"Sepertinya itu bukan pertanyaan sopan untuk ditanyakan, Nona Reliza," Azelyn balik menatap wnaita itu. Reliza mengepalkan tangannya erat menahan emosi. Padahal dirinya selama ini sangat berusaha menarik perhatian Kean agar mau tidur dengannya, tetapi dia tak menyangka bahwa pria itu ternyata lebih tertarik pada gadis yang lebih rendah dari dirinya. "Aku pernah tidur dengan Kean. Bahkan semalam kami juga melakukannya," lanjut Reliza berbohong. Niatnya sebenarnya adalah untuk kembali memancing Azelyn agar dia menjawab pertanyaannya. Namun, Azelyn masih hanya menatap datar tanpa ekspresi. Ternyata benar dugaannya bahwa Kean terlambat datang karena menghabiskan waktu dengan Reliza.Melihat Azelyn yang diam saja, Reliza merasa kesal, dia mendekatkan tubuhnya pada Azelyn dan membisikkan sesuatu di telinga Azelyn, "Jangan mengira kamu dapat menggoda Kean."Mungkin saja sedari awal tujuan Kean mengajaknya menjalani kontrak pernikahan adalah hanya untuk menjadikan dirinya salah satu tem
Reliza terdiam membeku mendengar sentakan dari Kean. Dia menatap pria itu tak percaya, biasanya Kean hanya akan mengabaikannya, tetapi untuk pertama kalinya pria itu membentaknya. Kean menyuruh Lino untuk menepikan mobilnya. Dia membuka pintu dengan kasar kemudian keluar dari mobil. Dirinya juga membukakan pintu mobil depan kemudian menarik lengan Azelyn untuk keluar. Kean menyuruh Lino menggantikannya pergi ke proyek dan membantunya memeriksa keadaan di sana. Dia berniat untuk kembali lebih dulu ke perusahaan. Lino melirik sebentar ke arah Reliza yang sedang menunduk terdiam kemudian kembali melajukan mobil itu meninggalkan Kean dan Azelyn. Azelyn melirik ke arah Kean yang kini sedang menatap ponselnya. Dia terkejut melihat kejadian tadi. Bagaimana bisa pria itu bersikap kasar pada Reliza? "Kita istirahat sebentar," ucap Kean sambil mengacak-acak rambutnya kasar. Kean melirik sekeliling jalan kemudian berjalan ke arah barat. Tanpa bertanya, Azelyn hanya mengikuti langkah pria
"Kean perkenalkan, sekarang dia akan menjadi ibumu," ucap ayahnya pada Kean yang masih berumur 9 tahun. "Ibu? Sekarang Kean punya Ibu? Hore!" teriak Kean sambil jingkrak kegirangan. Wanita yang disebut sebagai ibu itu tersenyum sambil mengelus rambut Kean dengan lembut. Ayah Kean menyerahkan seluruh pengasuhan pada wanita itu untuk merawat Kean. Kean kecil merasa bahagia kini setiap berangkat dan pulang sekolah, dia diantar dan dijemput oleh seorang ibu seperti anak-anak lainnya. Ketika ayahnya pergi ke luar negeri beberapa bulan untuk bekerja, Kean hanya menghabiskan waktu bersama ibu tirinya. Kean menghadiri acara pesta ulang tahun temannya. Di sana Ibu Kean ikut hadir dan mengobrol dengan ibu murid lainnya. Mereka mengobrol tentang kehebatan anaknya masing-masing. Ibu Kean tak mau kalah, dia memanggil Kean untuk memamerkannya pada para ibu itu. "Benar, kan, Kean sayang? Kalau kamu mendapatkan nilai 100 sempurna dan sibuk belajar les sepulang sekolah?" tanya ibu Kean s
Azelyn perlahan mengangkat tangannya dan menyentuh bekas luka yang berada di dada Kean. Sentuhan tiba-tiba itu membuat pria itu terkejut. "Itu pasti sangat menyakitkan," lirih Azelyn sambil menyentuh luka itu. Ia mengeluarkan ekspresi sedih. Kean tertegun melihat ekspresi yang terlukis di wajah Azelyn. Beberapa saat dirinya sadar dari lamunan kemudian langsung menepis tangan gadis itu. Kean berjalan menjauh kemudian mengambil kemeja yang berada di kuris lalu segera menggunakannya kembali. Dia melirik ke arah Azelyn yang masih memperhatikannya. "Ayo pergi," ucap Kean singkat sambil berjalan keluar kamar meninggalkan Azelyn yang masih duduk di ranjang. Entah kenapa belakangan ini jantungnya terasa berdegup ketika melihat wajah gadis itu dari dekat. Mungkin dia terlalu menaruh perhatian pada Azelyn padahal tujuannya mendekati gadis itu hanya untuk menggunakannya sebagai pelampiasan. Kean memesan taksi untuk kembali ke perusahaan. Dalam perjalanan, dia dan Azelyn tak mengobrol sa
