Share

Bab 6.

Penulis: Pena Kara
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-22 21:42:32

“Kenapa kau sangat yakin? Bagaimana kalau anakmu nantinya juga harus berakhir di atas panggung yang sama? Panggung eksekusi.” Kaisar Andreas menganggap sumpah yang baru saja ia dengar hanya seperti sebuah bualan semata.

“Kaisar, bagaimana jika kita tunda eksekusi si pecundang itu? Kita cari anak dari pecundang itu, lalu kita bunuh di hadapannya.” Jenderal Sina memberikan sebuah ide, ide yang sangat menarik untuk dicoba.

“Setuju ... Buat Umar melihat kematian anaknya!” Sorak-sorai penonton yang hadir mendukung ide yang diberikan oleh Jenderal Sina.

“Ha ha ha. Kalian tidak perlu susah-payah mencarinya, dia sedang dalam perjalanan kemari.” Sultan Umar malah menertawakan Jenderal Sina, tak ada sedikit pun rasa takut dalam hati Sultan Umar, ia percaya anaknya akan mampu menembus benteng ini.

“Ha ha ha. Jadi anakmu sudah siap untuk mati di tanganku?” Kaisar Andreas menertawakan balik Sultan Umar. “Sekarang bunuh tikus itu!” Perintah Kaisar Andreas menunjuk ke arah Jamal.

Jamal tak sempat memberontak lagi, sebuah sabetan pedang langsung memutus urat tenggorokannya, Jamal harus tewas di hadapan pemimpinnya.

‘Semoga tuhan memberikan tempat terbaik untukmu, Jamal. Jika saja kau mau menunggu kedatangan anakku, mungkin kau akan selamat.’ Sultan Umar menyesalkan tindakan Jamal yang terlalu semangat untuk membebaskannya.

“Rantai Umar di atas panggung! Kita lihat, apakah anaknya benar-benar akan datang kemari?” Kaisar Andreas pun berlalu untuk kembali ke dalam kastel.

“Berikan dia makan sehari sekali! Kita tidak boleh membiarkannya mati sebelum dia melihat kematian anaknya.” Jenderal Sina pun juga berlalu pergi.

Para warga dibubarkan, anak buah Jenderal Sina kembali ditugaskan untuk berjaga di area tembok besar, beberapa terlihat ditugaskan untuk membersihkan sisa-sisa dari kekacauan yang terjadi. Sultan Umar ditinggalkan sendirian di atas tiang, di bawah terik matahari, dengan kaki dan tangan yang dirantai.

Utsman beserta para rombongan sudah semakin dekat dengan wilayah kekaisaran Andreas. Tak hanya pasukan Utsman, beberapa sisa pasukan Sultan Umar yang mereka temui di jalan, juga ikut putar arah untuk kembali ikut melakukan serangan lanjutan.

“Ini tempat kami berkemah dua hari lalu, dan ini adalah terowongan yang digunakan oleh tuan sultan.” Seseorang yang ikut pada serangan pertama sedang menunjukkan terowongan yang mereka gali.

“Kalau begitu, kita akan berkemah di sini. Kumpulkan para penasihat dan pemimpin pasukan!” Utsman akhirnya memutuskan untuk berkemah di tempat yang sama, tempat di mana ayahnya mendirikan tenda di sana.

Pemandangan yang mengerikan bagi para anak buah Jenderal Sina, dari atas tembok besar mereka melihat pasukan musuh dengan pakaian perang sedang berbaris lurus, memanjang bak ular dari besi. Memang jika dipikir lagi, ini jelas bukan serangan yang main-main, diperkirakan pasukan musuh berjumlah sekitar 150.000, dua kali lipat dari serangan sebelumnya.

“Aku tidak pernah melihat pasukan sebanyak ini, sepertinya inilah akhir dari kekuasaan Kaisar Andreas.”

“Kita harus segera melaporkannya kepada Jenderal Sina, perlu persiapan yang benar-benar sempurna untuk menghalau pasukan sebanyak itu.”

