Azelyn memiringkan kepalanya bingung mendengar penuturan dari lelaki yang berdiri di hadapannya itu. Setelah mengatakan itu, Kean langsung keluar dari kamar gadis itu. Azelyn hanya memandangi Kean yang mulai menghilang dari balik pintu kamarnya. Gadis itu acuh dengan perkataan Kean tadi dan kembali fokus pada ponselnya. Azelyn meminta pada Reana untuk mengiriminya banyak tangkapan layar dari percakapan grup chat perusahaan. Azelyn membaca satu per satu pesan tersebut hingga dia terfokus pada profil dari salah satu yang mengomentari foto dirinya. Gadis itu meminta pada Reana untuk mengiriminya dan benar saja, lelaki itu adalah salah satu yang mencoba mencelakainya tadi. Lelaki itu adalah yang berdiri di depannya sambil berdiskusi dengan yang lain harus membawanya ke mana. Azelyn bertanya pada Reana siapa lelaki itu dan gadis itu mengatakan bahwa dia adalah Rian dari divisi 3. Setelah membaca tangkapan layar dari chat tersebut, Azelyn bisa menebak bahwa tujuan lelaki itu adalah
Kean berjalan keluar dari kamar Azelyn sambil mendengarkan ucapan Lino. Lelaki itu meneleponnya karena mendapatkan informasi dari satpam yang sedang berjaga di perusahaan. Satpam itu mengatakan bahwa salah satu kaca ruangan di perusahaan pecah. Mereka menebak bahwa ada maling yang masuk. Namun, saat memperhatikan arah pecahan kaca, kaca itu justru pecah ke arah luar perusahaan bukan ke dalam. Menandakan bahwa kaca itu dipecahkan dari dalam ruangan. Ketika satpam itu berniat memeriksa ke dalam ruangan, ternyata ruangan itu terkunci dari dalam. Sehingga mereka berpikir bahwa seseorang berada di ruangan itu dan keluar dari jendela kecil tersebut. Setelah mendengar cerita itu pikiran Kean langsung tertuju pada Azelyn. Dia langsung berpikir yang memecahkan kaca itu adalah Azelyn karena tubuh gadis itu terluka oleh goresan kaca. Satpam itu memeriksa ruangan CCTV dan mengetahui alasan kenapa pecahan kaca itu bisa ada. Dia mengirimkan rekaman itu pada Lino dan setelah menontonnya, dia
Pertanyaan Lino membuat Kean yang hendak meminum winenya langsung menghentikan pergerakannya. Dia tak kepikiran bahwa Lino akan memberikan pertanyaan itu padanya. "Sebelumnya kamu gak pernah seperti ini. Kamu tahu bahwa Rian suka bermain dengan wanita, tapi kamu tetap membiarkannya bekerja karena melihat potensinya yang bisa memikat klien." Lino merebahkan tubuhnya di sofa saat Kean hanya terdiam tanpa menjawab ucapannya. "Tapi karena sekarang dia mendekati Azelyn, kamu ingin langsung memecatnya? Apa sekarang kamu mulai tertarik pada gadis itu?" lanjut Lino mengulangi pertanyaannya. Kean menunduk dan memejamkan mata setelah mendengar ucapan Lino. Dia menaruh gelas yang sedang di pegangnya lalu menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Tiba-tiba Kean tertawa membuat Lino yang berada di seberang telepon keheranan. Padahal pertanyaan yang diajukan Lino tidak lucu, tetapi sahabatnya itu justru tertawa seperti baru saja mendengar lelucon. "Apa kamu bercanda?" Kean menatap tajam ke ar
Azelyn terdiam mematung setelah mendengarkan pernyataan Kean. "Ada masalah? "Antrian cafe daynight cukup panjang, jangan sampai terlambat sampai ke perusahaan, " ucap Kean sambil melirik jam tangannya. Azelyn langsung tersadar dari lamunannya. Dia mengepalkan tangannya erat menahan emosi ketika melihat lelaki itu mengendarai mobil dan meninggalkan dirinya sendirian. Gadis bermata biru itu menghela napas kasar memikirkan jarak cafe daynight dari apartemen cukup jauh, apalagi jika berangkat ke perusahaan dari tempat itu. Dia harus berjalan memutar dan menempuh perjalanan yang panjang untuk sampai ke perusahaan. Tanpa berpikir lagi, Azelyn mencari kendaraan agar waktunya tak terbuang. Apalagi cafe daynight terkenal dengan kue enaknya sehingga antriannya panjang dan kecil kemungkinan akan tersisa. Azelyn menaiki taksi menuju cafe tersebut. Sepanjang perjalanan dia hanya menggerutu mengutuk Kean yang selalu bersikap seenaknya. Seperti dugaannya, sesampai di cafe antriannya c
