Ruangan interior yang didominasi dengan warna gelap dengan si pemilik ruangan berada di balik meja kebesarannya.
"Kenapa bisa terluka?" pertanyaan yang tentu akan ditanyakan pada seseorang yang melihat orang yang dikenal terluka.Izekiel tidak menjawab pertanyaan Nathan, tidak mungkin dia berkata, "Anakmu menamparku gara-gara aku menyukainya,""Ada apa memanggil?" Nathan melemparkan map merah ke meja, menyuruh pria itu untuk membacanya."Ayolah kawan, kamu bisa mengatasi perusahaan mereka," menolak melakukan apa yang diperintahkan dalam berkas itu."Rosalie yang mengambil alih kerjasamanya," jelasnya."Lalu?""Dia akan menerima kerja samaku jika aku bisa membujukmu," Izekiel menghela nafas panjang, datang bersama Rosalie ke ulang tahun perusahaan Nathan sama saja mencari mati.Media akan semakin memanas jika mengetahuinya, Izekiel tidak bisa mengalahkan Nathan. Kontrak kerja sama tadi, benar-benar sangat menguntungkan.Pintu terbuka, seorang perempuan dengan rok ketatnya masuk."Pak, ada gadis yang ingin menemui Anda,""Biarkan masuk," bukan Nathan yang menyuruh namun Izekiel. Tentu gadis yang dimaksud adalah Elleonore. Gadis itu tidak ingin masuk bersama Izekiel, jadi meminta pria itu untuk duluan saja."Siapa?" pertanyaan yang tentunya diabaikan.Menatap pintu yang terbuka dengan kepala gadis yang menyembul di balik pintu."Papa," panggilnya girang, memasuki ruangan itu dengan bekal yang diangkat tinggi-tinggi."Ayo makan siang bersama!"Nathan berdehem dan membuka berkas yang sebenarnya sudah dibaca tadi."Saya sibuk,"acuhnya.Izekiel mengambil kotak makan siang itu dan membukanya."Ayo makan bersama Ive," menarik kursi lain yang tersedia disana untuk gadis itu duduki.Nathan menaikkan sebelah alisnya, tidak suka panggilan Izekiel pada putrinya.Makan siang yang seharusnya untuk Nathan malah dimakan Izekiel. "Enak sekali, Ive sangat pintar memasak," pancingnya."Elleonore, bisa keluar sebentar. Ada yang harus saya bicarakan dengan Izekiel," Elleonore mengangguk."Papa cepat pulang yah, aku akan memasak untuk makan malam nanti," ucapnya dan meninggalkan tempat itu.Perempuan yang ternyata menjadi asisten papanya selalu memberikan tatapan sinis."Kamu ada hubungan apa dengan pak bos?" tanyanya, sesekali melihat cermin guna memperbaiki riasannya."Kepo Mbak?" perempuan itu mencebikkan bibirnya."Saya tinggal di rumah bosnya Mbak," pancingnya yang ternyata diterima dengan baik."Heh, masih kecil udah aneh-aneh saja!""Biar saja, Nathan punya banyak uang. Jadi dipakai beli aja saja, tidak akan habis, kok," mengedipkan matanya.Beberapa kali mengucap maaf dalam hati karena sudah menyebut nama pria itu secara langsung tanpa embel-embel papa.Izekiel yang baru saja keluar, tersenyum melihat wajah jahil Elleonore."Ayo pulang," Elleonore mengangguk semangat dan mengikuti pria itu."Ive, aku juga punya banyak uang,"Pandangan dalam lift kini dialihkan pada pria itu, menatap bingung."Pembahasan kalian tadi Ive,""Hanya candaan," ucapnya, menampilkan senyum terbaik.Elleonore tidak tahu saja, efek dari senyuman itu berefek sangat besar pada Izekiel."Ayo jalan," ajaknya, berharap bisa menjalin hubungan baik dengan Elleonore."Aku lelah Kiel, boleh kita pulang saja?" permintaan yang langsung di angguki Izekiel.Elleonore butuh rehat dari semua kejadian saat ini, mungkin dia akan berusaha menjauh dari pria itu untuk sementara waktu.Sambil melatih