Rasa ketakutan mulai menghampiri hati para anak buah Jenderal Sina, “Sepertinya sumpah Sultan Umar, bukan hanya omong kosong belaka.” Terlihat seseorang sedang melapor sambil bertekuk lutut di hadapan Jenderal Sina.

“Benarkah? Aku tak menyangka jika pecundang itu memiliki pasukan yang begitu banyak. Kalau begitu, segera keluarkan semua senjata dari dalam gudang!”

Sedangkan di dalam tenda para pasukan, Utsman terlihat sedang melakukan rapat bersama para penasihat dan juga pemimpin pasukan.

“Lalu bagaimana cara Anda untuk menghadirkan tembok tersebut?” Tanya Azlan kepada Utsman.

“Kita gunakan terowongan yang telah dibuat.” Jawaban dari Utsman ini tentu saja membuat para pasukannya kaget, mengingat kegagalan rencana sebelumnya juga menggunakan terowongan.

“Apa Anda sudah gila? Terowongan tersebut sudah menjadi terowongan yang buntu, tidak ada jalan untuk masuk ke sana.”

“Tidak, kau tadi bertanya bagaimana cara untuk menghancurkan tembok? Bukan cara untuk masuk ke dalam sana. Kita akan menghancurkan tembok-tembok tersebut dengan menggunakan terowongan yang telah dibuat oleh para pasukan sebelumnya.”

“Jika Anda sudah punya rencana, lalu apa tujuan Anda mengumpulkan kami di sini?”

“Yang menjadi pertanyaanku adalah kenapa mereka mengetahui rencana terowongan yang dibuat oleh ayahku? Apakah di antara para pasukan ada yang membocorkan informasi kepada musuh?”

Utsman yang tak mengetahui metode air dalam baskom, menganggap bahwa musuh mengetahui rencana terowongan karena memperoleh informasi dari salah satu orang yang ada di pasukannya.

Tak ada satu pun yang berani menjawab pertanyaan dari Utsman, mereka khawatir jika memberikan jawaban yang salah, mengingat Utsman adalah orang yang sangat temperamental, jika sedang marah, singa pun tak akan berani mendekat.

“Dan untuk kalian para pemimpin pasukan, aku membutuhkan satu kelompok pasukan yang bertugas untuk membuat terowongan, pasukan siapa yang sanggup membuat terowongan sejauh seratus meter dalam waktu semalam saja?”

“Pilih saja, kami semua selalu siap untuk ditugaskan”

“Baiklah. Kalau begitu sekarang kalian bisa beristirahat, siapkan tenaga untuk perang besok pagi! Untuk Havir kau tetap di sini! Aku akan memberikan tugas untuk menggali terowongan kepadamu.”

Para penasihat dan pemimpin pasukan pun kembali ke tendanya masing-masing, meninggalkan Havir berdua dengan Utsman.

“Havir, aku memilihmu untuk menggali terowongan, tapi berjanjilah untuk menjaga rahasia ini!”

“Rahasia?” Havir bingung, jantung mulai berdebar-debar. Jika hanya untuk menggali terowongan, jelas ia mampu untuk menanganinya, namun untuk menjaga rahasia, tentu saja ada beban tambahan.

“Havir, masuklah ke dalam terowongan yang telah dibuat oleh pasukan sebelumnya! Ketika sudah berada di area fondasi, buatlah terowongan mengikuti alur fondasi tersebut! Setidaknya kau harus membuat sepanjang dua ratus meter.” Utsman membisikkan rencananya pada Havir.

“Lalu rahasia apa yang harus aku jaga?” tanya Havir yang masih tak mengerti dengan beban tambahannya.

“Jangan sampai ada yang mengetahui rencana ini! termasuk para penasihat dan pemimpin pasukan yang lain.”

“Tapi? Bukankah Anda tadi sudah mengatakan kepada mereka jika akan menggali terowongan? Lalu apa yang harus saya rahasiakan?”

