk pulang pada keesokan harinya.Aku harus melihat keadaan

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Nasihat Syarif Kepada Arin

    Aku masih saja duduk di tempatku semula dengan tidak ada semangat. Kebahagiaan yang tadi sempat menghampiriku kini sudah pergi entah kemana.Kabar bahwa Ibuku tercinta sedang jatuh sakit karena memikirkanku itu sanggup membawa pergi rasa bahagia yang aku kira tak akan sanggup meninggalkanku dalam waktu singkat. Ya, mungkin hidupku memang di takdirkan akrab dengan yang namanya kesedihan.Ku usap keringat yang mulai menetes di wajahku dan setelah itu aku mulai menarik nafas dalam-dalam.Ku coba memandangi sekeliling area permainan yang masih belum aku tinggalkan, tapi aku tak dapat lagi menemukan mana kebahagiaan dan keceriaanku tadi.“Sayang, kamu tidak apa-apa, kan?” Tanya Syarif kepadaku, mungkin karena aku yang mendadak diam saja, jadi Syarif mengkhawatirkan keadaanku.Ku paksakan untuk tersenyum dan setelah itu gelengkan kepalaku. “Aku tidak apa-apa.”Syarif terus saja memandangiku dan sepertinya dia tidak percaya

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Ibu Yumna Sedang Jatuh Sakit

    Aku dan Syarif akhirnya resmi menjadi sepasang kekasih, tapi Syarif tak kunjung menjawab pertanyaan terakhirku. Ku coba untuk menanyainya sekali lagi. “Syarif, apabila kelak aku ingin melangkahkan kakiku ke sebuah ikatan pernikahan, apakah kamu juga menurutiku?” Sambil menatap mataku dan juga memegang kedua tanganku dengan erat, Syarif menganggukkan kepalanya. “Ya, aku pasti menuruti permintaanmu.” Mendengar jawaban dari Syarif, aku pun tanpa sadar langsung memeluknya dan tak perduli dengan sekitar yang mungkin melihatku dan mulai membicarakanku karena yang terpenting saat ini adalah kebahagiaan yang sempat hilang telah kembali mewarnai hidupku. Syarif membelai dengan halus rambutku dan sesekali dia mencium puncak kepalaku. Syarif juga membisikkan kata-kata yang menambah sejuknya kehidupanku. “Aku akan memperjuangkanmu sampai kau benar-benar bisa hidup denganku.” Ingin sekali aku tertawa keras dan berteriak untuk memberitahukan dunia kalau aku bahagia

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Mencari Tahu Latar Belakang Arin

    Aku masih saja menangis di pelukan Syarif. Entah mengapa aku bisa merasakan ketenangan di saat menangis di pelukannya. Apakah karena Syarif yang memberikan perhatian kepadaku ataukah hati Syarif yang tulus mencintaiku. Akan tetapi, aku masih baru saja mengenal Syarif dan begitu juga sebaliknya, mengapa Syarif bisa secepat itu mengatakan kalau sedang mencintaiku.“Sudah, jangan menangis lagi …” Syarif memegang punggungku dan mengusapkan tangannya.Aku pun tak enak kalau harus terus menangis di pelukan Syarif terus-menerus. Aku mulai melepaskan diri dari pelukan Syarif dan menghapuskan air mataku. “Maaf, aku tak bisa menguasai diri …” ucapku kepada Syarif.Syarif mulai menekuk lututnya agar tinggi badannya menjadi sejajar denganku dan mulai menatap wajahku. Di hapusnya air mata yang telah membasahi pipiku kemudian dia berkata, “Sudah, jangan menangis lagi, ya?”Aku dengan perasaan malu–malu mulai memba

