Share

Bab 4.

Author: Pena Kara
last update Last Updated: 2021-08-15 15:08:20

Bala bantuan tak kunjung datang, area perkemahan sudah dibongkar, para pasukan sudah bersiap untuk kembali pulang.

Sisa pasukan yang sedikit serta tidak adanya pemimpin membuat mereka tidak bisa melanjutkan peperangan. Mereka tak mau berlama-lama lagi, mereka takut jika pasukan musuh datang menyergap.

Sementara itu di alun-alun kastel Kaisar Andreas sudah dipersiapkan sebuah menara, tak terlalu tinggi, namun cukup jelas untuk dilihat dari kejauhan, Sultan Umar akan dieksekusi di atas sana.

“Ayo, cepat! Jangan sampai kita ketinggalan.” Berita pengeksekusian Sultan Umar sudah tersebar ke berbagai pelosok kerajaan, semua warga berbondong-bondong untuk menyaksikan peristiwa ini.

Alun-alun kastel sudah dipenuhi oleh berbagai kalangan, tak hanya bawahan Kaisar Andreas saja, rakyat jelata pun ikut menyaksikan acara ini, beberapa orang penulis sejarah juga sudah siap untuk mengabadikan momen ini.

“Berdiri!” Dua orang pengawal membuka pintu penjara.

Dengan tubuh yang lemas karena sudah kelelahan Sultan Umar ditarik dan dipaksa untuk berjalan, berjalan melewati barisan penonton, namun tatapan penuh ancaman masih terus terpancar dari matanya.

"Cepatlah naik! Jangan biarkan orang yang antusias menunggu eksekusimu menjadi bosan, karena terlalu lama menunggu," seorang penjaga memperlakukan Sultan Umar seperti sampah yang tak berguna.

Satu demi satu anak tangga mulai dinaiki, beberapa bagian tubuh Sultan Umar tampak biru memar, karena memang semalam tubuhnya mendapatkan jatah khusus saat di dalam penjara.

Dua orang petugas sudah menyilangkan pedangnya di depan leher Sultan Umar, mereka tinggal menunggu perintah dari Kaisar Andreas untuk menggoreskan pedang tersebut pada tubuh sang Sultan.

“Semua, Lihatlah! Ini akibatnya jika ada orang yang berani memberontak,” Kaisar Andreas mulai membuka pidatonya.

Seluruh yang hadir hanya dapat mengagumi betapa kuatnya pemimpin mereka. Harta, reputasi, kekuatan, dan kekuasaan, tak ada satu orang pun yang mampu melengserkan Kaisar Andreas.

Bagi penduduk yang hidup di sekitar kastel, Kaisar Andreas adalah orang yang sangat mengayomi para masyarakatnya, bahkan untuk ukuran rakyat jelata di sana adalah seorang bangsawan dari luar, yang baru saja memulai bisnisnya di wilayah kerajaan.

“Kalian yang ingin pulang, pulanglah! Bagiku tak ada pilihan untuk pulang, mati atau menang ,” ucap Jamal dengan penuh semangat, dia ingin membuktikan kesetiaannya melebihi para pasukan lain.

Jamal adalah satu dari sekian banyak pasukan yang tidak sempat masuk ke dalam terowongan.

“Aku yakin tembok ini akan runtuh, mungkin kita bukanlah pasukan yang diramalkan, tapi aku yakin ramalan leluhur kita tentang runtuhnya tembok ini adalah nyata adanya.”

Pasukan mulai terbagi menjadi dua, pasukan yang memang siap mati membela Sultan Umar, mereka yang memilih maju akan masuk dan tetap meneruskan perjuangannya, mereka akan kembali melakukan serangan dengan cara menurunkan jembatan angkat.

Sedangkan pada kelompok kedua adalah orang-orang yang memilih untuk mundur, seperti para penasihat dan juga tim medis, mereka lebih memilih untuk menunggu kedatangan Utsman, sang putra mahkota.

“Yang memang sudah siap mati, ikuti aku!”

Dengan gagah berani Jamal menunggang kuda, entah kuda siapa yang ia bawa, mengingat kuda miliknya sendiri sudah dibawa pulang oleh Jamil.

Tak sia-sia, usaha Jamal untuk membangkitkan semangat para pasukan membuahkan hasil.