“Mereka tidak mengetahui bahwa terowongan itu dibuat mengikuti alur fondasi, mereka pasti mengira aku akan membuat terowongan yang memotong fondasi hingga masuk ke dalam area musuh.”

Utsman berusaha kuat agar strategi yang direncanakan tidak diketahui oleh pihak musuh, Utsman masih curiga jika dipihaknya ada seorang pengkhianat.

Bab terkait

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 7.

    Havir segera mengerahkan pasukan yang dipimpinnya untuk menggali terowongan. Havir yang ditugaskan untuk menjaga dengan rapat rahasia ini, berjaga di mulut terowongan.Sambil menunggu terowongan siap digunakan, Utsman mencoba untuk mengirimkan seorang utusan untuk menegosiasikan pembebasan ayahnya, serta permintaan pembukaan akses pada daerah kekaisaran.“Siapa di antara kalian yang mau mengirimkan surat negosiasi ini kepada Kaisar Andreas?” di hadapan sekumpulan pasukan, Utsman mencari orang yang mau untuk menyampaikan pesannya kepada pasukan musuh.Tak ada satu pun yang berani menjawab, tugas yang begitu berisiko dan terasa sedikit gila, mereka takut akan menjadi tawanan jika masuk ke daerah musuh seorang diri.“Kami mendengar, dan kami taat,” teriak Abu memecah keheningan.“Berikan tugas itu padaku!” Abu malah meminta untuk mengemban tugas itu. Tak heran, Abu memang orang yang sedikit geser otaknya, yang ada d

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 8.

    Abu berjalan keluar, masih ditemani oleh dua pengawal yang sedari tadi mengikutinya dari belakang. Sesaat sebelum keluar dari pintu kastel, Abu baru menyadari bahwa kakinya sedang berjalan di sebuah permadani yang bagus. “Hai Andreas, bolehkah aku ambil ini?” Abu memang benar-benar tak waras, setelah masuk dengan tidak sopan, kini ia malah ingin mengambil sebuah barang dari kastel. Kaisar Andreas tak habis pikir melihat tingkah Abu, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya, baru kali ini ada seorang utusan tak waras yang berani menghadap pada dirinya. “Jadi tak boleh?” merasa tak mendapat persetujuan, Abu menyimpulkan jawabannya sendiri. Abu mengeluarkan pisau kecilnya, kemudian merobek sedikit permadani di kakinya dengan pisau. “Kalau hanya sebesar ini?” tanya Abu yang sambil memperlihatkan potongan kecil permadani pada Kaisar Andreas. “Dasar orang gila, bawa dia keluar!” Kaisar Andreas sudah muak, tak ingin lagi rasanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 9.

    Tiga hari sudah berlalu, namun surat dari Utsman belum juga mendapatkan balasan. Di bawah sinar rembulan Utsman semakin membulatkan tekad untuk melakukan penyerangan.“Tuan, terowongan sudah siap dari kemarin, lalu apa yang kita tunggu?” tanya Havir.“Aku masih berprasangka baik kepada mereka, selama tiga hari ini aku terus menunggu dengan penuh harap, menunggu surat perdamaian dari mereka.”“Tuan, saya sangat setuju dengan Anda. Tapi? Pikiran ini tak pernah tenang memikirkan Sultan Umar yang tertawan oleh musuh.”“Terima kasih sudah sangat peduli dengan keselamatan ayahku. Aku sudah memutuskan, malam ini adalah batas terakhir dari perdamaian, jika tidak datang juga surat perdamaian, tembok pelindung mereka akan rata dengan tanah.”“Baiklah tuan, kalau begitu saya izin untuk kembali bertugas mengawasi mulut terowongan”“Lakukan rencana terakhir kita, Buatlah lubang tepat di de

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 10.

