Share

Terbukanya Gerbang Keadilan
Terbukanya Gerbang Keadilan
Author: Pena Kara

Bab 1.

Author: Pena Kara
last update Last Updated: 2021-08-13 14:59:55

Terlihat 50.000 pasukan lengkap dengan alat tempurnya siap untuk berperang. Berdiri dengan gagah, siap untuk menggulingkan kekaisaran Andreas. Mereka hanya menunggu aba-aba dari sang pemimpin, Sultan Umar.

“Ayo, berangkat!” Dengan suara lantang Sultan Umar berjalan pada barisan terdepan, memimpin para pasukan yang sudah siap mati di medan perang.

Ribuan kaki kuda yang berlari dengan serentak, mampu membuat tanah yang dipijaknya bergetar.

Sultan beserta pasukannya mulai meninggalkan kemah-kemah perang, kemah yang mereka gunakan untuk beristirahat di malam hari, juga digunakan untuk mengobati pasukan yang terluka parah akibat peperangan.

Kemah mereka berjarak satu kilometer dari musuh, satu kilometer adalah jarak yang ideal, karena panah-panah musuh tak mampu menjangkau jarak sejauh itu.

“Lewat sini!” teriak sang sultan mengarahkan para pasukan untuk mengikutinya, mereka menuju ke sebuah pintu gerbang.

Satu satunya jalan untuk masuk ke dalam pertahanan musuh adalah dengan cara menurunkan jembatan angkat yang berada tepat di depan pintu gerbang.

 “Berhenti!”

Perjalanan Sultan Umar berserta pasukannya terhenti di depan sebuah parit.

“Siapa yang mau menjadi umpan untuk menyeberangi parit ini? Kemudian menurunkan jembatan dari seberang sana,” tanya Sultan Umar.

"Biarkan saya yang menjadi umpan."

Semua pasukan menawarkan dirinya untuk menjadi umpan, loyalitas pasukan Sultan Umar memang tidak diragukan lagi.

Memang tidak mudah untuk mengalahkan Kaisar Andreas, pertahanan yang dibuat oleh nenek moyangnya sudah berdiri kokoh selama seribu tahun lebih.

Tiga lapis tembok besar mengelilingi kekaisaran ini, selain tinggi, tembok mereka juga dibuat sangat tebal.

Tak main-main, lapisan pertama adalah tembok setinggi empat meter dengan tebal tiga meter, yang di belakangnya langsung dilapisi oleh tembok kedua dengan tinggi delapan meter dengan tebal yang sama, dan tembok setinggi dua belas meter berada di lapisan paling belakang, jarak antar lapisan adalah tiga meter.

Para pemanah biasanya ditempatkan pada lapisan ketiga, memanah dari atas ketinggian tentu saja membuat para lawannya kewalahan.

Selain itu, pada bagian depan tembok pertama dibuat parit selebar lima meter dengan kedalaman tiga meter, ini bertujuan agar kuda-kuda lawan tak bisa menyeberang.

"Maaf Sultan, apakah tuan lupa kalau parit ini begitu lebar dan dalam? Jika memaksa kuda untuk masuk kedalam parit, maka kuda kuda kita tidak akan bisa keluar dari dalam parit." ucap salah seorang penasihat.

“Dua puluh barisan terdepan, yang memakai baju besi, kalian maju menjadi umpan! Turunlah dari kuda dan masuklah kedalam parit! Sedangkan sisanya, kalian alihkan perhatian para pemanah! Lepaskan anak panah kalian ke arah pemanah musuh! Buat mereka sibuk!”

Sultan Umar sudah memberikan perintah, lima ribu pasukan segera turun dari kuda kemudian terjun ke dalam parit.

“Maju!” terdengar semangat para prajurit yang menggebu-gebu, pedang yang haus akan darah, mereka acungkan ke arah musuh.

Sedangkan Sultan Umar bersama dengan yang lain, terus meluncurkan anak panahnya ke arah atas dinding, terus menyibukkan tim pemanah musuh.

“Alihkan pasukan ke arah jembatan!” Perintah Jenderal Sina.

