"Setelah semalam kamu meninggalkanku, aku minum sampai mabuk. Karena tak bisa menyetir, aku memilih tidur di dalam mobil dan terbangun oleh telpon darimu," jelas Kevin mencari alasan yang bagus. Penjelasan itu diterima begitu saja oleh Nona Marvino membuat Kevin menghela napas lega. Gadis itu bangkit dari duduknya lalu berjalan mengajak Kevin keluar dari restauran. "Kita mau ke mana?" tanya Kevin mengekor di belakangnya. "Tentu saja berbelanja. Kamu gak mungkin kencan pakai baju semalaman, kan?" tanya Nona Marvino sambil tersenyum. Nona Marvino mendekatkan wajahnya ke arah tubuh Kevin dan sedikit mencium bau baju Kevin yang tercampur oleh parfum seseorang. "Lihat! Baumu menyengat sekali, tapi aku gak tahu bau minuman apa itu," ucap Nona Marvino sedikit penasaran. Mereka mengendarai mobil meninggalkan restauran dengan cepat. Beberapa mobil hitam di belakang mengikuti mobil Kevin membuat pria itu sesekali melihat ke kaca spion. Nona Marvino mengikuti arah pandangan Kevin
Lino datang memasuki ruangan Kean sambil membawa berkas untuk mendiskusikan tampilan dekorasi di perusahaan nanti. Mereka ingin mengadakan pesta yang besar dan mengundang banyak pengusaha lain. Pesta ini diadakan bertujuan untuk menjalin kerjasama dengan lebih banyak perusahaan lainnya. Pesta ini juga akan didekorasi seindah dan sesempurna mungkin agar semakin banyak pembisnis yang ingin berinvestasi di perusahaan Adhlino. Lino memperhatikan Kean yang terus membolak-balikkan lembaran berkas dengan ekspresi kesal. Tak biasanya dia melihat Kean tidak fokus seperti itu sedangkan sejak dulu pria itu selalu fokus ketika menyangkut pekerjaan. "Ada apa denganmu?" tanya Lino membuat Kean berhenti bergerak. Kean menutup berkas itu kasar lalu bangkit dari tempat duduknya. Dia berjalan menuju gantungan jasnya kemudian memakainya dan mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja kerja. "Aku keluar sebentar, tolong selesaikan semuanya," pinta Kean sembari berjalan keluar ruangan tanpa me
Kean mengangkat sebelah alisnya melihat ekspresi Nona Marvino yang tak bisa dia baca. Dirinya juga sedikit tak mengerti maksud dari ucapan gadis itu, begitu juga dengan Kevin yang hanya bisa mendengar tanpa tahu arah pembicaraan dua orang yang berada di hadapannya. Tanpa mereka bertiga sadari, sedari tadi mereka menjadi pusat perhatian di cafe. Bagaimana tidak, dengan dua pria tampan duduk di meja yang sama bersama seorang wanita yang memakai topeng unik, siapa yang tidak memperhatikan? Nona Marvino menyadari itu, setelah menghabiskan minumannya dia bangkit dari kursi untuk pergi dari tempat itu. "Sepertinya kamu memiliki kesibukan yang lain, Tuan Kean," ucap Nona Marvino sembari melirik Kean yang terus memperhatikan ponselnya. "Kalau begitu aku izin undur diri lebih dulu dari tempat ini," lanjutnya sambil membungkuk hormat. "Benar, aku sedang sibuk mencari karyawan yang kabur," lirih Kean sambil memijat pelipisnya. Nona Marvino mengangkat sebelah alisnya bingung, dia meliri
Tinggal sehari lagi pesta akan diadakan. Beberapa pelayan yang diberikan tugas sibuk berlalu lalang mempersiapkan seluruh meja yang berada di ruangan. Dekorasi pesta benar-benar dibuat dengan megah sehingga siapapun yang melihatnya nanti akan langsung takjub dengan tampilan itu. Apalagi yang mendesain pesta ini adalah Kean sendiri, pendiri perusahaan termuda dan juga mendapatkan posisi sebagai pendesain terbaik di tahun ini mengalahkan beberapa perusahaan dari berbagai negara. Awalnya Kean berniat membuat pesta untuk perayaan proyeknya dengan Perusahaan Qazlion. Namun, dia memikirkan kembali dan mengubah rencananya seminggu yang lalu menjadi pesta besar-besaran dan mengundang banyak pihak. Kean tak tanggung-tanggung mengeluarkan biaya besar untuk mengadakan pesta ini demi memikat banyak investor nanti. Di tengah kesibukan para karyawan, Azelyn berjalan hati-hati memasuki perusahaan.
