Azelyn menatap bingung mendengar perkataan Kean. Dia bertanya-tanya kenapa lelaki itu melarangnya untuk menggunakan gaun lagi. Apakah dirinya ternyata terlihat buruk saat menggunakan gaun? "Kamu tidak cocok pakai gaun," ucap Kean. Tebakan gadis itu ternyata benar. Azelyn meremas gaunnya mencoba menahan perasaannya yang merasa kecewa mendengar perkataan Kean. Padahal ketika bercermin di salon tadi, Azelyn melihat dirinya lumayan cantik, bahkan karyawan salon itu juga memujinya. Namun, dia tak tahu bahwa dari pandangan Kean dia terlihat tak cocok. Jika memang terlihat jelek, kenapa Kean tak menyuruhnya untuk mengganti pakaian? Azelyn kembali memalingkan wajahnya ke arah luar jendela. Dia merasa lebih baik memandangi jalan raya dibanding berbicara dengan Kean yang hanya akan membuat perasaannya sakit. Dirinya juga mulai bertanya-tanya kenapa lelaki itu menyuruhnya menggunakan gaun di siang hari begini. Kean memutar musik untuk menghilangkan keheningan di dalam mobil. Mereka melan
Azelyn sedikit terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari Reliza. Mau dilihat dari manapun, sudah jelas bahwa dirinya dan Kean adalah atasan dan bawahan. Mengingat bagaimana Kean menyulitkan hidupnya meski baru sehari menjadi asisten pria itu. Azelyn melirik ke arah Kean yang hanya kembali meneguk minumannya tanpa menjawab pertanyaan Reliza. Melihat Kean yang tak kunjung menjawab, membuat dirinya sedikit berharap bahwa pria itu akan menjawab seperti yang terlintas di imajinasinya. Meski Azelyn tahu bahwa hubungan Kean dan Reliza pasti tak biasa, tetapi di dalam lubuk hatinya entah kenapa gadis itu mengharapkan Kean akan mengakui dirinya sebagai istri, meski itu hanya karena kontrak pernikahan. Reliza tak mengalihkan pandangannya pada Kean karena menunggu jawaban pria itu. Lino melirik Reliza lalu mengalihkan pandangannya pada Kean, padahal menurutnya pertanyaan Reliza cukup mudah untuk di jawab, tetapi sahabatnya itu justru terdiam cukup lama membuatnya bertanya-tanya. "Itu bu
"Sepertinya itu bukan pertanyaan sopan untuk ditanyakan, Nona Reliza," Azelyn balik menatap wnaita itu. Reliza mengepalkan tangannya erat menahan emosi. Padahal dirinya selama ini sangat berusaha menarik perhatian Kean agar mau tidur dengannya, tetapi dia tak menyangka bahwa pria itu ternyata lebih tertarik pada gadis yang lebih rendah dari dirinya. "Aku pernah tidur dengan Kean. Bahkan semalam kami juga melakukannya," lanjut Reliza berbohong. Niatnya sebenarnya adalah untuk kembali memancing Azelyn agar dia menjawab pertanyaannya. Namun, Azelyn masih hanya menatap datar tanpa ekspresi. Ternyata benar dugaannya bahwa Kean terlambat datang karena menghabiskan waktu dengan Reliza.Melihat Azelyn yang diam saja, Reliza merasa kesal, dia mendekatkan tubuhnya pada Azelyn dan membisikkan sesuatu di telinga Azelyn, "Jangan mengira kamu dapat menggoda Kean."Mungkin saja sedari awal tujuan Kean mengajaknya menjalani kontrak pernikahan adalah hanya untuk menjadikan dirinya salah satu tem
Reliza terdiam membeku mendengar sentakan dari Kean. Dia menatap pria itu tak percaya, biasanya Kean hanya akan mengabaikannya, tetapi untuk pertama kalinya pria itu membentaknya. Kean menyuruh Lino untuk menepikan mobilnya. Dia membuka pintu dengan kasar kemudian keluar dari mobil. Dirinya juga membukakan pintu mobil depan kemudian menarik lengan Azelyn untuk keluar. Kean menyuruh Lino menggantikannya pergi ke proyek dan membantunya memeriksa keadaan di sana. Dia berniat untuk kembali lebih dulu ke perusahaan. Lino melirik sebentar ke arah Reliza yang sedang menunduk terdiam kemudian kembali melajukan mobil itu meninggalkan Kean dan Azelyn. Azelyn melirik ke arah Kean yang kini sedang menatap ponselnya. Dia terkejut melihat kejadian tadi. Bagaimana bisa pria itu bersikap kasar pada Reliza? "Kita istirahat sebentar," ucap Kean sambil mengacak-acak rambutnya kasar. Kean melirik sekeliling jalan kemudian berjalan ke arah barat. Tanpa bertanya, Azelyn hanya mengikuti langkah pria