Jamal yang dulunya adalah seorang budak, kini memandu beribu-ribu pasukan untuk menyelamatkan pemimpin mereka yang sebenarnya. Sedangkanpasukan yang berisikan para penasihat terlihat mulai menunggangi kudanya ke arah yang berlawanan.

"Kenapa tidak ada penjagaan sama sekali disini?" Jamal terheran heran saat melihat pintu gerbang sama sekali tidak dijaga oleh para musuhnya. Mungkin para penjaga sedang sibuk dengan acara pengeksekusian Sultan Umar.

Jamal memutar tuas yang berfungsi untuk menurunkan jembatan angkat, para pasukan langsung menyerbu masuk kedalam area kekaisaran.

Kedatangan Jamal di lingkungan kastel membuat para pasukan lawan kaget setengah mati.

"Kita diserang.” para bawahan Jenderal Sina mulai lari tunggang langgang ke arah kastel untuk mencari bala bantuan. Jamal tak tinggal diam, langsung saja ia beserta pasukannya mengejar para musuhnya.

Dalam pengejaran menuju kastel, Jamal melihat sebuah lubang besar yang tadinya berfungsi untuk memotong terowongan, di sana terlihat beberapa ekor kuda dengan gerobak pada bagian belakang, gerobak-gerobak tersebut memuat tong berisikan minyak, setelah diperiksa, ternyata masih banyak sisa minyak yang belum sempat digunakan oleh musuh.

Tiba-tiba terbesit sebuah ide di kepala Jamal, segera saja Jamal turun dari kudanya, kemudian beralih menaiki gerobak.

"Kemarilah, peganglah tali kekang kuda ini! Bawa aku ke arah keramaian! Dan aku akan menuangkan tong-tong minyak ini di sepanjang jalan,” ucap Jamal.

Jamal berniat untuk membumi hanguskan para pasukan musuh, dia ingin pasukan musuh juga merasakan bagaimana rasanya dipanggang hidup-hidup.

Kuda penarik gerobak mulai digiring mengelilingi area di sekitar kastel, minyak dalam tong ditumpahkan di sepanjang perjalanan, “Sultan Umar ... Di mana sultanku?” teriak Jamal seperti orang yang sedang kesurupan.

“Lihatlah! Siapa yang di atas sana?” ucap seorang pasukan sambil menunjuk pada sebuah menara.

“Sultan Umar ... Itu Sultan Umar,” setelah mereka tahu bahwa yang di atas menara adalah Sultan Umar, mereka segera memacu kuda mereka ke sana.

“Lihatlah! Kita kedatangan tamu,” ucap Kaisar Andreas sambil menunjuk pasukan yang dipimpin oleh Jamal.

Hal ini tentu saja mengagetkan Sultan Umar, dari atas menara dengan jelas dia melihat semangat para pasukannya masih belum padam.

“Umar, Lihatlah tikus kecilmu, berani-beraninya mereka masuk ke dalam kandangku." Kaisar Andreas menertawakan kekonyolan yang sedang dilihatnya.

Perbandingan pasukan yang sangat jauh, tentu saja akan memberikan kemenangan yang mudah bagi Kaisar Andreas.

Dari atas menara, Sultan Umar melihat para pasukan musuh berusaha mengelilingi pasukannya, jika para pasukannya terus memaksakan diri untuk menyelamatkan dirinya dari menara, itu tak akan ada hasilnya, hanya akan membuang nyawa mereka dengan sia-sia.

“Dengarkan aku! Ini perintah terakhirku sebagai pemimpin kalian, pergilah menjauh! Aku tidak butuh untuk diselamatkan, kalian kira aku siapa? Kalian meremehkanku? Aku bisa menyelamatkan diriku sendiri.” Dengan suara lantang Sultan Umar memberikan perintah kepada pasukannya.

Bukannya sok kuat, Sultan Umar hanya menyadari bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan perlawanan.

“Aku tahu sultan tak ingin diselamatkan, tapi aku juga tahu kalau dia tak mungkin selamat,” pekik Jamal dengan mata yang berkaca-kaca.

Para pasukan sudah tahu kalau pemimpin mereka pasti sudah mempertimbangkan keputusannya dengan sebaik mungkin.

