Share

Lipstik

Penulis: Mr.Dopamine
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di balik setiap keberhasilan yang Bian raih, ada Luna yang berdiri tegak di sampingnya. Mereka mungkin memiliki tantangan dalam hubungan, tetapi sekarang, segala sesuatu tampak harmonis. Bian telah mengalihkan fokusnya ke proyek besar—mengembangkan hotel dengan memperluas lahan. Dan berita baiknya, pemilik lahan tempat kafe Luna berdiri setuju untuk bekerja sama dengannya. Namun, ada satu hal yang membuat Luna sedikit resah. Bian ingin mengintegrasikan kafe tersebut ke dalam hotelnya, namun Luna tidak bisa menerima ide bahwa kafenya, yang sudah menjadi tempat penuh kenangan dan cinta baginya, akan kehilangan identitasnya.

Luna menatap layar monitor di ruang rapat, berusaha keras menjelaskan setiap poin penting tentang kafe yang dia cintai. Suaranya lantang, penuh percaya diri, menyampaikan keunggulan bisnisnya. Kafe itu bukan hanya tentang kopi dan pastry, tetapi tentang suasana, komunitas, dan nilai-nilai yang dia bangun dengan sepenuh hati. Luna tidak peduli siapa yang hadir di ruan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Keluarga Harmonis

    Hidup Bian kini benar-benar penuh warna. Bahkan ketika suara tangisan Arga yang melengking terdengar di rumah mereka, bagi Bian itu bagaikan nyanyian burung camar yang merdu, tanda kehidupan baru yang begitu dia syukuri. Setiap pagi, senyum Luna yang selalu menenangkan membuat hatinya terisi penuh kebahagiaan. Segalanya seperti berjalan sesuai keinginannya. Bisnisnya berkembang pesat, banyak perusahaan besar yang tertarik bekerja sama dengannya, menambah pundi-pundi kekayaan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Bian merasa seperti pria paling beruntung di dunia—mempunyai istri yang begitu dicintai, seorang putra yang mengisi hari-harinya, dan kesuksesan yang terus mengalir.Sementara itu, Luna telah berhasil menyesuaikan diri dengan keluarga besar suaminya. Kini, dia bisa bebas bercanda dan berbagi cerita dengan mereka, seolah mereka adalah sahabat-sahabat lamanya. Keluarga Bian menerima Luna dengan sepenuh hati, mencintainya sebesar Bian mencintainya. Luna tak lagi merasa canggu

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Morning

    "Morning, sunshine," sapaan manis Bian menyambut pagi dengan kehangatan yang hanya bisa ia berikan untuk Luna. Suaranya rendah, penuh cinta, membuat hati Luna langsung terasa ringan meskipun tubuhnya masih berat dari tidur panjang. Luna menggeliat, meregangkan otot-otot yang kaku setelah semalaman terlelap. Sinar matahari menerobos jendela kamar mereka, menciptakan kilau yang begitu menyilaukan hingga Luna mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, mencoba menyesuaikan pandangannya. Ketika akhirnya fokusnya kembali, dia melihat Bian—sudah berpakaian rapi, berdiri di depan cermin besar yang menghiasi kamar mereka, terlihat begitu tampan dalam balutan setelan jasnya."Morning, handsome," Luna membalas dengan senyum yang lembut namun penuh makna. Senyum yang sudah Bian kenal baik, senyum yang selalu membuat dunia di sekitarnya seakan berhenti berputar. Melihat itu, Bian merasa dadanya menghangat, senyum Luna selalu berhasil meredakan segala beban yang dia bawa."Aku sudah menyiapkan sar

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Apa Mungkin

    Saat Bian tengah diliputi kepanikan melihat kondisi Luna yang tiba-tiba mual dan lemas, pagi yang seharusnya tenang berubah menjadi lebih kacau. Seolah semua belum cukup, pintu kamar mereka tiba-tiba terbuka lebar, menampakkan sosok Sarena yang muncul dengan penuh energi. Sarena, seperti biasa, tampak ceria dan tak peduli dengan suasana hati orang lain. Ia langsung masuk tanpa permisi, dengan niat yang begitu jelas di wajahnya—ingin membawa Arga jalan-jalan."Kakak ipar, apa yang terjadi di sini?" tanya Sarena, matanya melebar ketika melihat Luna yang pucat di atas ranjang. Tanpa menunggu jawaban, ia mendekat sambil melirik sekilas ke arah Bian yang jelas-jelas sedang cemas.Luna menatap Sarena dengan senyum tipis, mencoba tidak terlihat terlalu lemah. "Aku merasa mual dan pusing," jawabnya singkat, suaranya terdengar pelan dan lelah."Sakit? Astaga! Sudah dipanggilkan dokter?!" Sarena hampir berteriak, membuat Bian menahan diri untuk tidak memutar matanya karena kecerewetan adiknya.

