Kediaman Hamzah terdengar bising, sebab seluruh keluarga besar Rey dan Kanaya tengah berukumpul disana. Ruang keluarga itu nampak hidup, kabar kehamilan Kanaya membuat mereka semua bahagia.Setelah infus habis Kanaya langsung dibawa menuju kediaman Adit. Wanita itu tidak dibiarkan beraktifitas, dan tetap diminta berbaring diatas ranjang kamar suaminya.Sedang Rey masih setia berada disamping Kanaya. Wajah pria itu memancarkan kebahagian, rasa-rasanya Rey masih tidak percaya jika saat ini sudah hadir buah cinta mereka didalam rahim istrinya. "Terima Kasih Nay." Tidak terhitung sudah berapa kali Rey mengucapkan hal demikian, karena memang sungguh dia sangat amat terharu dan bahagia.Kanaya mengulum senyum, mengusap wajah suaminya dengan sayang. "Terima kasih juga karena sudah sabar menghadapi sikap ku," sahut Kanaya. Sudut bibri Rey terangkat, jika mengingat sikap Kanaya beberapa hari ini membuat Rey kesal, karena istrinya itu terus saja berkata baik-baik saja, namun kenyataannya ada
Lamunan Rey buyar, saat rungunya menangkap suara sang Mama yang tengah berbicara dengen istrinya. Pria tampan itu menoleh, terlihat Kanaya berjalan menuruni anak tangga didampingi Anita disampingnya.Rey bergegas mendekat, meninggalkan kakak ipar serta mertua dan Papanya yang masih asik berdebat prihal calon anaknya."Sayang, kamu kok malah turun sih Nay?" ujar Sarah hawatir."Kanaya pengen ngumpul di bawah Mah, sepi dikamar sendirian," sahutnya.Melihat putrinya Amy hanya menggelengkan kepala. Sudah pasti Kanaya tak akan mendengarkan ucapan mereka, gadis itu memang selalu merasa bosan jika tidak memiliki teman bercerita."Tau nih Naya, udah diteminin Kakanya masih aja nyariin suaminya," ledek Anita, yang berhasil membuat Kanaya bersemu, wanita itu menatap sebal kakanya."Kamu nyariin aku sayang?" tanya Rey yang tiba-tiba sudah berada disamping Kanaya.Efek malu Kanaya tak menyahut, wanita itu tidak enak pada seluruh keluarga, sebab takut orang mengira dia manja karena terus ingin dit
"Coba kamu filirkan lagi. Papa turut bangga dengan keberhasilan mu Rey, tapi jujur Papa berat melepas mu untuk bertugas. Kamu anak kami satu-satunya, banyak kemungkinan yang akan terjadi. Tapi Papa kembalikan lagi semua keputusan ditangan mu! Bicaralah dengan Kanaya, jangan menunda-nuda, lebih cepat dia tahu, lebih tenang juga hatimu. Papa berharap kamu mau mendengar istrimu, jika nanti Kanaya tak mengizinkan, Papa harap kamu urungkan niat mu, dan berhentilah menjadi TNI," ucap Adit memberi saran.Semua orang tua pasti bangga memiliki anak yang berprestasi, begitupun dengan Adit, tidak ada yang salah dengan profesi putranya. Hanya saja berat bagi Adit mengikhlaskan Rey untuk Satgas.Rey menghela napas, entah keputusan apa yang harus di ambilnya. Mungkinkah dia memang harus undur diri dari dunia Militer? Jika nanti Kanaya tidak memberi izin padanya."Secepatnya Rey akan memberi tahu Kanaya Pah," sahut Rey kemudian.Adit mengangguk, bangkit dari kursi tempatnya duduk. Menepuk bahu Rey l
"Wah Kapten Rey, akhrinya kembali bertugas," sapa salah satu prajurit yang masuk dalam anggota Rey.Rey mengangguk. "Mulai besok kita kembali aktif berlatih," ucap Rey menginterupsi. Pria itu mengendarai motor dinasnya dengan kecepatan tinggi, bagaimana pun ini hari pertamanya kembali bekerja setelah satu pekan cuti. Tentu dia tidak mau memberi cotoh tidak baik untuk para anggotanya."Siap Kap," sahut para anggota Militer yang ada diarea parkir."Siap-siap untuk apel!" sambung Rey sembari berjalan menuju ruangan Komandannya.Rey mengetuk pintu ruangan Komandan Antoni, pria itu melenggang masuk setelah mendapati sahutan dari dalam. Rey memberikan hormat kepada atasannya itu."Selamat pagi Ndan!" sapa Rey.Antoni bangkit, menghampiri Rey seraya menepuk bahunya. "Saya mendengar kabar bahagia dari Kapten Rian, selamat untuk kehamilan istri mu Kapten Rey," ucap Antoni tulus.Rey mengulum senyum. "Terima Kasih Ndan," sahut nya.Antoni mempersilahkan Rey untuk duduk. Keduanya terlibat perbin