“Ayo, mundur! Ini perintah dari pemimpin kita,” ucap seorang pasukan mencoba menenangkan Jamal.

Para pasukan hanya ingin menghormati keputusan pemimpinnya, mereka mulai memutar arah, mereka mencoba untuk menjauh dan keluar sesuai apa yang sudah diperintahkan.

Perjalanan untuk keluar dari area kerajaan tentu saja tidaklah mudah, pasukan musuh sudah mendapatkan bala bantuan, mereka tak akan membiarkan pasukan Sultan Umar keluar begitu saja. Dengan acungan pedang, mereka menghadang pasukan Sultan Umar.

“Kalian memang hanya kumpulan para pecundang.” Teriak Jenderal Sina yang juga ikut mengejar Jamal dan yang lainnya.

“Ayo, dia hanya ingin mengacaukan kita, jangan sampai terpengaruh kata-katanya,” teriak seorang yang berlari di depan Jamal.

“Bagaimanapun juga, pemimpin mereka, Umar, juga seorang pecundang, kan?” Ejek Kaisar Sina.

Hal ini tak bisa diterima lagi oleh Jamal. Jamal segera berhenti dari pelariannya, “Siapa yang kau sebut pecundang?” sambil berbalik, Jamal segera mengeluarkan pedang dari selongsongnya.

Related chapters

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 5.

    Jamal merasa sakit hati ketika mendengar pemimpinnya direndahkan.Bagi Jamal, orang lain boleh merendahkan dirinya, namun tidak ada satu orang pun yang boleh menginjak harga diri pemimpinnya.“Hentikan, Jamal! Jangan terpancing,” terdengar suara seorang pasukan yang berusaha untuk menahan emosi Jamal.Melihat pancingannya mendapatkan tanggapan, membuat Jenderal Sina kembali melontarkan beberapa kalimat pancingan lagi.“Umar akan mati sebagai seorang pecundang. Bukankah itu pantas untuk seorang pemimpin seperti dia?” Jenderal Sina sengaja melemparkan kalimat-kalimat celaan.“Jangan pernah menghina orang yang telah menyelamatkanku!” Dengan kemarahan yang memuncak, Jamal berlari ke arah Jenderal Sina, beberapa bawahan Jenderal Sina dilewatinya dengan sekali tebasan pedang.Badan yang kekar karena pernah menjadi budak selama bertahun-tahun, dan keahlian bermain pedang yang sudah sangat terasah, membuat Jamal d

    Last Updated : 2021-08-16
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 6.

    “Kenapa kau sangat yakin? Bagaimana kalau anakmu nantinya juga harus berakhir di atas panggung yang sama? Panggung eksekusi.” Kaisar Andreas menganggap sumpah yang baru saja ia dengar hanya seperti sebuah bualan semata.“Kaisar, bagaimana jika kita tunda eksekusi si pecundang itu? Kita cari anak dari pecundang itu, lalu kita bunuh di hadapannya.” Jenderal Sina memberikan sebuah ide, ide yang sangat menarik untuk dicoba.“Setuju ... Buat Umar melihat kematian anaknya!” Sorak-sorai penonton yang hadir mendukung ide yang diberikan oleh Jenderal Sina.“Ha ha ha. Kalian tidak perlu susah-payah mencarinya, dia sedang dalam perjalanan kemari.” Sultan Umar malah menertawakan Jenderal Sina, tak ada sedikit pun rasa takut dalam hati Sultan Umar, ia percaya anaknya akan mampu menembus benteng ini.“Ha ha ha. Jadi anakmu sudah siap untuk mati di tanganku?” Kaisar Andreas menertawakan balik Sultan Umar. &ldqu

    Last Updated : 2021-09-22
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 7.