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Masuk Angin

    Julian memeriksa Luna dengan teliti, tetap fokus meskipun Sarena terus berbicara tanpa henti di dekatnya. Sarena, seperti biasa, tak bisa menahan diri untuk berkomentar tentang apa pun yang terlintas di pikirannya."Kakak ipar dan Bian akan punya bayi lagi," seru Sarena, matanya berbinar. "Kamu tidak cemburu, Julian?"Julian mendesah pelan, mencoba untuk tidak tersenyum mendengar pertanyaan yang terasa tidak relevan. "Kenapa aku harus cemburu, Sarena?" jawabnya sambil tetap memeriksa denyut nadi Luna. Suaranya tenang dan terkendali, khas Julian yang selalu tenang dalam segala situasi.Sarena mendekat, tak puas dengan jawaban datar Julian. "Yah, karena mereka akan punya dua bayi. Bayangkan! Aku sudah bisa melihat betapa lucunya mereka berdua nanti, berlarian di sekitar rumah. Dua keponakan untukku! Kamu sungguh tidak iri, kan?"Julian hanya mengangkat alis tanpa menanggapi lebih jauh, matanya masih fokus memeriksa Luna. "Kalau Luna benar-benar hamil, itu kabar baik," jawabnya datar. Na

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Oh, Luna

    Bian membawa Luna dan keluarganya ke Maldives, mengatur liburan khusus yang bertepatan dengan ulang tahun Sarena. Malam itu, di bawah langit penuh bintang dan dengan suara ombak yang tenang, mereka semua berkumpul untuk merayakan ulang tahun Sarena dengan suka cita. Bian, Julian, dan Arga terlihat akrab duduk bersama, sementara Luna mendekati Sarena dengan senyum hangat."Selamat ulang tahun, Sarena," ucap Luna sambil memeluk adik iparnya erat. Kehangatan persaudaraan mereka begitu terasa, dan Luna sangat bersyukur memiliki Sarena dalam hidupnya.Sarena membalas pelukan itu, lalu berbisik di telinga Luna, "Terima kasih. Doakan saja agar aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan." Ada keraguan di matanya, namun lebih dari itu, tekad yang kuat.Mata Luna melebar penuh penasaran, lalu ikut membisikkan pertanyaan, "Kamu sudah memutuskannya?" Ia melirik Bian yang masih sibuk berbincang serius dengan Julian sambil sesekali membetulkan posisi Arga di pangkuannya.Sarena menarik napas panjan

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Sarena

    Malam itu terasa begitu tenang dan indah, diterangi oleh bintang-bintang yang tersebar di langit luas. Suasana damai itu kontras dengan tatapan tajam Sarena yang memandangi Julian dengan penuh harap, sementara ia mengharapkan hadiah istimewa dari pria di hadapannya."Mana hadiahku?" tuntut Sarena, tangannya terlipat sambil memandang Julian dengan penuh keseriusan.Julian meliriknya dengan nada malas namun tak bisa menyembunyikan senyum kecil di bibirnya. "Kamu bukan anak kecil lagi, Sarena," sahutnya, mencoba menahan tawa."Tetap saja, aku menginginkan kado darimu," lanjut Sarena, sedikit merajuk dengan mata berbinar. Sikapnya yang manja membuat Julian teringat masa kecil mereka, namun dia tahu Sarena sudah bukan anak kecil lagi.Mengalah, Julian menghela napas panjang. "Baiklah, kamu mau hadiah apa?" tanyanya dengan nada pasrah, mengetahui betul bahwa menolak permintaan Sarena hanya akan membuatnya semakin menuntut.Tatapan mata Sarena tiba-tiba berubah, ada kilatan misterius yang me