"Para Anggota Militer sebentar lagi akan dikirim untuk Satag di Provinsi Indonesia bagian Timur." Rey terdiam sejenak, menilik ekpresi wajah Kanaya.Ucapan Rey sontak membuat Kanaya terkejut, wanita itu mendongak, terlihat suaminya tengah memperhatikan dirinya. Timbul rasa gelisah dalam hati Kanaya setelah Rey mengatakan prihal Satgas."Jadi Maksud nya?" tanya Kanaya cemas.Rey mengambil tangan Kanaya, menggenggam kedua tangan istrinya dengan erat. "Termasuk aku Nay," jelas Rey lirih, pria itu menunduk, tidak ingin menatap wajah istrinya. Sudah pasti dia tidak akan mampu jika nantinya Kanaya bersedih prihal berita yang baru ia sampaikan ini.Penjelasan singkat Rey sudah cukup membuat Kanaya mengerti. Tiba-tiba Lidah Kanaya terasa kelu, bingung, kaget, dan hawatir tentunya. Sebagai seorang wanita yang menikah dengan Abdi Negara sudah tentu Kanaya tahu apa saja resiko yang akan dia emban ketika menikah dengan anggota Militer. Termasuk jika suaminya harus pergi untuk tugas.Hening..Kedu
Suasana sarapan kediaman Hamzah pagi ini nampak hening. Tidak seceria beberapa hari kemarin, sontak hal itu menimbulkan tanda tanya dalam benak Sarah. Wanita paruh baya itu sedikit heran, sebab sedari tadi ia memperhatikan anak dan menantunya yang terlihat diam saja.Sarah menatap suaminya, seakan bertanya mengapa Rey dan Kanaya seperti itu. Namun Adit pun hanya mengedikan bahu pertanda tidak tahu.Rey sendiri hanya bisa menghela napas. Di diamkan Kanaya seperti ini benar-benar membuatnya tak nyaman. Terbiasa saling bercanda dan memulai pagi yang manis, namun hari ini keduanya seperti orang asing. Berkali-kali Rey berusaha menegur istrinya, namun Kanaya bersikap acuh dan cuek.Kanaya dengan cepat merampungkan sarapannya. wanita itu hanya meminum susu hamil serta menyantap sepotong roti. Selain karena mual, ia pun sedang tidak berselera memakan apapun. "Mah, Kanaya siram bunga ditaman depan dulu ya!" pamit Kanaya yang lebih dulu beranjak meninggalkan meja makan."Iya sayang, nanti Mam
"Pagi Kap," sapa para Anggota Militer.Rey sendiri hanya merespon dengan anggukan kepala. Pria itu tengah banyak fikiran, sehingga melampiaskan nya pada latihan."Jika sudah hadir semua, segera berkumpul! Kita mulai latihan," ucapnya menginterupsi."Siap Kap," sahut para anggota Militer Kompak.Pria tampan itu berjalan gagah, mengenakan PDL dan membawa senjata lengkap yang nampak memenuhi tubuhnya. Sontak hal itu membuat Rian mengernyitkan dahi heran.Latihan pagi ini dimulai dengan berlari mengitari Barak. Dilanjutkan dengan menembak dan aktifitas fisik lainnya. Hingga tengah hari Rey belum juga meminta anggotanya beristirahat, membuat Rian yang akhirnya mengambil alih komando dan membiarkan mereka beristirahat sejanak."Rey, kamu kenapa? Aku perhatiin dari baru datang sampai sekarang kamu lesu sekali?" tanya Rian.Rey menoleh, keduanya tengah menyantap makan siang bersama. Namun sedari tadi Rey hanya mengaduk-aduk makanannya. Pria itu tengah tidak nafsu memakan apapun, apa lagi setel
"Nay, kamu nggak papa?" tanya Dinda, membuat Kanaya tersadar dari lamunannya."Suamiku juga turut serta dalam Satgas itu Din," jelas Kanaya lirih. Wanita itu memandang lurus kedepan, membayangkan banyak hal dikepalanya.Dinda terdiam, dia fikir Kanaya belum mengetahui prihal ini. Namun sepertinya Rey sudah memberi tau sahabatnya itu."Terus, kamu gimana Nay?" tanya Dina lagi.Kanaya mengedikan bahu. "Entah lah, aku belum kasih keputusan Din, aku takut," jawabnya.Hal wajar jika Kanaya merasa demikian, sebab Dinda yang tidak ada hubungan apa-apa dengan Rian pun merasa takut, maka dari itu dia bingung harus merespon seperti apa perasaan pria itu. Bukannya Dinda tidak percaya jika Rian bisa menjaga hati, namun bertugas dalam wilayah konflik adalah suatau hal yang menurutnya sangat menghawatirkan. Apalagi mereka akan berada disana selama satu tahun lamanya, banyak berita duka yang sering Dinda dengar tentang gugurnya para anggota TNI yang terlibat adu tembak dengan Kelompok Bersenjata. D