    Havir segera mengerahkan pasukan yang dipimpinnya untuk menggali terowongan. Havir yang ditugaskan untuk menjaga dengan rapat rahasia ini, berjaga di mulut terowongan.Sambil menunggu terowongan siap digunakan, Utsman mencoba untuk mengirimkan seorang utusan untuk menegosiasikan pembebasan ayahnya, serta permintaan pembukaan akses pada daerah kekaisaran.“Siapa di antara kalian yang mau mengirimkan surat negosiasi ini kepada Kaisar Andreas?” di hadapan sekumpulan pasukan, Utsman mencari orang yang mau untuk menyampaikan pesannya kepada pasukan musuh.Tak ada satu pun yang berani menjawab, tugas yang begitu berisiko dan terasa sedikit gila, mereka takut akan menjadi tawanan jika masuk ke daerah musuh seorang diri.“Kami mendengar, dan kami taat,” teriak Abu memecah keheningan.“Berikan tugas itu padaku!” Abu malah meminta untuk mengemban tugas itu. Tak heran, Abu memang orang yang sedikit geser otaknya, yang ada d

    Last Updated : 2021-09-22
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 8.

    Abu berjalan keluar, masih ditemani oleh dua pengawal yang sedari tadi mengikutinya dari belakang. Sesaat sebelum keluar dari pintu kastel, Abu baru menyadari bahwa kakinya sedang berjalan di sebuah permadani yang bagus. “Hai Andreas, bolehkah aku ambil ini?” Abu memang benar-benar tak waras, setelah masuk dengan tidak sopan, kini ia malah ingin mengambil sebuah barang dari kastel. Kaisar Andreas tak habis pikir melihat tingkah Abu, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya, baru kali ini ada seorang utusan tak waras yang berani menghadap pada dirinya. “Jadi tak boleh?” merasa tak mendapat persetujuan, Abu menyimpulkan jawabannya sendiri. Abu mengeluarkan pisau kecilnya, kemudian merobek sedikit permadani di kakinya dengan pisau. “Kalau hanya sebesar ini?” tanya Abu yang sambil memperlihatkan potongan kecil permadani pada Kaisar Andreas. “Dasar orang gila, bawa dia keluar!” Kaisar Andreas sudah muak, tak ingin lagi rasanya

    Last Updated : 2021-09-22
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 9.

    Tiga hari sudah berlalu, namun surat dari Utsman belum juga mendapatkan balasan. Di bawah sinar rembulan Utsman semakin membulatkan tekad untuk melakukan penyerangan.“Tuan, terowongan sudah siap dari kemarin, lalu apa yang kita tunggu?” tanya Havir.“Aku masih berprasangka baik kepada mereka, selama tiga hari ini aku terus menunggu dengan penuh harap, menunggu surat perdamaian dari mereka.”“Tuan, saya sangat setuju dengan Anda. Tapi? Pikiran ini tak pernah tenang memikirkan Sultan Umar yang tertawan oleh musuh.”“Terima kasih sudah sangat peduli dengan keselamatan ayahku. Aku sudah memutuskan, malam ini adalah batas terakhir dari perdamaian, jika tidak datang juga surat perdamaian, tembok pelindung mereka akan rata dengan tanah.”“Baiklah tuan, kalau begitu saya izin untuk kembali bertugas mengawasi mulut terowongan”“Lakukan rencana terakhir kita, Buatlah lubang tepat di de

    Last Updated : 2021-10-01
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 10.

    Malam sudah mulai beranjak pamit, cahaya fajar tampak malu-malu mulai mengintip dari sisi timur, Utsman beserta para pasukan sudah berdiri gagah siap mendobrak tembok perbatasan.Abu terlihat berjalan sendirian dengan menunggangi keledainya, langkah demi langkah semakin dekat dengan tembok besar, meninggalkan para pasukan yang berada jauh di belakang.“Ini sebuah pemandangan yang sangat mengerikan, ribuan pasukan merayap panjang bak ular dari besi,” ucap seorang pengawas dengan raut wajah cemas, yang sedang memantau pasukan Utsman dari atas tembok besar.“Hai lihatlah! Bukankah itu orang gila yang kemarin, dia datang lagi,” seorang pengawas lain sedang mengacungkan telunjuknya ke arah Abu.“Sudah biarkan saja! Yang terpenting kita harus segera melapor kepada Jenderal Sina, musuh pasti akan mulai menyerang.”Abu berdiri tepat pada pinggiran parit, dia mencari sebuah lubang yang sudah dipersiapkan oleh para p

    Last Updated : 2021-10-08
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 11.

