Kanaya menatap bangunan yang ia lewati saat hendak munuju Royal Hospital, tetesan air hujan mengalir membasahi kaca mobilnya. Enam bulan sudah berlalu pasca keperian Rey dalam sebuah Satgas. Hari-hari ia lalui dengan kecemasan dan kegelisahan, namun smua itu hanya bisa Kanaya pendam. Melewati kehamilan pertama tanpa pendampingan seorang suami merupakan hal yang begitu sulit ia terima, namun sebagai istri dari seorang Abdi Negara, tentu Kanaya harus tetap suportif mendukung sang suami. Kanaya mengusap perutanya yang kini sudah membuncit sempurna, tidak terasa beberapa minggu mendatang buah hatinya akan segera hadir kedunia. Kanaya selalu berharap jika pada moment indah itu Rey akan berada disampingnya. Meski harapan itu tidak akan pernah terwujud, Kanaya masih bersyukur, sebab ada keluarga yang selalu siap siaga mendampingi. Seperti saat ini, Mama Sarah duduk disampingnya, menggenggam tangan Kanaya dengan sayang. "Kok ngelamun sayang?" Sarah menilik wajah menantunya yang tengah term
Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu singkat bagi yang bahagia. Setidaknya itulah yang kini tengah Kanaya rasakan. Kanaya memandangi rintik hujan dari balik jendela kamarnya. Sesekali ia kembali membuka album foto yang ada dalam pangkuanya. Usia kehamilannya sudah menginjak bulan ke-9 dan hanya menunggu waktu, kapan buah cintanya dan Rey hadir kedunia.Angin dan Petir terlihat saling beradu, hawa dingin terasa menembus kulitnya. Sesekali Kanaya menggosok kedua tangannya agar tubuhya kembali merasakan hangat. Dari semalam Kanaya sudah mengeluarkan lendir bercampur darah, namun hingga kini dia belum merasakan apapun. Meski bukan seorang Dokter Kandungan, namun sedikit banyak Kanaya memahami apa-apa saja yang akan terjadi sebelum persalinan. Itu sebabnya saat ini Kanaya masih santai, walau sebenarnya dia pun sedikit merasa takut.Entah ketakutan macam apa yang tengah ia rasakan ini. Namun i
"Mas Rey Mah." Kanaya terpejam, mulutnya terus mengguman menyebut nama Rey, membuat Sarah dan Amy takut.Seorang nakes nampak menghampiri Kanaya, kembali memasukan jari-jemarinya untuk mengetahui pembukaan yang sudah terjadi."Oksiput Anterrior Dok," ucap nakes itu memberi tahukan Mariana.Mariana nampak mengangguk, mengenakan sarung tangan lantas menghampiri Kanaya. "Dokter Kanaya, ayo dibuka matanya Dok! Pembukaan sudah cukup, kita berdoa bersama ya!" ucap Mariana menginterupsi.Dengan perlahan Kanaya berusaha membuka matanya. Entah mengapa dia merasakan kantukan yang luar biasa, matanya hanya ingin terpejam terus menerus."Kita berdoa bersama ya. Dokter Kanaya semangat, ingat ada seorang bayi mungil yang sebentar lagi akan Dokter Kanaya temui, jangan terpejam dan terus menyebut nama Tuhan yang Maha Esa! Saya yakin dokter Kanaya bisa melewati proses ini," ucap Mariana mencoba memberikan kekuatan.Dengan tenaga yang tersisa Kanaya mengangguk, berusah memaksakan kedua matanya agar terb
