Share

Maafkan Aku Ibu

Author: Rinos
last update Last Updated: 2021-11-03 11:16:11

Pagi–pagi benar aku sudah bersiap untuk berangkat. Berangat kerja dan setelah itu aku tak akan pulang lagi. Entah kemana tujuanku nanti yang jelas aku tak akan pulang lagi kerumah.

Aku semalam sudah memikirkannya matang–matang. Bahwa aku akan pergi meninggalkan rumah. Aku pun juga sudah bertekad untuk keluar dari tempatku bekerja. Mengapa aku harus berhenti bekerja juga? Ya karena kalau aku tetap disana, Ayahku pasti akan menjemputku dan memarahiku. Bukan lagi tamparan di pipi yang aku dapatkan, pasti aku akan mendapatkan perlakuan yang lebih parah dari itu.

Aku melihat sekeliling kamarku, sedih rasanya akan meninggalkan kamarku tercinta yang sudah aku tempati selama bertahun–tahun lamanya.

Sekarang, aku akan berangkat bekerja untuk terakhir kalinya dan aku kali ini tidak akan membawa motor yang biasanya aku pakai.

Aku keluar kamar dan berpapasan dengan Ibuku. Sedih rasanya ketika aku melihat sosok ibu yang sangat menyayangiku, tapi aku terpaksa harus meninggalkannya. Aku tidak mau meneruskan perjodohan ini.

Aku menghampiri Ibuku dan hendak berpamitan kepadanya. “Assalamualaikum, Ibu.” Ku ucapkan salam kepada Ibuku dan kemudian aku bersalaman kepadanya.

Ibuku tersenyum kepadaku dan kemudian memegang pipiku yang sedikit memerah karena pukulan tangan Ayah kemarin. “Pipimu sudah tidak apa – apa?” tanya Ibu kepadaku.

Aku menggelengkan kepalaku dan kemudian menatap wajah Ibuku. “Ibu, Arin pamit untuk berangkat bekerja. Doakan Arin selama di luar sana ya, Bu?” Aku memohon pamit kepada Ibuku dan juga meminta doa Ibu. Doa Ibuku sangatlah penting bagi hidupku.

“Pasti, Ibu akan selalu doakan yang terbaik untuk Arin.”

“Ibu, jangan rindu kepada Arin, ya?” ucapku dengan senyuman yang aku buat–buat agar aku terlihat seperti sedang berbahagia, padahal aku mengucapkan kata–kata itu sebagai pesan kepada Ibuku karena aku hendak meninggalkannya.

Ibu tersenyum dan kemudian mengusap pelan kepalaku. “Ibu pasti akan selalu merindukanmu. Kamu adalah Putri kecil Ibu yang sangat Ibu sayangi.”

“Ibu kalau merindukan Arin, ingatlah kenakalan Arin yang selalu membuat Ibu kesal agar Ibu tak lagi merindukan Arin kembali.”

Ibu ganti memegang daguku. “Ibu tidak pernah kesal melihat tingkah lakumu,” ucapnya.

Aku langsung memeluk tubuh Ibuku. Aku benci sekali mendengar kata–kata sayang Ibu di saat dalam kondisi seperti ini. Please, jangan memberiku kata–kata yang membuatku tak sanggup untuk meninggalkanmu, Ibu.

Aku melepaskan pelukanku dan kemudian segera berpamitan, karena aku tak sanggup kalau harus mendengarkan kata–kata dari mulut ibuku lagi. “Arin pamit terlebih dahulu, Arin sayang sama Ibu.” Ku kecup Pipi Ibuku yang muai tampak kerutannya. Ibuku sudah tak lagi muda, tapi aku melihat semangat di wajahnya.

Ibu membalas mengecup keningku dan mulai melepaskan pegangan tangannya.

Akupun pergi meninggalkan rumah. Aku berjalan kaki untuk menuju ke ujung jalan dan mulai menunggu mobil angkutan umum yang arah tujuannya ke lokasi dimana tempatku bekerja berada.

Aku tidak terlalu lama menunggu mobil angkutan umum karena baru saja aku sampai di ujung jalan tiba–tiba mobil angkutan itu lewat. Aku pun mencegatnya dan langsung menaikinya.  