Di saat kondisi perang seperti ini, Jenderal Sina mendapatkan tugas langsung dari Kaisar Andreas untuk menjaga wilayahnya.

Jenderal Sina diberikan wewenang penuh untuk mengambil keputusan tanpa harus menunggu perintah dari Kaisar Andreas.

Segera saja beberapa ratus orang siap menghadang pasukan Sultan Umar di pintu gerbang, siap menebas kepala pasukan Sultan Umar yang berusaha mendaki ke atas parit.

“Keluarkan minyak dan panah menggunakan panah api!” Jenderal Sina memberikan perintah kepada pasukan yang berdiri di atas dinding pertama.

Para bawahan Jenderal Sina menyiramkan minyak ke dalam parit, kemudian meluncurkan anak panah yang ujungnya adalah bola-bola api yang menyala.

Beberapa pasukan Sultan Umar pun terlihat basah kuyup tersiram minyak, mereka harus tunggang langgang berlarian untuk menghindari panah-panah api yang berusaha membakar tubuh mereka.

Beberapa pasukan yang terbakar, terlihat sedang menggulingkan badannya ke tanah, berusaha untuk memadamkan api yang membakar baju besinya.

Namun nahas, tanah yang mereka pijak juga sudah basah oleh minyak, berguling di atas tanah tidak akan membuat api yang membakar baju besi padam.

“Tarik semua pasukan, kita mundur!” melihat pasukannya terbakar hangus membuat Sultan Umar harus menarik mundur pasukannya.

Namun tak semudah itu, para bawahan Jenderal Sina semakin menggila, minyak yang terus mereka siramkan membuat pasukan Sultan Umar harus terbakar dalam lautan api.

“Ayo, cepat naik!” para pasukan saling bahu membahu untuk menyelamatkan temannya, ini adalah salah satu keunggulan dari pasukan Sultan Umar, mereka lebih mementingkan temannya ketimbang dirinya sendiri.

Mayat mulai bergelimpangan, tak banyak yang bisa selamat keluar dari parit, lebih dari setengah pasukan umpan harus tewas terpanggang di dalam parit yang sedang berkobar, semangat para pasukan pun juga ikut hangus terlalap api.

 “Terus panah! Jangan biarkan mereka lolos!” anak panah yang diluncurkan oleh para bawahan Jenderal Sina, terus menghujani baju besi pasukan Sultan Umar, mereka tak membiarkan musuhnya lolos begitu saja.

Sedangkan pada barisan belakang di pihak Sultan Umar, masih terus dibuat kewalahan oleh pasukan pemanah musuh yang berdiri di atas dinding ketiga, mereka masih terus jual beli serangan.

Pada kondisi seperti ini, pasukan pemanah Sultan Umar tentu saja pada posisi yang sulit, karena mereka harus memanah ke arah atas dan melawan gravitasi.

“Sultan, sebaiknya kita mundur dulu, kita tidak bisa paksakan peperangan ini, kita susun strategi baru.”

Seorang penasihat memberikan saran kepada Sultan Umar, dia adalah Azlan, satu dari beberapa orang yang menjadi penasihat perang.

“Segera selamatkan diri Anda! Jangan pedulikan kami!” terdengar suara seseorang dari dalam parit.

Sultan Umar mencoba untuk berpikir jernih, melihat kondisi pasukannya yang kocar-kacir memang tidak memungkinkan untuk memenangkan peperangan ini.

Segera Sultan Umar menarik mundur pasukannya, “Semuanya, Mundur!”

Mendengar perintah mundur keluar dari mulut sang sultan, mereka langsung memperkuat pertahanan mereka, menyimpan kembali busur panah ke belakang punggung, membuat barisan tameng untuk menghalau hujan panah yang terus meluncur ke arah mereka.

"Segera buat barisan tameng! Selamatkan para korban!" Perintah Sultan Umar

Para korban langsung dievakuasi kembali ke area perkemahan, pengobatan dan perawatan harus segera mereka dapatkan, ini bertujuan untuk menghindari bertambahnya korban jiwa pada pasukan.

"Semua korban yang masih bisa diselamatkan sudah kita bawa kembali ke area perkemahan."

