Share

Bolehkah Aku Membencimu Ayah

Author: Rinos
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Aku duduk di ruang tamu dengan diam. Aku sama sekali tidak berniatan untuk meninggalkan tempat dudukku meskipun sebenarnya tujuanku pulang dari kerja adalah langsung pergi ke kamarku dan beristirahat.

Aku kecewa dengan perilaku Ayah. Dia terlalu memaksakan kehendaknya untuk menjodohkanku. Bahkan, sampai memberikan fotoku kepada saudara jauh ibu secara diam–diam.

Sekarang, aku benar–benar bisa merasakan gerakan emosiku. Emosiku yang mulai merambat dengan cepat ke kepalaku.

Menolak perjodohan ini? Ya, pasti akan aku lakukan. Aku benar–benar tidak mau di jodohkan layaknya dua orang kakakku.

Aku memang memiliki Kakak perempuan yang sekarang tinggal di rumah suaminya. Mereka menikah juga karena di jodohkan oleh Ayahku. Meskipun, awalnya Kakakku menolak perjodohan itu, Ayahku tetap memaksanya. Dia tidak perduli meskipun putrinya itu memohon kepadanya dengan berlinang air mata. Sungguh egois sekali.

Alasan kedua Kakakku menuruti kemauan Ayah, menikah dengan orang yang tak dicintainya karena mereka tak mau kalau Ayahku marah–marah kepadanya. Akan tetapi, itu semua tak akan berlaku padaku.

Aku tetap akan menolak perjodohan ini. Aku ingin Ayah sadar akan kelakukannya yang sok berkuasa dan memaksakan kehendaknya.

Pada saat aku diam dalam pemikiranku tiba – tiba ibu duduk di hadapanku. “Kamu kenapa, Arin?” tanya ibuku.

Aku memandang ibuku yang terlihat lelah di wajahnya. Yah, ibuku pasti lelah dengan kehidupannya, tapi dia yang benar–benar penyabar tidak pernah menyerah dengan hidupnya dan tak pernah sekalipun untuk mengeluh.

“Ibu, Arin tidak mau di jodohkan …”

Perkataanku langsung terputus di kala Ibu langsung memberikan isyarat dengan menaruh jari telunjuknya di depan mulutnya.

Ternyata ibu melakukan itu karena Ayah datang menghampiri kami.

Ayah duduk di kursi, di samping Ibuku.

Baru saja duduk Ayah mulai membuka pembicaraan dengan memberikan pujian pada Ilham, putra dari saudara Ibu yang akan di jodohkan denganku. “Arin, Ilham cukup tampan dan sopan sekali anaknya, ya? Ayah sangat suka dengan dia.”

Emosiku yang benar–benar sudah ada di puncak tak mampu lagi untuk aku tahan. “Tapi, aku tidak menyukainya, Yah! Aku tidak mau di jodohkan!”

“Brak!!” Ayah langsung menggebrak meja di depannya. Lagi–lagi Ayah langsung marah kepadaku apabila aku menolak perjodohan. “Kamu jangan membuat malu keluarga! Ayah sudah terlanjur menyetujui perjodohanmu dengan orang tua Ilham.”

Aku langsung berdiri dan siap–siap untuk pergi. “Mengapa Ayah langsung menyetujuinya? Mengapa Ayah tidak menanyakan terlebih dahulu kepadaku?!”

Ayah juga ikut berdiri dan hendak menghampiriku, tapi ditahan oleh Ibuku. “Ayah, sudah! Biarkan Ibu yang akan berbicara dengan Arin.”

“Ibu, Arin memang tidak menghendaki perjodohan ini. Arin menolak perjodohan ini!” selaku.

Ayah menyentakkan tangan Ibuku yang sedang memeganginya dan kemudian Ayah menghampiriku dan berdiri di hadapanku. “Kalau kamu tetap menolak perjodohan ini, lebih baik kamu pergi dari rumah ini!!” ancam Ayah kepadaku.

“Baik,” jawabku. Aku langsung meninggalkan Ayahku dan pergi ke kamarku.

“ARIN!! ARIN!!” Ayahku marah dan memanggil–manggil namaku.

