Suasana sarapan kediaman Hamzah pagi ini nampak hening. Tidak seceria beberapa hari kemarin, sontak hal itu menimbulkan tanda tanya dalam benak Sarah. Wanita paruh baya itu sedikit heran, sebab sedari tadi ia memperhatikan anak dan menantunya yang terlihat diam saja.Sarah menatap suaminya, seakan bertanya mengapa Rey dan Kanaya seperti itu. Namun Adit pun hanya mengedikan bahu pertanda tidak tahu.Rey sendiri hanya bisa menghela napas. Di diamkan Kanaya seperti ini benar-benar membuatnya tak nyaman. Terbiasa saling bercanda dan memulai pagi yang manis, namun hari ini keduanya seperti orang asing. Berkali-kali Rey berusaha menegur istrinya, namun Kanaya bersikap acuh dan cuek.Kanaya dengan cepat merampungkan sarapannya. wanita itu hanya meminum susu hamil serta menyantap sepotong roti. Selain karena mual, ia pun sedang tidak berselera memakan apapun. "Mah, Kanaya siram bunga ditaman depan dulu ya!" pamit Kanaya yang lebih dulu beranjak meninggalkan meja makan."Iya sayang, nanti Mam
"Pagi Kap," sapa para Anggota Militer.Rey sendiri hanya merespon dengan anggukan kepala. Pria itu tengah banyak fikiran, sehingga melampiaskan nya pada latihan."Jika sudah hadir semua, segera berkumpul! Kita mulai latihan," ucapnya menginterupsi."Siap Kap," sahut para anggota Militer Kompak.Pria tampan itu berjalan gagah, mengenakan PDL dan membawa senjata lengkap yang nampak memenuhi tubuhnya. Sontak hal itu membuat Rian mengernyitkan dahi heran.Latihan pagi ini dimulai dengan berlari mengitari Barak. Dilanjutkan dengan menembak dan aktifitas fisik lainnya. Hingga tengah hari Rey belum juga meminta anggotanya beristirahat, membuat Rian yang akhirnya mengambil alih komando dan membiarkan mereka beristirahat sejanak."Rey, kamu kenapa? Aku perhatiin dari baru datang sampai sekarang kamu lesu sekali?" tanya Rian.Rey menoleh, keduanya tengah menyantap makan siang bersama. Namun sedari tadi Rey hanya mengaduk-aduk makanannya. Pria itu tengah tidak nafsu memakan apapun, apa lagi setel
"Nay, kamu nggak papa?" tanya Dinda, membuat Kanaya tersadar dari lamunannya."Suamiku juga turut serta dalam Satgas itu Din," jelas Kanaya lirih. Wanita itu memandang lurus kedepan, membayangkan banyak hal dikepalanya.Dinda terdiam, dia fikir Kanaya belum mengetahui prihal ini. Namun sepertinya Rey sudah memberi tau sahabatnya itu."Terus, kamu gimana Nay?" tanya Dina lagi.Kanaya mengedikan bahu. "Entah lah, aku belum kasih keputusan Din, aku takut," jawabnya.Hal wajar jika Kanaya merasa demikian, sebab Dinda yang tidak ada hubungan apa-apa dengan Rian pun merasa takut, maka dari itu dia bingung harus merespon seperti apa perasaan pria itu. Bukannya Dinda tidak percaya jika Rian bisa menjaga hati, namun bertugas dalam wilayah konflik adalah suatau hal yang menurutnya sangat menghawatirkan. Apalagi mereka akan berada disana selama satu tahun lamanya, banyak berita duka yang sering Dinda dengar tentang gugurnya para anggota TNI yang terlibat adu tembak dengan Kelompok Bersenjata. D
"Pelan-pelan sayang!" Rey mengulurkan tangannya, menggandengan lengan sang istri dan berjalan beriringian memasuki Rumah Sakit. Dua pekan sudah berlalu setelah hari dimana Kanaya memberikan izin pada suaminya untuk Satgas. Dan kini mereka hendak memeriksakan kehamilan Kanaya sebelum Rey berangkat bertugas satu pekan mendatang. Keduanya mulai menyusuri koridor Rumah Sakit, tidak jarang beberapa Dokter dan perawat menyapa mereka dengan ramah. Siapa yang tidak mengenali Kanaya, Dokter cantik yang merupakan keponakan pemilik Rumah Sakit, selain itu keluarga suaminyapun bukan orang sembarangan. Itulah mengapa Kanaya juga menjadi salah satu Dokter yang disegani. Beberapa waktu lalu Kanaya sudah membuat janji dengan salah satu Dokter Obgyn yang ada di rumah Sakit Royal. Sehingga kini mereka hanya tinggal menunggu Perawat menyerukan nama Kanaya. Sembari menunggu mereka duduk anteng didepan ruang Praktek Dokter Kandungan itu. Rey duduk dengan gelisah, pria itu menggenggam erat tangan istrin
