“Ya udah selesai,” ucapnya sembari turun dari mobil.
Sedangkan Pia yang masih berusaha mencerna ucapan Ilham membuat diirnya terpau untuk beberapa saat sampai akhirnya ia mengerti membuat matanya membuat kaget.
Hanya ada satu kemungkinan, Ilham marah karena menurutnya kebaikannya di salah artikan oleh Pia dan artinya ini yang terakhir kalinya dirinya membalas chat serta menjemput Pia.
Pia berdesis kesal, maksud dirinya bertanya kan karena diirnya ingin tahu saja kenapa pria itu tiba-tiba berubah. Apa Ilham memang se-sensitiv itu?
Pia mengacak rambutnya kesal dan segera turun dari mobil berusaha mengejar Ilham untuk menjelaskan maksud perkataannya dan meminta maaf pada pria itu.
“ILHAM!” teriaknya yang mengundang penasaran siswa siswi lain.
Banyak dari mereka yang bertanya-tanya mengapa Pia bisa turun dari mobil Ilham, apakah keduanya berangkat bersama? Tapi jika ya, mengapa mereka tak turun bersama?
Sedangkan Pia sendiri tak te
Halo! Gimana sama Part ini? jangan lupa saran dan komennya. Terima kasih untuk yang membaca :)
Alifia Nadira seorang gadis yang berumur lima belas tahun yang baru saja melewati masa MPLS disekolah barunya. Hari ini merupakan hari pertamanya memulai pembelajaran namun sejak awal ia sudah menarik banyak pasang mata, selain wajahnya yang cantik sifatnya yang ceria membuatnya makin populer terutama dikalangan para senior.Pia melebarkan senyumannya kala melihat seorang pria bertubuh tinggi dengan jas biru dongker dan rambut yang tertata rapi menambah kesan plus pada pria tersebut.“Kak Glen!” pekik Pia girang.Galen Fikri Alamsyah, Ketua Osis yang ia kenal bersama Chika. Chika mengatakan pada dirinya bahwa Glen merupakan Kakak kelasnya saat SMP.“Loh Pia? Gak masuk kelas?” Pia menggeleng, sebenarnya ia sendiri juga tak tahu dimana kelasnya berada.“Gue gak tau kelasnya Kak,” jawab Thiya sembari menunjukkan deretan giginya.Glen terkekeh mendengar jawaan gadis tersebut.”Lo kan bisa liat papan madin
Seperti biasa hari ini Chika dan Pia pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang kosong keduanya mengambil duduk tepat ditengah kantin bersama dengan Glen, yah Chika memang sengaja melakukannya untuk membuat para siswa lain cemburu dan sekaligus membalas bisikan mereka kemarin. Untuk apa bersikap baik toh mereka sudah mengecap dirinya centil pada Glen tanpa tahu apa-apa kan, jadi sekalian saja.Chika bertanya pada Pia dan Glen mengenai makanan yang akan mereka pesan, ia berniat memesankan makanan keduanya, yah sekaligus untuk menjalankan rencana kecilnya. Balas dendamnya belum selesai sampai kemarin, jika saja Pia tak menariknya untuk pergi ke perpus. Tapi tak apa balas dendam keduanya akan ia lakukan hari ini.Lima menit kemudian Chika kembali membawa tiga mangkuk makanan dan tiga gelas minuman sesuai pesanan kedua temannya. Gadis itu menaruh makanan dan minuman tersebut ke atas meja. Setelah semua makanan ia taruh ia segera menjalankan rencananya membuat gadis it
Lima belas menit kemudian motor milik Ilham berhenti dedepan sebuah rumah mewah bergaya klasik yang membuat Pia menghembuskan nafas lega mengetahui bahwa itu benar-benar rumahnya, ia turun dari motor namun gadis itu masih setia menutupi wajahnya.“Gue tau itu lo, yang waktu itu nabrak gue di perpus.” Pia nampak terkejut, ia menurunkan tangannya memandang wajah Ilham, astaga mengapa ciptaan tuhan yang satu ini sangat indah?“Soal yang waktu itu, gue minta maaf.”“Ya ya, Anggep itu gak pernah terjadi, toh cuman kecelakaan biasa. Intinya gak usah bahas itu lagi.”Setelah mengucapkan hal itu Ilham lantas pergi.Sedangkan Pia nampak tersenyum hangat, ia sedikit tak percaya bahwa orang yang tadi dibicarakan Chika adalah orang yang sama yang baru saja pergi. Pia hanya mengedikkan bahunya kemudian berbalik membuka pagar rumah dan masuk.Pia kembali ingat dengan rasa kesalnya pada sang Kakak, ia berjalan masuk menuju kekam