Aku tak mau kembali kehadapan Ayah. Lebih baik aku diam di dalam kamar dan mulai meratapi nasib burukku.

Aku duduk di sudut ranjangku dengan menekuk lututku kemudian aku di kagetkan oleh ketukan pintu yang sangat kasar.

“ARIN, BUKA PINTU!!”

Ah, Ayah masih saja mengejarku dan tidak mau untuk sekali saja mengalah kepada anaknya.

Aku diam dan pura–pura tidak mendengar panggilan dari Ayah.

“ARIN!!”

Akhirnya, aku pun menyerah. Ku langkahkan kakiku untuk membuka pintu kamarku.

Baru saja aku membuka pintu tiba–tiba Ayah melayangkan tangannya dan menampar mukaku. “PLAK!!”

Aku memegang pipiku yang terasa nyeri dan tak terasa butiran air mataku menetes dengan derasnya.

Ayah menatapku dengan melototkan matanya, sedangkan ibuku bersembunyi di balik punggung Ayah dengan mengusap matanya yang terlihat mulai berair.

“Kalau kamu tetap saja menolak perjodohan ini, pergilah dari rumah ini!! Ayah tidak mau memiliki putri pembangkang sepertimu!!”

Aku tidak melawan perkataan dari Ayahku, bukannya karena aku menyetujui perjodohan ini, tapi aku merasa kasihan kepada seorang perempuan yang kini terlihat menangis di balik punggung Ayahku.

Aku pun diam dan kemudian kembali memasuki kamarku. Aku tutup pintunya dan kemudian aku mulai merebahkan tubuhku. Ku pandang langit–langit kamarku dengan air mataku yang tetap mengalir dengan derasnya. Sesekali ku pegang pipiku yang terasa nyeri sekali akibat dari tamparan Ayah.

Mengapa aku bisa menjadi putri dari seorang Ayah yang egois dan tidak pernah mau mengalah untuk anaknya? Menyesal karena telah hadir dikeluarga ini? Enggak! karena aku masih memiliki Ibu yang benar – benar sayang kepadaku. Hanya Ibu lah alasanku untuh terus bertahan selama ini.

**

Aku tidak keluar sama sekali dari dalam kamarku, bahkan aku melewatkan makan malam dengan kedua orang tuaku.

Mungkin lebih baik kalau aku tetap di kamar daripada aku keluar dan bergabung dengan mereka dan menyebabkan sebuah pertengkaran lagi karena itu hanya membuat Ibuku akan bersedih.

Aku coba untuk mengotak atik ponselku. Aku coba menghibur diriku sendiri dengan memainkan ponselku, tapi tiba–tiba aku mendapatkan pesan dari Kakakku yang pertama, yaitu Mbak Dea.

Ku buka pesan singkat yang dia kirimkan untukku dan kemudian aku baca.

“Assalamualaikum, Arin. Mbak dengar,kalau Arin akan di jodohkan dengan saudara jauh Ibu dan Arin menolaknya sehingga memuat marah Ayah. Arin, sebaiknya Arin menuruti kemauan dari Ayah agar Ayah tidak marah–marah dan membuat Ibu menjadi ketakutan. Mungkin, awalnya Arin tidak akan bisa menerima perjodohan ini, tapi kalau seandainya Arin menjalaninya dengan ikhlas, insya alloh Arin akan menemukan kenikmatannya. Ingatlah, cinta akan tumbuh bila Arin sudah terbiasa hidup dengannya.”

Aku langsung menaruh ponselku dan tidak aku balas pesan dari Mbak Dea. Seharusnya Mbak Dea mendukungku agar aku tidak menjadi korban perjodohan layaknya dirinya. Akan tetapi, Mbak Dea malah mendukung langkah Ayah untuk menjodohkanku, berarti secara tidak langsung Mbak Dea membiarkan Ayah untuk terus memiliki sifat yang Egois dan sok berkuasa.

Aku kemudian beranjak dari tempat tidurku dan mulai menuju ke almariku yang berada di pojok kamar. Ku bukanya dan kuambil bajuku satu persatu kemudian aku taruh dalam tasku.

