Tangis Kanaya semakin menjadi, manakala Kapal yang suaminya tumpangi mulai menjauh meninggalkan dermaga.Sontak Anita dan Dinda memeluk tubuh Kanaya, mengusap lembut punggung wanita itu. "Udah dong Nay, kasihan baby kamu, jadi ikutan sedih juga tuh," ucap Anita menginterupsi.Namun bukannya berhenti menangis, Kanaya semakin tersedu, entah mengapa, tiba-tiba saja dia merasa tak tenang melepaskan kepergian sang suami. Seakan nalurinya mengatakan jika Rey tidak akan pernah kembali padanya.Sedangkan Dinda sendiri tidak mengatakan apa-apa, gadis itu hanya bisa mengusap bahu Kanaya, mencoba memberi kekuatan pada sahabatnya itu. Dia dan Rian yang notabene tidak memiliki ikatan saja merasa sedih melepas kepergian mereka. Apa lagi Kanaya yang memang di tinggalkan saat tengah dalam posisi mengandung. "Nay, coba deh lihat itu, lagi hamil besar ditinggalin suaminya," ujar Anita seraya menatap wanita muda dengan perut yang sudah sangat membuncit.Kanaya dan Dinda mengikuti arah pandangan Anita,
"Hai Kanaya Anggraini Mahardika, istriku cantiku.""Surat ini baru aku tulis semalam, saat kamu mulai terlelap damai. Aku lemah bukan? Kita bersama namun aku tidak bisa langsung mengatakan nya pada mu.""Kanaya, aku selalu mengatakan untuk kembali dan akan menepati janji-janji ku padamu, padahal sebenarnya aku sendiri tidak yakin, apa kah mungkin esok masih bisa merasakan teriknya matahari, masih bisa menghirup udara segar dipagi hari. Namun meski begitu, aku akan selalu yakin, jika doa-doa wanita hebat seperti mu akan menembus langit, dan Tuhan akan memberikan perlindungan nya untuk ku.""Kamu tahu! Aku tidak pernah menyangka, jika bisa memiliki kamu, menjadikan kamu sebagai pendamping hidupku. Pertemuan pertama kita penuh dengan sandiwara, tapi harus kamu tahu, aku tidak pernah menganggap demikian, sejak awal aku sudah mengagumi kamu, Kamu sudah mengisi relung hati ku, menempati posisi terpenting dalam hidupku.""Lucu, itu lah kesan pertama ku saat melihat mu, senyum mu membuat ku s
Suara dering ponsel mengudara, membuat wanita cantik yang masih terlelap itu terjingkat kaget.Kanaya terduduk diatas ranjang, tangannya masih menggenggam ponsel, entah pukul berapa dia memejamkan mata. Setelah semalaman menunggu kabar dari suaminya. Namun hingga ia terlelap, tak juga didapati panggilan dari Rey.Wanita cantik itu mengulum senyum. Saat mendapati panggilan dari suaminya. Tanpa menunggu lama Kanaya bergegas menjawabnya."Hallo Mas," sapa Kanaya lembut, wajah bantal itu terlihat begitu bersemangat."Hey, baru bangun ya?" tanya Rey.Kanaya mengangguk, masih dengan senyum menghiasi wajah ayunya. "Indah banget pemandangannya," puji Kanaya saat netranya menangkap background yang membentang indah dibelakang suaminya.Rey menatap lekat layar ponsel yang menampilkan wajah istrinya, pagi ini wanita itu terlihat sangat cantik, apa lagi saat tersenyum seperti ini. "Iya, emang indah banget, apa lagi kalau senyum gini" sahut Rey, dengan tatapan yang tak pernah lepas dari ponselnya.K
Satu pekan berlalu usai keberangkatan Rey menuju Papua. Para Anggota Militer itu sampai lebih cepat dari jadwal perkiraan, sehingga hanya dalam waktu tujuh hari mereka telah tiba di Dermaga Merauke.Dan kini para Anggota Militer telah sampai Wamena. Sebelum diantarkan menuju tempat mereka bertugas, para Anggota Militer kembali melakukan doa bersama, tak lupa saling memberi suport dan semangat. Saling mengingatkan untuk tetap waspada, dan jangan lengah.Setelah itu barulah para Anggota Militer yang sudah dibagi menjadi beberpaa kelompok, langsung diantarkan menuju Kodam tempat mereka bertugas.Sementara Kelompok Rey ditempatkan pada Kodam Mugi, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Kabupaten yang terkenal paling sering mendapatkan serangan dari KKB.Sepanjang perjalanan menuju Mugi Rey dan para Anggota Militer lainnya mengamati setiap hutan yang mereka lewati, bruntung sudah ada akses jalan trans Papua, sehingga tidak terlalu memakan banyak waktu untuk sampai di Kabupaten Nduga.
