Azelyn perlahan mengangkat tangannya dan menyentuh bekas luka yang berada di dada Kean. Sentuhan tiba-tiba itu membuat pria itu terkejut. "Itu pasti sangat menyakitkan," lirih Azelyn sambil menyentuh luka itu. Ia mengeluarkan ekspresi sedih. Kean tertegun melihat ekspresi yang terlukis di wajah Azelyn. Beberapa saat dirinya sadar dari lamunan kemudian langsung menepis tangan gadis itu. Kean berjalan menjauh kemudian mengambil kemeja yang berada di kuris lalu segera menggunakannya kembali. Dia melirik ke arah Azelyn yang masih memperhatikannya. "Ayo pergi," ucap Kean singkat sambil berjalan keluar kamar meninggalkan Azelyn yang masih duduk di ranjang. Entah kenapa belakangan ini jantungnya terasa berdegup ketika melihat wajah gadis itu dari dekat. Mungkin dia terlalu menaruh perhatian pada Azelyn padahal tujuannya mendekati gadis itu hanya untuk menggunakannya sebagai pelampiasan. Kean memesan taksi untuk kembali ke perusahaan. Dalam perjalanan, dia dan Azelyn tak mengobrol sa
Lino menghela napas lalu bangkit dari hadapan Reliza membuat gadis itu kesal karena ajakannya tak dijawab. Gadis itu menarik ujung kemeja Lino membuat pria itu menoleh. "Bukankah aku pernah bilang kalau aku tak mau menjadi pilihan kedua untukmu, Nona Reliza?" kata Lino membuat gadis itu terdiam dan melepaskan pegangannya pada kemeja Lino. Lino kembali ke tempat duduknya dan memandangi Reliza yang hanya menunduk. "Aku akan mempertimbangkannya." Perkataan Lino membuat Reliza mendongak dan memandangi pria itu dengan tatapan berbinar. "Aku akan menunggu jawabanmu," ungkap Reliza dengan semangat. Lino terdiam melihat ekspresi gadis itu. Dia mengambil air mineral yang berada di hadapannya lalu meneguknya hingga habis. Entah kenapa setelah mendengar ajakan Reliza, jantungnya berdegup tak karuan. Reliza yang tadi menangis kini tersenyum bahagia. Dia tak tahu apa nanti yang akan dikatakan oleh ayahnya, tetapi bagaimanapun yang menjalani kehidupan pernikahan nanti adalah dirinya. Apala
Beberapa hari berlalu, tinggal menghitung hari pesta akan digelar. Beberapa karyawan sibuk menyelesaikan pekerjaan mereka agar bisa segera menghadiri mempersiapkan pesta yang akan dilaksanakan di perusahaan. Kevin yang sedang duduk termenung di meja kerjanya selalu melirik ke arah ponselnya. Pria itu seperti sedang menunggu kabar dari seseorang. "Sudah lewat beberapa hari, kenapa dia belum menghubungiku untuk bertemu? Apa dia tak tertarik padaku?" gumam Kevin kesal sembari mengecek ponselnya yang tak ada notifikasi masuk. "Pak Kevin, belum pulang?" Tiba-tiba seorang wanita datang menghampiri meja kerja Kevin. Pria itu menoleh kemudian tersenyum melihat gadis itu. "Ternyata kamu Sarah, aku pulang sebentar lagi," jawab Kevin memanggil nama gadis itu sembari merapikan meja kerjanya. Sarah memegang pundak Kevin kemudian berbisik di samping telinga pria itu. "Bagaimana kalau malam ini kita menghabiskan waktu bersama?" "Bagaimana suamimu? Apa dia tak akan curiga kalau malam ini
Laura melihat sekeliling ruangan, sudah jam 10 malam, tetapi pekerjaannya baru saja selesai. Gadis itu merenggangkan tubuhnya sebelum merapikan meja kerjanya. Gadis bermata coklat itu mencoba menghubungi Kevin. Mencoba mencari tahu apakah pria itu akan mengangkatnya atau tidak, tetapi nomornya tak bisa dihubungi. Sepertinya pria itu sedang menikmati waktunya bersama karyawan wanita tadi. Laura bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar ruangan. Tak sengaja dia bertemu dengan Rian yang baru saja akan masuk ke dalam lift. Pria itu mempersilahkan Laura untuk masuk lebih dulu. "Kenapa belum pulang?" tanya Rian sambil melirik ke arah Laura. Gadis itu terdiam sebentar lalu mengalihkan pandangannya pada Rian. "Aku gak punya teman pulang, apa kamu mau mengantarku?" tanya Laura sembari menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Rian mengangkat sudut bibirnya lalu merangkul Laura sebagai jawaban. Mereka pergi ke lantai basemen untuk mengambil mobil Rian yang terparkir kemudian pergi me