    Malam sudah mulai beranjak pamit, cahaya fajar tampak malu-malu mulai mengintip dari sisi timur, Utsman beserta para pasukan sudah berdiri gagah siap mendobrak tembok perbatasan.Abu terlihat berjalan sendirian dengan menunggangi keledainya, langkah demi langkah semakin dekat dengan tembok besar, meninggalkan para pasukan yang berada jauh di belakang.“Ini sebuah pemandangan yang sangat mengerikan, ribuan pasukan merayap panjang bak ular dari besi,” ucap seorang pengawas dengan raut wajah cemas, yang sedang memantau pasukan Utsman dari atas tembok besar.“Hai lihatlah! Bukankah itu orang gila yang kemarin, dia datang lagi,” seorang pengawas lain sedang mengacungkan telunjuknya ke arah Abu.“Sudah biarkan saja! Yang terpenting kita harus segera melapor kepada Jenderal Sina, musuh pasti akan mulai menyerang.”Abu berdiri tepat pada pinggiran parit, dia mencari sebuah lubang yang sudah dipersiapkan oleh para p

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 11.

    Dari arah belakang Kaisar Andreas tiba-tiba terlihat dua orang datang dengan menaiki sebuah kereta kuda, “Kaisar ... Ini kami sudah membawanya kemari.” Terlihat seseorang dengan kepala yang ditutup oleh kain, dilemparkan begitu saja jatuh ke tanah. “Lihatlah Utsman! Jika kau berani maju, akan kupisahkan kepala ini dari tubuhnya.” Ucap Kaisar Andreas sambil menginjakkan kakinya di atas kepala yang sedang tertutup itu. “Kau pikir kau siapa? Tak ada satu orang pun yang akan menghentikanku menegakkan keadilan” “Apa kau yakin?” Ejek Kaisar Andreas. Dengan perlahan Kaisar Andreas membuka kain penutup pada kepala yang diinjaknya. Tali dibuka, kain ditarik. Semua pasukan Utsman terperangah kaget, orang yang tadi diinjak oleh Kaisar Andreas adalah Sultan Umar. “Hahaha Bagaimana Utsman?” Tawa Kaisar Andreas menghancurkan hati para pasukan. Utsman tak bisa berbuat banyak ketika melihat ayahnya sedang dalam keadaan tak berdaya seperti itu,

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-12
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 1.

    Terlihat 50.000 pasukan lengkap dengan alat tempurnya siap untuk berperang. Berdiri dengan gagah, siap untuk menggulingkan kekaisaran Andreas. Mereka hanya menunggu aba-aba dari sang pemimpin, Sultan Umar. “Ayo, berangkat!” Dengan suara lantang Sultan Umar berjalan pada barisan terdepan, memimpin para pasukan yang sudah siap mati di medan perang. Ribuan kaki kuda yang berlari dengan serentak, mampu membuat tanah yang dipijaknya bergetar. Sultan beserta pasukannya mulai meninggalkan kemah-kemah perang, kemah yang mereka gunakan untuk beristirahat di malam hari, juga digunakan untuk mengobati pasukan yang terluka parah akibat peperangan. Kemah mereka berjarak satu kilometer dari musuh, satu kilometer adalah jarak yang ideal, karena panah-panah musuh tak mampu menjangkau jarak sejauh itu. “Lewat sini!” teriak sang sultan mengarahkan para pasukan untuk mengikutinya, mereka menuju ke sebuah pintu gerbang. Satu satunya jalan untuk masuk ke d

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-13
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 2.

    Jenderal Sina segera mengabarkan kondisi perang kepada Kaisar Andreas, “Pasukan musuh sudah berhasil kita pukul mundur.”Kaisar Andreas dengan tawa penuh kegembiraan menyambut kemenangan ini.Sedangkan di pihak Sultan Umar terlihat beberapa orang masih dalam proses pengobatan, mereka sibuk mengistirahatkan tubuh serta pikirannya, menstabilkan kembali emosi yang bergejolak akibat kekalahan telak mereka.“Sultanku, bagaimana rencana Anda? Ini sudah hari keempat, tapi belum juga terlihat hasil yang pasti. Apa kita sudahi saja? Atau Anda masih punya rencana lain?” tanya seorang penasihat.“Kumpulkan semua pemimpin pasukan!” Sultan Umar menjawab pertanyaan dengan sebuah perintah.Seluruh pemimpin pasukan dikumpulkan, Sultan Umar sengaja tidak mengumpulkan seluruh pasukan, karena para pasukan butuh waktu istirahat setelah perang habis-habisan hari ini.Lagi pula jika berpidato di hadapan seluruh pasukan, Sultan

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-13
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 3.