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama Bagian II

    Deringan ponselku yang begitu keras membuat jantungku semakin berdetak dengan cepat. Ku seka keringatku yang mulai menetes ke wajahku. “Aku harus bagaimana?” pikirku dari dalam hati. Aku benar–benar di buat bingung dengan panggilan yang masuk ke ponselku. Panggilan telepon dari Ayahku.Aku mendadak seperti orang yang sedang mengalami stress, mungkin karena hatiku yang tidak tenang. Tiba–tiba saja perutku melilit dan tak bisa aku tahan.Ku tinggalkan begitu saja ponselku dan aku berlari untuk menuju ke kamar mandi.Sesampainya aku di kamar mandi, perutku tiba–tiba saja tak terasa sakit kembali. “Ah, sungguh membingungkan.” Akupun segera keluar kembali.Aku kembali memasuki kamarku dan duduk di atas ranjangku. Aku lirikkan mataku ke ponsel yang ada di sampingku. Panggilan telepon dari Ayah sudah tak lagi terdengar, aku segera mengambil ponselku dan segera ku non aktifkan kembali.Ku ambil kartu perdana yang b

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama

    Aku dan Syarif sudah ada di warung untuk melakukan sarapan. Aku juga sudah diantar untuk membeli kartu perdana oleh Syarif, bahkan kartu perdana yang baru saja aku beli masih saja aku pegang dan belum aku simpan di dalam tasku.Kupermainkan kartu perdana yang masih ada di dalam bungkusnya itu sambil untuk menunggu makanan pesananku datang.“Buat apa sih kamu membeli kartu perdana?” Lagi-lagi Syarif menanyaiku tentang kartu perdana yang baru saja aku beli.“Cuma ingin ganti nomor saja,” jawab ku. Aku tidak mengatakan sejujurnya kepada Sarif karena aku aku masih belum siap untuk menceritakan apa yang tengah terjadi padaku, kepada Syarif. Maklumlah aku dan Syarif masih baru saja kenal.Syarif menatapku seperti tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan. Akan tetapi, dia tidak menanyaiku lagi dan dia memilih diam.Aku dan Syarif pun saling diam dan tidak ada pembicaraan lagi di antara kita sampai makanan yang kita pesan s

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat Bagian II

    Aku bisa bernafas lega ketika aku sudah bisa merebahkan diri di atas tempat tidur. Akhirnya, berkat lelaki yang bernama Syarif itu, aku mendapatkan rumah kos yang nyaman untukku.Ya, lelaki tadi yang membawaku ke rumah kos ini bernama Syarif. Dia diam–diam telah mengamatiku dan mulai mengikutiku ketika Aku tampak kebingungan. Bahkan, dia juga telah menolongku dari lelaki yang ingin berniat jahat kepadaku.Lelaki yang aku kira baik dan kemarin sempat duduk di dekatku saat aku makan di warung, ternyata itu adalah mantan residivis yang baru saja bebas dari jeruji besi. Aku baru tahu setelah Syarif menceritakan kepadaku di saat aku jalan berdua dengannya untuk pergi ke rumah kos milik temannya.“Syukurlah, aku telah menemukan malaikat penolong.” Aku tersenyum–senyum sendiri di kamar kosku.Beberapa menit aku bisa merasa lega dan tak mengingat masalahku, tapi ketika aku membuka ponsel milikku yang sedari tadi tak aku lihat sama sekali,

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat

    Bus yang aku tumpangi sudah berhenti di Terminal Arjosari Malang. Semua penumpang mulai turun dari bus itu, begitu juga aku. Aku mulai berjalan untuk turun dari bus dengan berhati-hati. Setelah aku turun dari bus, aku mulai menepi.Di sana aku tampak kebingungan, hendak kemana kah diriku?Ku tolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan dan ku coba untuk memantapkan hatiku agar hati ini bisa menuntun kakiku melangkah ke tempat aman bagi diriku yang hanya seorang diri di kota pelarian.Ku pegang erat tasku dan mulai ku langkahkan kakiku. Aku pun berniat untuk menaiki salah satu angkutan umum. Angkutan umum yang dapat membawaku ke lokasi yang dekat salah satu Universitas ternama di kota itu.“Universitas Branijaya, Pak?” Aku memastikan bahwa angkutan umum yang akan aku tumpangi adalah benar.“Ya, Mbak!”Setelah Bapak Sopir mengiyakan pertanyaanku barulah aku masuk ke dalam mobil angkutan umum dan akupun memilih bangku paling d

DMCA.com Protection Status