Di dalam mobil angkutan umum, aku merenung dan mengingat wajah ibuku. Aku sungguh merasa bersalah meninggalkannya, tapi aku kembali untuk membulatkan tekad, aku harus tetap pergi dari rumah.

Beberapa menit kemudian, mobil angkutan yang aku tumpangi telah berhenti di depan “Toko Busana”, tempatku bekerja. Aku pun turun dan langsung memberikan beberapa lembar uang kertas kepada sopir angkutan.

Aku berjalan untuk memasuki “Toko Busana” dan aku langsung menghampiri Ibu Dewi, pemilik “Toko Busana” tersebut. “Assalamualaikum …”

Ibu dewi melihat kearahku dan menjawab ucapan salam dariku, “Waalaikumsalam.”

Aku bersalaman kepada Ibu Dewi dan kemudian mulai menyampaikan tujuanku untuk berhenti bekerja di “Toko Busana” milik Ibu Dewi.

Awalnya Ibu Dewi melarangku untuk berhenti bekerja di sana dan menyuruhku untuk memikirkan ulang keputusan yang telah aku buat. Akan tetapi, aku yang sudah bertekad untuk berhenti bekerja tetap tidak mau mengurungkan niatku itu dan akhirnya Ibu Dewi memberiku izin.

Aku bekerja seperti biasa dan aku tidak memberi tahukan keputusanku untuk berhenti kerja kepada teman–temanku kecuali Diana.

Diana sendiri sempat kaget dengan keputusanku itu dan dia melarangku untuk berhenti kerja. Akan tetapi, setelah aku menceritakan permasalahanku akhirnya dia mengerti.

“Kamu akan tinggal dimana, Rin?” tanya Diana dengan menatap lekat–lekat wajahku.

Sambil memainkan jariku, aku mengangangkat bahuku. “Entah, aku masih tidak memiliki tujuan.”

Diana mengeritkan keningnya dan kemudian dia memegang tanganku. “Kamu itu perempuan, apakah kamu tidak mengkhawatirkan keselamatanmu?”

Aku langsung mendongak dan menatap Diana. “Percayalah padaku, aku pasti bisa untuk menjaga diriku.”

Tiba–tiba Diana memelukku. “Aku pasti merindukanmu, Rin. Ingat, selalu kabari aku. Aku akan selalu ada untukmu.”

Aku menganggukkan kepalaku dan mulai melepaskan pelukan Diana. “Aku juga pasti merindukanmu. Kamu adalah teman terbaikku selama ini,” tak terasa aku jadi menitikkan air mataku.

Hari ini benar–benar hari yang sulit bagiku, dimana aku harus melepaskan orang–orang yang aku sayang, orang–orang yang benar–benar baik padaku dan ini semua karena Ayahku. Andaikan Ayahku mau mengalah terhadapku, mungkin aku tak akan meninggalkan mereka.

**

Setelah seharian bekerja, sekarang sudah waktunya untuk pulang. Aku pun juga bersiap–siap untuk meninggalkan toko dan setelah itu aku berpamitan kepada semua temanku dan juga Ibu Dewi.

Ibu Dewi memang seorang yang baik, di saat aku bersalaman padanya tiba–tiba dia memberikanku sebuah amplop putih dan dia berbisik, “Ini ada sedikit uang untukmu karena selama kamu bekerja disini kamu telah bekerja dengan baik. Arin, seandainya kapan–kapan kamu membutuhkan pekerjaan, kembalilah bekerja di sini. Ibu akan menerimamu kembali.”

“Terima kasih, Bu.” Aku dengan berat hati pergi meninggalkan Ibu Dewi dan tidak akan bekerja lagi untuknya.

Aku berjalan dan mulai mencegat mobil angkutan umum. Aku menaiki mobil angkutan umum untuk pergi ke terminal bus. Aku sementara ini akan pergi keluar kota dan tujuanku adalah kota malang. Kota yang terkenal dengan udaranya yang dingin.

Aku memutuskan untuk pergi kesana karena aku merasa kalau di sana akan lebih aman bagiku, mengingat di sana adalah kota pelajar, banyak sekali universitas disana dan otomatis banyak sekali anak sebayaku yang masih menempuh pendidikan disana.