    Di pihak Kaisar Andreas terlihat seseorang sedang memperhatikan sebuah baskom berisi air, “Lihatlah ini!” serunya memanggil teman yang berdiri di sampingnya,Terlihat air dalam baskom bergoyang. “Kau jaga di sini! Aku akan melaporkannya pada Jenderal Sina.” Langsung saja dengan berlari dia menuju ke tempat sang jenderal.“Lapor Jenderal, terlihat air dalam baskom tidak stabil, sepertinya pasukan musuh sedang merencanakan untuk menyerang dari bawah tanah.” dengan napas tersengal-sengal dia melaporkan pada Jenderal Sina.Lantas saja Jenderal Sina bangkit dari duduknya, dia ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri, ”Di mana?” Jenderal Sina berjalan cepat menuju jejeran baskom yang berisi air.Tanpa sepengetahuan Sultan Umar, di atas tembok besar ternyata terdapat barisan baskom yang berisi air, tiap baskom berjarak sepuluh meter, ini digunakan sebagai metode sederhana untuk mendeteksi pergerakan bawah tan

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-13

Bab terbaru

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 11.

    Dari arah belakang Kaisar Andreas tiba-tiba terlihat dua orang datang dengan menaiki sebuah kereta kuda, “Kaisar ... Ini kami sudah membawanya kemari.” Terlihat seseorang dengan kepala yang ditutup oleh kain, dilemparkan begitu saja jatuh ke tanah. “Lihatlah Utsman! Jika kau berani maju, akan kupisahkan kepala ini dari tubuhnya.” Ucap Kaisar Andreas sambil menginjakkan kakinya di atas kepala yang sedang tertutup itu. “Kau pikir kau siapa? Tak ada satu orang pun yang akan menghentikanku menegakkan keadilan” “Apa kau yakin?” Ejek Kaisar Andreas. Dengan perlahan Kaisar Andreas membuka kain penutup pada kepala yang diinjaknya. Tali dibuka, kain ditarik. Semua pasukan Utsman terperangah kaget, orang yang tadi diinjak oleh Kaisar Andreas adalah Sultan Umar. “Hahaha Bagaimana Utsman?” Tawa Kaisar Andreas menghancurkan hati para pasukan. Utsman tak bisa berbuat banyak ketika melihat ayahnya sedang dalam keadaan tak berdaya seperti itu,

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 10.

    Malam sudah mulai beranjak pamit, cahaya fajar tampak malu-malu mulai mengintip dari sisi timur, Utsman beserta para pasukan sudah berdiri gagah siap mendobrak tembok perbatasan.Abu terlihat berjalan sendirian dengan menunggangi keledainya, langkah demi langkah semakin dekat dengan tembok besar, meninggalkan para pasukan yang berada jauh di belakang.“Ini sebuah pemandangan yang sangat mengerikan, ribuan pasukan merayap panjang bak ular dari besi,” ucap seorang pengawas dengan raut wajah cemas, yang sedang memantau pasukan Utsman dari atas tembok besar.“Hai lihatlah! Bukankah itu orang gila yang kemarin, dia datang lagi,” seorang pengawas lain sedang mengacungkan telunjuknya ke arah Abu.“Sudah biarkan saja! Yang terpenting kita harus segera melapor kepada Jenderal Sina, musuh pasti akan mulai menyerang.”Abu berdiri tepat pada pinggiran parit, dia mencari sebuah lubang yang sudah dipersiapkan oleh para p

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 9.