Azelyn membersihkan lantai aula pesta sendirian tanpa bantuan siapapun. Dia menarik kemejanya dan menguraikan rambutnya agar menutupi area leher yang memiliki banyak bekas akibat ulah Kean. Lagi-lagi pria itu melanggar kontrak untuk ketiga kalinya membuatnya penuh dengan amarah. "Dasar pria brengsek!" Azelyn melirik tajam ke arah Kean yang sedang memperhatikannya dari lantai dua. Pria itu mengangkat sudut bibirnya seperti sedang mentertawakan dirinya. Gadis bermata biru itu memilih untuk fokus membersihkan dan mempersiapkan ruangan pesta karena besok adalah puncak pesta tersebut. Dia menyapu lantai kemudian lanjut mengepel dan memasang alas meja satu per satu. Meja yang berada di dalam ruangan sekitaran ada 100, belum lagi ada di lantai dua dan tiga. Azelyn memilih langsung membawa semua alas meja itu dengan troli kemudian berkeliling dengan mendorong itu untuk memasangnya. Azelyn sama sekali tak merasa lelah. Dia justru bersemangat karena bekerja sendirian. Kean menyilang
Azelyn mengerjapkan mata beberapa kali mencoba mengembalikan fokusnya. Dia bisa merasakan kepalanya sedang bersandar di bahu seseorang. "Siapa yang memiliki bahu ini? Kenapa tubuh ini terasa familiar, ya?" gumam Azelyn sambil menggerakkan tangannya mencoba meraba tubuh pria itu. Azelyn bisa tahu dari tubuhnya bahwa dia adalah seorang pria yang memiliki bahu lebar serta memiliki otot yang kekar. Tak sengaja Azelyn meraba dan menyentuh dada pria itu, jantungnya langsung berdegup dengan kencang dan mencoba menahan napas takut pria itu akan menyadari aksinya. . Azelyn ingin mengangkat kepalanya, tetapi kepala dari orang yang dia sandar ini berada di atasnya. Beberapa menit kemudian seseorang yang berada di sampingnya itu tersadar, dirinya segera berpura-pura masih tertidur. Kean membuka matanya kemudian melirik ke arah samping, Azelyn masih tertidur di bahunya. Dia melirik jam tangannya, sudah pukul dua belas malam. Tanpa membangunkan Azelyn, Kean langsung bangkit sambil m
Azelyn mencoba menggerakkan pandangannya ke kiri dan ke kanan, semuanya terlihat gelap. Sepertinya ketika dia kehilangan kesadaran tadi kepalanya langsung di tutupi kain. Azelyn bisa merasakan bahwa ikatan di pergelangan tangannya di lepas. Dia merasa bingung mengapa dirinya diculik tapi sekarang dilepas begitu saja. Terakhir, mereka membuka penutup wajah Azelyn. Dia mengerjapkan mata mencoba memfokuskan penglihatannya kembali. Hal yang pertama kali Azelyn lihat adalah kaki seseorang yang memakai sepatu hitam berdiri di hadapannya sekarang. Ukuran sepatu itu terlihat milik seseorang yang sangat familiar untuknya. Gadis bermata biru itu mencoba mendongak untuk melihat apakah pria yang berdiri di hadapannya sekarang ini adalah orang yang dia kira. Seperti tebakannya, benar, orang yang berdiri di hadapannya sekarang adalah Kean. "Kean?...," lirih Azelyn bingung dengan maksud dari semua ini. Kean menyunggingkan senyum sambil memandangi Azelyn yang masih terduduk di kursi. Gadis itu