Ku tata dengan rapi baju–bajuku, sambil menata bajuku aku mulai berfikir, apakah ini adalah jalan yang terbaik untuk diriku? Untuk memperjuangkan hakku? Ataukah justru langkah ini yang membuat masalahku menjadi keruh? Akan tetapi, semangatku memberi pelajaran pada Ayah agar dia sadar akan sikapnya, membuatku tak bisa kalau harus menentang keinginanku.

Aku sendiri tak akan mau menuruti apa yang di katakan oleh Mbak Dea karena dengan mengalah terus kepada Ayah, maka selamanya Ayah akan selalu bersikap egois seperti itu.

Kaugnay na kabanata

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Maafkan Aku Ibu

    Pagi–pagi benar aku sudah bersiap untuk berangkat. Berangat kerja dan setelah itu aku tak akan pulang lagi. Entah kemana tujuanku nanti yang jelas aku tak akan pulang lagi kerumah.Aku semalam sudah memikirkannya matang–matang. Bahwa aku akan pergi meninggalkan rumah. Aku pun juga sudah bertekad untuk keluar dari tempatku bekerja. Mengapa aku harus berhenti bekerja juga? Ya karena kalau aku tetap disana, Ayahku pasti akan menjemputku dan memarahiku. Bukan lagi tamparan di pipi yang aku dapatkan, pasti aku akan mendapatkan perlakuan yang lebih parah dari itu.Aku melihat sekeliling kamarku, sedih rasanya akan meninggalkan kamarku tercinta yang sudah aku tempati selama bertahun–tahun lamanya.Sekarang, aku akan berangkat bekerja untuk terakhir kalinya dan aku kali ini tidak akan membawa motor yang biasanya aku pakai.Aku keluar kamar dan berpapasan dengan Ibuku. Sedih rasanya ketika aku melihat sosok ibu yang sangat menyayangiku, tapi aku

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat

    Bus yang aku tumpangi sudah berhenti di Terminal Arjosari Malang. Semua penumpang mulai turun dari bus itu, begitu juga aku. Aku mulai berjalan untuk turun dari bus dengan berhati-hati. Setelah aku turun dari bus, aku mulai menepi.Di sana aku tampak kebingungan, hendak kemana kah diriku?Ku tolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan dan ku coba untuk memantapkan hatiku agar hati ini bisa menuntun kakiku melangkah ke tempat aman bagi diriku yang hanya seorang diri di kota pelarian.Ku pegang erat tasku dan mulai ku langkahkan kakiku. Aku pun berniat untuk menaiki salah satu angkutan umum. Angkutan umum yang dapat membawaku ke lokasi yang dekat salah satu Universitas ternama di kota itu.“Universitas Branijaya, Pak?” Aku memastikan bahwa angkutan umum yang akan aku tumpangi adalah benar.“Ya, Mbak!”Setelah Bapak Sopir mengiyakan pertanyaanku barulah aku masuk ke dalam mobil angkutan umum dan akupun memilih bangku paling d

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat Bagian II

    Aku bisa bernafas lega ketika aku sudah bisa merebahkan diri di atas tempat tidur. Akhirnya, berkat lelaki yang bernama Syarif itu, aku mendapatkan rumah kos yang nyaman untukku.Ya, lelaki tadi yang membawaku ke rumah kos ini bernama Syarif. Dia diam–diam telah mengamatiku dan mulai mengikutiku ketika Aku tampak kebingungan. Bahkan, dia juga telah menolongku dari lelaki yang ingin berniat jahat kepadaku.Lelaki yang aku kira baik dan kemarin sempat duduk di dekatku saat aku makan di warung, ternyata itu adalah mantan residivis yang baru saja bebas dari jeruji besi. Aku baru tahu setelah Syarif menceritakan kepadaku di saat aku jalan berdua dengannya untuk pergi ke rumah kos milik temannya.“Syukurlah, aku telah menemukan malaikat penolong.” Aku tersenyum–senyum sendiri di kamar kosku.Beberapa menit aku bisa merasa lega dan tak mengingat masalahku, tapi ketika aku membuka ponsel milikku yang sedari tadi tak aku lihat sama sekali,