"Kalau begitu tarik mundur semua pasukan."

Karena melihat kondisi para pasukannya yang kocar-kacir akhirnya Sultan Umar menarik seluruh pasukannya, mencoba untuk menyusun strategi baru untuk kembali esok hari.

“Sudah cukup!” teriak Jendral Sina. Ketikamelihat musuhnya mundur, Jenderal Sina memerintahkan anak buahnya untuk berhenti menyerang.

Beberapa pemanah dari pihaknya juga mengalami luka parah, bahkan beberapa orang juga harus tewas di tempat karena tertembus oleh anak panah para pasukan Sultan Umar.

Peperangan hari ini harus berakhir, Sultan Umar bersama pasukannya sudah berhasil dipukul mundur.

Sedangkan Jenderal Sina dan anak buahnya sengaja tak mengejar p

Kedua belah pihak lebih memilih mengobati pasukan yang terluka ketimbang melanjutkan perang.

Related chapters

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 2.

    Jenderal Sina segera mengabarkan kondisi perang kepada Kaisar Andreas, “Pasukan musuh sudah berhasil kita pukul mundur.”Kaisar Andreas dengan tawa penuh kegembiraan menyambut kemenangan ini.Sedangkan di pihak Sultan Umar terlihat beberapa orang masih dalam proses pengobatan, mereka sibuk mengistirahatkan tubuh serta pikirannya, menstabilkan kembali emosi yang bergejolak akibat kekalahan telak mereka.“Sultanku, bagaimana rencana Anda? Ini sudah hari keempat, tapi belum juga terlihat hasil yang pasti. Apa kita sudahi saja? Atau Anda masih punya rencana lain?” tanya seorang penasihat.“Kumpulkan semua pemimpin pasukan!” Sultan Umar menjawab pertanyaan dengan sebuah perintah.Seluruh pemimpin pasukan dikumpulkan, Sultan Umar sengaja tidak mengumpulkan seluruh pasukan, karena para pasukan butuh waktu istirahat setelah perang habis-habisan hari ini.Lagi pula jika berpidato di hadapan seluruh pasukan, Sultan

    Last Updated : 2021-08-13
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 3.

    Di pihak Kaisar Andreas terlihat seseorang sedang memperhatikan sebuah baskom berisi air, “Lihatlah ini!” serunya memanggil teman yang berdiri di sampingnya,Terlihat air dalam baskom bergoyang. “Kau jaga di sini! Aku akan melaporkannya pada Jenderal Sina.” Langsung saja dengan berlari dia menuju ke tempat sang jenderal.“Lapor Jenderal, terlihat air dalam baskom tidak stabil, sepertinya pasukan musuh sedang merencanakan untuk menyerang dari bawah tanah.” dengan napas tersengal-sengal dia melaporkan pada Jenderal Sina.Lantas saja Jenderal Sina bangkit dari duduknya, dia ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri, ”Di mana?” Jenderal Sina berjalan cepat menuju jejeran baskom yang berisi air.Tanpa sepengetahuan Sultan Umar, di atas tembok besar ternyata terdapat barisan baskom yang berisi air, tiap baskom berjarak sepuluh meter, ini digunakan sebagai metode sederhana untuk mendeteksi pergerakan bawah tan

    Last Updated : 2021-08-13
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 4.

    Bala bantuan tak kunjung datang, area perkemahan sudah dibongkar, para pasukan sudah bersiap untuk kembali pulang.Sisa pasukan yang sedikit serta tidak adanya pemimpin membuat mereka tidak bisa melanjutkan peperangan. Mereka tak mau berlama-lama lagi, mereka takut jika pasukan musuh datang menyergap.Sementara itu di alun-alun kastel Kaisar Andreas sudah dipersiapkan sebuah menara, tak terlalu tinggi, namun cukup jelas untuk dilihat dari kejauhan, Sultan Umar akan dieksekusi di atas sana.“Ayo, cepat! Jangan sampai kita ketinggalan.” Berita pengeksekusian Sultan Umar sudah tersebar ke berbagai pelosok kerajaan, semua warga berbondong-bondong untuk menyaksikan peristiwa ini.Alun-alun kastel sudah dipenuhi oleh berbagai kalangan, tak hanya bawahan Kaisar Andreas saja, rakyat jelata pun ikut menyaksikan acara ini, beberapa orang penulis sejarah juga sudah siap untuk mengabadikan momen ini.“Berdiri!” Dua orang pengawal membuk

    Last Updated : 2021-08-15
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 5.