    Tiga hari sudah berlalu, namun surat dari Utsman belum juga mendapatkan balasan. Di bawah sinar rembulan Utsman semakin membulatkan tekad untuk melakukan penyerangan.“Tuan, terowongan sudah siap dari kemarin, lalu apa yang kita tunggu?” tanya Havir.“Aku masih berprasangka baik kepada mereka, selama tiga hari ini aku terus menunggu dengan penuh harap, menunggu surat perdamaian dari mereka.”“Tuan, saya sangat setuju dengan Anda. Tapi? Pikiran ini tak pernah tenang memikirkan Sultan Umar yang tertawan oleh musuh.”“Terima kasih sudah sangat peduli dengan keselamatan ayahku. Aku sudah memutuskan, malam ini adalah batas terakhir dari perdamaian, jika tidak datang juga surat perdamaian, tembok pelindung mereka akan rata dengan tanah.”“Baiklah tuan, kalau begitu saya izin untuk kembali bertugas mengawasi mulut terowongan”“Lakukan rencana terakhir kita, Buatlah lubang tepat di de

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 8.

    Abu berjalan keluar, masih ditemani oleh dua pengawal yang sedari tadi mengikutinya dari belakang. Sesaat sebelum keluar dari pintu kastel, Abu baru menyadari bahwa kakinya sedang berjalan di sebuah permadani yang bagus. “Hai Andreas, bolehkah aku ambil ini?” Abu memang benar-benar tak waras, setelah masuk dengan tidak sopan, kini ia malah ingin mengambil sebuah barang dari kastel. Kaisar Andreas tak habis pikir melihat tingkah Abu, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya, baru kali ini ada seorang utusan tak waras yang berani menghadap pada dirinya. “Jadi tak boleh?” merasa tak mendapat persetujuan, Abu menyimpulkan jawabannya sendiri. Abu mengeluarkan pisau kecilnya, kemudian merobek sedikit permadani di kakinya dengan pisau. “Kalau hanya sebesar ini?” tanya Abu yang sambil memperlihatkan potongan kecil permadani pada Kaisar Andreas. “Dasar orang gila, bawa dia keluar!” Kaisar Andreas sudah muak, tak ingin lagi rasanya

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 7.

    Havir segera mengerahkan pasukan yang dipimpinnya untuk menggali terowongan. Havir yang ditugaskan untuk menjaga dengan rapat rahasia ini, berjaga di mulut terowongan.Sambil menunggu terowongan siap digunakan, Utsman mencoba untuk mengirimkan seorang utusan untuk menegosiasikan pembebasan ayahnya, serta permintaan pembukaan akses pada daerah kekaisaran.“Siapa di antara kalian yang mau mengirimkan surat negosiasi ini kepada Kaisar Andreas?” di hadapan sekumpulan pasukan, Utsman mencari orang yang mau untuk menyampaikan pesannya kepada pasukan musuh.Tak ada satu pun yang berani menjawab, tugas yang begitu berisiko dan terasa sedikit gila, mereka takut akan menjadi tawanan jika masuk ke daerah musuh seorang diri.“Kami mendengar, dan kami taat,” teriak Abu memecah keheningan.“Berikan tugas itu padaku!” Abu malah meminta untuk mengemban tugas itu. Tak heran, Abu memang orang yang sedikit geser otaknya, yang ada d

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 6.

    “Kenapa kau sangat yakin? Bagaimana kalau anakmu nantinya juga harus berakhir di atas panggung yang sama? Panggung eksekusi.” Kaisar Andreas menganggap sumpah yang baru saja ia dengar hanya seperti sebuah bualan semata.“Kaisar, bagaimana jika kita tunda eksekusi si pecundang itu? Kita cari anak dari pecundang itu, lalu kita bunuh di hadapannya.” Jenderal Sina memberikan sebuah ide, ide yang sangat menarik untuk dicoba.“Setuju ... Buat Umar melihat kematian anaknya!” Sorak-sorai penonton yang hadir mendukung ide yang diberikan oleh Jenderal Sina.“Ha ha ha. Kalian tidak perlu susah-payah mencarinya, dia sedang dalam perjalanan kemari.” Sultan Umar malah menertawakan Jenderal Sina, tak ada sedikit pun rasa takut dalam hati Sultan Umar, ia percaya anaknya akan mampu menembus benteng ini.“Ha ha ha. Jadi anakmu sudah siap untuk mati di tanganku?” Kaisar Andreas menertawakan balik Sultan Umar. &ldqu

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 5.