Aku menjadi sedikit tenang setelah memiliki pemikiran seperti itu karena pastinya bukan hanya aku saja seorang gadis muda yang merantau di kota itu.

Aku sekarang sudah turun dari mobil angkutan dan kemudian aku berjalan untuk menaiki bus yang bertujuan kearah kota Malang.

“Bismillah, semoga aku bisa menjalani ini semua dengan baik karena ini adalah kali pertamaku hidup tanpa orang tuaku, terutama tanpa seorang Ibu yang selalu menyayangiku dan memberikan perhatian kepadaku. I Miss You, Mom.”

Related chapters

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat

    Bus yang aku tumpangi sudah berhenti di Terminal Arjosari Malang. Semua penumpang mulai turun dari bus itu, begitu juga aku. Aku mulai berjalan untuk turun dari bus dengan berhati-hati. Setelah aku turun dari bus, aku mulai menepi.Di sana aku tampak kebingungan, hendak kemana kah diriku?Ku tolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan dan ku coba untuk memantapkan hatiku agar hati ini bisa menuntun kakiku melangkah ke tempat aman bagi diriku yang hanya seorang diri di kota pelarian.Ku pegang erat tasku dan mulai ku langkahkan kakiku. Aku pun berniat untuk menaiki salah satu angkutan umum. Angkutan umum yang dapat membawaku ke lokasi yang dekat salah satu Universitas ternama di kota itu.“Universitas Branijaya, Pak?” Aku memastikan bahwa angkutan umum yang akan aku tumpangi adalah benar.“Ya, Mbak!”Setelah Bapak Sopir mengiyakan pertanyaanku barulah aku masuk ke dalam mobil angkutan umum dan akupun memilih bangku paling d

    Last Updated : 2021-12-18
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat Bagian II

    Aku bisa bernafas lega ketika aku sudah bisa merebahkan diri di atas tempat tidur. Akhirnya, berkat lelaki yang bernama Syarif itu, aku mendapatkan rumah kos yang nyaman untukku.Ya, lelaki tadi yang membawaku ke rumah kos ini bernama Syarif. Dia diam–diam telah mengamatiku dan mulai mengikutiku ketika Aku tampak kebingungan. Bahkan, dia juga telah menolongku dari lelaki yang ingin berniat jahat kepadaku.Lelaki yang aku kira baik dan kemarin sempat duduk di dekatku saat aku makan di warung, ternyata itu adalah mantan residivis yang baru saja bebas dari jeruji besi. Aku baru tahu setelah Syarif menceritakan kepadaku di saat aku jalan berdua dengannya untuk pergi ke rumah kos milik temannya.“Syukurlah, aku telah menemukan malaikat penolong.” Aku tersenyum–senyum sendiri di kamar kosku.Beberapa menit aku bisa merasa lega dan tak mengingat masalahku, tapi ketika aku membuka ponsel milikku yang sedari tadi tak aku lihat sama sekali,

    Last Updated : 2021-12-19
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama

    Aku dan Syarif sudah ada di warung untuk melakukan sarapan. Aku juga sudah diantar untuk membeli kartu perdana oleh Syarif, bahkan kartu perdana yang baru saja aku beli masih saja aku pegang dan belum aku simpan di dalam tasku.Kupermainkan kartu perdana yang masih ada di dalam bungkusnya itu sambil untuk menunggu makanan pesananku datang.“Buat apa sih kamu membeli kartu perdana?” Lagi-lagi Syarif menanyaiku tentang kartu perdana yang baru saja aku beli.“Cuma ingin ganti nomor saja,” jawab ku. Aku tidak mengatakan sejujurnya kepada Sarif karena aku aku masih belum siap untuk menceritakan apa yang tengah terjadi padaku, kepada Syarif. Maklumlah aku dan Syarif masih baru saja kenal.Syarif menatapku seperti tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan. Akan tetapi, dia tidak menanyaiku lagi dan dia memilih diam.Aku dan Syarif pun saling diam dan tidak ada pembicaraan lagi di antara kita sampai makanan yang kita pesan s

    Last Updated : 2021-12-19
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama Bagian II