"Terima kasih sudah datang. Semoga kalian bisa menikmati acara pestanya," sambut Kean singkat kemudian turun dari panggung. Kean berjalan menemui para pengusaha yang menyempatkan hadir ke pestanya. Beberapa pengusaha itu memuji dekorasi ruangan pesta yang diadakannya. Banyak yang tertarik untuk bekerja sama dan berinvestasi ke perusahaannya. Kean tersenyum tipis mendapatkan pujian itu. Allen berjalan menghampirinya sambil membawa segelas minuman. Pria bermanik abu itu memandangi Allen yang berjalan sendirian, sepertinya pria itu datang sendiri. "Terima kasih karena mengundangku, Tuan Kean," ucap Allen sambil mengangkat gelasnya. "Senang melihat kehadiranmu, Tuan Allen," jawab Kean sembari mendentingkan gelasnya pada gelas Allen kemudian meneguknya hingga habis. "Maaf hanya datang sendiri. Karena adikku memiliki urusan yang mendadak harus diselesaikan," jelas Allen yang hanya dijawab anggukan kepala oleh Kean. Dia juga tak terlalu peduli apakah Nona Marvino datang atau tidak.
Laura berjalan menuju ruangan karyawan dengan perasaan gembira. Dia merasa bahwa mendekati Allen adalah pilihan yang tepat. Dirinya merasa pria itu lebih mudah daripada Kean.Laura mulai menyapu dan memunguti sampah-sampah kertas yang berserakan di lantai. Dia merasa enggan memungut itu, seharusnya posisinya sebagai karyawan yang memiliki meja kerja, bukan yang membersihkan seperti ini.Laura terpaksa melakukan tugas itu karena hal yang dia pikirkan adalah bertahan di perusahaan ini sampai dirinya berhasil mendapatkan Allen."Ambilin aku minum dong," ucap salah satu karyawan wanita pada Laura sambil masih fokus mengetik pada komputernya.Laura menoleh ke sana kemari mencoba mencari tahu kepada siapa wanita itu berbicara. Melihat tak ada orang di sekitarnya, dia lebih memilih untuk melanjutkan membersihkan lantai.Wanita itu merasa kesal ketika Laura mengabaikan perintahnya begitu saja. Dia kemudian menggebrak meja dengan keras membuat sekeliling menatapnya, begitu juga dengan Laura."
Kean mengerjapkan matanya beberapa kali ketika sinar matahari masuk dari sela-sela jendelanya. Dia mencoba mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya dia bangun kesiangan karena kelelahan sejak kemarin.Kean segera bangkit kemudian berjalan keluar kamar dan melewati kamar Azelyn, dia mencoba mencari tahu apa yang dilakukan gadis itu, tetapi ketika membuka pintu, sosok gadis itu tak terlihat.Kean berjalan masuk ke kamar Azelyn kemudian melihat secarik kertas yang berada di meja tersebut. Dia mengambil kertas itu kemudian membaca setiap kalimatnya.Azelyn menulis di kertas tersebut bahwa hari ini dia izin untuk pergi karena ada masalah yang terjadi pada temannya. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tak tahu apa akan pulang atau tidak.Kean meremas kertas tersebut, bisa-bisanya Azelyn lagi-lagi pergi tanpa sepengetahuannya. Dia mencoba melihat ponselnya dan membuka aplikasi pelacak, kali ini aplikasinya tak berfungsi lagi karena gadis itu mematikan po
Keesokan harinya Allen langsung menyuruh Laura untuk datang ke perusahaan Marvino. Laura menggunakan kemeja putih dengan rok sepaha untuk pergi ke perusahaan Marvino, pakaiannya benar-benar mencerminkan seorang karyawan wanita di perusahaan. Dia tak tahu posisi apa yang akan diberikan Allen padanya, tetapi dia tak terlalu memikirkannya karena tujuan sebenarnya adalah untuk mendekati pria itu. Laura memesan taksi untuk pergi ke perusahaan tersebut. Ketika taksinya sudah datang, dia lansung meluncur tanpa menunda waktu lagi. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke perusahaan tersebut. Jarak perusahaan Marvino lebih jauh dibanding perusahaan Adhlino, tetapi Laura meyakinkan semangatnya karena dia sudah terlalu lelah untuk mencari pekerjaan dan tak akan membuang kesempatan emas ini. Laura berjalan memasuki perusahaan, tiba-tiba seisi perusahaan meliriknya kemudian berbisik-bisik membuatnya merasa risih. Sepertinya berita tentang dirinya yang dipecat di perusahaan Adhlino secara tak t