Breaking News... "Sebuah Helikopter milik TNI-AU yang tengah menyusuri pegunungan Nduga tiba-tiba saja meledak diudara, Helikopter yang mengangkut tiga anggota TNI-AD serta dua anggota TNI-AU itu dikabarkan tengah mencari keberadaan kelompok kriminal bersenjata yang akhir-akhir ini sangat mereshakan, belum diketahui apa yang menyebabkan Helikopter MI 17 v 5 HA 5141 itu terbakar. Hingga berita ini diturunkan belum diketehaui apakah tragedi tersebut memakan korban atau tidak? Sebab Anggota Militer yang masih bertugas disana belum bisa memastikan, dikarenakan jalan dan posisi terjatuhnya helikopter itu berada dilereng pegunungan dengan jalan curam dan sulit dilalui. Namun jika melihat dari pantauan udara, sepertinya tidak ada penumpang yang selamat." ucap seorang wanita yang menyiarkan sebuah berita. "Sama-sama kita memanjatkan doa, semoga tragedi tersebut tidak menimbulkan korban jiwa!" Adit dan Amar berdriri memandangi layar Telivisi yang tersedia didepan ruang tunggu persalinan. Ra
Kabar begitu cepat menyebar, hampir seluruh penjuru Negri sudah mendengar prihal tragedi na'as yang menimpa Helikopter milik TNI-AU tersebut.Bahkan beberapa anggota Militer yang bertugas tak jauh dari Kabupaten Nduga pun turut membantu melakukan pencarian. Besar harapan mereka bisa menemukan ke-5 teman-temannya dengan keadaan sehat dan selamat.Seperti Rian, berjam-jam lamanya pria itu tak henti mencari sahabatnya, ikut melakukan penyusuran menggunakan Helikopter. Posisi tebing yang curam dengan pepohonan rimbun membuat mereka sulit melakukan efakuasi, mereka pun tidak tahu kondisi dibawah sana, sehingga belum ada yang turun untuk melakukan penyusuran.Dari pantauan Udara mereka hanya bisa melihat bangakai Helikopter yang sudah hancur berserakan, terhempas disekitar lereng pegunungan Nduga. Jika melihat kondisi tersebut, kecil harapan untuk para anggota Militer selamat. Namun tentu mereka tak mau menyerah, dan terus memanjatkan doa pada sang pencipta. Berharap ada sebuah keajaiban un
"Selamat Dokter Kanaya, bayinya laki-laki, sangat tampan."Mariana mengulum senyum, seraya membersihkan bayi mungil yang baru saja menyuarakan tangis pertamanya.Mata Kanaya terpejam, namun ia mendengar apa yang Mariana katakan. Tangis bayi mungil itu sekaan menghilangkan segala rasa sakit dan lelah yang ia derita. Sudut matanya mengeluarkan air. Pertanda haru dan bahagia yang begitu luar biasa."Allhamdulilah.." Kompak Sarah dan Amy mengucap syukur. Moment menegangkan itu telah berlalu, berganti haru yang menggebu."Selamat nak, sekarang Naya sudah menjadi ibu." Amy mengecup kening putrinya, dua puluh delapan tahun lalu ia melahirkan Kanaya, dan kini gadis mungil itu sudah melahirkan cucu ketiganya. Bersyukur Tuhan masih memberikan kesempatan untuk dia merasakan moment mendebarkan dan mengharukan ini.Sarah berganti mengecup kening menantunya. Wanita paruh baya itu terlihat lebih sedih, entah mengapa dia teringat saat melahirkan Rey dulu. "Selamat sayang, selamat untuk status barunya,
Perlahan kelompak mata Kanaya terbuka, krongkongannya terasa kering. Lampu yang ada diatas kepalanya begitu menyilaukan, membuat Kanaya kembali terpejam."Haus..haus.."Suara lirih itu membuat Amy bergegas bangkit menghampiri ranjang dimana putrinya terbaring setelah melewati proses persalinan."Nay, ada apa sayang?" tanya Amy lembut."Haus Mah," jawab Kanaya singkat.Amy menyambar botol air mineral yang ada di dalam ruang VVIP itu. Tak lupa memasukan pipet agar memudahkan putrinya.Hampir empat jam lamanya Kanaya terpejam. Sempat membuat seluruh keluarga cemas, namun Mariana berusaha menenangkan, meminta mereka semua tidak perlu hawatir, sebab hal seperti itu wajar terjadi."Sudah nak?" tanya Amy lagi.Susah payah Kanaya berusaha membuka matanya dengan sempurna, agar ia bisa melihat bayi mungil yang baru saja terlahir kedunia. "Dimana bayi Naya Mah?" tanya Kanaya.Anita terlihat mendekat, membawa seorang bayi dalam dekapannya. Wanita itu nampak antusias menyambut kelahiran keponakan