diri, selama Elleonore tidak bersikap berlebihan. Maka, Izekiel tidak akan menunjukkan obsesinya.Baru saja mobil itu masuk pekarangan rumah, Daya sudah menunggu diluar. Berlari ke arah mobil tersebut dan mengecek keadaan nonanya."Nona," tatapannya nanar melihat pergelangan tangannya yang lebam.Melepaskan tangan Daya dengan pelan dan pura-pura mengantuk."Bi, aku ngantuk banget. Mau tidur siang dulu yah," Daya mengangguk.Saat asisten pribadi majikannya menelpon dan menyuruh mengecek pergelangan tangan nonanya. Daya panik luar biasa, berpikir bahwa papa nonanya melakukan hal yang tidak-tidak."Makasih Kiel," ucapnya lalu masuk ke rumah.Di tangga atas, Ara menatapnya dengan sengit."Darimana aja lo?" mengacak pinggang, tangannya memegang pulpen.Merasa tidak berbuat salah, Elleonore berlalu begitu saja. Namun, sepertinya Ara tidak akan melepaskannya dengan mudah. Gadis itu menarik rambut Elleonore.Elleonore berdesis kesakitan, berusaha menahan rambut yang semakin ditarik. Memilih untuk tidak melakukan perlawanan, sagat bahaya melakukannya di pinggiran tangga."Aku nggak paham maksud kamu," menarik tangan Ara menjauhi tangga dan berusaha melepaskan tarikan.Tangan itu lepas, namun selanjutnya pipi Elleonore yang panas. Sebuah tamparan baru saja dia layangkan. Beberapa pelayan yang melihat tentu mengabaikan.Pipinya di cengkram kuat, bisa Elleonore rasakan kuku-kuku Ara menusuknya."Lo lihat ini!" tunjuknya pada sebuah pulpen.Elleonore membulatkan mata, dia ingat bukankah benda itu yang dia gunakan untuk menulis alur novelnya. Apa jangan-jangan Ara menemukan bukunya juga?"Pulpen ini milik gue, kenapa bisa ada di kamar lo?"Elleonore melepas paksa cengkraman itu yang berakhir wajahnya tergores. Mengambil pulpen itu dan melemparkannya ke lantai bawah."Berani-beraninya!" Ara berang, ingin mencekik gadis di depannya. Namun, Elleonore lebih dulu mendorong gadis itu.Tentu tidak ada adegan jatuh dari tangga, bisa-bisa Nathan semakin membenci dirinya."Cuman gara-gara pulpen, kamu berani nampar aku?" tentu saja Elleonore terpancing emosi.Ara di dalam novel sangat berbeda dengan di hadapannya."Pulpen itu pemberian papaku!" teriak AraMendorong tubuh gadis itu sampai terlentang dan naik ke atasnya, menekan bahunya agar tidak bisa melawan.Elleonore membalas tamparan itu dengan keras, memastikan wajah mulus di hadapannya parah dari dirinya."Papamu? Yang benar saja? Kau hanya anak pungut Ara!"Ara yang tidak terima baru saja ingin kembali menyerang, namun tubuh di atasnya langsung di dorong ke belakang."Apa yang kau lakukan pada anakku!" Elleonore tertegun, pandangannya mengarah pada Nathan yang membantu Ara berdiri.Apa-apaan ini? Kenapa Ara yang ditolong bukan dirinya? Dadanya kembali sesak, napasnya bergemuruh. Memalingkan wajahnya dan pergi dari sana."Papa, Ara takut," lirihnya, memeluk Nathan."Elleonore!" bentak Nathan, menggeleng pelan melihat sikap gadis itu.Bahkan dari tempatnya, Nathan bisa mendengar Elleonore membanting pintu dengan keras.Berlari ke cermin dan melihat wajahnya yang mengeluarkan darah. Apa Nathan tidak bisa melihat wajah anak kandungnya seberantakan ini gara-gara anak tiri tidak tahu diri itu?Giginya bergemeletuk, berkedip sekali saja air mata itu akan mengenai tangan yang terkepal."Kalau tahu begini, kenapa tidak sekalian mendorong anak pungut itu dari tangga saja?" ucapnya melantur.Menghapus air matanya dengan