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama

    Aku dan Syarif sudah ada di warung untuk melakukan sarapan. Aku juga sudah diantar untuk membeli kartu perdana oleh Syarif, bahkan kartu perdana yang baru saja aku beli masih saja aku pegang dan belum aku simpan di dalam tasku.Kupermainkan kartu perdana yang masih ada di dalam bungkusnya itu sambil untuk menunggu makanan pesananku datang.“Buat apa sih kamu membeli kartu perdana?” Lagi-lagi Syarif menanyaiku tentang kartu perdana yang baru saja aku beli.“Cuma ingin ganti nomor saja,” jawab ku. Aku tidak mengatakan sejujurnya kepada Sarif karena aku aku masih belum siap untuk menceritakan apa yang tengah terjadi padaku, kepada Syarif. Maklumlah aku dan Syarif masih baru saja kenal.Syarif menatapku seperti tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan. Akan tetapi, dia tidak menanyaiku lagi dan dia memilih diam.Aku dan Syarif pun saling diam dan tidak ada pembicaraan lagi di antara kita sampai makanan yang kita pesan s

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama Bagian II

    Deringan ponselku yang begitu keras membuat jantungku semakin berdetak dengan cepat. Ku seka keringatku yang mulai menetes ke wajahku. “Aku harus bagaimana?” pikirku dari dalam hati. Aku benar–benar di buat bingung dengan panggilan yang masuk ke ponselku. Panggilan telepon dari Ayahku.Aku mendadak seperti orang yang sedang mengalami stress, mungkin karena hatiku yang tidak tenang. Tiba–tiba saja perutku melilit dan tak bisa aku tahan.Ku tinggalkan begitu saja ponselku dan aku berlari untuk menuju ke kamar mandi.Sesampainya aku di kamar mandi, perutku tiba–tiba saja tak terasa sakit kembali. “Ah, sungguh membingungkan.” Akupun segera keluar kembali.Aku kembali memasuki kamarku dan duduk di atas ranjangku. Aku lirikkan mataku ke ponsel yang ada di sampingku. Panggilan telepon dari Ayah sudah tak lagi terdengar, aku segera mengambil ponselku dan segera ku non aktifkan kembali.Ku ambil kartu perdana yang b

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Mencari Tahu Latar Belakang Arin

    Aku masih saja menangis di pelukan Syarif. Entah mengapa aku bisa merasakan ketenangan di saat menangis di pelukannya. Apakah karena Syarif yang memberikan perhatian kepadaku ataukah hati Syarif yang tulus mencintaiku. Akan tetapi, aku masih baru saja mengenal Syarif dan begitu juga sebaliknya, mengapa Syarif bisa secepat itu mengatakan kalau sedang mencintaiku.“Sudah, jangan menangis lagi …” Syarif memegang punggungku dan mengusapkan tangannya.Aku pun tak enak kalau harus terus menangis di pelukan Syarif terus-menerus. Aku mulai melepaskan diri dari pelukan Syarif dan menghapuskan air mataku. “Maaf, aku tak bisa menguasai diri …” ucapku kepada Syarif.Syarif mulai menekuk lututnya agar tinggi badannya menjadi sejajar denganku dan mulai menatap wajahku. Di hapusnya air mata yang telah membasahi pipiku kemudian dia berkata, “Sudah, jangan menangis lagi, ya?”Aku dengan perasaan malu–malu mulai memba

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Ibu Yumna Sedang Jatuh Sakit

    Aku dan Syarif akhirnya resmi menjadi sepasang kekasih, tapi Syarif tak kunjung menjawab pertanyaan terakhirku. Ku coba untuk menanyainya sekali lagi. “Syarif, apabila kelak aku ingin melangkahkan kakiku ke sebuah ikatan pernikahan, apakah kamu juga menurutiku?” Sambil menatap mataku dan juga memegang kedua tanganku dengan erat, Syarif menganggukkan kepalanya. “Ya, aku pasti menuruti permintaanmu.” Mendengar jawaban dari Syarif, aku pun tanpa sadar langsung memeluknya dan tak perduli dengan sekitar yang mungkin melihatku dan mulai membicarakanku karena yang terpenting saat ini adalah kebahagiaan yang sempat hilang telah kembali mewarnai hidupku. Syarif membelai dengan halus rambutku dan sesekali dia mencium puncak kepalaku. Syarif juga membisikkan kata-kata yang menambah sejuknya kehidupanku. “Aku akan memperjuangkanmu sampai kau benar-benar bisa hidup denganku.” Ingin sekali aku tertawa keras dan berteriak untuk memberitahukan dunia kalau aku bahagia