    Deringan ponselku yang begitu keras membuat jantungku semakin berdetak dengan cepat. Ku seka keringatku yang mulai menetes ke wajahku. “Aku harus bagaimana?” pikirku dari dalam hati. Aku benar–benar di buat bingung dengan panggilan yang masuk ke ponselku. Panggilan telepon dari Ayahku.Aku mendadak seperti orang yang sedang mengalami stress, mungkin karena hatiku yang tidak tenang. Tiba–tiba saja perutku melilit dan tak bisa aku tahan.Ku tinggalkan begitu saja ponselku dan aku berlari untuk menuju ke kamar mandi.Sesampainya aku di kamar mandi, perutku tiba–tiba saja tak terasa sakit kembali. “Ah, sungguh membingungkan.” Akupun segera keluar kembali.Aku kembali memasuki kamarku dan duduk di atas ranjangku. Aku lirikkan mataku ke ponsel yang ada di sampingku. Panggilan telepon dari Ayah sudah tak lagi terdengar, aku segera mengambil ponselku dan segera ku non aktifkan kembali.Ku ambil kartu perdana yang b

    Last Updated : 2021-12-20
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Mencari Tahu Latar Belakang Arin

    Aku masih saja menangis di pelukan Syarif. Entah mengapa aku bisa merasakan ketenangan di saat menangis di pelukannya. Apakah karena Syarif yang memberikan perhatian kepadaku ataukah hati Syarif yang tulus mencintaiku. Akan tetapi, aku masih baru saja mengenal Syarif dan begitu juga sebaliknya, mengapa Syarif bisa secepat itu mengatakan kalau sedang mencintaiku.“Sudah, jangan menangis lagi …” Syarif memegang punggungku dan mengusapkan tangannya.Aku pun tak enak kalau harus terus menangis di pelukan Syarif terus-menerus. Aku mulai melepaskan diri dari pelukan Syarif dan menghapuskan air mataku. “Maaf, aku tak bisa menguasai diri …” ucapku kepada Syarif.Syarif mulai menekuk lututnya agar tinggi badannya menjadi sejajar denganku dan mulai menatap wajahku. Di hapusnya air mata yang telah membasahi pipiku kemudian dia berkata, “Sudah, jangan menangis lagi, ya?”Aku dengan perasaan malu–malu mulai memba

    Last Updated : 2021-12-20
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Ibu Yumna Sedang Jatuh Sakit

    Aku dan Syarif akhirnya resmi menjadi sepasang kekasih, tapi Syarif tak kunjung menjawab pertanyaan terakhirku. Ku coba untuk menanyainya sekali lagi. “Syarif, apabila kelak aku ingin melangkahkan kakiku ke sebuah ikatan pernikahan, apakah kamu juga menurutiku?” Sambil menatap mataku dan juga memegang kedua tanganku dengan erat, Syarif menganggukkan kepalanya. “Ya, aku pasti menuruti permintaanmu.” Mendengar jawaban dari Syarif, aku pun tanpa sadar langsung memeluknya dan tak perduli dengan sekitar yang mungkin melihatku dan mulai membicarakanku karena yang terpenting saat ini adalah kebahagiaan yang sempat hilang telah kembali mewarnai hidupku. Syarif membelai dengan halus rambutku dan sesekali dia mencium puncak kepalaku. Syarif juga membisikkan kata-kata yang menambah sejuknya kehidupanku. “Aku akan memperjuangkanmu sampai kau benar-benar bisa hidup denganku.” Ingin sekali aku tertawa keras dan berteriak untuk memberitahukan dunia kalau aku bahagia

    Last Updated : 2022-02-02
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Nasihat Syarif Kepada Arin

    Aku masih saja duduk di tempatku semula dengan tidak ada semangat. Kebahagiaan yang tadi sempat menghampiriku kini sudah pergi entah kemana.Kabar bahwa Ibuku tercinta sedang jatuh sakit karena memikirkanku itu sanggup membawa pergi rasa bahagia yang aku kira tak akan sanggup meninggalkanku dalam waktu singkat. Ya, mungkin hidupku memang di takdirkan akrab dengan yang namanya kesedihan.Ku usap keringat yang mulai menetes di wajahku dan setelah itu aku mulai menarik nafas dalam-dalam.Ku coba memandangi sekeliling area permainan yang masih belum aku tinggalkan, tapi aku tak dapat lagi menemukan mana kebahagiaan dan keceriaanku tadi.“Sayang, kamu tidak apa-apa, kan?” Tanya Syarif kepadaku, mungkin karena aku yang mendadak diam saja, jadi Syarif mengkhawatirkan keadaanku.Ku paksakan untuk tersenyum dan setelah itu gelengkan kepalaku. “Aku tidak apa-apa.”Syarif terus saja memandangiku dan sepertinya dia tidak percaya