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Berhenti Berpura-pura

    Sarena dengan cepat bergabung di lantai dansa, mengikuti irama musik yang memekakkan telinga dan membuat suasana malam semakin riuh. Banyak pria mulai mendekatinya, mencoba mengajaknya berbincang, bahkan beberapa terlihat berusaha mencuri perhatiannya lebih dari sekadar teman dansa. Julian, yang sejak tadi hanya mengawasi dari meja, mencoba untuk tetap tenang.Namun, setiap tawa Sarena yang terdengar saat berbicara dengan pria lain mulai menusuk rasa nyaman di dadanya, membuatnya semakin gelisah. Hatinya tiba-tiba berdenyut tak karuan. Dia mencoba mengalihkan perhatian, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini hanya ketidaksukaan biasa. Tetapi semakin lama dia melihatnya, semakin sulit untuk berpura-pura. Dia tidak suka melihat Sarena tertawa begitu lepas dengan pria-pria asing itu. Ada apa sebenarnya dengannya? Bukankah dia sudah menolak Sarena berulang kali? Tapi kenapa sekarang malah merasa marah?Dengan kesal, Julian mendekat ke bar dan memesan minuman, berharap bisa mengalihkan perha

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Aku Tidak Merayu

    Julian terbangun dengan kepala terasa berat, penglihatan buram, dan detak jantung yang berpacu. Saat matanya terbuka sepenuhnya, seketika jantungnya seperti berhenti. Sarena, dengan bahu terekspos di sebelahnya, tidur damai. Rambutnya kusut namun masih terlihat memikat, dan senyuman kecil menghiasi wajahnya seolah sedang bermimpi indah. Namun, bagi Julian, ini bukan mimpi indah, melainkan mimpi buruk.Panik menyeruak di benaknya saat matanya menangkap pakaian mereka berserakan di lantai. "Astaga…" bisiknya pelan, meraba wajahnya yang kini terasa panas. Pikirannya kalut, tak ada satu pun kepingan ingatan yang dapat membantu. Kepalanya masih terasa berdenyut, dan semua ini terasa seperti teka-teki yang tak ingin ia selesaikan.Sarena mulai bergerak pelan, lenguhannya membuat tubuh Julian menegang. Saat mata gadis itu terbuka, Sarena menatap Julian dengan senyum lembut yang menghantui pikirannya. Namun, bukannya membalas senyuman itu, Julian hanya menatapnya dengan wajah penuh ketegangan

Bab terbaru

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Happy Ending

    Tepuk tangan kembali menggema, kali ini lebih meriah. Luna menatap Bian dengan mata berkaca-kaca, tidak mampu berkata apa-apa selain tersenyum. Ia mengambil mikrofon kecil yang disodorkan salah satu tamu, mencoba menguasai dirinya."Terima kasih, Mas Bian," katanya, suaranya sedikit bergetar tetapi tetap penuh ketulusan. "Kamu selalu tahu bagaimana caranya membuatku merasa istimewa. Aku tidak pernah meminta apa-apa selain cinta darimu, dan kamu memberiku lebih dari itu. Kamu memberiku keluarga, kebahagiaan, dan cinta yang tak pernah habis. Aku juga mencintaimu, lebih dari apa yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata."Seketika suasana terasa semakin emosional. Beberapa tamu bahkan terlihat menyeka air mata mereka, terharu oleh keintiman yang mereka saksikan. Dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya, Bian menggenggam tangan Luna lebih erat. "Ayo kita potong kuenya," katanya, membawa mereka kembali ke momen yang lebih santai.Setelah mereka memotong kue bersama, suasana berub

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Lah Takdirku

    Luna terus menelusuri setiap halaman buku jurnal yang diberikan Bian kemarin. Tulisan tangan suaminya terasa seperti suara dari hatinya sendiri, mengalir dengan kejujuran dan kerinduan yang tak terbendung. Setiap kata menggambarkan perjalanan emosional seorang pria yang berusaha keras mencari istri yang hilang, menanggung penyesalan yang mendalam atas kegagalannya selama setahun penuh. Air mata membasahi pipinya, tetapi senyumnya tetap bertahan. Ini bukan tangisan sedih; ini adalah tangisan karena cinta yang begitu nyata, begitu tulus.Ketika pintu kamar mereka terbuka, Luna mendongak, mendapati sosok Bian berdiri di sana. Cahaya dari luar ruangan menyinari pria itu, menegaskan aura ketenangan yang selalu menyelimutinya. "Hei, aku memberikan jurnal ini bukan untuk membuatmu menangis, Sayang," ujarnya, melangkah masuk dan langsung duduk di depannya. Dengan lembut, ia mengusap pipi Luna, menghapus jejak air mata yang masih tersisa. Sentuhan itu bukan hanya lembut, tetapi juga penuh ci