Setelah mendengar perkataan Nona Marvino, Kevin terdiam sebentar kemudian menyeringai. Pria itu langsung menghilangkan kecurigaan yang terlintas di benaknya sejak tadi. Dia pikir khayalannya tak masuk akal dan memilih untuk tak terlalu memikirkannya lagi dan fokus pada Nona Marvino yang berada di hadapannya sekarang. "Apa kamu siap menghabiskan waktu bersamaku, Nona?" ucap Kevin sambil mengambil minuman juicenya di meja. Kevin mengangkat gelasnya lalu menyeruputnya hingga tersisa setengah. Nona Marvino membalas itu kemudian meneguk winenya hingga habis. Mereka berdua kembali berbicara prihal bisnis yang akan menjadi proyek kerjasama antara perusahaan Adhlino dengan perusahaan Marvino. "Maaf karena mengatakan ini, tapi aku bukan pilihan yang tepat untuk membicarakan ini, karena aku tidak termasuk ke dalam karyawan yang menjalani proyek itu," ucap Kevin sambil memainkan gelasnya. "Mungkin jika aku masuk ke dalam kerjasama proyek, kita bisa membicarakannya dengan nyaman," lanju
Kevin melirik ke arah empat orang lelaki bertubuh kekar dan memakai jas hitam datang menghampirinya. Salah satu pria itu menggenggam lengannya erat membuatnya merasa kesakitan. "Aku ingin mengantar temanku, apa masalah kalian?" ucap Kevin dengan suara keras. Salah satu pria itu merebut Nona Marvino dari gendongan Kevin membuat pria itu berdecak kesal. "Sebenarnya siapa kalian? Kenapa dengan sembarangan menyentuh temanku!" teriak Kevin sambil berusaha merebut Nona Marvino, tetapi salah satu pria itu menghentikannya. "Kami akan membawanya pulang. Anda bisa pergi sekarang, Tuan," ucap pria itu dengan suara berat. Kevin melototi mereka satu per satu. Dia memperhatikan penampilan mereka semua, memakai setelan hitam, tubuh yang kekar, dan memakai earpiece di salah satu telinga mereka."Apa kalian pengawal?" tanya Kevin dengan penuh selidik."Benar, kami pengawal Nona Marvino, jadi Anda bisa pergi sekarang," jawab salah satu pria itu lalu menggendong tubuh Nona Marvino keluar dari resta
"Setelah semalam kamu meninggalkanku, aku minum sampai mabuk. Karena tak bisa menyetir, aku memilih tidur di dalam mobil dan terbangun oleh telpon darimu," jelas Kevin mencari alasan yang bagus. Penjelasan itu diterima begitu saja oleh Nona Marvino membuat Kevin menghela napas lega. Gadis itu bangkit dari duduknya lalu berjalan mengajak Kevin keluar dari restauran. "Kita mau ke mana?" tanya Kevin mengekor di belakangnya. "Tentu saja berbelanja. Kamu gak mungkin kencan pakai baju semalaman, kan?" tanya Nona Marvino sambil tersenyum. Nona Marvino mendekatkan wajahnya ke arah tubuh Kevin dan sedikit mencium bau baju Kevin yang tercampur oleh parfum seseorang. "Lihat! Baumu menyengat sekali, tapi aku gak tahu bau minuman apa itu," ucap Nona Marvino sedikit penasaran. Mereka mengendarai mobil meninggalkan restauran dengan cepat. Beberapa mobil hitam di belakang mengikuti mobil Kevin membuat pria itu sesekali melihat ke kaca spion. Nona Marvino mengikuti arah pandangan Kevin
Lino datang memasuki ruangan Kean sambil membawa berkas untuk mendiskusikan tampilan dekorasi di perusahaan nanti. Mereka ingin mengadakan pesta yang besar dan mengundang banyak pengusaha lain. Pesta ini diadakan bertujuan untuk menjalin kerjasama dengan lebih banyak perusahaan lainnya. Pesta ini juga akan didekorasi seindah dan sesempurna mungkin agar semakin banyak pembisnis yang ingin berinvestasi di perusahaan Adhlino. Lino memperhatikan Kean yang terus membolak-balikkan lembaran berkas dengan ekspresi kesal. Tak biasanya dia melihat Kean tidak fokus seperti itu sedangkan sejak dulu pria itu selalu fokus ketika menyangkut pekerjaan. "Ada apa denganmu?" tanya Lino membuat Kean berhenti bergerak. Kean menutup berkas itu kasar lalu bangkit dari tempat duduknya. Dia berjalan menuju gantungan jasnya kemudian memakainya dan mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja kerja. "Aku keluar sebentar, tolong selesaikan semuanya," pinta Kean sembari berjalan keluar ruangan tanpa me