kasar lalu meringis pelan. Tidak sengaja mengenai lukanya. Lihat saja, jika anak pungut itu playing victim lagi. Akan Elleonore balas berkali-kali lipat.Pintunya diketuk berkali-kali, suara Daya di balik pintu terdengar."Masuk saja Bi," perempuan yang membawa kotak P3K meletakkannya pada nakas dan berlari ke arah gadis itu."Nona," air matanya turun begitu saja.Elleonore tertawa. "Bibi ada-ada saja, aku yang terluka tapi kenapa Bibi yang menangis?"Tentu perempuan itu merasa bersalah, karena gara-gara pulpen yang diberikan pada nonanya penyebab kejadian tadi.Sejak insiden perkelahian itu, Elleonore meminimalisir pertemuan dengan Nathan. Izekiel juga tidak pernah mengunjunginya, satu hal yang harus disyukuri gadis itu.Angin yang membawa dedaunan dengan cahaya matahari sore terasa pas. Mendudukkan diri di kursi taman belakang, sesekali melihat kebun bunga yang dirawat pekerja.Semenjak kembali ke rumah ini, tidak ada pelayan yang mengajaknya bicara. Membalas senyumnya saja sepertinya mereka tidak mau.Daya yang melihat wajah nonanya gundah mendekat."Apa Nona sedang memikirkan hadiah untuk tuan?" Gadis itu menoleh dan mengerutkan keningnya."Hadiah? Untuk apa?" "Besok, ulang tahun tuan,""Besok? Ulang tahun papa?" teriaknya.Nah, baru Elleonore benar-benar gundah. Beranjak dari sana dan mondar-mandir di sekitar taman, berpikir apa yang akan membuat pria itu senang. Memberikan hadiah yang mahal? Pria itu saja bisa membeli apa saja yang lebih mahal. Ingin membuatnya, Elleonore tidak kreatif.Matanya berbinar saat mendapatkan ide, berlari k
Seorang gadis yang bangun dengan suasana hati kacau, berjalan menuju kulkas dan mencebik kesal. Tidak ada makanan yang tersisa disana. Berjalan ke pantry dan hanya menemukan air botol disana. "Waktunya belanja bulanan Sienna," gerutunya, perutnya yang meminta makan sejak tadi. Sesekali menguap saat memasuki kamarnya, akibat tidur hampir jam 5 subuh dan baru bangun saat jam 1 siang. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah buku di tempat tidurnya."Apa lihat-lihat?" menatap sinis pada buku yang juga membuat matanya membengkak akibat menangis.Baru pertama kali ini, Sienna menangis gara-gara buku dan memaki si penulisnya. Bagaimana tidak pemeran utama wanita yang bernama Elleonore tidak pernah merasakan kebahagiaan.Baik itu dari keluarga atau lingkungan, di tambah obsesi aneh Izekiel yang merupakan teman papanya. Sienna yang selalu berharap ada pria yang terobsesi padanya, merinding saat mengetahui bagaimana gilanya obsesi Izekiel."Kalau aku jadi Elleonore, udah aku emba
Rumah megah yang konon katanya kembali di injaki putri pemilik rumah setelah 10 tahun pergi. Meyakinkan diri agar tidak gila dengan keadaan sekarang, Sienna akan memilih menjalani.Tidak, sekarang namanya bukan lagi Sienna, tapi. "Selamat datang Elleonore Ive Grayson," ucapnya pada diri sendiri. Selama seminggu di rumah sakit, Sienna sudah terbiasa dengan nama itu. Sepertinya kehidupan ini datang karena Sienna yang tidak hentinya memaki author tersebut."Nona Elleonore," panggil Bi Daya, mempersilahkan nona mudanya masuk ke rumah itu.Baru Sienna sadari si pemeran perempuan dalam novel itu memiliki nama yang sulit di sebut.Sienna sudah mengatakan cukup memanggilnya dengan nama Elle saja, namun perempuan yang diketahui telah memasuki akhir umur 40 tahun itu enggan.Katanya, lidahnya sudah terbiasa menyebut nama yang sulit itu. Memegang kepalanya pusing memikirkan alur hidupnya."Nona tidak perlu memaksakan mengingat, tugas saya untuk mengenalkan kembali pada Nona," sepertinya Bi Daya