    Jamal merasa sakit hati ketika mendengar pemimpinnya direndahkan.Bagi Jamal, orang lain boleh merendahkan dirinya, namun tidak ada satu orang pun yang boleh menginjak harga diri pemimpinnya.“Hentikan, Jamal! Jangan terpancing,” terdengar suara seorang pasukan yang berusaha untuk menahan emosi Jamal.Melihat pancingannya mendapatkan tanggapan, membuat Jenderal Sina kembali melontarkan beberapa kalimat pancingan lagi.“Umar akan mati sebagai seorang pecundang. Bukankah itu pantas untuk seorang pemimpin seperti dia?” Jenderal Sina sengaja melemparkan kalimat-kalimat celaan.“Jangan pernah menghina orang yang telah menyelamatkanku!” Dengan kemarahan yang memuncak, Jamal berlari ke arah Jenderal Sina, beberapa bawahan Jenderal Sina dilewatinya dengan sekali tebasan pedang.Badan yang kekar karena pernah menjadi budak selama bertahun-tahun, dan keahlian bermain pedang yang sudah sangat terasah, membuat Jamal d

    Last Updated : 2021-08-16
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 6.

    “Kenapa kau sangat yakin? Bagaimana kalau anakmu nantinya juga harus berakhir di atas panggung yang sama? Panggung eksekusi.” Kaisar Andreas menganggap sumpah yang baru saja ia dengar hanya seperti sebuah bualan semata.“Kaisar, bagaimana jika kita tunda eksekusi si pecundang itu? Kita cari anak dari pecundang itu, lalu kita bunuh di hadapannya.” Jenderal Sina memberikan sebuah ide, ide yang sangat menarik untuk dicoba.“Setuju ... Buat Umar melihat kematian anaknya!” Sorak-sorai penonton yang hadir mendukung ide yang diberikan oleh Jenderal Sina.“Ha ha ha. Kalian tidak perlu susah-payah mencarinya, dia sedang dalam perjalanan kemari.” Sultan Umar malah menertawakan Jenderal Sina, tak ada sedikit pun rasa takut dalam hati Sultan Umar, ia percaya anaknya akan mampu menembus benteng ini.“Ha ha ha. Jadi anakmu sudah siap untuk mati di tanganku?” Kaisar Andreas menertawakan balik Sultan Umar. &ldqu

    Last Updated : 2021-09-22
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 7.

    Havir segera mengerahkan pasukan yang dipimpinnya untuk menggali terowongan. Havir yang ditugaskan untuk menjaga dengan rapat rahasia ini, berjaga di mulut terowongan.Sambil menunggu terowongan siap digunakan, Utsman mencoba untuk mengirimkan seorang utusan untuk menegosiasikan pembebasan ayahnya, serta permintaan pembukaan akses pada daerah kekaisaran.“Siapa di antara kalian yang mau mengirimkan surat negosiasi ini kepada Kaisar Andreas?” di hadapan sekumpulan pasukan, Utsman mencari orang yang mau untuk menyampaikan pesannya kepada pasukan musuh.Tak ada satu pun yang berani menjawab, tugas yang begitu berisiko dan terasa sedikit gila, mereka takut akan menjadi tawanan jika masuk ke daerah musuh seorang diri.“Kami mendengar, dan kami taat,” teriak Abu memecah keheningan.“Berikan tugas itu padaku!” Abu malah meminta untuk mengemban tugas itu. Tak heran, Abu memang orang yang sedikit geser otaknya, yang ada d

    Last Updated : 2021-09-22
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 8.