    Jamal merasa sakit hati ketika mendengar pemimpinnya direndahkan.Bagi Jamal, orang lain boleh merendahkan dirinya, namun tidak ada satu orang pun yang boleh menginjak harga diri pemimpinnya.“Hentikan, Jamal! Jangan terpancing,” terdengar suara seorang pasukan yang berusaha untuk menahan emosi Jamal.Melihat pancingannya mendapatkan tanggapan, membuat Jenderal Sina kembali melontarkan beberapa kalimat pancingan lagi.“Umar akan mati sebagai seorang pecundang. Bukankah itu pantas untuk seorang pemimpin seperti dia?” Jenderal Sina sengaja melemparkan kalimat-kalimat celaan.“Jangan pernah menghina orang yang telah menyelamatkanku!” Dengan kemarahan yang memuncak, Jamal berlari ke arah Jenderal Sina, beberapa bawahan Jenderal Sina dilewatinya dengan sekali tebasan pedang.Badan yang kekar karena pernah menjadi budak selama bertahun-tahun, dan keahlian bermain pedang yang sudah sangat terasah, membuat Jamal d

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 4.

    Bala bantuan tak kunjung datang, area perkemahan sudah dibongkar, para pasukan sudah bersiap untuk kembali pulang.Sisa pasukan yang sedikit serta tidak adanya pemimpin membuat mereka tidak bisa melanjutkan peperangan. Mereka tak mau berlama-lama lagi, mereka takut jika pasukan musuh datang menyergap.Sementara itu di alun-alun kastel Kaisar Andreas sudah dipersiapkan sebuah menara, tak terlalu tinggi, namun cukup jelas untuk dilihat dari kejauhan, Sultan Umar akan dieksekusi di atas sana.“Ayo, cepat! Jangan sampai kita ketinggalan.” Berita pengeksekusian Sultan Umar sudah tersebar ke berbagai pelosok kerajaan, semua warga berbondong-bondong untuk menyaksikan peristiwa ini.Alun-alun kastel sudah dipenuhi oleh berbagai kalangan, tak hanya bawahan Kaisar Andreas saja, rakyat jelata pun ikut menyaksikan acara ini, beberapa orang penulis sejarah juga sudah siap untuk mengabadikan momen ini.“Berdiri!” Dua orang pengawal membuk

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 3.

    Di pihak Kaisar Andreas terlihat seseorang sedang memperhatikan sebuah baskom berisi air, “Lihatlah ini!” serunya memanggil teman yang berdiri di sampingnya,Terlihat air dalam baskom bergoyang. “Kau jaga di sini! Aku akan melaporkannya pada Jenderal Sina.” Langsung saja dengan berlari dia menuju ke tempat sang jenderal.“Lapor Jenderal, terlihat air dalam baskom tidak stabil, sepertinya pasukan musuh sedang merencanakan untuk menyerang dari bawah tanah.” dengan napas tersengal-sengal dia melaporkan pada Jenderal Sina.Lantas saja Jenderal Sina bangkit dari duduknya, dia ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri, ”Di mana?” Jenderal Sina berjalan cepat menuju jejeran baskom yang berisi air.Tanpa sepengetahuan Sultan Umar, di atas tembok besar ternyata terdapat barisan baskom yang berisi air, tiap baskom berjarak sepuluh meter, ini digunakan sebagai metode sederhana untuk mendeteksi pergerakan bawah tan

DMCA.com Protection Status