Deru Mesin Helikopter beradu dengan suara bising baling-balingnya. Satu persatu anggota Militer turun menggunakan tali guna menyusuri lokasi meledekanya Helikopter yang kemarin tengah melakukan Patroli.Persenjataan lengkap dengan keamanan memadai lah yang di izinkan untuk menyusuri lereng Pegunungan Nduga. Bagaimana pun mereka harus tetap waspada, karena mereka tidak tahu apa yang ada dibawah sana. Bisa saja Klompok kriminal kini ada dibawah mengintai mereka.Rian sebagai Kapten yang lebih dulu memutuskan turun, di susul beberapa anggota lainnya.Sisa puing-puing masih banyak tersangkut diatas pepohonan, parasut milik salah satu anggoa Militer pun nampak terbentang diantara rimbun nya dedaunan.Tentu keberadaan parasut itu menjadi secerca harapan untuk mereka semua. Pandangan Rian mengedar, menilik sekitar lereng, seraya menunggu anggotnya turun."Kap, ada parasut." Salah satu anggota Militer yang pada dadanya tertulis nama Yanto menunjuk parasut itu."Semoga mereka semua selamat, ka
Ceklek.. Pintu ruangan VVIP itu terbuka, terlihat Sarah dan Amy serta seorang bayi mungil dalam dekapannya. Kedua wanita itu menyorot ke atas ranjang, dimana Rey tengah bersandar menatap kedatangan mereka. Sesaat mereka terdiam, benar-benar tidak tahu jika ternyata Rey sudah membuka matanya. Sudut bibir Kanaya terangkat, membentuk lengkungan indah. Dia memang sengaja tidak memberi tahu keluarganya, membiarkan ini sebagai sebuah kejutan. Wanita itu bangkit menghampiri Mama dan Ibu mertuanya, lantas mengambil alih bayi yang Amy gendong. "Kenapa pada diem disini?" Ucapan kanaya menyadarkan dua wanita paruh baya itu dari lamunan mereka, bola mata keduanya berkaca-kaca, memandang penuh haru pada Rey yang juga sedang menatap kearah mereka dengan tetesan air mata."Rey, kamu sudah sadar nak?" Sarah berjalan cepat menghampiri putranya, saat dalam perjalanan dia sempat bertanya-tanya mengapa Rey sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Ada harapan jika putranya sudah sadar, namun dia tidak terlal
Disela-sela kesibukan nya menjadi seorang ibu, Kanaya tidak pernah absen mengurus suaminya. Tiga hari sudah berlalu, kondisi Rey pun sudah membaik. Namun sayang pria itu masih belum membuka matanya.Dokter menyatakan jika Rey mengalami patah tulang kaki dan retak bahu sebelah kanan, serta dadanya yang memar akbitan terjatuh dari ketinggian. Jika mendengar penjelasan Rio, bahwa parasut yang berkembang setelah terjadi ledakan hanya milik Rey dan Deri. Namun sayang Deri mendarat di titik lokasi cukup jauh dari mereka. Sedangkan parasut dua prajurit lainnya tidak sempat berkembang ketika mereka jatuh, begitu pun milik Rio, namun dia masih selamat karena Rey membantunya, jadilah mereka terjatuh bersama dan menyebabkan patah tulang dan lain sebagainya. Rey dan Rio masih sempat sadar dan berusaha menolong teman lainnya, namun sayang hanya mereka yang selamat. Mereka tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan tidak memiliki tenaga untuk mecari makanan selama tiga hari belum di temukan. Untung