    Dari arah belakang Kaisar Andreas tiba-tiba terlihat dua orang datang dengan menaiki sebuah kereta kuda, “Kaisar ... Ini kami sudah membawanya kemari.” Terlihat seseorang dengan kepala yang ditutup oleh kain, dilemparkan begitu saja jatuh ke tanah. “Lihatlah Utsman! Jika kau berani maju, akan kupisahkan kepala ini dari tubuhnya.” Ucap Kaisar Andreas sambil menginjakkan kakinya di atas kepala yang sedang tertutup itu. “Kau pikir kau siapa? Tak ada satu orang pun yang akan menghentikanku menegakkan keadilan” “Apa kau yakin?” Ejek Kaisar Andreas. Dengan perlahan Kaisar Andreas membuka kain penutup pada kepala yang diinjaknya. Tali dibuka, kain ditarik. Semua pasukan Utsman terperangah kaget, orang yang tadi diinjak oleh Kaisar Andreas adalah Sultan Umar. “Hahaha Bagaimana Utsman?” Tawa Kaisar Andreas menghancurkan hati para pasukan. Utsman tak bisa berbuat banyak ketika melihat ayahnya sedang dalam keadaan tak berdaya seperti itu,

    Last Updated : 2021-10-12
  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 1.

    Terlihat 50.000 pasukan lengkap dengan alat tempurnya siap untuk berperang. Berdiri dengan gagah, siap untuk menggulingkan kekaisaran Andreas. Mereka hanya menunggu aba-aba dari sang pemimpin, Sultan Umar. “Ayo, berangkat!” Dengan suara lantang Sultan Umar berjalan pada barisan terdepan, memimpin para pasukan yang sudah siap mati di medan perang. Ribuan kaki kuda yang berlari dengan serentak, mampu membuat tanah yang dipijaknya bergetar. Sultan beserta pasukannya mulai meninggalkan kemah-kemah perang, kemah yang mereka gunakan untuk beristirahat di malam hari, juga digunakan untuk mengobati pasukan yang terluka parah akibat peperangan. Kemah mereka berjarak satu kilometer dari musuh, satu kilometer adalah jarak yang ideal, karena panah-panah musuh tak mampu menjangkau jarak sejauh itu. “Lewat sini!” teriak sang sultan mengarahkan para pasukan untuk mengikutinya, mereka menuju ke sebuah pintu gerbang. Satu satunya jalan untuk masuk ke d

    Last Updated : 2021-08-13

Latest chapter

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 11.

    Dari arah belakang Kaisar Andreas tiba-tiba terlihat dua orang datang dengan menaiki sebuah kereta kuda, “Kaisar ... Ini kami sudah membawanya kemari.” Terlihat seseorang dengan kepala yang ditutup oleh kain, dilemparkan begitu saja jatuh ke tanah. “Lihatlah Utsman! Jika kau berani maju, akan kupisahkan kepala ini dari tubuhnya.” Ucap Kaisar Andreas sambil menginjakkan kakinya di atas kepala yang sedang tertutup itu. “Kau pikir kau siapa? Tak ada satu orang pun yang akan menghentikanku menegakkan keadilan” “Apa kau yakin?” Ejek Kaisar Andreas. Dengan perlahan Kaisar Andreas membuka kain penutup pada kepala yang diinjaknya. Tali dibuka, kain ditarik. Semua pasukan Utsman terperangah kaget, orang yang tadi diinjak oleh Kaisar Andreas adalah Sultan Umar. “Hahaha Bagaimana Utsman?” Tawa Kaisar Andreas menghancurkan hati para pasukan. Utsman tak bisa berbuat banyak ketika melihat ayahnya sedang dalam keadaan tak berdaya seperti itu,

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 10.

    Malam sudah mulai beranjak pamit, cahaya fajar tampak malu-malu mulai mengintip dari sisi timur, Utsman beserta para pasukan sudah berdiri gagah siap mendobrak tembok perbatasan.Abu terlihat berjalan sendirian dengan menunggangi keledainya, langkah demi langkah semakin dekat dengan tembok besar, meninggalkan para pasukan yang berada jauh di belakang.“Ini sebuah pemandangan yang sangat mengerikan, ribuan pasukan merayap panjang bak ular dari besi,” ucap seorang pengawas dengan raut wajah cemas, yang sedang memantau pasukan Utsman dari atas tembok besar.“Hai lihatlah! Bukankah itu orang gila yang kemarin, dia datang lagi,” seorang pengawas lain sedang mengacungkan telunjuknya ke arah Abu.“Sudah biarkan saja! Yang terpenting kita harus segera melapor kepada Jenderal Sina, musuh pasti akan mulai menyerang.”Abu berdiri tepat pada pinggiran parit, dia mencari sebuah lubang yang sudah dipersiapkan oleh para p

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 9.