Langit yang dipenuhi bintang dengan bulan yang bersinar terang tidak membuat Elleonore senang. Gadis itu menatap nanar pada tangan yang telah diobati, dia tidak lagi mengingat sensasi panas dingin yang diterimanya. Namun, senyuman pria itu malah menghantuinya.Bagaimana bisa Elleonore dan Izekiel bertemu dengan cepat? Bukankah butuh 1 Minggu untuk pertemuan itu terjadi.Lagian bukannya novel itu dimulai saat Elleonore bertemu Izekiel di ruang tamu, terkait kepulangan Elleonore. Itupun penulisnya hanya menjelaskan sedikit saja.Mencoret-coret buku yang akhirnya di dapatkan dari Daya. "Alurnya berubah?" menggigit pulpen, kebiasaan Elleonore saat kesal."Tidak, alurnya tidak berubah," gadis itu kembali menulis di halaman berikutnya.Pertemuan Elleonore dan Izekiel memang terjadi setelah 1 Minggu, Elleonore kembali ke rumah ini. Namun, karena kecelakaan yang membuat Elleonore di rawat dan terhitung 1 Minggu."Jadi, pertemuan selanjutnya itu di," melingkari tulisan acara perusahaan berka
Setelah insiden memalukan itu, Elleonore kini mengubah panggilannya dari paman menjadi Kiel.Sebenarnya nama Kiel terdengar imut namun, tidak cocok untuk memanggil pria disampingnya itu. Elleonore kira, Izekiel akan menertawakan kebodohannya tentang kartu ATM. Ternyata pria itu tidak membahasnya. Berlanjut dari toko pakaian sehari-hari, Izekiel menariknya ke toko dress dan sepatu.Selanjutnya ke toko tas, padahal Elleonore hanya membutuhkan pakaian saat ini. Tapi tidak apa, toh Izekiel yang mentraktir termasuk makan siang mereka.Dan disinilah mereka, mobil yang awalnya kosong di bagian belakang, kini diisi oleh banyaknya tas belanjaan bermerk."Paman kenal papa darimana?" ucapnya, Elleonore adalah orang yang tidak bisa berhenti bicara."Kiel, Ive!""Iya-iya, Kiel kenal papa darimana?" hal yang selalu membuat Sienna kepo saat membaca buku itu."Dari kamu lahir," Entah candaan atau tidak namun, jawaban sukses membuatnya merinding melihatnya dan memberikan tatapan tidak percaya.Janga
Pagi-pagi sekali, Izekiel sudah berada di dalam kamar Elleonore. Entah siapa yang mengizinkannya masuk, tapi si pemilik kamar belum mengetahui kelakukannnya tersebut."Cantik," ucapnya tertegun, Izekiel bisa gila jika melihat wajah itu terus menerus. Pria yang wajahnya hanya berjarak dua jengkal dari wajah Elleonore sudah berada sekitar sejam di ruangan itu. Menatap aktivitas tidur si pemilik kamar lebih menyenangkan daripada melihat berkas bertumpuk di kantornya.Izekiel menggigit bibir bagian dalamnya tatkala melihat bibir gadis di depannya terbuka. Bibir peach yang sangat menggoda untuk di gigit.Menjauhkan wajahnya saat si pemilik bibir itu melenguh, membuka mata dan berteriak kaget melihat Izekiel. Mengambil bantal dan memukul pria itu sekuat tenaga."Adu, sakit Ive," menahan kedua tangan gadis itu dan mendekatkan wajah mereka.Elleonore memalingkan wajahnya."Brutal sekali," bisiknya pelan, gadis itu mendorong Izekiel dengan sekuat tenaga."Dasar tua bangka mesum!" teriaknya, m