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bahagia Selamanya

    “Sikapmu mencurigakan!” Luna tertawa ringan saat ia memukul lembut dada suaminya, namun segera menyerah dalam pelukannya. Dekapan Bian selalu berhasil meredakan segala kekhawatiran yang memenuhi pikirannya. Hangat, nyaman—seolah seluruh dunia berhenti berputar, memberikan mereka momen yang hanya milik mereka berdua. Luna menyandarkan kepalanya di dada Bian, merasakan detak jantungnya yang stabil, menenangkan. Tidak ada tempat ternyaman selain berada di sisinya, seolah Bian adalah oksigen yang ia butuhkan untuk bertahan hidup. Membayangkan hidup tanpa pria itu terasa tak mungkin lagi, dan setiap kali ada keraguan yang muncul, ia segera tenggelamkan dalam ketenangan pelukannya.“Kamu tahu aku mencintaimu,” bisik Bian di telinga Luna, suaranya rendah namun penuh keyakinan, mengirimkan getaran lembut yang langsung menusuk ke dalam hati Luna. Bian tidak perlu bersuara keras untuk menunjukkan betapa ia sangat menyayangi istrinya—bisikan itu saja sudah cukup untuk mengukir janji tanpa kata-

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Yang Terindah

    “Kita tidak bisa mencampuri hubungan mereka,” ucap Bian, suaranya tenang namun penuh ketegasan. Dia telah mendengar cerita sebenarnya dari Luna—bagaimana Julian tidak menyentuh Sarena sama sekali, bagaimana situasi rumit itu hanyalah bayang-bayang dari ketidakpastian. Tetapi justru karena dia mengetahui kebenarannya, Bian merasa tidak berhak mengambil peran dalam keputusan yang hanya bisa diambil oleh Sarena sendiri. Hatinya berat, namun ia tahu apa yang harus dilakukan.“Sarena sudah jauh lebih dewasa. Dia pasti bisa menyikapi semua ini,” lanjutnya, seolah kata-kata itu diucapkan untuk menenangkan diri sendiri lebih dari sekadar memberi penegasan kepada istrinya. Dia ingin yang terbaik untuk Sarena, tanpa intervensi yang malah akan mengaburkan pilihan yang sebenarnya. Tapi, sebagai kakak, ada kekhawatiran yang tak bisa sepenuhnya ditepiskan. Ia tahu apa yang telah dilewati Julian, dan sebentuk kasih yang tak terucap tumbuh di hatinya.“Biarkan dia yang mengambil keputusan, Luna.” D

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Tentang Sarena

    “Mas…” panggilan lembut Luna meluncur, berusaha menuntut perhatian suaminya yang tengah tenggelam di depan layar laptop. Ada kelembutan sekaligus sedikit tuntutan dalam suaranya, seolah mengingatkan bahwa ia tidak suka diabaikan.Bian menoleh dengan cepat, menyadari bahwa istrinya menginginkan sesuatu lebih dari sekadar jawaban biasa. Senyuman manisnya muncul, memupus segala letih yang terasa. “Ya, Luna, ada apa? Kamu butuh sesuatu, Sayang?” tanyanya dengan nada penuh perhatian.Luna tersenyum kecil, meski seulas kekhawatiran berbayang di matanya. “Tidak, Mas. Aku hanya ingin berbincang.” Kata-katanya sederhana, tetapi tersirat sebuah keinginan untuk didengar dan dimengerti. “Mas sedang sibuk atau bagaimana?” Ia tak ingin mengganggu, tetapi ia juga membutuhkan suaminya untuk bersamanya, sepenuhnya.Bian menatapnya dengan tatapan lembut penuh kasih sayang, mendengar nada halus yang menyiratkan beban dalam kalimat Luna. Meski pekerjaannya belum selesai, ia tak akan pernah meninggalkan i