Lino menghela napas lalu bangkit dari hadapan Reliza membuat gadis itu kesal karena ajakannya tak dijawab. Gadis itu menarik ujung kemeja Lino membuat pria itu menoleh. "Bukankah aku pernah bilang kalau aku tak mau menjadi pilihan kedua untukmu, Nona Reliza?" kata Lino membuat gadis itu terdiam dan melepaskan pegangannya pada kemeja Lino. Lino kembali ke tempat duduknya dan memandangi Reliza yang hanya menunduk. "Aku akan mempertimbangkannya." Perkataan Lino membuat Reliza mendongak dan memandangi pria itu dengan tatapan berbinar. "Aku akan menunggu jawabanmu," ungkap Reliza dengan semangat. Lino terdiam melihat ekspresi gadis itu. Dia mengambil air mineral yang berada di hadapannya lalu meneguknya hingga habis. Entah kenapa setelah mendengar ajakan Reliza, jantungnya berdegup tak karuan. Reliza yang tadi menangis kini tersenyum bahagia. Dia tak tahu apa nanti yang akan dikatakan oleh ayahnya, tetapi bagaimanapun yang menjalani kehidupan pernikahan nanti adalah dirinya. Apala
Beberapa hari berlalu, tinggal menghitung hari pesta akan digelar. Beberapa karyawan sibuk menyelesaikan pekerjaan mereka agar bisa segera menghadiri mempersiapkan pesta yang akan dilaksanakan di perusahaan. Kevin yang sedang duduk termenung di meja kerjanya selalu melirik ke arah ponselnya. Pria itu seperti sedang menunggu kabar dari seseorang. "Sudah lewat beberapa hari, kenapa dia belum menghubungiku untuk bertemu? Apa dia tak tertarik padaku?" gumam Kevin kesal sembari mengecek ponselnya yang tak ada notifikasi masuk. "Pak Kevin, belum pulang?" Tiba-tiba seorang wanita datang menghampiri meja kerja Kevin. Pria itu menoleh kemudian tersenyum melihat gadis itu. "Ternyata kamu Sarah, aku pulang sebentar lagi," jawab Kevin memanggil nama gadis itu sembari merapikan meja kerjanya. Sarah memegang pundak Kevin kemudian berbisik di samping telinga pria itu. "Bagaimana kalau malam ini kita menghabiskan waktu bersama?" "Bagaimana suamimu? Apa dia tak akan curiga kalau malam ini
Laura melihat sekeliling ruangan, sudah jam 10 malam, tetapi pekerjaannya baru saja selesai. Gadis itu merenggangkan tubuhnya sebelum merapikan meja kerjanya. Gadis bermata coklat itu mencoba menghubungi Kevin. Mencoba mencari tahu apakah pria itu akan mengangkatnya atau tidak, tetapi nomornya tak bisa dihubungi. Sepertinya pria itu sedang menikmati waktunya bersama karyawan wanita tadi. Laura bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar ruangan. Tak sengaja dia bertemu dengan Rian yang baru saja akan masuk ke dalam lift. Pria itu mempersilahkan Laura untuk masuk lebih dulu. "Kenapa belum pulang?" tanya Rian sambil melirik ke arah Laura. Gadis itu terdiam sebentar lalu mengalihkan pandangannya pada Rian. "Aku gak punya teman pulang, apa kamu mau mengantarku?" tanya Laura sembari menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Rian mengangkat sudut bibirnya lalu merangkul Laura sebagai jawaban. Mereka pergi ke lantai basemen untuk mengambil mobil Rian yang terparkir kemudian pergi me
Setelah mendengar perkataan Nona Marvino, Kevin terdiam sebentar kemudian menyeringai. Pria itu langsung menghilangkan kecurigaan yang terlintas di benaknya sejak tadi. Dia pikir khayalannya tak masuk akal dan memilih untuk tak terlalu memikirkannya lagi dan fokus pada Nona Marvino yang berada di hadapannya sekarang. "Apa kamu siap menghabiskan waktu bersamaku, Nona?" ucap Kevin sambil mengambil minuman juicenya di meja. Kevin mengangkat gelasnya lalu menyeruputnya hingga tersisa setengah. Nona Marvino membalas itu kemudian meneguk winenya hingga habis. Mereka berdua kembali berbicara prihal bisnis yang akan menjadi proyek kerjasama antara perusahaan Adhlino dengan perusahaan Marvino. "Maaf karena mengatakan ini, tapi aku bukan pilihan yang tepat untuk membicarakan ini, karena aku tidak termasuk ke dalam karyawan yang menjalani proyek itu," ucap Kevin sambil memainkan gelasnya. "Mungkin jika aku masuk ke dalam kerjasama proyek, kita bisa membicarakannya dengan nyaman," lanju