Sejak insiden perkelahian itu, Elleonore meminimalisir pertemuan dengan Nathan. Izekiel juga tidak pernah mengunjunginya, satu hal yang harus disyukuri gadis itu.Angin yang membawa dedaunan dengan cahaya matahari sore terasa pas. Mendudukkan diri di kursi taman belakang, sesekali melihat kebun bunga yang dirawat pekerja.Semenjak kembali ke rumah ini, tidak ada pelayan yang mengajaknya bicara. Membalas senyumnya saja sepertinya mereka tidak mau.Daya yang melihat wajah nonanya gundah mendekat."Apa Nona sedang memikirkan hadiah untuk tuan?" Gadis itu menoleh dan mengerutkan keningnya."Hadiah? Untuk apa?" "Besok, ulang tahun tuan,""Besok? Ulang tahun papa?" teriaknya.Nah, baru Elleonore benar-benar gundah. Beranjak dari sana dan mondar-mandir di sekitar taman, berpikir apa yang akan membuat pria itu senang. Memberikan hadiah yang mahal? Pria itu saja bisa membeli apa saja yang lebih mahal. Ingin membuatnya, Elleonore tidak kreatif.Matanya berbinar saat mendapatkan ide, berlari k
Ruangan interior yang didominasi dengan warna gelap dengan si pemilik ruangan berada di balik meja kebesarannya."Kenapa bisa terluka?" pertanyaan yang tentu akan ditanyakan pada seseorang yang melihat orang yang dikenal terluka.Izekiel tidak menjawab pertanyaan Nathan, tidak mungkin dia berkata, "Anakmu menamparku gara-gara aku menyukainya,""Ada apa memanggil?" Nathan melemparkan map merah ke meja, menyuruh pria itu untuk membacanya."Ayolah kawan, kamu bisa mengatasi perusahaan mereka," menolak melakukan apa yang diperintahkan dalam berkas itu."Rosalie yang mengambil alih kerjasamanya," jelasnya."Lalu?" "Dia akan menerima kerja samaku jika aku bisa membujukmu," Izekiel menghela nafas panjang, datang bersama Rosalie ke ulang tahun perusahaan Nathan sama saja mencari mati.Media akan semakin memanas jika mengetahuinya, Izekiel tidak bisa mengalahkan Nathan. Kontrak kerja sama tadi, benar-benar sangat menguntungkan.Pintu terbuka, seorang perempuan dengan rok ketatnya masuk."Pak,
Pagi-pagi sekali, Izekiel sudah berada di dalam kamar Elleonore. Entah siapa yang mengizinkannya masuk, tapi si pemilik kamar belum mengetahui kelakukannnya tersebut."Cantik," ucapnya tertegun, Izekiel bisa gila jika melihat wajah itu terus menerus. Pria yang wajahnya hanya berjarak dua jengkal dari wajah Elleonore sudah berada sekitar sejam di ruangan itu. Menatap aktivitas tidur si pemilik kamar lebih menyenangkan daripada melihat berkas bertumpuk di kantornya.Izekiel menggigit bibir bagian dalamnya tatkala melihat bibir gadis di depannya terbuka. Bibir peach yang sangat menggoda untuk di gigit.Menjauhkan wajahnya saat si pemilik bibir itu melenguh, membuka mata dan berteriak kaget melihat Izekiel. Mengambil bantal dan memukul pria itu sekuat tenaga."Adu, sakit Ive," menahan kedua tangan gadis itu dan mendekatkan wajah mereka.Elleonore memalingkan wajahnya."Brutal sekali," bisiknya pelan, gadis itu mendorong Izekiel dengan sekuat tenaga."Dasar tua bangka mesum!" teriaknya, m
Setelah insiden memalukan itu, Elleonore kini mengubah panggilannya dari paman menjadi Kiel.Sebenarnya nama Kiel terdengar imut namun, tidak cocok untuk memanggil pria disampingnya itu. Elleonore kira, Izekiel akan menertawakan kebodohannya tentang kartu ATM. Ternyata pria itu tidak membahasnya. Berlanjut dari toko pakaian sehari-hari, Izekiel menariknya ke toko dress dan sepatu.Selanjutnya ke toko tas, padahal Elleonore hanya membutuhkan pakaian saat ini. Tapi tidak apa, toh Izekiel yang mentraktir termasuk makan siang mereka.Dan disinilah mereka, mobil yang awalnya kosong di bagian belakang, kini diisi oleh banyaknya tas belanjaan bermerk."Paman kenal papa darimana?" ucapnya, Elleonore adalah orang yang tidak bisa berhenti bicara."Kiel, Ive!""Iya-iya, Kiel kenal papa darimana?" hal yang selalu membuat Sienna kepo saat membaca buku itu."Dari kamu lahir," Entah candaan atau tidak namun, jawaban sukses membuatnya merinding melihatnya dan memberikan tatapan tidak percaya.Janga