Pia dan Chika tengah duduk menikmati makan siang mereka dikantin sekolah, Pia nampak bergelut dengan pikirannya sendiri, ia sendiri bingung ingin bertanya sesuatu pada Chika namun tak tau bagaimana ia mengutarakannya. Sedangkan Chika yang tengah menyantap makanannya menyadari ada yang aneh dengan Pia, ia kemudian menatap Pia heran. Jika diperhatikan raut wajah gadis itu sedikit berubah.“Kenapa lo?” tanya Chika setelah meneguk makanan yang ia kunyah.Sedangkan Pia yang sedari tadi bergelut dengan pikirannya sedikit kaget.”Ah?” Ucap Pia mengangkat kepalanya menatap Chika.“Elo kenapa?”“Oh itu, gue mau nanya sesuatu sama lo,” ucap Pia kikuk.Sedangkan Chika nampak merubah ekspresi wajahnya menjadi riang, gadis itu mengangkat tanga kanannya membuat Pia heran.“KAK GLEN!” pekik Chika memanggil pria tersebut, tangannya melambai bermaksud mengajak pria tersebut duduk bersama dirinya dan
Kerumunan tersebut lantas bubar, menyisakan tiga orang gadis yang salah satunya adalah Dafina, ia mendengar bisikan para siswi tadi. Sejak awal Dafina juga sering mendengar nama Alifia Nadira, orang-orang sering memanggilnya Pia. Namun gadis itu tak terlalu menghiraukan hal tersebut karena ia yakin dirinya tak kalah cantik. Sedangkan Ilham sudah pergi sesaat setelah Pia ditarik pergi bersama Glen.“Cih cewek kayak dia bisanya apa? Paling modal cantik doang. Cantikan juga gue!” seru Fina kesal kemudian pergi disusul kedua temannya.***Glen menarik tangan Pia menuju ke perpustakaan membuat gadis itu sedikit sulit mengimbangi langkah pria tersebut, Glen sendiri tak bisa mengekspresikan dirinya saat ini seperti ada yang bergejolak dihatinya. Ada rasa yang mendorongnya untuk marah tapi ia tak tahu untuk apa dan lagi pula gadis yang tengah bersamanya ini bukan siapa-siapa nya.Keduanya sampai di depan perpustakaan namun tak ada yang berbicara kecua
“Menurut lo lebih wangi yang mana? Yang ini atau yang ini?” ucap Pia sembari memperlihatkan secara bergantian dua sabun mandi si tangannya membuat Dimas berdecak kesal.“Terserah!”“CK! gak ada pendirian banget,” gerutu Pia sembari mengerutkan keningnya berfikir farian apa yang akan ia beli.“Yang stroberi wangi tapi gak terlalu suka warna pink yang ini, terlalu tua. Yang biru cantik, warnanya juga soft tapi wangnya gak terlalu ke cium.”“Ah pusing, jadi beli yang mana ini?” Dimas berdesis geram, adiknya ini jika ia tak menjawab pertanyaannya ia akan terus menimang untuk membeli yang mana.“Yang biasa lo pake apa?” tanya Dimas sedikit kesal.“Emmm, biasanya beli di online shop sih, soalnya di super market ini gak ada.”“Terus kenapa masih di cari?” geram Dimas. Kepalaya mulai panas, jika di film-film pasti sudah ada asap yang keuar dari kep
“Boleh nebeng gak? Gue di tinggal Kakak gue.” “Makanya kalo belanja tuh jangan kelamaan,” Jawab Ilham membuat Pia sedikit terkejut, bagaimana pria itu tahu? “Lo cenayang?”Ilham hanya mengedikkan bahunya tak berniat membalas. Ia tak tahu bahwa yang ia katakan ternyata bear, padahal ia hanya menebak saja. “Ya udah naik!”perintahnya membuat Pia tersenyum senang. Sesampainya di depan rumah Pia, gadis itu turun dari motor ilham seraya tersenyum lebar. “Thank’s ya.” Ilham mengangguk kemudian beniat melajukan motornya namun Pia menghentikannya. “Kenapa?” Pia memiringka kepalanya seraya mengedipkan kedua matanya beberapa kali menatap pria di hadapannya ini. “Kalo gue suka sama lo gimana?” *** Pia berjalan santai menuju ke kantin sekolah dengan membawa tas kecil berisi sekotak bekal di tangannya. Gadis itu tak henti-hentinya tersenyum lebar, ia berharap bahwa makanan yang ia buat dengan sepenuh hati ini dapat ia berikan
Pia mengingat kejadian kemarin dan ia yakin Ilahm juga tengah mengingtnya. Masih terkeam dengan jelas dalam memori Pia saat dirinya bertenya mengenai dirinya yang jatuh cinta pada Ilham, setelah mendengar itu Ilham hanya mengedikkan kedua bahunya dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Ilham yang melihat senyum devil milik Pia segera mengalihkan pandangannya, ia tidak tahu hal apa yang akan di lakukan gadis itu selanjutnya. Dirinya hanya fokus pada tujuan utamanya untuk mengganjal lapar di perutnya. Pia dengan cepat menghabiskan makanannya dan menyambar kotak bekal yang terletak di atas meja membuat Chika kaget. “Mau kemana lo?” Pia memandang Chika beberapa saat lalu beralih ke arah Glen yang juga tengah menatapnya, gadis itu mengembangkan senyumya seraya mengangkat sedikit kotak bekal miliknya. “Mau ngasih ini.” “Buat siapa?” tanya Glen membuat Chika was-was. “Ilham!” *** Pernyataan singkat dari Pia membuat Gle