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Nasihat Syarif Kepada Arin

    Aku masih saja duduk di tempatku semula dengan tidak ada semangat. Kebahagiaan yang tadi sempat menghampiriku kini sudah pergi entah kemana.Kabar bahwa Ibuku tercinta sedang jatuh sakit karena memikirkanku itu sanggup membawa pergi rasa bahagia yang aku kira tak akan sanggup meninggalkanku dalam waktu singkat. Ya, mungkin hidupku memang di takdirkan akrab dengan yang namanya kesedihan.Ku usap keringat yang mulai menetes di wajahku dan setelah itu aku mulai menarik nafas dalam-dalam.Ku coba memandangi sekeliling area permainan yang masih belum aku tinggalkan, tapi aku tak dapat lagi menemukan mana kebahagiaan dan keceriaanku tadi.“Sayang, kamu tidak apa-apa, kan?” Tanya Syarif kepadaku, mungkin karena aku yang mendadak diam saja, jadi Syarif mengkhawatirkan keadaanku.Ku paksakan untuk tersenyum dan setelah itu gelengkan kepalaku. “Aku tidak apa-apa.”Syarif terus saja memandangiku dan sepertinya dia tidak percaya

    Huling Na-update : 2024-10-29

Pinakabagong kabanata

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Memantapkan Hati Bagian 2

    Di pagi hari yang cerah ini aku harus kembali melaukan perjalanan dari kota satu ke kota yang lainnya, tapi kota yang sekarang akan aku kunjungi adalah kota asalku, bukanlah kota pelarian.Seharusnya hati ini menjadi senang ketika hendak pulang ke kota asalnya, tapi tidak bagi hatiku. Hatiku sungguh tidak karuan, dimana aku merasa berat sekali meninggalkan kota pelarian, tapi di sisi lain aku harus kembali ke kota asal karena ada seseorang yang sedang menunggu kedatanganku.Aku pun mulai membawa tas ku untuk keluar dari tempat kosku dan tetap pada keputusanku semalam, yaitu pulang ke kota asal.Ku langkahkan kakiku dan ku buka pintu kosku, tampak lelaki yang ku sayang dan ku cinta sudah berada didepan kos ku.Ku hampiri Syarif dan setelah itu ku sapa dia. “Selamat pagi,” sapa ku kepada Syarif.Syarif tersenyum kepadaku dan mulai membalas sapaanku. “Selamat pagi, sayang. Ayo, aku antar kamu untuk ke terminal Bus.” Syarif langsung saja mengajakku pergi ke terminal Bus.Tanpa di suruh la

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Memantapkan Hati

    Setelah seharian bersama Syarif, aku pun sekarang mulai beristirahat di kamar kosku. Aku yang benar-benar lelah sekali mencoba untuk memejamkan mataku, tapi aku sungguh merasakan kesulitan karena pikiranku hanya tertuju pada keadaan Ibuku.Bayangan wajah ibuku terus saja menari di pikiranku, bahkan aku sangat-sangat merasa bersalah kepada Ibuku. “Oh Ibu, kenapa harus sakit?” Gumamku.Ku coba untuk melupakan sejenak masalah ini, tapi aku memang tak mampu. Aku sangat menyayangi Ibuku dan karena Ibulah alasanku untuk bertahan di rumah selama ini. Andaikan Ibuku tidak ada, mungkin aku lebih memilih hidup jauh dari Ayahku.Ku pikir terus apa yang enaknya akan aku lakukan. Pulang? Ataukah tetap bertahan pada keputusan?Ah, aku pun merasa menjadi anak durhaka, apabila harus mempertahankan keputusan dan tak perduli dengan keadaan Ibuku yang telah melahirkan dan juga merawatku sejak bayi.Akhirnya, aku pun mulai mengambil keputusan untuk pulang pada keesokan harinya.Aku harus melihat keadaan