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Julian Yang Malang

    Luna meremas tangan Sarena dengan lembut, mencoba meyakinkannya untuk terus bercerita. Tatapan penasaran yang dalam terpancar dari matanya, tak dapat disembunyikan oleh ekspresi tenangnya. “Lalu, apa sebenarnya masalahnya?” desaknya lagi, penuh rasa ingin tahu. Mengapa Sarena terlihat begitu sedih padahal ia dan Julian saling mencintai? Bukankah dua orang yang saling mencintai seharusnya menikah dan hidup bahagia?Namun, di dalam hatinya, Luna tahu bahwa pernyataannya itu tak sepenuhnya benar. Pernikahannya dengan Bian tidak dimulai dari cinta sejati; mereka menikah karena keputusan keluarga yang berujung pada pernikahan yang dipaksakan. Namun, seiring berjalannya waktu, cinta perlahan tumbuh di antara mereka. Takdir telah menenun kisah mereka dengan cara yang tak terduga, membawa mereka dari konflik menuju kedamaian, dari kecurigaan menjadi kepercayaan. Sekarang, mereka berada di tempat yang disebut dengan "akhir bahagia" – titik di mana cinta mereka telah melewati segala ujian."Aku

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Dia Akan Menikahimu?

    Luna tersenyum lembut sambil mendekat ke Felicia, gadis kecil yang tampak sibuk dengan pensil warna di tangan. "Hai, Felicia..." sapanya, duduk di sebelah gadis kecil itu. "Apa yang sedang kamu buat, Sayang?" tanyanya dengan hangat, matanya tertuju pada kertas penuh warna di hadapan Felicia.Felicia menoleh dengan senyum lebar. "Ini Ibu, sedang memakai baju pengantin! Dan ini Ayah Julian," jawabnya penuh antusias, telunjuk mungilnya menunjuk tiap karakter yang ia gambar. Matanya berbinar dengan bangga, seolah-olah memperkenalkan dunia imajinasinya kepada Luna.Luna tertawa kecil, matanya menelusuri gambar yang terlihat penuh cinta. "Dan ini kamu, ya?" ujarnya, menunjuk pada sosok kecil di antara gambar Sarena dan Julian. Felicia mengangguk dengan bersemangat, matanya menyorot kebahagiaan murni anak-anak."Hm, kalau ini?" Luna menunjukkan objek kecil di samping mereka yang mirip dengan keranjang bayi. Alisnya terangkat penasaran.Felicia tersenyum ceria, tatapannya polos namun mengandu

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bagaimana Denganmu Luna Sayang

    Setelah masalah Julian dan Sarena selesai, sesuai janjinya pada sahabatnya, Bian, dia membawa adik sahabatnya itu pulang. Dia akan melamar Sarena di hadapan sahabatnya, meminta restu Bian dan Luna.Julian dan Sarena kembali memasuki rumah, membawa serta Felicia yang menggenggam tangan mereka dengan erat. Begitu tiba di ruang tamu, Luna menyambut dengan senyum lebar, matanya berkilau penuh kegembiraan saat melihat adiknya akhirnya kembali. “Ah... akhirnya kamu pulang,” ucap Luna, memeluk Sarena erat-erat. "Aku sangat merindukanmu."Sarena balas memeluk, bibirnya melengkung lembut. “Aku juga merindukanmu, Luna. Sangat rindu. Ah... comelnya.” Sarena menoel pipi bayi tembem yang ada di gendongan Luna. Dia mengambil alih Mikayla dan menciumnya. "Adik bayinya lucu 'kan," ia menunjukkannya pada Felicia. Felicia mengangguk dan dengan malu-malu menyentuh pipi Mikayla."Hai, Felicia, selamat datang," Luna merentangkan tangannya, memeluk gadis kecil itu. Sarena sudah pernah membahas tentang Feli

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Lega

    Sarena menarik napas dalam, suaranya berubah lembut dan penuh kenangan ketika ia mulai bercerita. "Felicia… dia kebahagiaanku, Julian. Dia seperti sinar matahari yang muncul setelah badai, yang menghangatkan dan memberi arti baru dalam hidupku." Kata-katanya mengalir dengan tulus, mengisyaratkan seberapa besar perasaan dan perjuangannya selama ini. Di dalam setiap kata, Sarena menanamkan makna dari cinta seorang ibu yang tanpa syarat, sebuah cinta yang ia pilih dengan seluruh hatinya, walau penuh pengorbanan. Sorot matanya berkabut saat ia memandang Julian, mengungkapkan cinta dan kerinduan yang begitu dalam.Julian menggenggam tangan Sarena dengan lembut, merasakan beban yang selama ini ia bawa sebagai pria yang tiba-tiba diberi kesempatan kedua untuk mengenal putrinya. "Sekarang, dia juga bagian dari kehidupanku," ucapnya dengan suara bergetar, nyaris berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa kehadiran Felicia nyata, bahwa ini bukan mimpi belaka. "Kita akan merawat

DMCA.com Protection Status