Sirine Ambulance begitu nyaring mengiri perjalanan mereka menuju Rumah Sakit. Seperti tidak ada habisnya, air mata Kanaya terus mengalir membasahi pipinya. Satu tangannya mengusap wajah Rey, sementara tangan lain menggenggam jari jemari Suaminya begitu erat. Sakit ketika melihat suaminya tak berdaya seperti ini, namun ada setitik rasa syukur karena Rey bisa bertahan. Tidak tergambar seperti apa perasaan Kanaya, di satu sisi dia bahagia bisa melihat Rey selamat, namun di sisi lain ia pun terluka karena keadaan Rey seperti ini."Bertahan Mas!" Kanaya terus mengecup punggung tangan suaminya, wajah tampan yang sangat ia rindukan itu sudah ada di hadapannya. Wajah tampan yang selalu tergambar di malam-malam sunyi yang ia rasakan, malam penuh dengan sejuta rindu yang haus akan bertemu."Anak kita sudah lahir, dia sangat tampan seperti kamu Mas. Dia terus menangis, pasti karena dia ingin bertemu ayahnya." Lagi Kanaya terus membisikan kata-kata di telinga Rey, berharap pria itu merespon apa
"Rey.."Pandangan semua orang tertuju pada dua buah Brankar yang mendorong Rey dan Rio. Sesat semua orang yang ada disana termangu, diam dan tak mengatakan apapun. Otak mereka masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi."Tuan Adit.." sapa Lukman, pria yang bertugas menyambut kedatangan para anggota Militer itu nampak menghampiri Keluarga salah satu prajuritnya."Komandan Lukman, Rey masih selamat?" tanya Adit dengan raut kagetnya.Lukman mengernyitkan dahi. "Apa Rian belum memberi tahu. Rey memang selamat," jelasnya.Seketika tangis Kanaya kembali pecah, ia yang semula tak percaya buru-buru mengejar Brankar yang tengah di dorong menuju sebuah Ambulance. Disusul Amy yang turut mengejar putrinya. "Jadi Rey masih selamat? Rian bilang dia tidak selamat," sahut Adit.Flashback.."Bertahan Rey, inget Kanaya, anak kalian sudah lahir.." Terus saja Rian membisikan sesuatu ke telinga sahabatnya, berharap Rey bisa bertahan sebelum mereka tiba di Rumah Sakit yang ada di Wamena.Sudah dipastikan t
Matahari bersinar begitu cerah di hari ini. Namun tak secerah wajah Kanaya dan seluruh keluarganya. Dua buah mobil melaju beriringan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma, sebab siang ini seluruh korban tragedi meledaknya Helikopter yang tengah bertugas di Irian Jaya akan segera tiba.Semua perisapan pemakaman dan hal lainnya di siapkan oleh Anggota Militer. Karena mereka akan di kuburkan mengikuti prosedur kemiliteran.Pandangan Kanaya terlihat kosong, wanita itu hanya diam memandangi luar jendela. Tidak lagi ada air mata yang mengalir di Pipinya. Semua telah ia tumpahkan ketika dirinya baru tersadar beberapa jam lalu. Tidak ada yang tahu apa yang tengah wanita itu fikirkan, sebab dirinya hanya diam dan enggan membuka suara. Bayi yang baru Kanaya lahirkan pun tak diperdulikannya.Di dalam mobil itu ada Arga kakak iparnya, Amar sang Papa, serta Amy mamanya. Sementara mertuanya membawa mobil lain yang di kemudikan sopir mereka. Sedangakn Bayi Kanaya dan Rey sengaja di tinggalkan bersama
"Kanaya..."Pandangan semua orang tertuju pada Sarah dan Kanaya, rupanya apa yang mereka bahas sedari tadi didengar pula oleh kedua wanita berbeda usia itu."Kalian bohong kan? mas Rey nggak kenapa-napa kan?" Lagi Kanaya mengulangi apa yang sudah ia tanyakan. Berharap jika semua itu hanya candaan seluruh keluarganya.Buru-buru Amy memghampiri putrinya, begitupun dengan Adit yang turut mendekati Sarah."Sayang, bangun nak!" Air mata Amy tak mampu ia tahan lagi, melihat putrinya yang histeris seperti ini membuatnya sedih."Pah, Rey nggak kenapa-napa kan Pah? Dia sudah di temukan dalam keadaan selamat kan?" tanya Sarah penuh harapan.Lidah Adit terasa kelu, mulut nya tak mampu menjawab apa yang istrinya tanyakan. Sungguh dia pun syok dan sedih mengetahui Rey telah ditemukan, namun dalam keadaan tak bernyawa.Perkataan ibu mertuanya sontak membuat Kanaya terdiam, mencerna maksud ucapan wanita paruh baya itu. Dia mulai memahami jika memang telah terjadi sesuatu pada Rey. Namun seluruh kelu