Setelah mendengar perkataan Kean, mereka berempat langsung berlutut meminta pengampunan pada atasannya itu. Mereka sangat mengenal sifat Kean, saat ada yang melakukan kesalahan, bosnya itu tak akan berpikir dua kali untuk memecatnya. Mereka berempat menelan ludah gugup tak tahu harus meminta maaf seperti apa agar Kean tak marah. Mereka bertiga melirik Rian dengan tatapan dendam, jika lelaki itu tak merayu mereka untuk mendekati Azelyn, kejadian seperti ini pasti tak akan terjadi. "Kenapa kalian berlutut? Percuma saja," tegas Kean dingin sambil berjalan kembali menuju kursinya. "M-maaf Pak Kean, ini semua salah Rian! Dia yang mengajak kami untuk mendekati Azelyn. Aku sama sekali gak ikut campur dalam rencana, aku hanya ikut-ikutan saja, aku gak tahu kalau wanita yang ingin didekati Rian adalah kekasih Pak Kean," timpal salah satu dari mereka mencoba menyelamatkan diri. Mendengar itu membuat yang lain juga ikut mencoba melimpahkan semua kesalahan pada Rian agar mereka terbebas dari
Kean hanya mengangguk-anggukkan kepala sambil menopang dagu mendengar penjelasan lebih rinci dari Rian tentang bagaimana rencana yang mereka gunakan sesuai perintah Laura. Setelah mendengar semuanya, pria itu tiba-tiba terpikirkan sesuatu. Mereka semua saling pandang setelah mendengar ucapan dari Kean. Meski mereka merasa bingung dengan perkataan atasannya, mereka berempat memilih untuk menerima penawaran itu. Hal yang menjadi prioritas bagi mereka sekarang adalah bertahan di perusahaan. Kean tersenyum kecil membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Memanfaatkan mereka berempat untuk memberikan hukuman pada Laura. Kean menggunakan rencana yang dipersiapkan oleh Laura sendiri untuk membalas gadis itu. Pria itu akan membuat Laura termakan oleh rencananya sendiri. Kean mengizinkan mereka untuk kembali berdiri. Dia mengatakan akan menunda pemecatan mereka asal mereka berhasil melakukan seperti yang dia perintahkan. Pria itu lalu menyuruh mereka berempat untuk keluar dari ru
Azelyn memutar bola matanya malas sambil memijat bahu Kean. Lelaki itu memberikan hukuman padanya dengan memberi pijatan pada pria itu sambil melihat Kean duduk di sofa menikmati kue yang dia belikan. Azelyn sempat takut saat Kean berjalan mendekatinya dan memojokkannya. Dia berpikir lelaki itu berniat memberikan hukuman seperti yang terakhir kali mereka lakukan di ruangan itu, sehingga Azelyn langsung menutup mata pasrah. 'Dasar gila! Apa yang kamu pikirkan!" gerutu Azelyn dalam hati sambil memukul kepalanya pelan. Sepertinya pikirannya sudah mulai membayangkan hal-hal yang seharusnya tak dia pikirkan. "Pijatanmu mulai melemah," kata Kean sambil mendongak melirik ke arah Azelyn. Gadis itu lansung kembali memijat bahu Kean dengan seluruh tenaganya. Bahu Kean benar-benar lebar dan tegap membuat Azelyn kelelahan dan cepat kehilangan tenaga. Gadis itu meminta keringanan pada pria itu karena kakinya terasa pegal berdiri sejak tadi. Kean menyuruh Azelyn untuk duduk di sampingnya. Sete
Lino meniup kuping Reliza membuat gadis itu bergidik. Melihat ekspresi gadis itu membuat Lino tertawa kecil. Dia meletakkan kunci mobil di meja tepat di depan gadis itu lalu bangkit dan berjalan duduk di hadapan Reliza. "Kenapa wajahmu memerah? Apa kamu menyukainya? Sekarang kamu juga menyukaiku?" tanya Lino mengangkat sudut bibirnya. "A-apa katamu!" teriak Reliza sambil menyentuh kedua pipinya. "Aku hanya menyukai Kean, dan aku menyukaimu hanya sebatas menjadi teman tidurku! Meski pada akhirnya kamu menolak," lanjutnya sambil meminum air mineral yang berada di meja. Reliza melirik ke arah kunci mobil yang diserahkan oleh Lino. Kebetulan semalam gadis itu menghubungi Lino dan bertemu dengannya. Reliza menghubungi pria itu untuk menawarkan sebagai teman tidurnya dan semalam mereka sempat tidur bersama. Namun, tiba-tiba seseorang menghubungi Lino dan lelaki itu menghentikan aktivitasnya di tengah-tengah. Dia meminjam mobil miliknya lalu meninggalkannya begitu saja. Setelah itu Li