Duar... Duar.. Duar..Langit kota Jakarta malam ini terlihat begitu indah. Kerlap Kerlip petasan menghiasi angkasa. Nampak seluruh Keluarga besar Mahardika dan Hamzah tengah menikmati pesta pergantian tahun. Sekaligus makan malam sebelum Rey berangkat untuk tugas dua hari mendatang.Setelah melakukan pemeriksaan kehamilan satu pekan lalu. Kanaya dan Rey benar-benar mengahbiskan waktu berdua, jalan-jalan, berbelanja kebutuhan bayi mereka, bahkan makan malam romantis, semua Rey buat hanya demi mengukir moment indah sebelum ia pergi mengemban tugasnya."Masih jam sepuluh udah rame banget yang hidupin petasan," ucap Anita yang tengah duduk bersama Kanaya dan kedua anaknya. Sementara sang suami tengah membantu Rey membuat BBQ. Sedangkan para orang tua berbincang asik tak jauh dari mereka. "Yah, mungkin males nungguin sampe jam dua belas kak," sahut Kanaya yang sedari tadi fokus memandangi punggung kekar suaminya. Pria itu mengenakan apron tengah memanggang daging dan lainnya.Hal itu tent
Penugasan selama 12 bulan bukanlah waktu yang singkat. Dinamika dan ancaman di daerah operasi sangatlah tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan kesiap siagaan yang terus-menerus."Sebagai Pasukan yang khusus dikirimkan kesana, para Anggota Militer harus memahami bahwa tidak ada daerah operasi yang aman 100 persen. Karena itu, pelihara naluri tempur dan kewaspadaan setiap saat dan jangan lengah,” seru Komandan Lukman."Pahami kondisi medan, cuaca, dan tidak melakukan kegiatan yang rutin sehingga mudah terbaca oleh musuh. Intelijen juga harus memberikan laporan yang cepat dan tepat,” sambung Lukman."Kami juga berharap prajurit yang sedang bertugas tidak melakukan pelanggaran sekecil apa pun dan bisa menjaga nama baik individu, kesatuan, dan TNI. Jalin komunikasi yang baik dengan sesama prajurit, pemerintah daerah, dan aparat keamanan yang lain di daerah operasi,” seru Laksmana Widjoyo.Kapal Perang KRI 592 Banjarmasin mengantarkan 800 pasukan yang tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Da
Tangis Kanaya semakin menjadi, manakala Kapal yang suaminya tumpangi mulai menjauh meninggalkan dermaga.Sontak Anita dan Dinda memeluk tubuh Kanaya, mengusap lembut punggung wanita itu. "Udah dong Nay, kasihan baby kamu, jadi ikutan sedih juga tuh," ucap Anita menginterupsi.Namun bukannya berhenti menangis, Kanaya semakin tersedu, entah mengapa, tiba-tiba saja dia merasa tak tenang melepaskan kepergian sang suami. Seakan nalurinya mengatakan jika Rey tidak akan pernah kembali padanya.Sedangkan Dinda sendiri tidak mengatakan apa-apa, gadis itu hanya bisa mengusap bahu Kanaya, mencoba memberi kekuatan pada sahabatnya itu. Dia dan Rian yang notabene tidak memiliki ikatan saja merasa sedih melepas kepergian mereka. Apa lagi Kanaya yang memang di tinggalkan saat tengah dalam posisi mengandung. "Nay, coba deh lihat itu, lagi hamil besar ditinggalin suaminya," ujar Anita seraya menatap wanita muda dengan perut yang sudah sangat membuncit.Kanaya dan Dinda mengikuti arah pandangan Anita,
"Hai Kanaya Anggraini Mahardika, istriku cantiku.""Surat ini baru aku tulis semalam, saat kamu mulai terlelap damai. Aku lemah bukan? Kita bersama namun aku tidak bisa langsung mengatakan nya pada mu.""Kanaya, aku selalu mengatakan untuk kembali dan akan menepati janji-janji ku padamu, padahal sebenarnya aku sendiri tidak yakin, apa kah mungkin esok masih bisa merasakan teriknya matahari, masih bisa menghirup udara segar dipagi hari. Namun meski begitu, aku akan selalu yakin, jika doa-doa wanita hebat seperti mu akan menembus langit, dan Tuhan akan memberikan perlindungan nya untuk ku.""Kamu tahu! Aku tidak pernah menyangka, jika bisa memiliki kamu, menjadikan kamu sebagai pendamping hidupku. Pertemuan pertama kita penuh dengan sandiwara, tapi harus kamu tahu, aku tidak pernah menganggap demikian, sejak awal aku sudah mengagumi kamu, Kamu sudah mengisi relung hati ku, menempati posisi terpenting dalam hidupku.""Lucu, itu lah kesan pertama ku saat melihat mu, senyum mu membuat ku s