    Tiga hari sudah berlalu, namun surat dari Utsman belum juga mendapatkan balasan. Di bawah sinar rembulan Utsman semakin membulatkan tekad untuk melakukan penyerangan.“Tuan, terowongan sudah siap dari kemarin, lalu apa yang kita tunggu?” tanya Havir.“Aku masih berprasangka baik kepada mereka, selama tiga hari ini aku terus menunggu dengan penuh harap, menunggu surat perdamaian dari mereka.”“Tuan, saya sangat setuju dengan Anda. Tapi? Pikiran ini tak pernah tenang memikirkan Sultan Umar yang tertawan oleh musuh.”“Terima kasih sudah sangat peduli dengan keselamatan ayahku. Aku sudah memutuskan, malam ini adalah batas terakhir dari perdamaian, jika tidak datang juga surat perdamaian, tembok pelindung mereka akan rata dengan tanah.”“Baiklah tuan, kalau begitu saya izin untuk kembali bertugas mengawasi mulut terowongan”“Lakukan rencana terakhir kita, Buatlah lubang tepat di de

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 8.

    Abu berjalan keluar, masih ditemani oleh dua pengawal yang sedari tadi mengikutinya dari belakang. Sesaat sebelum keluar dari pintu kastel, Abu baru menyadari bahwa kakinya sedang berjalan di sebuah permadani yang bagus. “Hai Andreas, bolehkah aku ambil ini?” Abu memang benar-benar tak waras, setelah masuk dengan tidak sopan, kini ia malah ingin mengambil sebuah barang dari kastel. Kaisar Andreas tak habis pikir melihat tingkah Abu, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya, baru kali ini ada seorang utusan tak waras yang berani menghadap pada dirinya. “Jadi tak boleh?” merasa tak mendapat persetujuan, Abu menyimpulkan jawabannya sendiri. Abu mengeluarkan pisau kecilnya, kemudian merobek sedikit permadani di kakinya dengan pisau. “Kalau hanya sebesar ini?” tanya Abu yang sambil memperlihatkan potongan kecil permadani pada Kaisar Andreas. “Dasar orang gila, bawa dia keluar!” Kaisar Andreas sudah muak, tak ingin lagi rasanya

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 7.

    Havir segera mengerahkan pasukan yang dipimpinnya untuk menggali terowongan. Havir yang ditugaskan untuk menjaga dengan rapat rahasia ini, berjaga di mulut terowongan.Sambil menunggu terowongan siap digunakan, Utsman mencoba untuk mengirimkan seorang utusan untuk menegosiasikan pembebasan ayahnya, serta permintaan pembukaan akses pada daerah kekaisaran.“Siapa di antara kalian yang mau mengirimkan surat negosiasi ini kepada Kaisar Andreas?” di hadapan sekumpulan pasukan, Utsman mencari orang yang mau untuk menyampaikan pesannya kepada pasukan musuh.Tak ada satu pun yang berani menjawab, tugas yang begitu berisiko dan terasa sedikit gila, mereka takut akan menjadi tawanan jika masuk ke daerah musuh seorang diri.“Kami mendengar, dan kami taat,” teriak Abu memecah keheningan.“Berikan tugas itu padaku!” Abu malah meminta untuk mengemban tugas itu. Tak heran, Abu memang orang yang sedikit geser otaknya, yang ada d

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 6.