    Abu berjalan keluar, masih ditemani oleh dua pengawal yang sedari tadi mengikutinya dari belakang. Sesaat sebelum keluar dari pintu kastel, Abu baru menyadari bahwa kakinya sedang berjalan di sebuah permadani yang bagus. “Hai Andreas, bolehkah aku ambil ini?” Abu memang benar-benar tak waras, setelah masuk dengan tidak sopan, kini ia malah ingin mengambil sebuah barang dari kastel. Kaisar Andreas tak habis pikir melihat tingkah Abu, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya, baru kali ini ada seorang utusan tak waras yang berani menghadap pada dirinya. “Jadi tak boleh?” merasa tak mendapat persetujuan, Abu menyimpulkan jawabannya sendiri. Abu mengeluarkan pisau kecilnya, kemudian merobek sedikit permadani di kakinya dengan pisau. “Kalau hanya sebesar ini?” tanya Abu yang sambil memperlihatkan potongan kecil permadani pada Kaisar Andreas. “Dasar orang gila, bawa dia keluar!” Kaisar Andreas sudah muak, tak ingin lagi rasanya

    Last Updated : 2021-09-22
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 9.

    Tiga hari sudah berlalu, namun surat dari Utsman belum juga mendapatkan balasan. Di bawah sinar rembulan Utsman semakin membulatkan tekad untuk melakukan penyerangan.“Tuan, terowongan sudah siap dari kemarin, lalu apa yang kita tunggu?” tanya Havir.“Aku masih berprasangka baik kepada mereka, selama tiga hari ini aku terus menunggu dengan penuh harap, menunggu surat perdamaian dari mereka.”“Tuan, saya sangat setuju dengan Anda. Tapi? Pikiran ini tak pernah tenang memikirkan Sultan Umar yang tertawan oleh musuh.”“Terima kasih sudah sangat peduli dengan keselamatan ayahku. Aku sudah memutuskan, malam ini adalah batas terakhir dari perdamaian, jika tidak datang juga surat perdamaian, tembok pelindung mereka akan rata dengan tanah.”“Baiklah tuan, kalau begitu saya izin untuk kembali bertugas mengawasi mulut terowongan”“Lakukan rencana terakhir kita, Buatlah lubang tepat di de

    Last Updated : 2021-10-01

Latest chapter

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 11.

    Dari arah belakang Kaisar Andreas tiba-tiba terlihat dua orang datang dengan menaiki sebuah kereta kuda, “Kaisar ... Ini kami sudah membawanya kemari.” Terlihat seseorang dengan kepala yang ditutup oleh kain, dilemparkan begitu saja jatuh ke tanah. “Lihatlah Utsman! Jika kau berani maju, akan kupisahkan kepala ini dari tubuhnya.” Ucap Kaisar Andreas sambil menginjakkan kakinya di atas kepala yang sedang tertutup itu. “Kau pikir kau siapa? Tak ada satu orang pun yang akan menghentikanku menegakkan keadilan” “Apa kau yakin?” Ejek Kaisar Andreas. Dengan perlahan Kaisar Andreas membuka kain penutup pada kepala yang diinjaknya. Tali dibuka, kain ditarik. Semua pasukan Utsman terperangah kaget, orang yang tadi diinjak oleh Kaisar Andreas adalah Sultan Umar. “Hahaha Bagaimana Utsman?” Tawa Kaisar Andreas menghancurkan hati para pasukan. Utsman tak bisa berbuat banyak ketika melihat ayahnya sedang dalam keadaan tak berdaya seperti itu,

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 10.

    Malam sudah mulai beranjak pamit, cahaya fajar tampak malu-malu mulai mengintip dari sisi timur, Utsman beserta para pasukan sudah berdiri gagah siap mendobrak tembok perbatasan.Abu terlihat berjalan sendirian dengan menunggangi keledainya, langkah demi langkah semakin dekat dengan tembok besar, meninggalkan para pasukan yang berada jauh di belakang.“Ini sebuah pemandangan yang sangat mengerikan, ribuan pasukan merayap panjang bak ular dari besi,” ucap seorang pengawas dengan raut wajah cemas, yang sedang memantau pasukan Utsman dari atas tembok besar.“Hai lihatlah! Bukankah itu orang gila yang kemarin, dia datang lagi,” seorang pengawas lain sedang mengacungkan telunjuknya ke arah Abu.“Sudah biarkan saja! Yang terpenting kita harus segera melapor kepada Jenderal Sina, musuh pasti akan mulai menyerang.”Abu berdiri tepat pada pinggiran parit, dia mencari sebuah lubang yang sudah dipersiapkan oleh para p

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 9.