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Nasihat Syarif Kepada Arin

    Aku masih saja duduk di tempatku semula dengan tidak ada semangat. Kebahagiaan yang tadi sempat menghampiriku kini sudah pergi entah kemana.Kabar bahwa Ibuku tercinta sedang jatuh sakit karena memikirkanku itu sanggup membawa pergi rasa bahagia yang aku kira tak akan sanggup meninggalkanku dalam waktu singkat. Ya, mungkin hidupku memang di takdirkan akrab dengan yang namanya kesedihan.Ku usap keringat yang mulai menetes di wajahku dan setelah itu aku mulai menarik nafas dalam-dalam.Ku coba memandangi sekeliling area permainan yang masih belum aku tinggalkan, tapi aku tak dapat lagi menemukan mana kebahagiaan dan keceriaanku tadi.“Sayang, kamu tidak apa-apa, kan?” Tanya Syarif kepadaku, mungkin karena aku yang mendadak diam saja, jadi Syarif mengkhawatirkan keadaanku.Ku paksakan untuk tersenyum dan setelah itu gelengkan kepalaku. “Aku tidak apa-apa.”Syarif terus saja memandangiku dan sepertinya dia tidak percaya

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Ibu Yumna Sedang Jatuh Sakit

    Aku dan Syarif akhirnya resmi menjadi sepasang kekasih, tapi Syarif tak kunjung menjawab pertanyaan terakhirku. Ku coba untuk menanyainya sekali lagi. “Syarif, apabila kelak aku ingin melangkahkan kakiku ke sebuah ikatan pernikahan, apakah kamu juga menurutiku?” Sambil menatap mataku dan juga memegang kedua tanganku dengan erat, Syarif menganggukkan kepalanya. “Ya, aku pasti menuruti permintaanmu.” Mendengar jawaban dari Syarif, aku pun tanpa sadar langsung memeluknya dan tak perduli dengan sekitar yang mungkin melihatku dan mulai membicarakanku karena yang terpenting saat ini adalah kebahagiaan yang sempat hilang telah kembali mewarnai hidupku. Syarif membelai dengan halus rambutku dan sesekali dia mencium puncak kepalaku. Syarif juga membisikkan kata-kata yang menambah sejuknya kehidupanku. “Aku akan memperjuangkanmu sampai kau benar-benar bisa hidup denganku.” Ingin sekali aku tertawa keras dan berteriak untuk memberitahukan dunia kalau aku bahagia

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Mencari Tahu Latar Belakang Arin

    Aku masih saja menangis di pelukan Syarif. Entah mengapa aku bisa merasakan ketenangan di saat menangis di pelukannya. Apakah karena Syarif yang memberikan perhatian kepadaku ataukah hati Syarif yang tulus mencintaiku. Akan tetapi, aku masih baru saja mengenal Syarif dan begitu juga sebaliknya, mengapa Syarif bisa secepat itu mengatakan kalau sedang mencintaiku.“Sudah, jangan menangis lagi …” Syarif memegang punggungku dan mengusapkan tangannya.Aku pun tak enak kalau harus terus menangis di pelukan Syarif terus-menerus. Aku mulai melepaskan diri dari pelukan Syarif dan menghapuskan air mataku. “Maaf, aku tak bisa menguasai diri …” ucapku kepada Syarif.Syarif mulai menekuk lututnya agar tinggi badannya menjadi sejajar denganku dan mulai menatap wajahku. Di hapusnya air mata yang telah membasahi pipiku kemudian dia berkata, “Sudah, jangan menangis lagi, ya?”Aku dengan perasaan malu–malu mulai memba