    “Kenapa kau sangat yakin? Bagaimana kalau anakmu nantinya juga harus berakhir di atas panggung yang sama? Panggung eksekusi.” Kaisar Andreas menganggap sumpah yang baru saja ia dengar hanya seperti sebuah bualan semata.“Kaisar, bagaimana jika kita tunda eksekusi si pecundang itu? Kita cari anak dari pecundang itu, lalu kita bunuh di hadapannya.” Jenderal Sina memberikan sebuah ide, ide yang sangat menarik untuk dicoba.“Setuju ... Buat Umar melihat kematian anaknya!” Sorak-sorai penonton yang hadir mendukung ide yang diberikan oleh Jenderal Sina.“Ha ha ha. Kalian tidak perlu susah-payah mencarinya, dia sedang dalam perjalanan kemari.” Sultan Umar malah menertawakan Jenderal Sina, tak ada sedikit pun rasa takut dalam hati Sultan Umar, ia percaya anaknya akan mampu menembus benteng ini.“Ha ha ha. Jadi anakmu sudah siap untuk mati di tanganku?” Kaisar Andreas menertawakan balik Sultan Umar. &ldqu

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 5.

    Jamal merasa sakit hati ketika mendengar pemimpinnya direndahkan.Bagi Jamal, orang lain boleh merendahkan dirinya, namun tidak ada satu orang pun yang boleh menginjak harga diri pemimpinnya.“Hentikan, Jamal! Jangan terpancing,” terdengar suara seorang pasukan yang berusaha untuk menahan emosi Jamal.Melihat pancingannya mendapatkan tanggapan, membuat Jenderal Sina kembali melontarkan beberapa kalimat pancingan lagi.“Umar akan mati sebagai seorang pecundang. Bukankah itu pantas untuk seorang pemimpin seperti dia?” Jenderal Sina sengaja melemparkan kalimat-kalimat celaan.“Jangan pernah menghina orang yang telah menyelamatkanku!” Dengan kemarahan yang memuncak, Jamal berlari ke arah Jenderal Sina, beberapa bawahan Jenderal Sina dilewatinya dengan sekali tebasan pedang.Badan yang kekar karena pernah menjadi budak selama bertahun-tahun, dan keahlian bermain pedang yang sudah sangat terasah, membuat Jamal d

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 4.

    Bala bantuan tak kunjung datang, area perkemahan sudah dibongkar, para pasukan sudah bersiap untuk kembali pulang.Sisa pasukan yang sedikit serta tidak adanya pemimpin membuat mereka tidak bisa melanjutkan peperangan. Mereka tak mau berlama-lama lagi, mereka takut jika pasukan musuh datang menyergap.Sementara itu di alun-alun kastel Kaisar Andreas sudah dipersiapkan sebuah menara, tak terlalu tinggi, namun cukup jelas untuk dilihat dari kejauhan, Sultan Umar akan dieksekusi di atas sana.“Ayo, cepat! Jangan sampai kita ketinggalan.” Berita pengeksekusian Sultan Umar sudah tersebar ke berbagai pelosok kerajaan, semua warga berbondong-bondong untuk menyaksikan peristiwa ini.Alun-alun kastel sudah dipenuhi oleh berbagai kalangan, tak hanya bawahan Kaisar Andreas saja, rakyat jelata pun ikut menyaksikan acara ini, beberapa orang penulis sejarah juga sudah siap untuk mengabadikan momen ini.“Berdiri!” Dua orang pengawal membuk

  • Terbukanya Gerbang Keadilan   Bab 3.

    Di pihak Kaisar Andreas terlihat seseorang sedang memperhatikan sebuah baskom berisi air, “Lihatlah ini!” serunya memanggil teman yang berdiri di sampingnya,Terlihat air dalam baskom bergoyang. “Kau jaga di sini! Aku akan melaporkannya pada Jenderal Sina.” Langsung saja dengan berlari dia menuju ke tempat sang jenderal.“Lapor Jenderal, terlihat air dalam baskom tidak stabil, sepertinya pasukan musuh sedang merencanakan untuk menyerang dari bawah tanah.” dengan napas tersengal-sengal dia melaporkan pada Jenderal Sina.Lantas saja Jenderal Sina bangkit dari duduknya, dia ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri, ”Di mana?” Jenderal Sina berjalan cepat menuju jejeran baskom yang berisi air.Tanpa sepengetahuan Sultan Umar, di atas tembok besar ternyata terdapat barisan baskom yang berisi air, tiap baskom berjarak sepuluh meter, ini digunakan sebagai metode sederhana untuk mendeteksi pergerakan bawah tan

DMCA.com Protection Status