    Tiga hari sudah berlalu, namun surat dari Utsman belum juga mendapatkan balasan. Di bawah sinar rembulan Utsman semakin membulatkan tekad untuk melakukan penyerangan.“Tuan, terowongan sudah siap dari kemarin, lalu apa yang kita tunggu?” tanya Havir.“Aku masih berprasangka baik kepada mereka, selama tiga hari ini aku terus menunggu dengan penuh harap, menunggu surat perdamaian dari mereka.”“Tuan, saya sangat setuju dengan Anda. Tapi? Pikiran ini tak pernah tenang memikirkan Sultan Umar yang tertawan oleh musuh.”“Terima kasih sudah sangat peduli dengan keselamatan ayahku. Aku sudah memutuskan, malam ini adalah batas terakhir dari perdamaian, jika tidak datang juga surat perdamaian, tembok pelindung mereka akan rata dengan tanah.”“Baiklah tuan, kalau begitu saya izin untuk kembali bertugas mengawasi mulut terowongan”“Lakukan rencana terakhir kita, Buatlah lubang tepat di de

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 8.

    Abu berjalan keluar, masih ditemani oleh dua pengawal yang sedari tadi mengikutinya dari belakang. Sesaat sebelum keluar dari pintu kastel, Abu baru menyadari bahwa kakinya sedang berjalan di sebuah permadani yang bagus. “Hai Andreas, bolehkah aku ambil ini?” Abu memang benar-benar tak waras, setelah masuk dengan tidak sopan, kini ia malah ingin mengambil sebuah barang dari kastel. Kaisar Andreas tak habis pikir melihat tingkah Abu, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya, baru kali ini ada seorang utusan tak waras yang berani menghadap pada dirinya. “Jadi tak boleh?” merasa tak mendapat persetujuan, Abu menyimpulkan jawabannya sendiri. Abu mengeluarkan pisau kecilnya, kemudian merobek sedikit permadani di kakinya dengan pisau. “Kalau hanya sebesar ini?” tanya Abu yang sambil memperlihatkan potongan kecil permadani pada Kaisar Andreas. “Dasar orang gila, bawa dia keluar!” Kaisar Andreas sudah muak, tak ingin lagi rasanya

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 7.

    Havir segera mengerahkan pasukan yang dipimpinnya untuk menggali terowongan. Havir yang ditugaskan untuk menjaga dengan rapat rahasia ini, berjaga di mulut terowongan.Sambil menunggu terowongan siap digunakan, Utsman mencoba untuk mengirimkan seorang utusan untuk menegosiasikan pembebasan ayahnya, serta permintaan pembukaan akses pada daerah kekaisaran.“Siapa di antara kalian yang mau mengirimkan surat negosiasi ini kepada Kaisar Andreas?” di hadapan sekumpulan pasukan, Utsman mencari orang yang mau untuk menyampaikan pesannya kepada pasukan musuh.Tak ada satu pun yang berani menjawab, tugas yang begitu berisiko dan terasa sedikit gila, mereka takut akan menjadi tawanan jika masuk ke daerah musuh seorang diri.“Kami mendengar, dan kami taat,” teriak Abu memecah keheningan.“Berikan tugas itu padaku!” Abu malah meminta untuk mengemban tugas itu. Tak heran, Abu memang orang yang sedikit geser otaknya, yang ada d

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 6.