    Last Updated : 2022-02-03
  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Memantapkan Hati

    Setelah seharian bersama Syarif, aku pun sekarang mulai beristirahat di kamar kosku. Aku yang benar-benar lelah sekali mencoba untuk memejamkan mataku, tapi aku sungguh merasakan kesulitan karena pikiranku hanya tertuju pada keadaan Ibuku.Bayangan wajah ibuku terus saja menari di pikiranku, bahkan aku sangat-sangat merasa bersalah kepada Ibuku. “Oh Ibu, kenapa harus sakit?” Gumamku.Ku coba untuk melupakan sejenak masalah ini, tapi aku memang tak mampu. Aku sangat menyayangi Ibuku dan karena Ibulah alasanku untuk bertahan di rumah selama ini. Andaikan Ibuku tidak ada, mungkin aku lebih memilih hidup jauh dari Ayahku.Ku pikir terus apa yang enaknya akan aku lakukan. Pulang? Ataukah tetap bertahan pada keputusan?Ah, aku pun merasa menjadi anak durhaka, apabila harus mempertahankan keputusan dan tak perduli dengan keadaan Ibuku yang telah melahirkan dan juga merawatku sejak bayi.Akhirnya, aku pun mulai mengambil keputusan untuk pulang pada keesokan harinya.Aku harus melihat keadaan

    Last Updated : 2022-05-01

Latest chapter

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Memantapkan Hati Bagian 2

    Di pagi hari yang cerah ini aku harus kembali melaukan perjalanan dari kota satu ke kota yang lainnya, tapi kota yang sekarang akan aku kunjungi adalah kota asalku, bukanlah kota pelarian.Seharusnya hati ini menjadi senang ketika hendak pulang ke kota asalnya, tapi tidak bagi hatiku. Hatiku sungguh tidak karuan, dimana aku merasa berat sekali meninggalkan kota pelarian, tapi di sisi lain aku harus kembali ke kota asal karena ada seseorang yang sedang menunggu kedatanganku.Aku pun mulai membawa tas ku untuk keluar dari tempat kosku dan tetap pada keputusanku semalam, yaitu pulang ke kota asal.Ku langkahkan kakiku dan ku buka pintu kosku, tampak lelaki yang ku sayang dan ku cinta sudah berada didepan kos ku.Ku hampiri Syarif dan setelah itu ku sapa dia. “Selamat pagi,” sapa ku kepada Syarif.Syarif tersenyum kepadaku dan mulai membalas sapaanku. “Selamat pagi, sayang. Ayo, aku antar kamu untuk ke terminal Bus.” Syarif langsung saja mengajakku pergi ke terminal Bus.Tanpa di suruh la

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Memantapkan Hati

    Setelah seharian bersama Syarif, aku pun sekarang mulai beristirahat di kamar kosku. Aku yang benar-benar lelah sekali mencoba untuk memejamkan mataku, tapi aku sungguh merasakan kesulitan karena pikiranku hanya tertuju pada keadaan Ibuku.Bayangan wajah ibuku terus saja menari di pikiranku, bahkan aku sangat-sangat merasa bersalah kepada Ibuku. “Oh Ibu, kenapa harus sakit?” Gumamku.Ku coba untuk melupakan sejenak masalah ini, tapi aku memang tak mampu. Aku sangat menyayangi Ibuku dan karena Ibulah alasanku untuk bertahan di rumah selama ini. Andaikan Ibuku tidak ada, mungkin aku lebih memilih hidup jauh dari Ayahku.Ku pikir terus apa yang enaknya akan aku lakukan. Pulang? Ataukah tetap bertahan pada keputusan?Ah, aku pun merasa menjadi anak durhaka, apabila harus mempertahankan keputusan dan tak perduli dengan keadaan Ibuku yang telah melahirkan dan juga merawatku sejak bayi.Akhirnya, aku pun mulai mengambil keputusan untuk pulang pada keesokan harinya.Aku harus melihat keadaan