Detik berganti menit. Menit berganti Jam. Jam berganti hari dan terus saja waktu bergulir, meninggalkan semua kenangan dihari kemarin, menyongsong kenangan yang akan datang dihari esok. Tiga bulan telah berlalu pesca keberangkatan anggota Militer untuk Satgas.Meski jarang sekali berkomunikasi, namun Kanaya tetap berusaha berfikir positif. Walau terkadang rasa takut dan rindu menyiksa batinnya. Tetap hanya doa yang bisa ia haturkan ditengah kegundahan itu.Kandungan Kanaya pun sudah menginjak bulan ke-6 hanya tinggal beberapa bulan lagi dia bisa bertemu dengan buah hatinya. Itu sebabnya Kanaya tak ingin terus berlarut-larut dalam kesedihan, sebab ia tak mau membuat bayi dalam kandungannya ikut merasakan apa yang dia rasa.Selama tiga bulan ini Kanaya terus menyibukan diri melakoni profesinya, tentu masih dalam tahap wajar karena dia tidak ingin kelelahan.Dilain tempat Rey tengah sibuk melakukan latihan. Beberapa bulan terakhir desas-desus jika kelompok bersenjata berkeliaran Disekita
Napas Rey dan Rio terengah. Mereka baru saja melalui hidup dan mati, setelah adu tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata.Rey dan Rio yang hendak kembali setelah mengawal Dinsos Jaya Pura menuju Wamena, harus mengalami nasib na'as tersebut. Hari yang semakin petang, ditambah lagi mereka hanya berdua, alhasil Rey dan Rio harus mengalami peristiwa menengangkan itu. Dimana satu peluru bersarang pada lengan Rey."Tingkatkan kewaspadaan! Jangan lengah! Tetetap siap siaga," seru Rey mengintrupsi para anggotanya.Beruntung mereka bisa kembali ke Distrik Mugi dengan selamat. Kurangnya kesiapan Rey dan Rio membuat mereka lengah dan tidak bisa mengejar KKB karena kelompok itu kembali masuk kedalam hutan setelah membrondong truck Militer dengan peluru."Aww.." Rey mendesis merasakan ngilu pada lengannya saat petugas kesehatan yang ada di Distrik Mugi membalut luka itu dengan kain kasa. Beruntung peluru itu hanya menyerempet lengan Rey, dan tidak sampai tertanam pada daging pria itu.Sementara
Kanaya menatap bangunan yang ia lewati saat hendak munuju Royal Hospital, tetesan air hujan mengalir membasahi kaca mobilnya. Enam bulan sudah berlalu pasca keperian Rey dalam sebuah Satgas. Hari-hari ia lalui dengan kecemasan dan kegelisahan, namun smua itu hanya bisa Kanaya pendam. Melewati kehamilan pertama tanpa pendampingan seorang suami merupakan hal yang begitu sulit ia terima, namun sebagai istri dari seorang Abdi Negara, tentu Kanaya harus tetap suportif mendukung sang suami. Kanaya mengusap perutanya yang kini sudah membuncit sempurna, tidak terasa beberapa minggu mendatang buah hatinya akan segera hadir kedunia. Kanaya selalu berharap jika pada moment indah itu Rey akan berada disampingnya. Meski harapan itu tidak akan pernah terwujud, Kanaya masih bersyukur, sebab ada keluarga yang selalu siap siaga mendampingi. Seperti saat ini, Mama Sarah duduk disampingnya, menggenggam tangan Kanaya dengan sayang. "Kok ngelamun sayang?" Sarah menilik wajah menantunya yang tengah term
Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu singkat bagi yang bahagia. Setidaknya itulah yang kini tengah Kanaya rasakan. Kanaya memandangi rintik hujan dari balik jendela kamarnya. Sesekali ia kembali membuka album foto yang ada dalam pangkuanya. Usia kehamilannya sudah menginjak bulan ke-9 dan hanya menunggu waktu, kapan buah cintanya dan Rey hadir kedunia.Angin dan Petir terlihat saling beradu, hawa dingin terasa menembus kulitnya. Sesekali Kanaya menggosok kedua tangannya agar tubuhya kembali merasakan hangat. Dari semalam Kanaya sudah mengeluarkan lendir bercampur darah, namun hingga kini dia belum merasakan apapun. Meski bukan seorang Dokter Kandungan, namun sedikit banyak Kanaya memahami apa-apa saja yang akan terjadi sebelum persalinan. Itu sebabnya saat ini Kanaya masih santai, walau sebenarnya dia pun sedikit merasa takut.Entah ketakutan macam apa yang tengah ia rasakan ini. Namun i