    “Kenapa kau sangat yakin? Bagaimana kalau anakmu nantinya juga harus berakhir di atas panggung yang sama? Panggung eksekusi.” Kaisar Andreas menganggap sumpah yang baru saja ia dengar hanya seperti sebuah bualan semata.“Kaisar, bagaimana jika kita tunda eksekusi si pecundang itu? Kita cari anak dari pecundang itu, lalu kita bunuh di hadapannya.” Jenderal Sina memberikan sebuah ide, ide yang sangat menarik untuk dicoba.“Setuju ... Buat Umar melihat kematian anaknya!” Sorak-sorai penonton yang hadir mendukung ide yang diberikan oleh Jenderal Sina.“Ha ha ha. Kalian tidak perlu susah-payah mencarinya, dia sedang dalam perjalanan kemari.” Sultan Umar malah menertawakan Jenderal Sina, tak ada sedikit pun rasa takut dalam hati Sultan Umar, ia percaya anaknya akan mampu menembus benteng ini.“Ha ha ha. Jadi anakmu sudah siap untuk mati di tanganku?” Kaisar Andreas menertawakan balik Sultan Umar. &ldqu

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 5.

    Jamal merasa sakit hati ketika mendengar pemimpinnya direndahkan.Bagi Jamal, orang lain boleh merendahkan dirinya, namun tidak ada satu orang pun yang boleh menginjak harga diri pemimpinnya.“Hentikan, Jamal! Jangan terpancing,” terdengar suara seorang pasukan yang berusaha untuk menahan emosi Jamal.Melihat pancingannya mendapatkan tanggapan, membuat Jenderal Sina kembali melontarkan beberapa kalimat pancingan lagi.“Umar akan mati sebagai seorang pecundang. Bukankah itu pantas untuk seorang pemimpin seperti dia?” Jenderal Sina sengaja melemparkan kalimat-kalimat celaan.“Jangan pernah menghina orang yang telah menyelamatkanku!” Dengan kemarahan yang memuncak, Jamal berlari ke arah Jenderal Sina, beberapa bawahan Jenderal Sina dilewatinya dengan sekali tebasan pedang.Badan yang kekar karena pernah menjadi budak selama bertahun-tahun, dan keahlian bermain pedang yang sudah sangat terasah, membuat Jamal d

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 4.

    Bala bantuan tak kunjung datang, area perkemahan sudah dibongkar, para pasukan sudah bersiap untuk kembali pulang.Sisa pasukan yang sedikit serta tidak adanya pemimpin membuat mereka tidak bisa melanjutkan peperangan. Mereka tak mau berlama-lama lagi, mereka takut jika pasukan musuh datang menyergap.Sementara itu di alun-alun kastel Kaisar Andreas sudah dipersiapkan sebuah menara, tak terlalu tinggi, namun cukup jelas untuk dilihat dari kejauhan, Sultan Umar akan dieksekusi di atas sana.“Ayo, cepat! Jangan sampai kita ketinggalan.” Berita pengeksekusian Sultan Umar sudah tersebar ke berbagai pelosok kerajaan, semua warga berbondong-bondong untuk menyaksikan peristiwa ini.Alun-alun kastel sudah dipenuhi oleh berbagai kalangan, tak hanya bawahan Kaisar Andreas saja, rakyat jelata pun ikut menyaksikan acara ini, beberapa orang penulis sejarah juga sudah siap untuk mengabadikan momen ini.“Berdiri!” Dua orang pengawal membuk

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 3.

    Di pihak Kaisar Andreas terlihat seseorang sedang memperhatikan sebuah baskom berisi air, “Lihatlah ini!” serunya memanggil teman yang berdiri di sampingnya,Terlihat air dalam baskom bergoyang. “Kau jaga di sini! Aku akan melaporkannya pada Jenderal Sina.” Langsung saja dengan berlari dia menuju ke tempat sang jenderal.“Lapor Jenderal, terlihat air dalam baskom tidak stabil, sepertinya pasukan musuh sedang merencanakan untuk menyerang dari bawah tanah.” dengan napas tersengal-sengal dia melaporkan pada Jenderal Sina.Lantas saja Jenderal Sina bangkit dari duduknya, dia ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri, ”Di mana?” Jenderal Sina berjalan cepat menuju jejeran baskom yang berisi air.Tanpa sepengetahuan Sultan Umar, di atas tembok besar ternyata terdapat barisan baskom yang berisi air, tiap baskom berjarak sepuluh meter, ini digunakan sebagai metode sederhana untuk mendeteksi pergerakan bawah tan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status