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Nasihat Syarif Kepada Arin

    Aku masih saja duduk di tempatku semula dengan tidak ada semangat. Kebahagiaan yang tadi sempat menghampiriku kini sudah pergi entah kemana.Kabar bahwa Ibuku tercinta sedang jatuh sakit karena memikirkanku itu sanggup membawa pergi rasa bahagia yang aku kira tak akan sanggup meninggalkanku dalam waktu singkat. Ya, mungkin hidupku memang di takdirkan akrab dengan yang namanya kesedihan.Ku usap keringat yang mulai menetes di wajahku dan setelah itu aku mulai menarik nafas dalam-dalam.Ku coba memandangi sekeliling area permainan yang masih belum aku tinggalkan, tapi aku tak dapat lagi menemukan mana kebahagiaan dan keceriaanku tadi.“Sayang, kamu tidak apa-apa, kan?” Tanya Syarif kepadaku, mungkin karena aku yang mendadak diam saja, jadi Syarif mengkhawatirkan keadaanku.Ku paksakan untuk tersenyum dan setelah itu gelengkan kepalaku. “Aku tidak apa-apa.”Syarif terus saja memandangiku dan sepertinya dia tidak percaya

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Ibu Yumna Sedang Jatuh Sakit

    Aku dan Syarif akhirnya resmi menjadi sepasang kekasih, tapi Syarif tak kunjung menjawab pertanyaan terakhirku. Ku coba untuk menanyainya sekali lagi. “Syarif, apabila kelak aku ingin melangkahkan kakiku ke sebuah ikatan pernikahan, apakah kamu juga menurutiku?” Sambil menatap mataku dan juga memegang kedua tanganku dengan erat, Syarif menganggukkan kepalanya. “Ya, aku pasti menuruti permintaanmu.” Mendengar jawaban dari Syarif, aku pun tanpa sadar langsung memeluknya dan tak perduli dengan sekitar yang mungkin melihatku dan mulai membicarakanku karena yang terpenting saat ini adalah kebahagiaan yang sempat hilang telah kembali mewarnai hidupku. Syarif membelai dengan halus rambutku dan sesekali dia mencium puncak kepalaku. Syarif juga membisikkan kata-kata yang menambah sejuknya kehidupanku. “Aku akan memperjuangkanmu sampai kau benar-benar bisa hidup denganku.” Ingin sekali aku tertawa keras dan berteriak untuk memberitahukan dunia kalau aku bahagia

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Mencari Tahu Latar Belakang Arin

    Aku masih saja menangis di pelukan Syarif. Entah mengapa aku bisa merasakan ketenangan di saat menangis di pelukannya. Apakah karena Syarif yang memberikan perhatian kepadaku ataukah hati Syarif yang tulus mencintaiku. Akan tetapi, aku masih baru saja mengenal Syarif dan begitu juga sebaliknya, mengapa Syarif bisa secepat itu mengatakan kalau sedang mencintaiku.“Sudah, jangan menangis lagi …” Syarif memegang punggungku dan mengusapkan tangannya.Aku pun tak enak kalau harus terus menangis di pelukan Syarif terus-menerus. Aku mulai melepaskan diri dari pelukan Syarif dan menghapuskan air mataku. “Maaf, aku tak bisa menguasai diri …” ucapku kepada Syarif.Syarif mulai menekuk lututnya agar tinggi badannya menjadi sejajar denganku dan mulai menatap wajahku. Di hapusnya air mata yang telah membasahi pipiku kemudian dia berkata, “Sudah, jangan menangis lagi, ya?”Aku dengan perasaan malu–malu mulai memba