Laura berdiri diam di tengah jembatan. Di belakangnya beberapa motor dan mobil berlalu lalang tanpa memedulikan dirinya yang sedang berdiri sendirian. Dia menatap kosong ke arah air sungai yang mengalir dengan deras. Gadis bermanik coklat itu sudah mengirimkan lamaran pekerjaannya ke berbagai tempat setelah dia dipecat dari Perusahaan Adhlino, tetapi satu pun tak ada yang menghubunginya untuk interview. Laura mengacak-acak rambutnya kesal. Dia meremas dokumen lamaran pekerjaannya dengan perasaan penuh emosi. "Azelyn! Ini semua gara-gara kamu! Berani-beraninya kamu menghancurkan karirku! Aku tak akan tinggal diam, aku pasti akan membalasmu!" teriak Laura emosi. Suara teriakannya tenggelam karena suara mobil dan motor yang mengebut. Laura melampiaskan emosinya dengan mengacak-acak rambutnya frustasi. Tanpa sengaja dokumennya terlepas dari genggaman dan terjun jatuh ke bawah sungai. Laura secara spontan menaikkan kaki kanan ke penghalang jembatan mencoba untuk menangkap dokumen
Lino tak menduga bahwa Reliza akan mengatakan itu. Dia melirik ke arah Kean yang masih terdiam sembari menyisir rambutnya ke belakang. "Sepertinya Anda sangat mengenal saya, Nona Reliza," ucap Kean dingin. Dia menatap tajam pada gadis itu kemudian melanjutkan kalimatnya, "Karena Anda terlihat sangat mengenal saya, Anda pasti tahu bagaimana sikap saya pada wanita selama ini, kan?" tanyanya. Reliza terdiam, tentu saja dia sangat mengetahui itu. Karena dia adalah salah satu wanita yang mengejar Kean, tetapi pria itu tak pernah meliriknya sedikit pun. "Saya akan langsung mengatakan tidak suka dan sangat membenci wanita yang selalu ingin menempel pada saya. Jadi, apa Anda masih menganggap saya berbohong dan meragukan pernikahan saya sebagai pernikahan palsu yang diatur?" kata Kean yang langsung membuat Reliza terdiam. Reliza menggenggam erat ujung gaunnya mendengar penuturan Kean. Tentu saja wanita yang selalu menempel pada pria itu yang dimaksud adalah dirinya. Kean melirik ding
Allen melirik pada Azelyn sembari mencoba menahan tawanya. Dia merasa tak percaya dengan situasi yang dia hadapi sekarang. Rumor yang diketahui Allen selama ini adalah Kean memiliki sifat yang dingin. Sebelumnya juga banyak yang mengatakan bahwa Kean adalah pria yang tak berperasaan. Namun, apa ini? Kean justru terlihat sangat posesif pada Azelyn. "Maafkan saya atas sikap saya selama ini, Tuan Kean," kata Allen sambil sedikit membungkuk sebagai tanda permintaan maafnya. "Karena saya sudah berpisah cukup lama dengan Azelyn, saya masih ingin bertemu dan mengobrol dengannya lebih lama lagi, tapi sepertinya saya sudah melewati batas," lanjutnya sembari melirik wanita bermanik biru itu. Kean mengeratkan rangkulannya ketika mendengar perkataan Allen. Perasaannya terasa berdenyut sakit mendengar kalimat itu. Apa itu memiliki arti bahwa pria itu masih menyimpan perasaan pada istrinya? "Saya harap ini tidak terjadi lagi, saya merasa tak nyaman jika istri saya bertemu dengan pria lain t