Langit yang dipenuhi bintang dengan bulan yang bersinar terang tidak membuat Elleonore senang. Gadis itu menatap nanar pada tangan yang telah diobati, dia tidak lagi mengingat sensasi panas dingin yang diterimanya. Namun, senyuman pria itu malah menghantuinya.Bagaimana bisa Elleonore dan Izekiel bertemu dengan cepat? Bukankah butuh 1 Minggu untuk pertemuan itu terjadi.Lagian bukannya novel itu dimulai saat Elleonore bertemu Izekiel di ruang tamu, terkait kepulangan Elleonore. Itupun penulisnya hanya menjelaskan sedikit saja.Mencoret-coret buku yang akhirnya di dapatkan dari Daya. "Alurnya berubah?" menggigit pulpen, kebiasaan Elleonore saat kesal."Tidak, alurnya tidak berubah," gadis itu kembali menulis di halaman berikutnya.Pertemuan Elleonore dan Izekiel memang terjadi setelah 1 Minggu, Elleonore kembali ke rumah ini. Namun, karena kecelakaan yang membuat Elleonore di rawat dan terhitung 1 Minggu."Jadi, pertemuan selanjutnya itu di," melingkari tulisan acara perusahaan berka
Rumah megah yang konon katanya kembali di injaki putri pemilik rumah setelah 10 tahun pergi. Meyakinkan diri agar tidak gila dengan keadaan sekarang, Sienna akan memilih menjalani.Tidak, sekarang namanya bukan lagi Sienna, tapi. "Selamat datang Elleonore Ive Grayson," ucapnya pada diri sendiri. Selama seminggu di rumah sakit, Sienna sudah terbiasa dengan nama itu. Sepertinya kehidupan ini datang karena Sienna yang tidak hentinya memaki author tersebut."Nona Elleonore," panggil Bi Daya, mempersilahkan nona mudanya masuk ke rumah itu.Baru Sienna sadari si pemeran perempuan dalam novel itu memiliki nama yang sulit di sebut.Sienna sudah mengatakan cukup memanggilnya dengan nama Elle saja, namun perempuan yang diketahui telah memasuki akhir umur 40 tahun itu enggan.Katanya, lidahnya sudah terbiasa menyebut nama yang sulit itu. Memegang kepalanya pusing memikirkan alur hidupnya."Nona tidak perlu memaksakan mengingat, tugas saya untuk mengenalkan kembali pada Nona," sepertinya Bi Daya
Seorang gadis yang bangun dengan suasana hati kacau, berjalan menuju kulkas dan mencebik kesal. Tidak ada makanan yang tersisa disana. Berjalan ke pantry dan hanya menemukan air botol disana. "Waktunya belanja bulanan Sienna," gerutunya, perutnya yang meminta makan sejak tadi. Sesekali menguap saat memasuki kamarnya, akibat tidur hampir jam 5 subuh dan baru bangun saat jam 1 siang. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah buku di tempat tidurnya."Apa lihat-lihat?" menatap sinis pada buku yang juga membuat matanya membengkak akibat menangis.Baru pertama kali ini, Sienna menangis gara-gara buku dan memaki si penulisnya. Bagaimana tidak pemeran utama wanita yang bernama Elleonore tidak pernah merasakan kebahagiaan.Baik itu dari keluarga atau lingkungan, di tambah obsesi aneh Izekiel yang merupakan teman papanya. Sienna yang selalu berharap ada pria yang terobsesi padanya, merinding saat mengetahui bagaimana gilanya obsesi Izekiel."Kalau aku jadi Elleonore, udah aku emba