Penyusuran terus dilanjutkan setelah Jenazah Deri di efakuasi menggunakan Helikopter. Rasa sedih mereka belum menghilang, namun tugas harus tetap berjalan, terus melanjutkan pencarian di tengah duka yang di rasa. Namun kali ini tidak seperti sebelumnya, sebab semangat mereka terkikis oleh penemuan Jenazah salah satu rekan mereka."Kap, bagaimana kalau ternyata Kapten Rey sudah tidak ada juga?" Tiba-tiba saja Yanto mengatakan sesuatu yang membuat Rian kesal. "Bicara apa kamu To? Berdoa yang baik-baik, jangan asal bicara," sergahnya tak suka.Yanto menghela napas dalam, terus saja dia teringat akan rekannya Ari yang hingga kini belum juga di temukan.Penemuan tadi seakan menjadi pertanda bahwa tidak akan ada anggota lain yang masih hidup. Apa lagi dihari ke tiga ini.Suara anggota Militer terus saja bersahutan menggema didalam hutan itu. Namun nihil, tetap tidak ada respon, maupun tanda yang menunjukan dimana keberadaan Rey dan tiga rekan lainnya. Jujur, jika sebenarnya Rian pun mulai m
"Hati-hati sayang." Amy membantu putrinya turun dari mobil, sementara Sarah menggendong cucunya. Setelah tiga hari di rawat, akhirnya Mariana memperbolehkan Kanaya pulang. Sedari kemarin kondisinya pun sudah membaik, namun pihak keluarga sengaja menunda kepulangan nya. Ketiga wanita itu berjalan beriringan memasuki kediamana Amar, sementara mereka memutuskan Kanaya untuk tinggal disana. Sebab disana Anita bisa menemani, agar Kanaya tidak terlalu memikirkan suaminya. Tiga hari berlalu, nyatanya hingga kini keberadaan Rey dan ke-4 anggota lain nya tak juga di temukan. Namun mereka tidak menyerah begitu saja, sampai saat ini penyusuran terus dilakukan, bahkan sengaja di perluas.Sempat beberapa kali keluarga memergoki Kanaya menangis seorang diri dikala malam, wanita itu menatap ponselnya seraya terus menghubungi Rey. Membuat keluarga tidak kuasa membendung kesedihan mereka. Pastilah Kanaya sangat hawatir dengan kondisi Rey yang hampir lima hari ini tidak ada kabar beritanya.Perlahan A
Deru Mesin Helikopter beradu dengan suara bising baling-balingnya. Satu persatu anggota Militer turun menggunakan tali guna menyusuri lokasi meledekanya Helikopter yang kemarin tengah melakukan Patroli.Persenjataan lengkap dengan keamanan memadai lah yang di izinkan untuk menyusuri lereng Pegunungan Nduga. Bagaimana pun mereka harus tetap waspada, karena mereka tidak tahu apa yang ada dibawah sana. Bisa saja Klompok kriminal kini ada dibawah mengintai mereka.Rian sebagai Kapten yang lebih dulu memutuskan turun, di susul beberapa anggota lainnya.Sisa puing-puing masih banyak tersangkut diatas pepohonan, parasut milik salah satu anggoa Militer pun nampak terbentang diantara rimbun nya dedaunan.Tentu keberadaan parasut itu menjadi secerca harapan untuk mereka semua. Pandangan Rian mengedar, menilik sekitar lereng, seraya menunggu anggotnya turun."Kap, ada parasut." Salah satu anggota Militer yang pada dadanya tertulis nama Yanto menunjuk parasut itu."Semoga mereka semua selamat, ka