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama Bagian II

    Deringan ponselku yang begitu keras membuat jantungku semakin berdetak dengan cepat. Ku seka keringatku yang mulai menetes ke wajahku. “Aku harus bagaimana?” pikirku dari dalam hati. Aku benar–benar di buat bingung dengan panggilan yang masuk ke ponselku. Panggilan telepon dari Ayahku.Aku mendadak seperti orang yang sedang mengalami stress, mungkin karena hatiku yang tidak tenang. Tiba–tiba saja perutku melilit dan tak bisa aku tahan.Ku tinggalkan begitu saja ponselku dan aku berlari untuk menuju ke kamar mandi.Sesampainya aku di kamar mandi, perutku tiba–tiba saja tak terasa sakit kembali. “Ah, sungguh membingungkan.” Akupun segera keluar kembali.Aku kembali memasuki kamarku dan duduk di atas ranjangku. Aku lirikkan mataku ke ponsel yang ada di sampingku. Panggilan telepon dari Ayah sudah tak lagi terdengar, aku segera mengambil ponselku dan segera ku non aktifkan kembali.Ku ambil kartu perdana yang b

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama

    Aku dan Syarif sudah ada di warung untuk melakukan sarapan. Aku juga sudah diantar untuk membeli kartu perdana oleh Syarif, bahkan kartu perdana yang baru saja aku beli masih saja aku pegang dan belum aku simpan di dalam tasku.Kupermainkan kartu perdana yang masih ada di dalam bungkusnya itu sambil untuk menunggu makanan pesananku datang.“Buat apa sih kamu membeli kartu perdana?” Lagi-lagi Syarif menanyaiku tentang kartu perdana yang baru saja aku beli.“Cuma ingin ganti nomor saja,” jawab ku. Aku tidak mengatakan sejujurnya kepada Sarif karena aku aku masih belum siap untuk menceritakan apa yang tengah terjadi padaku, kepada Syarif. Maklumlah aku dan Syarif masih baru saja kenal.Syarif menatapku seperti tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan. Akan tetapi, dia tidak menanyaiku lagi dan dia memilih diam.Aku dan Syarif pun saling diam dan tidak ada pembicaraan lagi di antara kita sampai makanan yang kita pesan s

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat Bagian II

    Aku bisa bernafas lega ketika aku sudah bisa merebahkan diri di atas tempat tidur. Akhirnya, berkat lelaki yang bernama Syarif itu, aku mendapatkan rumah kos yang nyaman untukku.Ya, lelaki tadi yang membawaku ke rumah kos ini bernama Syarif. Dia diam–diam telah mengamatiku dan mulai mengikutiku ketika Aku tampak kebingungan. Bahkan, dia juga telah menolongku dari lelaki yang ingin berniat jahat kepadaku.Lelaki yang aku kira baik dan kemarin sempat duduk di dekatku saat aku makan di warung, ternyata itu adalah mantan residivis yang baru saja bebas dari jeruji besi. Aku baru tahu setelah Syarif menceritakan kepadaku di saat aku jalan berdua dengannya untuk pergi ke rumah kos milik temannya.“Syukurlah, aku telah menemukan malaikat penolong.” Aku tersenyum–senyum sendiri di kamar kosku.Beberapa menit aku bisa merasa lega dan tak mengingat masalahku, tapi ketika aku membuka ponsel milikku yang sedari tadi tak aku lihat sama sekali,

  • Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Patah Hati   Bertemu Dengan Seorang Malaikat

    Bus yang aku tumpangi sudah berhenti di Terminal Arjosari Malang. Semua penumpang mulai turun dari bus itu, begitu juga aku. Aku mulai berjalan untuk turun dari bus dengan berhati-hati. Setelah aku turun dari bus, aku mulai menepi.Di sana aku tampak kebingungan, hendak kemana kah diriku?Ku tolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan dan ku coba untuk memantapkan hatiku agar hati ini bisa menuntun kakiku melangkah ke tempat aman bagi diriku yang hanya seorang diri di kota pelarian.Ku pegang erat tasku dan mulai ku langkahkan kakiku. Aku pun berniat untuk menaiki salah satu angkutan umum. Angkutan umum yang dapat membawaku ke lokasi yang dekat salah satu Universitas ternama di kota itu.“Universitas Branijaya, Pak?” Aku memastikan bahwa angkutan umum yang akan aku tumpangi adalah benar.“Ya, Mbak!”Setelah Bapak Sopir mengiyakan pertanyaanku barulah aku masuk ke dalam mobil angkutan umum dan akupun memilih bangku paling d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status