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama Bagian II

    Deringan ponselku yang begitu keras membuat jantungku semakin berdetak dengan cepat. Ku seka keringatku yang mulai menetes ke wajahku. “Aku harus bagaimana?” pikirku dari dalam hati. Aku benar–benar di buat bingung dengan panggilan yang masuk ke ponselku. Panggilan telepon dari Ayahku.Aku mendadak seperti orang yang sedang mengalami stress, mungkin karena hatiku yang tidak tenang. Tiba–tiba saja perutku melilit dan tak bisa aku tahan.Ku tinggalkan begitu saja ponselku dan aku berlari untuk menuju ke kamar mandi.Sesampainya aku di kamar mandi, perutku tiba–tiba saja tak terasa sakit kembali. “Ah, sungguh membingungkan.” Akupun segera keluar kembali.Aku kembali memasuki kamarku dan duduk di atas ranjangku. Aku lirikkan mataku ke ponsel yang ada di sampingku. Panggilan telepon dari Ayah sudah tak lagi terdengar, aku segera mengambil ponselku dan segera ku non aktifkan kembali.Ku ambil kartu perdana yang b

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama

    Aku dan Syarif sudah ada di warung untuk melakukan sarapan. Aku juga sudah diantar untuk membeli kartu perdana oleh Syarif, bahkan kartu perdana yang baru saja aku beli masih saja aku pegang dan belum aku simpan di dalam tasku.Kupermainkan kartu perdana yang masih ada di dalam bungkusnya itu sambil untuk menunggu makanan pesananku datang.“Buat apa sih kamu membeli kartu perdana?” Lagi-lagi Syarif menanyaiku tentang kartu perdana yang baru saja aku beli.“Cuma ingin ganti nomor saja,” jawab ku. Aku tidak mengatakan sejujurnya kepada Sarif karena aku aku masih belum siap untuk menceritakan apa yang tengah terjadi padaku, kepada Syarif. Maklumlah aku dan Syarif masih baru saja kenal.Syarif menatapku seperti tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan. Akan tetapi, dia tidak menanyaiku lagi dan dia memilih diam.Aku dan Syarif pun saling diam dan tidak ada pembicaraan lagi di antara kita sampai makanan yang kita pesan s

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat Bagian II

    Aku bisa bernafas lega ketika aku sudah bisa merebahkan diri di atas tempat tidur. Akhirnya, berkat lelaki yang bernama Syarif itu, aku mendapatkan rumah kos yang nyaman untukku.Ya, lelaki tadi yang membawaku ke rumah kos ini bernama Syarif. Dia diam–diam telah mengamatiku dan mulai mengikutiku ketika Aku tampak kebingungan. Bahkan, dia juga telah menolongku dari lelaki yang ingin berniat jahat kepadaku.Lelaki yang aku kira baik dan kemarin sempat duduk di dekatku saat aku makan di warung, ternyata itu adalah mantan residivis yang baru saja bebas dari jeruji besi. Aku baru tahu setelah Syarif menceritakan kepadaku di saat aku jalan berdua dengannya untuk pergi ke rumah kos milik temannya.“Syukurlah, aku telah menemukan malaikat penolong.” Aku tersenyum–senyum sendiri di kamar kosku.Beberapa menit aku bisa merasa lega dan tak mengingat masalahku, tapi ketika aku membuka ponsel milikku yang sedari tadi tak aku lihat sama sekali,

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat

    Bus yang aku tumpangi sudah berhenti di Terminal Arjosari Malang. Semua penumpang mulai turun dari bus itu, begitu juga aku. Aku mulai berjalan untuk turun dari bus dengan berhati-hati. Setelah aku turun dari bus, aku mulai menepi.Di sana aku tampak kebingungan, hendak kemana kah diriku?Ku tolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan dan ku coba untuk memantapkan hatiku agar hati ini bisa menuntun kakiku melangkah ke tempat aman bagi diriku yang hanya seorang diri di kota pelarian.Ku pegang erat tasku dan mulai ku langkahkan kakiku. Aku pun berniat untuk menaiki salah satu angkutan umum. Angkutan umum yang dapat membawaku ke lokasi yang dekat salah satu Universitas ternama di kota itu.“Universitas Branijaya, Pak?” Aku memastikan bahwa angkutan umum yang akan aku tumpangi adalah benar.“Ya, Mbak!”Setelah Bapak Sopir mengiyakan pertanyaanku barulah aku masuk ke dalam mobil angkutan umum dan akupun memilih bangku paling d

DMCA.com Protection Status