"Kean perkenalkan, sekarang dia akan menjadi ibumu," ucap ayahnya pada Kean yang masih berumur 9 tahun. "Ibu? Sekarang Kean punya Ibu? Hore!" teriak Kean sambil jingkrak kegirangan. Wanita yang disebut sebagai ibu itu tersenyum sambil mengelus rambut Kean dengan lembut. Ayah Kean menyerahkan seluruh pengasuhan pada wanita itu untuk merawat Kean. Kean kecil merasa bahagia kini setiap berangkat dan pulang sekolah, dia diantar dan dijemput oleh seorang ibu seperti anak-anak lainnya. Ketika ayahnya pergi ke luar negeri beberapa bulan untuk bekerja, Kean hanya menghabiskan waktu bersama ibu tirinya. Kean menghadiri acara pesta ulang tahun temannya. Di sana Ibu Kean ikut hadir dan mengobrol dengan ibu murid lainnya. Mereka mengobrol tentang kehebatan anaknya masing-masing. Ibu Kean tak mau kalah, dia memanggil Kean untuk memamerkannya pada para ibu itu. "Benar, kan, Kean sayang? Kalau kamu mendapatkan nilai 100 sempurna dan sibuk belajar les sepulang sekolah?" tanya ibu Kean s
Azelyn perlahan mengangkat tangannya dan menyentuh bekas luka yang berada di dada Kean. Sentuhan tiba-tiba itu membuat pria itu terkejut. "Itu pasti sangat menyakitkan," lirih Azelyn sambil menyentuh luka itu. Ia mengeluarkan ekspresi sedih. Kean tertegun melihat ekspresi yang terlukis di wajah Azelyn. Beberapa saat dirinya sadar dari lamunan kemudian langsung menepis tangan gadis itu. Kean berjalan menjauh kemudian mengambil kemeja yang berada di kuris lalu segera menggunakannya kembali. Dia melirik ke arah Azelyn yang masih memperhatikannya. "Ayo pergi," ucap Kean singkat sambil berjalan keluar kamar meninggalkan Azelyn yang masih duduk di ranjang. Entah kenapa belakangan ini jantungnya terasa berdegup ketika melihat wajah gadis itu dari dekat. Mungkin dia terlalu menaruh perhatian pada Azelyn padahal tujuannya mendekati gadis itu hanya untuk menggunakannya sebagai pelampiasan. Kean memesan taksi untuk kembali ke perusahaan. Dalam perjalanan, dia dan Azelyn tak mengobrol sa
Lino menghela napas lalu bangkit dari hadapan Reliza membuat gadis itu kesal karena ajakannya tak dijawab. Gadis itu menarik ujung kemeja Lino membuat pria itu menoleh. "Bukankah aku pernah bilang kalau aku tak mau menjadi pilihan kedua untukmu, Nona Reliza?" kata Lino membuat gadis itu terdiam dan melepaskan pegangannya pada kemeja Lino. Lino kembali ke tempat duduknya dan memandangi Reliza yang hanya menunduk. "Aku akan mempertimbangkannya." Perkataan Lino membuat Reliza mendongak dan memandangi pria itu dengan tatapan berbinar. "Aku akan menunggu jawabanmu," ungkap Reliza dengan semangat. Lino terdiam melihat ekspresi gadis itu. Dia mengambil air mineral yang berada di hadapannya lalu meneguknya hingga habis. Entah kenapa setelah mendengar ajakan Reliza, jantungnya berdegup tak karuan. Reliza yang tadi menangis kini tersenyum bahagia. Dia tak tahu apa nanti yang akan dikatakan oleh ayahnya, tetapi bagaimanapun yang menjalani kehidupan pernikahan nanti adalah dirinya. Apala
Beberapa hari berlalu, tinggal menghitung hari pesta akan digelar. Beberapa karyawan sibuk menyelesaikan pekerjaan mereka agar bisa segera menghadiri mempersiapkan pesta yang akan dilaksanakan di perusahaan. Kevin yang sedang duduk termenung di meja kerjanya selalu melirik ke arah ponselnya. Pria itu seperti sedang menunggu kabar dari seseorang. "Sudah lewat beberapa hari, kenapa dia belum menghubungiku untuk bertemu? Apa dia tak tertarik padaku?" gumam Kevin kesal sembari mengecek ponselnya yang tak ada notifikasi masuk. "Pak Kevin, belum pulang?" Tiba-tiba seorang wanita datang menghampiri meja kerja Kevin. Pria itu menoleh kemudian tersenyum melihat gadis itu. "Ternyata kamu Sarah, aku pulang sebentar lagi," jawab Kevin memanggil nama gadis itu sembari merapikan meja kerjanya. Sarah memegang pundak Kevin kemudian berbisik di samping telinga pria itu. "Bagaimana kalau malam ini kita menghabiskan waktu bersama?" "Bagaimana suamimu? Apa dia tak akan curiga kalau malam ini