Kean berniat untuk menghampiri mereka, tetapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya lalu segera berbalik membelakangi mereka berdua yang belum menyadari kehadirannya. "Kenapa aku marah?" gumam Kean merasa heran dengan sikapnya sendiri, lalu mengurungkan niat untuk menghampiri Azelyn lalu segera keluar dari restauran tersebut. Meski mengatakan itu, Kean tetap menunggu Azelyn dan Allen yang masih mengobrol di dalam restauran. Dia duduk di dalam mobil sambil memperhatikan pintu restauran menunggu mereka untuk keluar. Tepat saat itu Azelyn dan Allen keluar dari restauran lalu kembali menjalankan mobil mereka menuju ke tempat selanjutnya. Kean mengikuti ke mana tujuan mereka berdua selanjutnya dari belakang. Allen mengendarai mobil kemudian tak sengaja melihat kaca spion mobilnya, dan menyadari mobil yang berada di belakangnya sedang mengikuti mereka. Allen mencoba berbelok ke arah lain dan mobil itu tetap mengikuti arah yang dia tuju. "Mau ke mana? Apartemenku bukan ke arah si
Azelyn berjalan keluar perusahaan sambil melamun, dirinya mengenal Kevin lebih dari 8 tahun, dan pria itu adalah cinta dan pacar pertama Azelyn. Dulu Azelyn sangat tak bisa melihat Kevin bersedih, karena menginginkan pria itu selalu bahagia di setiap harinya dan mencoba mencari segala cara untuk menghiburnya. Namun, ketika berpapasan dengan Kevin tadi dan melihat raut wajah Kevin yang hendak menangis, Azelyn tak merasakan perasaan apa pun lagi. Dia merasa tak peduli dengan apa yang akan terjadi pada pria itu selanjutnya. Sepertinya perasaannya pada Kevin memang sudah tak tersisa lagi. Azelyn memilih untuk tak terlalu memikirkan itu lagi, mencoba melihat sekeliling perusahaan mencari mobil Kean, tetapi tak terlihat tanda-tanda mobil itu di sekitar situ. Dia berpikir mungkin pria itu sudah pulang lebih dulu untuk beristirahat. Ketika Azelyn hendak pergi menuju halte bus, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti tepat di hadapannya. Kaca mobil itu mulai turun dan terlihat Allen berad
"Apa jangan-jangan kamu cemburu?" "Apa?" Mata Azelyn membelalak, apa bertanya mengenai urusan Kean dengan Nona Marvino termasuk ke dalam kategori cemburu? Azelyn mendorong tubuh Kean agar sedikit menjauh kemudian bangkit dari kursi kerja pria itu. "Tentu saja tidak, aku hanya penasaran dengan pertemuan sesama pengusaha besar," ucap Azelyn beralasan.Jawaban Azelyn justru semakin membuat Kean mengangkat sebelah alisnya bingung. "Aku sudah menawarimu untuk ikut, kalau kamu penasaran, seharusnya kamu menerima tawaran untuk pergi bersamaku." Azelyn langsung menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. "Tidak, aku memang penasaran, tapi aku tahu batasanku," kata Azelyn sembari tersenyum simpul. "Karena semua berkas sudah selesai diperiksa, aku izin pergi," lanjutnya sambil sedikit membungkuk memberi hormat lalu melangkah meninggalkan ruangan. Kean memandangi punggung Azelyn yang berjalan menuju pintu ruangan, kemudian merapikan berkas-berkas tersebut kemudian menghubungi Lino agar datang me